Senin, 05 Januari 2015

Hilangnya Air Asia QZ 8501 Dari Sudut Pandang Intelijen


 airasia-sharklet-a320 (1)

Air Asia Indonesia Airbus 320-200 dengan Logo Bendera Merah Putih (tribunnews.com)

Dalam beberapa hari terakhir dunia kembali digemparkan dengan hilangnya sebuah pesawat Airbus 320-200, Air Asia Indonesia, Flight Number QZ-8501 dalam penerbangan dari Bandara Juanda Surabaya ke Changi Airport Singapura. Pesawat dengan registrasi PK-AXC tersebut hilang kontak saat berada di airways M635, antara waypoint TAVIP dan RAFIS, atau di antara Tanjung Pandan (Belitung Timur) dan Pontianak. Dari data yang dirilis oleh Flightradar24, QZ8501 hilang kontak pada pukul 23:12 UTC atau pukul 06.12 WIB.
Pesawat dengan nomor registrasi PK-AXC tersebut berangkat (ATD) Surabaya pukul 05.26 WIB, ETA Singapura seharusnya pukul 08.30 waktu setempat atau pukul 07.30 WIB. Pada penerbangan, pilot in command adalah Captain Iriyanto (mantan Perwira TNI AU/IDP-1), Co Pilot Emanuel Plessel (WN Perancis), disamping lima crew lainnya on board. Pihak AirAsia Indonesia merilis data jam terbang pilot Air asia QZ8501 pada Minggu (28/12/2014) siang. Captain Pilot Iriyanto memiliki total 20.537 jam terbang. Iriyanto juga telah terbang bersama AirAsia Indonesia selama 6.053 jam. Sementara first officer Remi Emmanuel Plesel memiliki jam terbang 2.247 jam. Khusus penumpang diluar crew berjumlah 155 orang (138 dewasa, 16 anak-anak, satu bayi). Menurut Staf Khusus Kementerian Perhubungan Hadi Mustofa, selain WNI terdapat beberapa warga negara asing dalam pesawat tersebut. “Warga negara Singapura 1 orang, Inggris 1 orang, Malaysia 1 orang, dan Korea Selatan 3 orang termasuk 1 bayi,” katanya.
Plt Direktur Jenderal Perhubungan Udara Djoko Murjatmodjo secara resmi menyatakan di Jakarta, Minggu (28/12/2014), pesawat take off dari Surabaya, Pkl. 05.36 WIB menuju Singapura, terbang dengan ketinggian 32.000 kaki (Flight Level 320). Pesawat mengikuti jalur penerbangan: M-635. Pesawat Contact ATC Jakarta pada pukul 06.12 WIB pada FL 320 (frekuensi 125.7 MHz). Pada saat contact, ATC Radar Jakarta mampu mengidentifikasi pesawat pada layar radar. Saat contact, pesawat (pilot) menyatakan menghindari awan ke arah kiri dari M-635 dan meminta naik ke ketinggian 38.000 ft (FL380). Earth Networks, sebuah perusahaan yang melacak kondisi cuaca di seluruh dunia, mengatakan telah mencatat sejumlah sambaran petir di dekat rute Flight 8501 pada hari Minggu pagi antara pukul 06:09-06:20.
Pukul 06.16 WIB pesawat masih terlihat di layar radar, pukul 06.17 WIB pesawat hanya tampak signal ADS-B (Automatic Dependent Surveillance-Broadcast), pesawat sekaligus hilang contact dengan ATC Pukul 06.18 WIB, target hilang dari radar, hanya tampak flight plan track saja. ATC membuat pernyataan resmi QZ8501 hilang pada pukul 07.55 WIB. ADS-B adalah system yang di design untuk menggantikan fungsi radar dalam pengelolaan ruang udara bagi transportasi sipil. Dengan teknologi ini pesawat yang terus menerus mengirim data ke 'receiver' di bandara secara 'broadcast.' Sementara cara kerja radar bandara yang mendeteksi pesawat. Indonesia memiliki 30 stasiun bumi yang siap dioperasikan.
Pemerhati penerbangan, Yayan Mulyana, Minggu (28/12) petang menyatakan kepada Kompas.com, pada waktu yang berdekatan ketika pesawat QZ8501 hilang kontak, ada lebih dari satu penerbangan yang melintas di jalur penuh awan tersebut. Posisi AirAsia QZ8501 berada pada posisi terendah di ketinggian jelajah, dibandingkan pesawat lain.ada setidaknya empat pesawat lain yang berdekatan dengan QZ8501 pada saat itu, yakni Garuda Indonesia (GIA602, 35.000 ft), pesawat Lion Air (LNI763, 38.000 ft), AirAsia (QZ502, 38.000 ft), dan Emirates (UAE409, 35.000 ft).
Flightradar 24 mengklaim tidak menangkap sinyal emergency dari A320-200 QZ8501. Menurut SOP (Standar Operasi Prosedur), jika dalam kondisi emergency, pesawat akan mengaktifkan kode Squawk 7700 di transponder mereka. Beberapa negara menawarkan bantuan untuk mencari keberadaan QZ8501 diantaranya dari Singapura, Malaysia, Australia, Korea Selatan dan Amerika Serikat.



Analisis Dari Tehnis Penerbangan
Dalam waktu dua hari setelah pesawat tersebut dinyatakan hilang, semua instansi yang terlibat melakukan langkah cepat mencoba menemukan pesawat beserta penumpangnya. Dari standar pencarian pesawat yang umum dilakukan adalah dengan mengumpulkan fakta-fakta (informasi) baik yang menyangkut masalah tehnis, weather (cuaca) maupun kemungkinan human error. KNKT masih mengumpulkan data-data dan akan bergerak penuh apabila pesawat sudah ditemukan, sementara kini yang memimpin operasi pencarian adalah Basarnas.
Pengamat penerbangan serta pejabat Kemenhub serta Basarnas menyatakan (data yang dirilis otoritas penerbangan ataupun penanganan bencana), menunjukkan bahwa pesawat tidak meninggalkan jalur penerbangan, sekalipun sempat berpindah. Kementerian perhubungan menyatakan bahwa posisi pesawat ini terakhir tetap berada di koridor M635. Posisi pesawat pada saat lost contact ada di sekitar Pulau Belitung pada titik koordinat 03°22'15" LS - 109°41'28"BT.
Beberapa pihak menyatakan bahwa QZ8501 sempat terjebak dalam kungkungan awan CB. Dari beberapa informasi (BMKG) dilaporkan bahwa rute yang ditempuh pesawat dipenuhi dengan awan dan di lokasi kejadian terdapat CB yang luasnya mencapai 10 km dengan ketinggian mencapai 48.000 ft. Terdapat ancaman badai dimana terkonsentrasi es, butir air serta petir. Para penerbang umumnya sangat faham bahaya CB, tetapi jarang sambaran petir menyebabkan kerusakan struktural yang serius yang dapat mengancam keselamatan pesawat terbang, bahaya CB dapat mengganggu sistem navigasi, seperti kompas magnetik.
Dari kacamata tehnis penerbangan, Airbus 320-200 adalah pesawat modern canggih yang terbang normal dari Surabaya ke Singapura dan di kontrol oleh dua ATC modern Jakarta Control dan Singapore Radar. Proses lenyapnya pesawat terjadi hanya dalam waktu yang singkat, dari pukul 06.16 s/d 06.18 WIB, tanpa memberikan peringatan baik radio maupun transponder code. Pukul 06.17 WIB pesawat hanya tampak signal ADS-B (Automatic Dependent Surveillance-Broadcast).
Secara tehnis Yayan menyatakan, posisi yang terpantau di Flightradar24 adalah posisi saat terakhir komunikasi pesawat, tetapi masih ada luncuran, sampai ke posisi terakhir yang sebenarnya. "Kalau pesawat meledak, posisinya akan sama dengan posisi komunikasi terakhir. Kejadiannya kemungkinan besar memang sangat mendadak karena sejauh ini penerbangan terlihat masih on track," katanya.

Analisis Sudut Pandang Intelijen
Dalam terjadinya sebuah kecelakaan hilangnya pesawat terbang, selain dilakukan upaya pertama menemukan pesawat serta penumpang, yang juga dilakukan adalah upaya sesegera mungkin menemukan black box yang merekam penerbangan serta pembicaraan di pesawat. Data transkrip setengah jam terakhir bakal "mengungkap banyak" soal kecelakaan yang terjadi. Data tersbut akan dapat menggugurkan pendapat atau analisis yang dibuat sebelumnya. Selain secara tehnis penerbangan, penulis selalu mencoba memberikan analisis dari sudut pandang intelijen, yang menyoroti dari fungsi intelijen yaitu penyelidikan, pengamanan serta penggalangan.
Banyak kemudian yang berpendapat bahwa analisis awal sebuah serangan teror terhadap kecelakaan pesawat dipandang terlalu cepat dan tidak mungkin. Pada saat kejadian yang menimpa pesawat Malaysia Airlines MH370 yang masih raib hingga kini serta MH17 yang hencur berkeping-keping akbibat ditembak misile di wilayah konflik di Ukraina, penulis melihatnya sebagai dua kasus yang terindikasi sebagai sebuah serangan. Serangan teror dua kasus tersebut bisa ditujukan kepada operator (MAS atau Malaysia sebagai sebuah negara) atau bisa juga terhadap pabrik Boeing serta AS sebagai negara asal. Pada awal penulis mengulas kemungkinan ancaman Al-Qaeda dengan dasar fatwa Al-Zawahiri untuk menyerang AS.
MH370 hingga ini belum ditemukan, dari beberapa analisis yang penulis buat, dan bahkan sejak awal kejadian, terjadi tindakan penguasaan pesawat dengan tujuan menghilangkan MH370 ke suatu tempat di Samudera Hindia. Intinya pelaku (kemungkinan besar captain Pilotnya sendiri) bisa melakukannya sebagai 'lone wolf' atau merupakan agent action yang dibina sebuah jaringan intelijen untuk aksi teror. Saat itu penulis menyimpulkan bahwa itu bisa merupakan sebuah serangan awal.
Empat bulan berselang, terjadi misteri ditembaknya dengan misil terhadap pesawat serupa, Boeing777-200ER Malaysia Airlines di wilayah Ukraina. Makin kental bau aksi serangan teror berupa tekanan psikologis terhadap MAS sebagai operator. Tidak ada analisis bahwa dua kasus tersebut mempengaruhi pabrik Boeing, yang terbaca dalam analisis intelijen adalah Malaysia sebagai target utama terpilih (Penulis menulis analisis beberapa kasus terkait serangan yang terjadi, periksa artikel terkait).
Kini terjadi kasus hilangnya kembali pesawat Air Asia Indonesia QZ8501 dalam penerbangan Juanda-Changi. Apakah kasus ini terkait dengan dua peristiwa MH370 dan MH17? Jarak kecelakaan kasus MH370 dengan MH17 empat bulan, dan jarak kasus MH17 dengan QZ8501 sekitar lima bulan. Mari kita bahas kemungkinan-kemungkinannya.
Kasus QZ8501 apabila dicermati, crusial point-nya terjadi hanya dalam dua menit, antara pukul 06.16 s/d 06.18 WIB. Saat pesawat menghilang dari radar, kejadiannya sangat pendek dan mendadak. Apakah pesawat secanggih Air Bus 320-200 yang relatif muda dan baru, diterbangkan oleh Captain Pilot Iriyanto (pilot senior dengan total jam terbang 20.357 jam) akan langsung menyerah dan runtuh menghadapi bad weather, CB sekalipun. Iriyanto menurut penulis jelas tidak akan mengambil resiko sekecilpun dalam menghadapi CB yang selalu disebut sebagai penyebab bencana, dia pasti faham bagaimana harus bertindak dan memutuskan.
Sebelum terbang dalam membuat flight plan, jelas pilot telah mendapat briefing weather on route, jadi dia faham kondisi yang dihadapi. Oleh karena itu penulis menyarankan dilakukan penelusuran dari sisi tehnis baik yang menyangkut khususnya serangan teror. Memang sesuai aturan sebuah kecelakaan harus dilihat dari masalah tehnis, cuaca dan human error.

Contoh Human Error terkait Bad Weather
Kasus human error dalam menghadapi bad weather (Intertropical Convergence Zone) pernah terjadi dalam penerbangan Air France Flight AF-447 yang jatuh di Samudera Atlantik pada bulan Juli 2009 dalam penerbangan dari Rio de Janeiro ke Paris menyebabkan 228 penumpang meninggal dunia. Lima hari setelah kecelakaan, tim Rescue menemukan debris baik mayat manusia maupun pecahan pesawat. Dari rekaman black box yang ditemukan dua tahun kemudian, terungkap penyebab utama kecelakaan.
BEA (Biro d'Enquêtes et d'Analisis), atau otoritas keselamatan penerbangan Perancis, telah merilis sebuah laporan setebal 365-halaman penyelidikan yudisial bahwa 'kapten telah gagal dalam tugasnya dan tidak mampu mengarahkan co pilot dalam bertindak tepat'. Hakim Prancis kemudian memulai penyelidikan kriminal Air France dan Airbus untuk dugaan pembunuhan. Pesawat saat menghadapi badai, menurut data black box diterbangkan oleh Co-pilot Pierre-Cedric Bonin (2.900 jam terbang) dan David Robert (6.500 jam terbang), sementara captain pilot Marc Dubois (58 th) ini (11.000 jam terbang) sebelumnya menyatakan mengantuk dan kemudian tidur.
Menjelang terjadinya kecelakaan, Captain Dubois dibangunkan, tetapi Copilot Bonin dan Robert yang panik tidak mampu menjelaskan masalah. Sebuah analisis rinci dari dua perekam di black box pesawat, menjelaskan bahwa sensor kecepatan udara tidak berfungsi mungkin karena membeku. Dubois yang kemudian mencoba mengendalikan pesawat tidak mampu mengatasi kondisi emergency pesawat yang stall menukik ke laut dan akhirnya hancur setelah menghantam laut. Resiko yang harus dipikul oleh Air France jelas akan sangat besar dalam membayar kompensasi tersebut, terlebih apabila pengadilan memutuskan kasus sebagai sebuah pembunuhan.

Kemungkinan Kaitan QZ8501 dengan Kasus MH370 dan MH17
Memang hingga kini belum ada yang mampu menyimpulkan penyebab hilangnya QZ8501 tersebut. Pada umumnya mayoritas sementara berpendapat bahwa pesawat mengalami kecelakaan (jatuh) karena disebabkan memasuki awan CB. Data pendukung beberapa pihak memang mendukung, karena pilot menyatakan melakukan berbelok kekiri dan request naik dari FL320 ke 380 karena menghadapi CB.
Mari kita lihat data intelijen 'the past', dimana beberapa fakta pendukung penulis analisis sebagai sebuah serangan psikologis (aksi teror). Dalam terminologi intelijen, teror adalah sebuah sarana pengalangan (penciptaan kondisi) untuk merubah kondisi target, agar mau berpikir, berbuat dan memutuskan seprti apa yang diinginkan si perencana. MH370 menurut penulis dibajak, penumpang dibunuh (ada teori diberhentikannya suply oxygen dan teori red out, pesawat sengaja di stall-kan dengan cara high speed stall).
MH370 kemudian diterbangkan ke Samudera Hindia Selatan dengan ketinggian hanya 5.500 ft untuk menghindari military radar Indonesia (meeting investigator di Australia, Oktober 2014). Dari teori intelijen pesawat dilenyapkan pembajak agar black box tidak ditemukan, dengan tujuan menutupi motif. Hingga kini memang pesawat belum ditemukan, walau sudah coba dicari dengan teknologi canggih sekalipun. Perencana teror mampu melumpuhkan teknologi dengan memanfaatkan alam sebagai sarana terornya. Inilah kehebatan perencanaan aksi teror yang tetap merupakan sebuah misteri.
Dalam kasus MH17, pesawat mendadak ditembak di wilayah konflik Ukraina. Hingga kini tidak jelas mengapa hanya pesawat Malaysia Airline tersebut yang ditembak jatuh, sementara terdapat beberapa penerbangan di dekat titik kejadian. Black Box yang ditemukan tidak dapat berbicara banyak, karena semua penerbangan berlangsung normal. Mendadak pesawat hancur ditembak. Setelah kejadian, pihak Barat (AS) menyalahkan bahwa penembak MH17 adalah pemberontak terhadap pemerintah Ukraina yang mendapat dukungan Rusia dalam penembakan. Hingga kini tidak dapat dibuktikan siapa penembaknya. Kasus kemudian meleleh tanpa kejelasan. Hanya pihak Malaysia yang faham ada apa di belakangnya.
Dari dua kasus tadi, penulis berpendapat, bahwa nampaknya Malaysia Airlines menjadi target yang diserang. Jelas sebagai flag carrier, citra MAS sangat terkait dengan Malaysia. Penulis dalam beberapa artikel saat terjadinya kasus MH17 berharap semoga Garuda tidak dijadikan target serupa.
Kini kasus hilangnya pesawat Airbus 320-200 Flight QZ8501 memunculkan misteri. Apakah terkait dengan penyebab serangan berupa "pesan" teror? Pada umumnya masyarakat hanya mengetahui bahwa Air Asia adalah perusahaan penerbangan low-cost carrier milik warga negara Malaysia (Tonny Fernandez). Air Asia Indonesia bisa disebut sebagai sister company (afiliasi ke Air Asia Malaysia). Di bagian hidung tertulis Indonesia dengan bendera merah putih. Tetapi tetap saja dengan nama Air Asia, akan diterjemahkan dengan brand milik Malaysia. Khusus untuk Air Asia Indonesia, menurut konon kabar sahamnya dimiliki oleh salah seorang konglomerat muda Indonesia, tetapi membeli sahamnya dengan beberapa perusahaan di luar negeri.
Nah, melihat kasus QZ8501, ada yang penulis cermati (sebagai hasil diskusi dengan rekan-rekan purnawirawan di PPAU), pertama, terhentinya ADS-B detect utamanya karena transponder pesawat mati. Menjadi pertanyaan mengapa transponder mati? Apakah sengaja dimatkan atau ada sebab lain . Kedua apabila dikaitkan dengan ELT yang tidak aktif, juga menarik dipelajari lebih lanjut. ELT (Emergency Locator Transmitter) dimonitor oleh satelit merupakan no go item yang pada kasus ini tidak berfungsi sebenarnya mengapa?
ELT pada Airbus 320-200 ini sama dengan ELT pada Boeing 737-900 , akan mulai on saat engine running dan off saat engine shut down, ELT akan mengirimkan auto signal (bekerja) apabila ada impact gravitasi 3,5 G atau masuk ke air. Signal ELT bisa ditangkap pada secondary frequency di 121,5 Mhz.
Dari pendeknya waktu krusial, nampaknya terjadi suatu yang mendadak pada QZ8501, hingga Iriyanto tidak sempat mengirimkan distress call, 'may day' misalnya. Bukan tidak mungkin ada faktor eksternal sebagai penyebabnya. Bukan tidak mungkin ada faktor eksternal sebagai penyebabnya. Terdapat kemungkinan secara mendadak pesawat meledak di udara karena sebab eksternal, pertanyaannya dalam dua hari pencarian debris sama sekali tidak ditemukan. Apakah terjadi hijacking, transponder dimatikan dan pesawat seperti MH370 dibawa terbang ke lokasi lain? Pencarian di lokasi yang diperkirakan sia-sia? Tanpa transponder maka identitas pesawat akan lenyap dari radar.
Apabila dikaji dari sebuah serangan conditioning terkait antara ketiga pesawat dengan brand Malaysia tersebut, nampaknya kemungkinan bisa terjadi. Dalam kasus ketiga terkait dengan perusahaan Malaysia, pesawat yang menjadi sasaran adalah Air Bus buatan negara Eropa, sementara dua kasus MH terdahulu adalah pesawat buatan AS. Jadi penulis semakin mengerucutkan bahwa Malaysia yang menjadi target utamanya. Mengapa dipilih Air Asia Indonesia? Penyerang akan memilih dan menentukan keberhasilan 100 persen dalam aksinya. Apakah ada yang lolos dari pengamatan di Juanda?
Interval antara MH370 dengan MH17 adalah empat bulan, sementara kasus MH17 dengan QZ8501 adalah lima bulan. Serangan pesan masih valid dalam sebuah perencanaan aksi teror. Serangan bom di Indonesia sejak bom Bali-1, JW Marriott, Bom Kedubes Australia, Bom Bali-2 dan kembali Bom Marriott/Ritz Carlton berjarak sekitar 13 bulan. Pesan pengeboman jelas yaitu teroris menyerang kepentingan AS dan sekutunya di luar negaranya (yang dipilih Indonesia sebagai palagan tempur). Karena itu kembali penulis mengingatkan agar otoritas pengamanan di Bandara lebih mewaspadai kemungkinan adanya serangan lanjutan.
Aksi teror dengan tuntutan sesuatu adalah gaya lama, kini aksi teror yang dirancang dengan teliti akan lebih menakutkan, karena manusia umumnya akan takut terhadap sesuatu yang tidak jelas. Kita jangan menafikkan kemungkinan teror sebagai penyebab sebuah kecelakaan pesawat. Kalaupun ini sebuah pesan, maka yang dapat membaca adalah pemerintah Malaysia, mereka menghadapi lawan berat yang akan melakukan teror.
Teror terkait pesawat terbang sangat menarik media untuk terus menerus diberitakan, kita lihat breaking news menguasai pemberitaan dua televisi Indonesia. Intelijen Indonesia sebaiknya juga ikut membaca pesan si teroris pintar itu, agar bisa melakukan langkah-langkah antisipasi selanjutnya dan kita tidak menjadi korban. Nampaknya ini akan terus berlanjut, mungkin hingga Malaysia tunduk atau tingkat kerusakan citranya dinilai sudah sangat parah.
Sebaiknya intelijen segera melakukan penyelidikan kebelakang, dilakukan cek ulang semua penumpang QZ8501, cek ulang semua berita terkait Air Asia. Juga lakukan pemeriksaan sekuriti di Juanda dan bandara lainnya. Mungkin terlalu dini bila penulis mengatakan apakah ini juga terkait dengan ancaman ISIS akhir-akhir ini? Atau ini aksi satuan khusus Al-Qaeda (Khorasan). Indikasi terlibatnya kedua kelompok teroris ini belum mencapai tataran serangan ke pesawat, mereka kini lebih fokus ke target manusia di darat.
Semua ini menjadi pekerjaan rumah aparat keamanan. Yang jelas dunia sedang menghadapi aksi teror, dimana diakui atau tidak kini Malaysia yang menjadi target utamanya. Indonesia kini kalau memang benar hanya menjadi bagian dari korban sampingan, karena pesawat diberi logo merah putih dan nama Indonesia. Para penumpang yang menjadi korban mayoritas WN Indonesia, dan Indonesia kini mau tidak mau disibukan menyelesaikan kasus yang tidak ringan ini.
Mari kita sadari, bahwa ada ancaman yang jelas tetapi tidak jelas terkait dengan keselamatan penerbangan yang kini menjadi moda transportasi yang popular sangat disukai. Sebagai penutup, penulis menyampaikan, sudut pandang intelijen selalu berusaha melihat dan memperkirakan sebuah ancaman dari sisi worst condition, atau kondisi terburuk. Maksudnya apabila memang itu terjadi kita tidak akan terkena unsur pendadakan. Jadi kita takut terbang dengan pesawat Malaysia? Itu terserah kepada penilaian dan keputusan masing-masing.

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen www.ramalanintelijen.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar