Senin, 26 Januari 2015

National Ship Design and Engineering Center (NasDEC)

  Pembagian pembangunan modul PKG Sigma, antara Damen Schelde dan PT PAL (photo: arc.web.id)
Pembagian pembangunan modul PKG Sigma, antara Damen Schelde dan PT PAL (photo: arc.web.id)
Kementerian Pertahanan akan mendukung penuh proyek National Ship Design and Engineering Center (NasDEC) atau Pusat Desain dan Rekayasa Kapal Nasional. Proyek tersebut merupakan hasil kerjasama Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) dengan Kementerian Perindustrian.
Selain kapal-kapal sipil, rencananya proyek ini juga mengembangkan desain kapal perang. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengungkapkan sangat mendukung proyek tersebut saat ditemui JMOL di kantornya, Jumat 16/1/15 lalu.
“Pengembangan industri pertahanan dalam negeri merupakan bagian dalam memperkuat pertahanan kita, kita memang mengharapkan kepada BUMN maupun BUMS untuk mengembangkan apa yang mereka mampu buat untuk pertahanan kita,” ujar Ryamizard.
“Kita apresiasi ITS yang sudah mampu membangun proyek tersebut, tentunya kita akan dukung penuh proyek itu, dan saya sangat bangga jika ada anak bangsa ini yang mampu mengembangkan teknologi pertahanan,” ungkap Menhan.
Mantan Kasad di era Presiden Megawati tersebut juga mengharapkan pembangunan-pembangunan teknologi yang berkaitan dengan pertahanan terus meningkat guna menciptakan kemandirian bangsa.
Pihak ITS saat dikonfirmasi mengaku akan terus menunggu arahan berikutnya dari Kemhan mengenai pembangunan proyek NasDEC ini.
“Kita akan menunggu arahan dari pihak Kemhan dalam realisasi program ini, kita berharap semua dapat berjalan lancar untuk kemajuan bangsa dan negara,” ujar Dekan Fakultas Teknologi Kelautan ITS, Eko Budijatmiko.
“Sejauh ini sudah ada Prancis, Kroasia, dan Swedia yang akan bekerjasama dengan kita dalam program ini, dari situ akan ada yang namanya transfer teknologi, ke depan kita berharap akan ada banyak negara lagi yang akan menawarkan kerjasama kepada kita,” katanya.
Mengenai jenis kapal perang yang akan didesain dalam proyek ini, Eko menjelaskan semuanya akan bertahap sesuai dengan waktu dan kemampuan.
“Tentunya akan bertahap, mulai dari kapal patroli hingga kapal besar seperti Frigat dan Korvet bahkan kapal selam, semuanya tergantung pada transfer teknologi yang terjadi, cuma kita optimis ke depannya, di tempat ini akan bermunculan SDM yang ahli dalam mendesain kapal perang,” ucapnya.
Sementara Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo mengharapkan “National Ship Design and Engineering Center” (NasDEC/Pusat Desain dan Rekayasa Kapal Nasional) di ITS tidak hanya mengurusi program kemaritiman dalam bidang desain dan rekayasa kapal. ITS juga diharapkan bisa menjadi pusat integrasi radar, karena pencarian AirAsia dengan cepat berkat peran ITS dalam mengintegrasikan radar milik TNI AL, Perhubungan Laut, dan sebagainya.
Ia menegaskan iptek dan inovasi merupakan kunci untuk mandiri, maju, dan kuat yang berbasis maritim. “Karena itu, Presiden menetapkan tekad Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia agar tingkat pendapatannya meloncat kepada 10 ribu dolar perkapita, karena itu kita menyusun empat agenda besar kemaritiman,” katanya.
Menteri Indroyono menjelaskan empat agenda besar yakni kedaulatan maritim, sumberdaya alam dan jasa, infrastruktur maritim, serta sumberdaya manusia dan budaya maritim.
“Saya minta para ahli desain dan rekayasa kapal serta ahli integrasi radar dari ITS untuk memajukan program kemaritiman dengan empat agenda besar itu”.
Pemerintah juga berencana membangun sembilan bandara baru di perbatasan, seperti Seibati, Rote, Nunukan, Miangas, Saumlaki, dan sebagainya. Dalam kaitan bandara, pelabuhan baru juga akan dibangun, karena itu ITS bisa berperan dalam desain dan rekayasa kapal melalui NasDEC-ITS.
“Saya sudah melapor Presiden bahwa ITS mampu merancang radar yang terintegrasi, misalnya radar perhubungan laut, radar TNI AL, radar TNI AU, radar pelabuhan, radar bea cukai, dan sebagainya akan terkoneksi,” katanya.
Dengan koneksi lewat radar itulah, katanya, akan memudahkan kinerja pengawasan “Negara Kepulauan”. “Kalau sekarang masih sifatnya laporan dari pangkalan di pulau tertentu, ke Armatim, ke Mabes TNI AL, ke Menko, lalu ke Presiden. Itu terlalu lama, karena itu perlu radar,”.
Keppres tentang Badan Keamanan Laut sudah terbit. “Dengan teknologi radar yang terintegrasi, maka Bakamla akan bekerja lebih efektif, karena jika ada gangguan, maka tinggal kirim kapal AL, kirim pesawat AU, atau lainnya untuk mengusir pengganggu”.
Untuk sumberdaya manusia, sedang siapkan beasiswa untuk riset kemaritiman, termasuk riset yang bekerja sama dengan negara lain, seperti ITS yang sudah bekerja sama dengan sejumlah universitas di Jerman. ( sumber: Jurnal Maritim dan JurnalSumatra).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar