Sabtu, 10 Januari 2015

Landasan TNI AU Terluas nan Bersejarah

(photo ilustrasi dari lanudiskandar.blogspot.com)

Sepekan terakhir, aktivitas di Landasan Udara Iskandar begitu padat. Puluhan helikopter milik TNI Angkatan Udara, Polri, Badan SAR Nasional, bahkan Seahawk milik Amerika Serikat mendarat di lanud ini. Tidak hanya itu, pesawat Hercules C-130, CN-295 TNI AU hingga pesawat amfibi BE-200 milik Rusia juga ikut mendarat.
Peningkatan aktivitas di Lanud Iskandar tidak terlepas dari peristiwa kecelakaan yang menimpa pesawat AirAsia QZ8501. Pesawat yang mengangkut 155 penumpang dan tujuh kru itu, dilaporkan hilang di Selat Karimata sejak 28 Desember 2014 lalu. Sejak saat itu, Lanud Iskandar dijadikan posko utama pencarian korban dan pesawat AirAsia QZ8501.
Sebenarnya, tak banyak yang tahu dengan keberadaan Lanud Iskandar ini. Bahkan, belum tentu semua anggota TNI mengetahui keberadaan lanud yang berada di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Padahal, lanud ini adalah milik TNI Angkatan Udara.
“Jangankan publik dan media, bahkan tidak semua anggota TNI tahu Lanud Iskandar ini,” kata Danlanud Iskandar Letkol Pnb Johnson Simatupang di Lanud Iskandar, Jumat (9/1/2015).
Johnson mengatakan, Lanud Iskandar sebenarnya merupakan lanud terluas di Indonesia. Luasnya yang mencapai 3000,6 hektar melebihi luas Lanud Halim di Jakarta dan Lanudal Juanda di Sidoarjo, Jawa Timur. Hanya saja, dari luas tersebut, baru sekitar 200 hektar saja yang dimanfaatkan sebagai kantor dan landasan pacu pesawat.
Johnson menambahkan, luasnya area yang dimiliki lanud ini, akhirnya menjadikannya sebagai hutan kota. Pasalnya, wilayah di sekitar lanud ini masih dikelilingi oleh hutan yang cukup asri. Banyak warga yang akhirnya memanfaatkan wilayah di sekitar lanud untuk dijadikan lokasi tempat tinggal. Mereka mendirikan bangunan seperti rumah dan beranak pinak di sini.
“Kawasan kita dikelilingi perumahan, jadinya dijadikan hutan kota,” ujarnya.
Landasan Aju
Meski memiliki area yang cukup luas, status Lanud Iskandar ini masih termasuk ke dalam lanud tipe C. Oleh karenanya, tidak banyak pasukan TNI AU yang bertugas untuk menjaga lanud ini. Hanya sekitar 90 pasukan saja yang setiap hari mengamankan ribuan hektar wilayah lanud ini. Itu pun bukan pasukan Korps Pasukan Khas TNI AU (Korpspaskhas).
Selain itu, status lanud ini juga juga dijadikan sebagai landasan aju bagi pasukan TNI. Artinya, ketika terjadi pertempuran yang melibatkan Indonesia, lanud ini akan bertindak sebagai landasan support untuk menerbangkan pesawat tempur Indonesia guna menunjang pertahanan wilayah.
“Kita ini statusnya adalah pangkalan aju, yang harus siap, standby, dalam keadaan darurat,” katanya.
Selain minim pasukan, lanud ini juga tidak dilengkapi dengan skadron udara yang sewaktu-waktu siap melakukan pertempuran. Jika kondisi darurat terjadi, seperti penyerangan terhadap Lanud Iskandar, maka pihak lanud akan menghubungi Lanud Supadio di Pontianak, Kalimantan Barat untuk menerjunkan tim Korpspaskhas.

Penerjunan bersejarah
Johnson mengatakan, Lanud Iskandar merupakan salah satu lanud yang bersejarah tak hanya bagi TNI, tetapi juga bagi kemerdekaan Indonesia. Nama Iskandar yang disematkan di lanud ini merupakan nama salah satu penerjun pertama yang dimiliki Indonesia.
Johnson bercerita, pada tahun 1947, Gubernur Kalimantan Pangeran Muhammad Noor mengajukan permintaan kepada AURI untuk membangun stasiun radio. Stasiun tersebut dibangun untuk menyebarkan kabar kepada masyarakat Kalimantan bahwa Indonesia telah merdeka sejak 1945.
Setelah itu, Komodor (U) Suryadi Suryadarma mengambil inisiatif mengirimkan 13 orang ke Kalimantan, dua di antaranya merupakan teknisi radio dari AURI, Hari Hadi Sumantri dan FM Soejoto. Sedangkan 11 orang lainnya merupakan putra Kalimantan. Kesebelas putra kalimantan itu adalah Iskandar sebagai pimpinan pasukan, Ahmad Kosasih, Bachri, J Bitak, C Williem, Imanuel, Amirudin, Ali Akbar, M Dahlan, JH Darius, dan Marawi.
Ke-13 orang itu kemudian diterjunkan di Desa Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah pada 17 Oktober 1947. Mereka diterjunkan dengan menggunakan pesawat C-47 Dakota RI-002.
“Setelah mendarat dengan selamat, mereka kemudian menghadapi pasukan Belanda yang tengah melangsungkan Agresi Militer I. Saat itu Belanda berupaya untuk merebut seluruh wilayah jajahan mereka termasuk bandara yang didirikan Jepang yang berhasil direbut Indonesia,” ceritanya.
Dalam perang itu, tiga dari 13 orang yang diterjunkan tewas. Sementara sisanya ditawan oleh Belanda.
Iskandar termasuk salah satu yang tewas dalam pertempuran itu. Sehingga namanya diabadikan menjadi nama lanud ini sebagai sebuah bentuk penghormatan kepadanya. Selain itu, dua buah patung dirinya juga didirikan yakni di pintu gerbang masuk Lanud Iskandar dan di Desa Sambi.
Johnson mengatakan, pesawat Dakota yang digunakan oleh ke-13 penerjun itu akhirnya juga dijadikan monumen. Monumen tersebut berdiri di kawasan Bundaran Pancasila, Kotawaringin Barat yang berjarak sekitar empat kilometer dari Lanud Iskandar.
“Itu (Dakota) pesawat asli. Setiap tahun kita melakukan perawatan agar tetap bersih dan tidak rusak,” katanya.
Semetara, ia menambahkan, tanggal penerjunan ke-13 orang itu dijadikan sebagai hari lahirnya Pasukan Gerak Tjepat (PGT) TNI AU, yang kemudian namanya berubah menjadi Kopaskhas AU.
PGT atau Kopaskhas merupakan salah satu pasukan elit yang dimiliki TNI. Kepiawaian mereka dalam merebut landasan udara di Pangkalan Bun ini, menjadikan nama mereka sebagai nama salah satu pasukan elit yang disegani dunia.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar