Jenderal M Jusuf. istimewa
Jenderal Moeldoko akan
memasuki masa pensiun pada Bulan Juli mendatang. Pihak Istana pun tengah
menggodok siapa jenderal berbintang empat yang bakal menjadi orang
nomor satu di tubuh TNI.
Ada kisah menarik saat Presiden Soeharto memilih Jenderal M Jusuf
sebagai Panglima TNI (saat itu masih bernama Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia atau ABRI). Dia dilantik tahun 1978 sebagai
Menhankam/Pangab.
M Jusuf sudah hampir 14 tahun tidak berkarir di ABRI. Sejak tahun
1965, dia sudah menjadi menteri perindustrian. Karena itu agak aneh,
bagaimana dia bisa ditunjuk. Namun saat itu Soeharto punya kuasa. Maka
jadilah M Jusuf Panglima ABRI.
M Jusuf dikenal sebagai salah satu pendukung Soeharto. Dia adalah
satu dari tiga jenderal yang menemui Presiden Soekarno untuk meminta
Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar. Mereka adalah Basuki Rachmat,
Amir Machmud dan M Jusuf.
Saat menjadi Panglima ABRI, M Jusuf sangat dekat dengan prajurit. Dia
berkeliling Indonesia untuk menemui para prajurit di barak-barak.
Dengan hangat dia menyapa keluarga prajurit.
Dia membangun asrama, memperbaiki fasilitas yang rusak, memberikan
bantuan dan dengan sikap kebapakan mendengarkan curhat para prajurit.
M Jusuf menghabiskan waktu di antara para prajuritnya. Nyaris tidak
pernah duduk di meja kerja. Karena itu dia menjadi sangat populer. Tak
hanya di kalangan prajurit, namun juga di mata rakyat. Saat itu TVRI
yang menjadi satu-satunya stasiun TV selalu menayangkan kunjungan kerja
Jenderal Jusuf.
Perlahan, Soeharto mulai khawatir dengan kepopuleran Jenderal Jusuf.
Di kamus Orde Baru tak boleh ada matahari kembar. Apalagi rakyat lebih
antusias melihat Jusuf daripada Soeharto. Bisik-bisik mulai terdengar M
Jusuf cocok jadi wakil presiden, atau jadi presiden menggantikan
Soeharto. Penguasa Orba ini pun mulai cemburu.
“Setiap malam berita Jusuf mengunjungi prajurit di seluruh Indonesia
dan berbicara spontan kepada mereka dengan aksen bugisnya yang
kental-suatu tontonan yang jelas lebih menarik dibanding penampilan
Soeharto yang monoton- tentu saja Bapak Presiden merasa terganggu,”
tulis wartawan senior Salim Said dalam memoarnya Dari Gestapu ke
Reformasi terbitan Mizan.
Hubungan Soeharto dan Jusuf juga akhirnya dingin. M Jusuf pernah
menggebrak meja di depan Soeharto dan para pejabat negara saat ditanya
apakah dia memiliki ambisi pribadi seiring kepopulerannya. Sejak saat
itu Panglima ABRI selalu mengutus wakilnya jika ada rapat di Binagraha
yang dihadiri Soeharto.
M Jusuf tak pernah jadi Wapres, apalagi presiden. Dia digeser
Soeharto menjadi Kepala Badan Pemeriksa Keuangan. Setelah itu sang
jenderal memilih pulang kampung ke Makassar dan mengurusi masalah agama.
Dia meninggal 8 September 2004. (Merdeka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar