Dalam kompetisi, tiap manufaktur sah saja berdalih bahwa produk yang
diusungnya lebih canggih dan handal. Seperti dalam tender pengadaan jet tempur pengganti F-5 E/F Tiger II TNI AU. Pihak Sukhoi, Eurofighter, Saab
dan Dassault punya argumen dan perspektif tersendiri atas produk yang
diusungnya, karena pada dasarnya baik Sukhoi Su-35 Super Flanker,
Eurofighter Typhoon, JAS 39 Gripen NG dan Dassault Rafale punya sisi
plus minus, alias tidak ada yang benar-benar ideal.
Namun, ada satu teknologi yang membuat sang jawara jet tempur idola Su-35 berbeda dari ketiga kompetitornya, yakni thrust vectoring.
Merujuk dari definisinya, thrust vectoring adalah kemampuan yang
memungkinkan sebuah pesawat mengatur arah semburan dari mesin jetnya
untuk memberikan dorongan vertikal ke atas. Thrust (dorongan) yang
dihasilkan oleh pesawat, baik jet maupun propeller (baling-baling)
umumnya mengarah ke belakang pesawat. Sedangkan gerakan pesawat diatur
oleh control surface. Dengan sokongan thrust vectoring, maka pesawat
dapat lebih dinamis dalam melakukan manuver.
Thrust vectoring bukan cerita baru dalam dunia aviasi, contoh yang
sangat mengena adalah jet Harrier yang bisa mengarahkan thrust-nya ke
bawah , sehingga jet yang kondang di Perang Malvinas ini dapat terbang
secara vertikal. Dalam segmen pesawat baling-baling, V-22 Osprey menjadi
pembuktian yang cukup berhasil.
Kembali ke Sukhoi Su-35, solusi thrust vectoring yang digunakan pada dua mesin Saturn 117S (AL-41F1S turbofan adalah Vectoring in Forward Flight
(VIFF). Dengan VIFF, pesawat dengan mesin jet konvensional dapat
melakukan manuver yang tidak biasa, diantaranya seperti manuver Cobra
Pugachev dan berkat TVC (thrust vectoring control) pesawat
mampu beroperasi dari landasan pendek. Thrust vectoring yang diadopsi
Su-35 mengusung teknologi tiga dimensi. Putaran ke semua arah ini
dilakukan dengan bantuan tiga aktuator hidrolik yang dipasang pada
interval 120 derajat di sekitar nacelle mesin, yang membelokkan nozzle
mesin. Sistem Klimov ini punya nozzle yang bergerak 18 derajat ke segala
arah.
Dengan trust vectoring tiga dimensi, maka arah semburan dari nozzle
dapat diputar ke semua arah. Dengan begitu, Su-35 digadang mampu
meladeni dogfight dengan ‘gaya’ yang tak lazim, seperti tiba-tiba dapat
berputar salto 360 derajat dalam waktu singkat. Di arsenal NATO,
vectoring thrust ala Su-35 hanya dapat ditandingi oleh F-22 Raptor dan
F-35 Lightning II. Bekal thrust vectoring inilah yang menjadi salah satu
daya deteren Su-35. Adanya thrust vectoring plus kanon
GSh-30 kaliber 30 mm plus penjejak target berbasis optik sudah menjadi
bekal penghantar maut yang jadi andalan dalam laga dogfight.
Eurofighter Typhoon Ikutan Pakai Thrust Vectoring
Melihat kompetitornya dari Eropa Timur unggul dalam urusan thrust, membuat pihak Eurofighter tidak tinggal diam. Pada tahun 2011 lalu, Eurofighter dan pihak Eurojet selaku pembuat mesin EJ200 menawarkan paket upgrade mesin Typhoon dengan kelengkapan thrust vectoring. Proyek ini secara khusus disampaikan Eurofighter dalam penawarannya ke AU India. Tawaran ini di integrasikan dalam paket mid life upgrade.
Melihat kompetitornya dari Eropa Timur unggul dalam urusan thrust, membuat pihak Eurofighter tidak tinggal diam. Pada tahun 2011 lalu, Eurofighter dan pihak Eurojet selaku pembuat mesin EJ200 menawarkan paket upgrade mesin Typhoon dengan kelengkapan thrust vectoring. Proyek ini secara khusus disampaikan Eurofighter dalam penawarannya ke AU India. Tawaran ini di integrasikan dalam paket mid life upgrade.
Pihak Eurofighter menyebutkan instlasi thrust vectoring nozzles dapat
dilakukan tanpa perubahan struktur mesin dan airframe. Adopsi thrust
vectoring di Typhoon dapat menghemat pembakaran mesin hingga 5% dan
menambah kecepatan supersonic cruise (super cruise) hingga 7%. Super cruise adalah kemampuan pesawat untuk melesat dalam kecepatan supersonic tanpa melakukan afterburner. (Bayu Pamungkas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar