Presiden Sukarno membuka Konferensi Asia Afrika pada 18 April 1955 di Gedung Merdeka, Bandung, dengan pidato berbahasa Inggris selama 40 menit. Diawali ucapan selamat datang kepada peserta dari 29 negara Asia-Afrika, Sukarno selanjutnya memaparkan kondisi dunia internasional dan imperialisme. Sukarno membakar semangat peserta konferensi untuk melawan penjajahan.
“Tuan-tuan tidak berkumpul di dunia yang damai, yang bersatu, dan yang bekerja bersama. Jurang-jurang besar dan curam mengganggu antara bangsa-bangsa dan golongan bangsa. Dunia kita yang malang ini terpecah belah, dan ternyata rakyat dari semua negeri berada dalam ketakutan, kalau-kalau di luar kesalahan mereka, serigala-serigala peperangan akan lepas lagi dari rantainya,” kata Sukarno.
Berdasarkan Risalah Konferensi Asia Afrika catatan Dinas Pengawasan Keselamatan Negara Djawatan Kepolisian Negara 1 Juni 1955, Sukarno kemudian mengingatkan kekuasaan imperialisme dulu yang membentang dari Selat Jibraltar, Lautan Tengah, Terusan Suez, Lautan Merah, Hindia, Tiongkok, hingga Lautan Jepang. Daratan sepanjang garis lautan itu merupakan tanah jajahan, rakyatnya tidak merdeka, dan hari depannya tergadaikan kepada sistem asing.
“Dan pada hari ini, di dalam gedung ini, berkumpul pemimpin-pemimpin bangsa yang tadi itu. Mereka bukan lagi menjadi mangsa kolonialisme. Mereka bukan lagi menjadi alat perkakas orang lain, dan bukan lagi alat permainan kekuasaan-kekuasaan yang tak dapat mereka pengaruhi. Today, you are representatives of free peoples, peoples of a different stature and standing in the world,” ujar Sukarno.
Singa podium itu menyebutkan berbagai perbedaan tiap bangsa, seperti latar sosial, budaya, asal mula negara, hingga warna kulit. “Mankind is united or divided by considerations other than these. Conflict comes not from variety of skins, nor from variety of religion, but from variety of desires.”
Sukarno lantas menekankan persatuan negara peserta yang hadir, berlandaskan kesamaan sikap dalam membenci kolonialisme, rasialisme, dan memperkokoh perdamaian dunia. Ia mengingatkan hadirin semua agar tidak terlena dan tertipu bahwa penjajahan telah mati. “I say to you, colonialism is not yet dead. How can we say it is dead, so long as vast areas of Asia and Africa are unfree.”
“And I beg of you, do not think of colonialism only in the classic form which we of Indonesia, and our brothers in different parts of Asia and Africa, know. Colonialism has also its modern dress, in the form of economic control, intellectual control, actual physical control by a small but alien community within a nation.” (Tempo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar