Senin, 05 Januari 2015

Dalami Keganjilan Air Asia di Juanda Disitu Awal Musibah QZ8501

 qz8501 dan mh370
Kasus lost contact MH370 dan QZ8501 (Foto: HeraldSun)



Kasus yang menyangkut kecelakaan pesawat Air Asia Indonesia jenis Airbus A320-200 Flight Number QZ8501 sejak Minggu pagi (28/12/2014), hingga kini sudah mencapai enam hari, dimana dari total 162 penumpang dan crew yang onboard, pada hari Jumat (2/1/2014) telah ditemukan 30 jenazah. Basarnas merilis sudah ada 30 jenazah yang ditemukan dalam pencarian hari keenam, dengan perinciannya 10 jenazah dikirim dari Pangkalan Bun ke Surabaya, 4 jenazah masih berada di Pangkalan Bun , 7 jenazah masih berada di KRI Bung Tomo, 1 jenazah berada di KD Pahang dan 8 jenazah di Surabaya. Kendala pencarian jenazah terutama buruknya cuaca di kawasan laut di sekitar Pangkalan Bun.

Seperti yang penulis juga pernah sarankan pada saat terjadinya kasus Malaysia Airlines MH370, upaya mencari penyebab atau latar belakang sebuah kasus kelakaan pesawat sebaiknya dilakukan melalui dua pendekatan, disamping prioritas menemukan penumpang adalah yang utama. Pendekatan tehnis penerbangan akan menyangkut soal pesawat itu sendiri, pengaruh cuaca (weather) serta kemungkinan human error. Pendekatan standard dari tehnis penerbangan di fokuskan mencari pesawat untuk menemukan black box yang berisi data VCR (Voice Cockpit Recorder) dan FDR (Flight Data Recorder). Ini merupakan kunci karena akan merupakan bukti A-1 tentang yang terjadi menyangkut penerbangan itu sendiri di samping pembicaraan yang dilakukan crew (pilot) baik internal maupun dengan ATC. Apabila black box dapat ditemukan, biasanya akan dapat menggugurkan beberapa pendapat atau analisa penyebab kecelakaan yang dibuat sebelumnya. Sebagai contoh, black box pesawat Air France AF447 yang jatuh di Samudera Atlantik, membuktikan penyebab kecelakaan adalah karena capt Pilot Dubois tidak on seat saat pada awal pesawat memasuki badai.

Dengan demikian maka upaya mencari black box walau kadang sulit didapatkan akan tetap diusahakan. Sebagai catatan, black box AF447 ditemukan setelah dua tahun, sementara black box MH370 sudah sekitar delapan bulan belum dapat ditemukan. Pendekatan kedua yang penulis sarankan adalah pendekatan dari sudut pandang intelijen, yaitu menarik kebelakang, mencari informasi terkait dengan pesawat yang mengalami kecelakaan. Nah, dalam kaitan ini aparat intelijen sebaiknya melakukan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan). Dalam kasus QZ8501 dicari dan dikumpulkan informasi dasar Indonesia Air Asia tersebut. Pulbaket dikordinasikan diantara Intelijen, Kemenhub, Mabes Polri. Data-data tersebut diantaranya tentang operasi penerbangan Air Asia, data crew dan penumpang (latar belakang), data barang yang diangkut, pelaksana ground handling serta dukungan terhadap operasi penerbangan, sistem keamanan Bandara Juanda. Pihak keamanan memang selalu berfikir suatu yang terburuk, terlebih apabila mencium adanya keganjilan-keganjilan dalam kasus kecelakaan. Semua data tersebut kemudian diolah oleh analis intelijen untuk disimpulkan dan diserahkan kepada end user.

Fokus Penyelidikan Dari Tehnis Penerbangan 
Fakta yang perlu dicermati adalah pembekuan sementara penerbangan Air Asia dari Juanda ke Singapura oleh Kemenhub. Menurut Kapuskom Publik Kemenhub JA Barata dalam rilisnya disebutkan bahwa salah satu alasannya, Air Asia QZ8501 ternyata melanggar izin terbang yang diberikan. Ijin diberikan (sejak 24 Oktober 2014) untuk menerbangi rute Juanda-Singapura pada hari Senin, Selasa, Kamis dan Sabtu. Pembekuan dikeluarkan sejak tanggal 2 Januari 2015 sampai selsainya evaluasi dan investigasi. "Namun pada pelaksanaannya penerbangan PT. Indonesia Air Asia rute Surabaya -Singapura pp dilaksanakan di luar izin yang diberikan, yaitu antara lain pada hari Minggu (QZ8501 terbang dan menghilang pada hari Minggu, 28 Desember 2014). Dan pihak Indonesia Air Asia tidak mengajukan permohonan perubahan hari operasi kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Hal ini merupakan pelanggaran atas persetujuan rute yang telah diberikan," jelas Barata. AirAsia yang bisa terbang di hari Minggu itu karena ada kesalahan komunikasi di lapangan, menurut Barata karena ada oknum Kemenhub yang teledor.

Fakta lain adalah saat Menhub Ignasius Jonan mengunjungi kantor Air Asia di Cengkareng pada hari Jumat (2/1/2014). Menurut Staf Khusus Menhub Hadi M Djuraid yang ikut dalam sidak tersebut, Jonan sempat marah besar lantaran salah satu Direktur AirAsia menganggap briefing pilot sebelum penerbangan sebagai cara tradisional alias kuno. "Itu yang sudah berlaku secara internasional, mengambil info cuaca secara fisik dari BMKG itu cara tradisional," kata Hadi sembari menirukan kata-kata salah satu Direktur AirAsia. Mendengar jawaban tersebut Jonan memarahi sang direktur tersebut. "Kalau ada aturan Anda harus patuh, jangan coba-coba melawan. Bisa saya cabut izin Anda," katanya seperti disampaikan Hadi. Setelah itu lanjut dia, Jonan langsung menanyakan kepada pilot yang juga berada di tempat tersebut apakah lebih suka di-briefing fisik mengenai cuaca sebelum terbang atau membaca sendiri cuaca dari BMKG. Para pilot pun menjawab lebih senang apabila diberikan briefing langsung oleh Flight Operation Officer (FOO). Jonan pun meminta agar AirAsia melakukan prosedur yang seharusnya. Permintaan menhub itu pun disanggupi oleh pihak AirAsia dan berjanji akan segera menindaklanjuti perintah tersebut.

Dari Fakta tersebut, nampaknya crew Air Asia (selama ini?) tidak memberikan data weather dari perusahaan yang sangat penting serta terteradalam rencana penerbangan (flight plan). Curent Weather Forcast merupakan salah satu dasar pembuatan rencana penerbangan yang dibuat oleh perusahaan penerbangan, biasa dikerjakan oleh FOO. Dasar pembuatan flight plan diantaranya, kondisi pesawat layak terbang, kedua informasi penerbangan, fasilitas di Bandara keberangkatan, informasi sepanjang penerbangan, berapa load, bahan bakar, departure, destination, alternate base. Secara prinsip rencana penerbangan yang baik dan layak akan mendukung keselamatan penerbangan. Flight plan di-briefingkan kepada penerbang satu jam sebelum penerbangan oleh FOO. Dalam sebuah diskusi di CNN dengan narasumber CNN, panelnya pilot Australia, pilot Ammerika, meteorologist ahli, crash investigator dari NTSB (AS), menganalisa kecelakaan QZ8501. Menurut meteorologist nya, terdapat intertropical convergence storm cukup besar dengan radius 10 miles. Dan storm nya itu storm cell by storm cell, radius by radius. The biggest and worst storm cell itu ada diatas laut Jawa juga terdapat saat pesawatnya akan takeoff. Kalau situasi seperti ini di AS, penerbangan pasti di delay. Alasan nya adalah, karena storm cell by storm cell itu, ruang diantara dua storm cells itu yang di radar itu kelihatan tenang, sebenarnya adalah super bahaya. Ini karena pada ruang diantara dua storm cells itu terjadi down draft. Karena down draft, suhu nya super cold dan mendadak turun.

Saat pesawat mulai masuk satu storm cell, Capt. pilot nya minta belok ke kiri untuk menghindar, tetapi justru daerah di kiri itulah yang ruang antara storm cells yang super berbahaya. Waktu dia masuk daerah ini, super cold air terjadi, terjadi down draft, thinner air, pesawat nya susah di kontrol. Karena kemungkinan besar masuk daerah itu ada hail (es batu) atau moisture, kemungkinan besar radar nya mendadak rusak dan/atau pitot tube nya yang mengukur air speed mendadak beku. Dalam kondisi ini pilot menjadi tidak tahun posisi (in terms of storm) dan karena itu speed nya 105 dibawah normal karena dia sudah tidak mengetahui air speed. Karena speed nya rendah, akhirnya pesawat nya stall dan jatuh. Pada hari Jumat (2/1/2014) pukul 23.00 KRI Bung Tomo berhasil menemukan dua obyek dengan alat sonarnya, menurut Kabasarnas diperkirakan bagian dai pesawat yang dicari. Kedalaman laut sekitar 30 meter, dan lokasi berada tidak jauh dari penemuan jenazah.

Fokus Penyelidikan Intelijen
Perhatian pertama adalah pada detik-detik terjadinya kecelakaan. QZ8501 hilang dari pengamatan radar (Kohanudnas yang terintegrasi dengan Radar Sipil), diketahui pada pukul 06.17 WIB. Pada pukul 06.16 WIB, menurut Pangkohanudnas Marsda TNI Rahadian kepada media, QZ8501 masih terlacak radar dengan transponder bernomor 7001, flight level 320 (32.000 kaki). Mendadak pada 06.17 WIB data pesawat termasuk transponder dan ketinggian menghilang dari radar Kohanudnas. Pesawat menghilang di atas laut, diantara Tanjung Pandang dengan Pangkalan Embun (127 Nm). Menurut ATC Jakarta, pada pukul 06.17 WIB pesawat hanya tampak signal ADS-B (Automatic Dependent Surveillance-Broadcast), pesawat sekaligus hilang contact dengan ATC Pukul 06.18 WIB. ATC Jakarta menyebutkan tidak adanya distress call dari pilot. Ini dapat dinilai sebagai sebuah keganjilan, mengingat Capt Pilot Iriyanto adalah penerbang senior dengan total jam terbang diatas 20.000 jam dan mantan penerbang tempur TNI AU (F5E Tiger II) yang terlatih bereaksi cepat dalam menghadapi masalah emergency saat terbang.

Jadual keberangkatan QZ 8501 ternyata maju dari waktu semestinya, rencana semula jadwal pesawat pada pukul 08.00 WIB, namun diajukan pada pukul 05.00 WIB. Hal ini diakui oleh Presdir PT Air Asia Indonesia, Sunu WIdyatmoko. “Perubahan jadwal tidak berhubungan dengan kondisi pesawat. Itu perubahan jadwal biasa setiap 6 bulan sekali, terlebih ini masuk peak season (musim liburan) jadi jadual penerbangan juga padat," kata Sunu saat di Crisis Centre Terminal 2 Bandara Juanda, Minggu (28/12) malam. Dari penilaian beberapa pakar pengamat penerbangan, cuaca buruk adalah fitur umum di Indonesia pada waktu ini, memang terdapat cuaca buruk di beberapa wilayah. Tetapi dikatakan hampir tidak pernah terjadi pada sebuah pesawat komersial modern mengalami kecelakaan disebabkan karena turbulensi di ketinggian. "Ini situasi yang berbeda ketika pesawat terbang rendah, tetapi saat terbang di ketinggian, bahkan apabila pesawat mengalami stall ketinggiannya cukup bagi aircrew untuk memulihkan situasi dan mengembalikan kontrol," kata Pakar Penerbangan Peter Stuart Smith. "Tampaknya tidak mungkin bahwa cuaca buruk yang sederhana bisa menyebabkan pesawat tersebut jatuh," katanya.

John Nance, seorang mantan pilot Angkatan Udara dan konsultan ABC News, mengatakan bahwa bom mungkin telah diledakkan dari dalam pesawat sehingga pesawat mendadak hilang dari layar radar, dan pilot tidak sempat mengirimkan distress signals pada saat sebelum jatuh ke laut. Bom tersebut kecil dan mampu mengganggu sistem hidrolik pesawat. Pesawat i sebagian besar diperkirakan masih utuh karena petugas bisa melihat bayangan pesawat di air yang relatif dangkal. Dari pengumpulan dan penyelidikan data penumpang, Tim Disaster and Victim Identification (DVI) gabungan untuk AirAsia QZ8501 masih kesulitan mengontak pihak keluarga Copilot Remy Emmanuel Plesel. Keluarga Remy dibutuhkan untuk menghimpun data antemortem sebagai keperluan identifikasi. DVI pun meminta bantuan polisi internasional atau Interpol. "Kami kesulitan mengontak keluarga Remy Plesel yang ternyata ada di Karibia. Jadi kami minta bantuan Interpol," ujar Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Komisaris Besar Awi Setiyono dalam jumpa pers, Jumat (2/1/2015). Plesel menjadi satu-satunya korban yang belum memiliki data antemortem. Menurut Awi, alasan transportasi menjadi kendala utama bagi keluarga Plesel datang ke Surabaya untuk menyerahkan langsung data antemortem tersebut. Data antemortem itu berguna untuk melakukan verifikasi.

Investigator Keselamatan Udara dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) A. Toos Sanintioso mengatakan bahwa kotak hitam (black box) yang diharapkan bisa memberikan jawaban terkait penyebab kecelakaan tersebut belum ditemukan hingga hari Jumat (2/1/2015). Sanintioso menduga pinger yang memancarkan sinyal lokasi kotak hitam tak berfungsi. Menurut dia, ada kemungkinan pinger bersama kotak hitam telah rusak akibat hantaman yang sangat keras. KNKT kini sedang berusaha terus menemukan black box, menurut ketua KNKT Marsda TNI (Pur) Tatang Kurniadi (teman penulis satu angkatan di AU), fokusnya mencari suara dan sinyal yang dipancarkan dari black box.

Analisis
Basarnas dibawah pimpinan Marsdya TNI FHB Sulistiyo telah menunjukkan hasil yang sangat baik, mampu mengordinasikan kekuatan yang ada dalam membantu Basarnas untuk menemukan Air Asia QZ8501. Kemampuan Basarnas perlu di apresiasi karena dalam waktu tiga hari mampu menemukan puing, lokasi jatuhnya pesawat serta mengevakuasi beberapa jenazah. Sulistyo kelahiran 1959 itu adalah alumnus AAU 1982 dan pernah menjadi calon Kasau yang akhirnya terpilih Marsdya AgusSupriyatna. Basarnas bertugas mencari dan menemukan pesawat serta penumpang, disisi lain terdapat BIN, BNPT dan Intelijen Polri yang penulis perkirakan akan mendalami latar belakang dari sisi lain kecelakaan ini. Penulis menyusun artikel dengan judul "Hilangnya Air Asia QZ 8501 Dari Sudut Pandang Intelijen", (http://ramalanintelijen.net/?p=9394), yang menyoroti kemungkinan kaitan antara kecelakaan MH370, MH17 dan QZ8501. Ketiganya adalah perusahaan Malaysia, walaupun saham Indonesia Air Asia diberitakan 51 persen dimiliki orang Indonesia (Tidak diberitakan dan tidak dimunculkan oleh media). Yang terlihat sibuk adalah Tony Fernandez, warga negara Malaysia, CEO Air Asia.

Nah, dari beberapa fakta diatas, terlihat bahwa ada sesuatu yang memang harus didalami dari Bandara Juanda terkait Air Asia. Apabila ditinjau dari fakta-fakta tehnis operasi penerbangan, ada pengabaian dari Air Asia terhadap laporan cuaca dari BKMG yang seharusnya juga tertera dalam flight plan kepada pilot sebelum terbang. Tidak diberikannya kondisi cuaca akhirnya menyebabkan pilot hanya mengandalkan radar cuaca, tanpa mengetahui peta cuaca secara utuh. Entah apakah data lainnya juga diberikan kepada pilot? Apakah flight lengkap atau tidak? Ini sebuah pertanyaan. Menarik yang disampaikan panel diskusi CNN, dimana Iriyanto akhirnya harus menghadapi intertropical convergence storm ganas yang dihadapkan dengan keterbatasan kemampuan pesawat. Ini salah satu titik kerawanan dari manajemen Air Asia, dimana kerawanan menurut teori pengamanan intelijen adalah titik lemah apabila kemudian alam menjadi jauh lebih tidak bersahabat, makin ganas akan menyebabkan kelumpuhan, bahkan kelumpuhan permanen (pesawat jatuh). Perlu diteliti sejak kapan pilot tidak mendapat briefing tentang cuaca, kalau cuaca menjadi penyebab seperti yang diperkirakan? Atau mungkin bukan hanya Air Asia saja.

Kedua, Air Asia melakukan pelanggaran prinsip, melakukan penerbangan di hari yang bukan jadualnya. Sebuah pertanyaan bagi lid intelijen, mengapa dia tidak mengajukan ijin dan mengapa melakukan pelanggaran? Apakah alasan peak season cukup menjadi alasan bagi Air Asia yang nekat melanggar ketentuan, kini hanya dibekukan sementara. Kita lihat bagaimana reaksi Menhub Jonan atas pelanggaran yang sangat prinsip ini. Penulis membacanya ada sesuatu dibalik ke-"nekatan"-an ini. Masalah lain yang juga perlu menjadi perhatian, mengapa pesawat mendadak lenyap dari radar? Hanya berselang dua menit mendadak hilang. Mengenai menghilangnya dari radar, masih menjadi pertanyaan apakah pesawat dalam kondisi stall? Dalam kondisi ini Capt Iriyanto penulis perkirakan akan mengirimkan distres signal. Menurut Pangkohanudnas Marsda Hadian, Iriyanto pernah, saat latihan dog fight dengannya pernah mengalami kondisi emergency dan mampu mengatasinya. Adanya perkiraan bom yang meledak di dalam pesawat jelas jangan dinafikkan, karena penulis termasuk yang masih mencermati adanya ancaman aksi teror terhadap Malaysia berupa serangan terhadap MAS (dua kali) dan mungkin AA (satu kali). Pembuktian bom ini bisa pada saatnya dibuktikan dari hasil penyelidikan KNKT terhadap kondisi bangkai pesawat. Pada MH17 terbukti adanya partikel-partikel logam yang menghantam badan pesawat dan mengarah kebagian dalam. Apabila terdapat bom di QZ8501 maka akan ditemukan bekas ledakan (robekan kearah luar).

Pihak Polri hingga kini belum menemukan keluarga copilot Remy Emmanuel Plesel (WN Perancis) yang tinggal di Perancis, tetapi keluarganya berada di Karibia. Interpol sedang diminta membantu menemukan mereka. Mungkin data ini perlu diperdalam. Hambatan yang mungkin akan ditemui adalah bagaimana menemukan black box sebagai kotak jimat sangat penting, yang menurut investigator KNKT belum berhasil ditemukan. Dari kasus Air France AF447, black box baru ditemukan setelah dicari selama dua tahun. Mudah-mudahan black box QZ8501 dapat segera ditemukan. Dari beberapa fakta dan pembahasan diatas, penulis menyimpulkan, sesuai teori intelijen, agar dilakukan pemeriksaan sekuriti dimulai dari Bandara Juanda karena disitulah awal atau sumber masalah. Penulis agak tergelitik, sebenarnya Indonesia Air Asia ini milik siapa? Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla ini milik Indonesia karena ada bendera merah putih, tetapi pertanyaannya mengapa yang sibuk muncul hanya Tony Fernandez yang warga Malaysia. Semestinya kalau itu pesawat milik Indonesia, maka pemiliknya muncul untuk memberikan perhatian dan menunjukkan empatinya.

Mari kita doakan kepada para korban yang tewas, dan keluarga yang ditinggalkan semoga tetap tabah. Kesalahan operator dalam mengelola sebuah perusahaan penerbangan akan beresiko berat, konsekwensinya secara psikologis maupun ganti rugi. Air France dan Airbus sudah dipusingkan menghadapi tuntutan pembunuhan dalam kasus AF447 dari pengadilan Perancis. Karena itu Pemilik Air Asia harus siap-siap menghadapi tuntutan, kasus terberatnya apabila QZ8501 mengalami kecelakaan karena keteledoran manajemen. Mereka bisa dituntut dalam delik pembunuhan seperti AF447. "Manusia kodratnya berada di tanah, tidak bisa terbang, hanya karena akalnya maka dia terbang dengan pesawat. Karena itu manusia harus patuh kepada aturan, prosedur, ketentuan pabrik, dan airmanship. Sekali saja dia melanggar, tidak patuh, menyepelekan, maka dia akan bertemu dengan kodratnya," (Pray Ramelan).

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar