Penembak runduk.
Istilah itu bisa ditelusuri sejak tahun 1770-an, di kalangan prajurit
kolonial Inggris di India. Barang siapa mahir memburu burung snipe yang
konon sulit ditembak, maka ia berhak mendapat julukan ‘sniper’.
Seiring berlalunya waktu, sniper mengalami pergeseran arti. Yakni,
prajurit infanteri yang secara khusus terlatih untuk mempunyai kemampuan
membunuh musuh secara tersembunyi dari jarak jauh dengan menggunakan
senapan.
Indonesia baru kehilangan sniper legendaris yang diakui dunia, Tatang
Koswara, yang meninggal dunia pada 3 Maret 2015. Namun, Bumi Pertiwi
menghasilkan kebanggaan yang lain, senapan penembak runduk (SPR) yang
diproduksi PT Pindad: SPR 2.
SPR ini bukan sembarang senjata. Pelurunya bisa menembus tank baja.
Dan bahkan, ada peledak di balik munisi tersebut yang bisa menghancurkan
kendaraan tempur dalam sekejap. Lebih hebat lagi, SPR 2 juga memiliki
jangkauan tembak hingga 2 kilometer (km). Kemunculannya menggemparkan
dunia sniper.
“Senjata yang mendunia, kalau kita fokus
ke senjata, kita punya SS-1, SS-1 dan beberapa varian. Kita juga punya
SPR-2 yang baru kita launching dan langsung dibeli oleh Kopassus,” kata
Direktur PT Pindad Silmy Karim kepada Liputan6.com.
Mantan Staf Ahli Komite Kebijakan
Industri Pertahanan (KKIP) itu menambahkan, senjata-senjata yang
merupakan produk unggulan Pindad, kualitasnya sudah teruji. Siap
digunakan di medan tempur. “Dan ternyata memang bisa diterima dan malah
lebih unggul dari pada produk impor,” ujar dia.
Secara rinci, SPR 2 berkaliber 12,7 mm x 99 mm, panjang senapan
1.755 mm, berat keseluruhan 19,5 kg, panjang barel 1.055 mm, kapasitas
peluru antara 5-10 butir. Rifling atau alur spiral berulir pada bagian
dalam laras senjata api ini yakni 8 grooves, RH 381 mm (15”) twist.
Kecepatan rata-rata lesatan peluru 900 meter per detik dan jangkauan 2
km.
Menurut Silmy, keistimewaan SPR 2 ini dibanding senapan dari negara adalah terletak pada jangkauan, ketepatan, dan silencer atau peredam suara hentakan dari tembakan.
Silencer yang dipasang bisa
menurunkan hentakan suara tembakan sekitar 20-30 desibel. Senjata ini
juga dilengkapi perangkat night vision dan teleskop dengan pembesaran
ukuran 5-25 kali.
“Senjata kita ini ada peredam dari recoil-nya (hentakan), yang ini
cukup membuat kesulitan bagi produsen lain dalam mendesain produk yang
digunakan oleh sniper. Di samping itu, senjata sniper ini relatif sangat
khusus. Dalam arti tidak massal di mana tingkat ketelitiannya harus
maksimal,” ungkap dia.
Direktur Pindad ini mengakui manfaat ekonomis dari pembuatan SPR 2
ini sebenarnya tidak terlalu besar. Tapi ia menekankan, keberhasilan
pembuatan senapan runduk tersebut membuktikan bahwa Indonesia mampu
menciptakan alutsista yang inovatif dan mutakhir.
“Untuk membuat sniper ini, effort-nya (usahanya) banyak,
tetapi secara ekonomis, manfaatnya tidak terlalu banyak. Tetapi kita
dalam hal ini melakukan dalam konteks kemandirian. Dalam konteks kita
mampu membuat senjata yang dapat digunakan oleh sniper,” kata Silmy.
Kepada Liputan6.com, teknisi Pindad Diding Sumardi
menunjukkan wujud senapan SPR 2, aksesoris, dan berbagai pelurunya. Ada
tiga jenis peluru yang bisa digunakan, yakni MU3 M yang dipakai untuk
latihan menembak, MU 3 SAM yang bisa menembus kendaraan, dan MU 3 BLAM
yang tidak hanya menembus kendaraan tapi juga bisa meledakkan target.
Atas kemampuannya yang luar biasa,
Sniper SPR 2 mendapat pengakuan dari dunia internasional. Terbukti,
senapan jitu ini masuk rekomendasi di situs alat utama sistem senjata
(alutsista) Weaponsystems.net, bersanding dengan senjata canggih lainnya dari penjuru dunia, seperti senapan runduk Zastava M93 Black Arrow buatan Serbia.
Bahkan, tentara Singapura pernah melontarkan pujian untuk SPR 2. “Good!“,
ujar seorang penembak kontingen Angkatan Darat Singapura, sambil terus
memandangi dan melihat detail fitur senapan runduk anti material versi
SPR-2, yang dipajang di stand PT Pindad di sela-sela kejuaraan tembak
ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) ke-21, di Depok, Jawa Barat, beberapa
waktu lalu.
Tak hanya itu, dengan adanya SPR 2 ini, Indonesia bersanding dengan
tiga negara lainnya yang mampu membuat senapan runduk serupa, yakni
Amerika Serikat (AS) dan dua negara di Eropa.
Dunia militer Indonesia naik tingkat dari sebelumnya. Meski begitu,
PT Pindah belum menjualnya kepada negara lain. Sejauh ini, baru Komando
Pasukan Khusus (Koppasus) TNI AD yang sudah mengoperasikannya. Mengenai
harga per unitnya, SPR 2 ini dibanderol sekitar Rp 200 juta per
pucuknya.
Berawal dari Tank ‘Si Jablay’
Produk PT Pindad yang menghentakkan
dunia internasional tidak hanya senapan SPR 2, tapi juga panser Anoa.
Kendaraan taktis (rantis) ini telah diproduksi sebanyak ratusan unit dan
tersebar di Indonesia maupun negara lain. Kepuasaan pelanggan membuat
rantis, yang terdiri 5 varian yakni Armored Personnel Carrier,
Ambulance, Logistic, Recovery dan Remote Control Weapon System, ini pun
tidak pernah luput dari permintaan. Harganya berkisar Rp 25-30 miliar.
Armoured Personnel Carrier atau lebih dikenal dengan Anoa 6 x 6 APC
yang khusus mengangkut tentara ini dilengkapi sejumlah peralatan seperti
alat deret Winch dengan daya deret 6 ton, Pioneer Set atau tombol
pengendali, alat pemadam kebakaran, alat penyejuk Udara, toolkit
pengemudi, lampu dan peta, jaring kamuflase, hydraulic rear rampdoor
system atau sistem pintu hidrolik, smoke grenade dischargers atau alat
peluncur granat berkaliber 66 mm yang jumlahnya 3 di kanan dan 3 di kiri
kendaraan.
Panser ini juga bisa dilengkapi beberapa fitur opsional seperti
sistem komunikasi dan pergerakan AM, FM Radio dan Intercom Set, GPS,
NVG, Add -on. Kemudian ada keramik lapis baja Armament; sistem remote
control RCWS-Cal 7,62/12,7 mm (remote control weapon system),
dan senjata di bagian belakang senapan mesin ringan 7,62 mm. Anot 6 x 6
APC ini berjalan naik hingga 45 derajat dan turun 10 derajat, serta
memutar 360 derajat.
Anoa lain yang tak kalah canggih adalah
Recovery dan Remote Control Weapon System (RCWS). Spesifikasinya serupa
dengan Anoa APC. Hanya fungsinya berbeda. RCWS memiliki keunggulan
dengan sistem remote control, sehingga tentara tidak perlu naik ke atap
untuk menembakkan senjata.
Untuk Anoa Ambulance memiliki fungsi khusus mengangkut korban yang
muatannya lebih banyak dan dilengkapi anti-peluru. Sedangkan Anoa
Logistic untuk mengangkut berbagai macam barang, seperti peluru, makanan
dan tenda. Anoa Recovery untuk memperbaiki persenjataan yang rusak,
termasuk sebagai mobil derek.
Awal dibuatnya Anoa tidak lepas dari operasi militer yang dilakukan di
Aceh pada tahun 2003. Saat itu, TNI Angkatan Darat (AD) meminta
kendaraan lapis baja untuk transportasi pasukannya. Pindad pun merespons
dan mengembangkan kendaraan angkut personal ringan atau APRV-1V yang
berbasis chasis truk komersial pada tahun 2004. Sayangnya proyek 40 unit
yang dipesan TNI AD ini terpaksa dibatalkan karena bencana tsunami pada
akhir Desember 2014.
Tidak berputus asa, dengan dibantu Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi, PT Pindad terus menyempurnakan APR-1V varian 4X4 tersebut.
Akhirnya mereka berhasil mengembangkan panser sesuai tantangan Jenderal
(Purn) Endriartono Sutarto, Panglima TNI saat itu, bernama APS1-V1 atau
yang dijuluki “Si Jablay” oleh PT Pindad.
Pengembangan berbagai varian pun terus dilakukan, hingga akhirnya di
penghujung tahun 2007 terjadi momen kebangkitan PT Pindad, seperti yang
dilontarkan Jusuf Kalla, Wakil Presiden saat itu. Pemerintah Indonesia
memesan 150 panser ke PT Pindad dengan nilai kontrak Rp 1,1 triliun.
Ratusan panser itu kemudian digunakan oleh TNI AD. Kejadian ini menjadi
momen bersejarah karena menjadi order terbesar sejak Pindad berdiri pada
tanggal 29 April 1983. Seperti yang disampaikan Direktur Teknologi dan
Pengembangan, Ade Bagdja seperti tertulis di buku “Pijakan untuk Kemandirian Alutsista” 30 Tahun PT Pindad.
“Yang harus diketahui oleh generasi mendatang adalah perjuangan kita
untuk membayar itu. Demi bangsa dan negara, kita mesti bekerja 24 jam
sehari, 7 hari seminggu. Pada tahun itu (2008), kami hanya mendapat
libur 1,5 hari. Sehari Idul Fitri, setengah hari Idul Adha. Bahkan, saya
dan ada beberapa yang lain sempat dibekali koper oleh istri karena
hanya pulang ke rumah untuk mandi dan makan saja,” ungkap pria berkaca
mata itu.
Kerja keras dan perjuangan pengembangan Panser Anoa pun berbuah
hasil. Saat ini. ada ratusan unit yang diproduksi PT Pindad.
Pengembangan kendaraan ini pun dikembangkan salah satu perusahaan yang
tergabung dalam BUMN Industri strategis ini.
Direktur Operasi Produk Hankam PT Pindad, Tri Hardjono mengungkapkan,
pihaknya sudah menyiapkan beberapa varian terbaru. Seperti panser Anoa
menggunakan senjata kanon 20 mm, versi amphibious hingga menggunakan
meriam canon 90 mm. Dalam pengembangan ini, PT Pindad tidak sendiri.
Selain menggandeng mitra dari luar negeri, sejumlah perusahaan Tanah Air
baik negeri maupun swasta turut membantu mengembangkannya.
“Ini sudah menggunakan system automatic, yang mahal di sistem senjata
adalah sistem penembakannya. Nah ini yang harus kita kuasai dan Pindad
untuk sementara belum masuk di elektronik dan optiknya. Ini akan
didukung oleh instansi lain seperti BPPT, PT Inti, PT Len, dan
lain-lain,” imbuh Tri.
Kini Panser Anoa buatan PT Pindad telah mendapat pengakuan dunia
internasional. Sewaktu di Lebanon pada Oktober 2014 lalu, Panser Anoa
yang dibawa TNI dinyatakan layak bertugas oleh (United Nations Interim
Force in Lebanon/UNIFIL) dalam misi perdamaian. Lapisan baja dan rangka
Anoa dinyatakan memiliki tingkat Stanag 3, yang bisa menahan peluru
kinetis hingga 7,62×51 mm Armor Piercing standar NATO dari jarak 30
meter dengan kecepatan 930 m/s. Anoa juga bisa menahan ledakan ranjau
hingga massa 8 kg di bagian roda gardan dan di tengah-tengah badan.
Mimpi Pindad Jadi Produsen Senjata Besar 2023
Sepak terjang PT Pindad tak hanya berhenti di sini. Direktur PT
Pindad Silmy Karim menargetkan perusahaannya akan menjadi produsen
senjata besar dunia pada tahun 2023 mendatang. Ia berharap target itu
bisa tercapai lebih cepat.
“Kalau bisa tidak sampai 2023, saya menargetkan untuk tahun depan sudah kelihatan full range (berbagai jenis senjata) produk pindad. Dan ini boleh dibilang kalau kita mandiri, kita memang sudah mandiri kok,” ujar Silmy.
Dijelaskan dia, PT Pindad baru bisa dikatakan sebagai produsen
senjata besar dunia jika telah memproduksi berbagai senjata dan amunisi.
Misalnya, ada peluru kaliber besar dan kecil serta peluru kendali
(rudal) dan jet tempur mutakhir. Namun persero tersebut tentu butuh
dukungan dana dari pemerintah yang lebih besar.
“Anggaran pertahanan Amerika Serikat adalah 30 persen dari US$ 700
ribu per tahun. (Anggaran di) Indonesia baru untuk total industri dalam
negerinya paling 5 persen. Sudah kecil, besarannya kecil pula
persentasinya,” papar Silmy. “Tapi kita nggak apa-apa dalam arti kan
kita punya cita-cita didorong ataupun tidak didorong, kita harus maju.
Kalau kita mau cepat maju ya harus didorong, harus cepat dibantu.”
Sejauh ini, langkah PT Pindad untuk ‘go internasional’ sudah
dekat dengan banjir pesanan dari luar negeri, termasuk dari Thailand,
Filipina, Timor-Timur, Singapura, dan Malaysia. Menurut Silmy, penjualan
terbesar di PT Pindad adalah amunisi atau peluru. PT Pindah hingga kini
telah menghasilkan hampir seluruh range ukuran kaliber.
“Sekarang kita mendalami amunisi berkaliber besar 105, 90, 76, 155,
30, 40. Untuk medium sedang, tahun ini kita rencananya untuk amunisi
medium sedang dan medium besar,” kata Silmy.
Dalam mengembangkan amunisi ini, PT Pindad akan bekerja sama dengan
perusahaan pembuat senjata dari negara lain dengan proses alih-teknologi
dan juga menjaring market internasional. Setelah mendapat ilmu dari
pihak luar, PT Pindad kemudian akan mengembangkannya menjadi lebih
canggih.
Selain amunisi, PT Pindad juga tengah mengembangkan panser amfibi yang bisa bermanuver di air dan danau. Namun kendaraan taktis tersebut baru bisa tahan di laut dengan ombak pada level tertentu.
Selain amunisi, PT Pindad juga tengah mengembangkan panser amfibi yang bisa bermanuver di air dan danau. Namun kendaraan taktis tersebut baru bisa tahan di laut dengan ombak pada level tertentu.
“Nanti pengembangannya kita bisa sendiri seperti halnya pada waktu
kita berkerjasama dengan pihak luar. Itu kan dengan (pembuatan senapan)
SS 1 awalnya, tetapi pada akhirnya kita bisa membuat SS2. Nah pola ini
kan sudah proven, nah ini kita pakai. Tidak ada salahnya kan
untuk kendaraan kita bisa kerjasama dengan luar negeri untuk yang roda
rantai,” papar Silmy.
Untuk mewujudkan semua ini, selaku orang nomor 1 di Pindad saat ini,
Silmy mengajak dan mengimbau jajarannya untuk lebih bersemangat untuk
membuktikan kepada dunia bahwa produk lebih unggul dibanding negara
lain. Selain itu, ia juga selalu memberikan kewenangan kepada bawahan
yang muda dan enerjik yang bisa terus memperbaharui teknologi dan
mengejar pasar penjualan senjata.
“Saya bilang sama teman-teman di sini kita jangan jago kandang gitu.
Kita harus bisa menang di luar. Saya dorong itu dan saya pilih
penanggungjawabnya yang memang enerjik dan masih muda. Bahkan saya
bilang ke mereka, kenapa kamu nggak ke luar negeri gitu untuk mencari
pasar. Dan itu adalah salah satu cara untuk memperkenalkan (produk
Pindad),” jelas Silmy.
“Menurut saya, kita masih belum memperkenalkan produk-produk unggul
kita keluar. Tapi kalau masalah harga, kualitas kita tidak kalah. Yang
masih belum kita lakukan pembenahan adalah di layanan purnajual ini yang
lagi saya tata.”
Silmy menjelaskan, karakteristik di industri senjata sangat berbeda dengan industri biasa. “Karena industri defence
(pertahanan itu tidak seperti industri pada umumnya. Kedekatan network
itu adalah salah satu kunci untuk melakukan ekspor,” imbuh dia.
Meski demikian, upaya keras PT Pindad untuk menjadi produsen senjata
internasional dirintangi hambatan. Menurut Silmy, PT Pindad yang berada
di bawah naungan Kementerian BUMN sulit untuk berkembang lantaran
keputusan dan kebijakan harus diputuskan melalui sejumlah proses yang
disepakati bersama. “Saya daripada harus menunggu atau kendali di kita
lebih baik saya bikin (kebijakan) sendiri. Kalau sudah jadi saya baru
melapor, tolong di-support (dukung) produk ini untuk dibeli.”
Kendala lainnya adalah ketika yang melakukan riset adalah pihak lain,
bukan Pindad. Silmy lebih memilih untuk melakukan riset secara mandiri
dan bekerja sama dengan mitra asing. “Bukannya saya inginnya
cepat-cepat, tapi karena kita sudah tidak ada waktu lagi untuk kita
tidak berlari. Itu yang saya bilang ke teman-teman agar melakukan
aktivitas yang lebih baik,” tandas Silmy.
Indonesia Makin Disegani
Wakil Komandan Satuan (Wadansat) 81 Penanggulangan Teror Kopassus Letkol Infanteri Murbianto yang ditemui Liputan6.com
pada ajang Danjen Kopassus Cup 2015 mengungkapkan, perkembangan
persenjataan di PT Pindad cukup membanggakan. Menurut dia, PT Pindad
berhasil menunjukkan senjata produksi dalam negeri memiliki kualitas
Internasional.
“Untuk saat ini akurasi dan daya tahan
itu cukup bagus, kalau berat relatif ada juga memang yang beratkan tapi
mungkin tapi kalau dibanding M-16 lebih berat SS-1. Tapi kalau akurasi
terutama di jarak 100 -200 itu cukup bagus,” ungkap Murbianto di
markasnya, Cijantung, Jakarta Timur.
Hal senada disampaikan Mayor Infanteri
Faizal Izudin, Ketua tim kontingen TNI dalam ajang kompetisi nembak
Internasional, ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) ke-24 yang digelar di
Vietnam pada tahun 2014 silam. Kata dia, menggunakan senjata produk
dalam negeri dari PT Pindad membuat TNI disegani negara lain.
“Memang pada saat pelaksanaan AARM
kemarin khususnya pada cabang Senapan maupun Carabine kita menggunakan
produk dari Pindad. Ada SS1 maupun SS2 V2. Senjata ini kualitasnya tidak
kalah dengan senjata-senjata lain seperti M-16 karena terbukti hasil
penembakannya, kami masih bisa merebut juara umum,” ucap Pria yang
bertugas di Komando Pasukan Khusus atau Kopassus ini.
Faizal menilai kemampuan individu dan skill
TNI yang baik harus juga harus selalu bersinergi dengan persenjataan
yang mendukung. Terbukti, apa yang telah diperjuangkan TNI dan PT Pindad
mendapat apresiasi yang luar biasa. “Dengan nilai-nilai yang kita
dapatkan selama latihan maupun pertandingan khususnya, otomatis secara
tidak langsung membuat penembak negara lain melihat senjata kita,”
tuturnya.
Dia berharap PT Pindad terus berinovasi,
berkreasi dan tidak menutup komunikasi dengan para petembak di lapangan
demi memperbaiki dan mengembangkan kualitas senjata. Terlebih,
menurutnya, perkembangan persenjataan negara lain semakin di-upgrade
kualitasnya.
“Sudah otomatis, sebagai anak bangsa
kita cukup bangga senjata yang dibuat sendiri kualitasnya tidak kalah
produk-produk yang kelas dunia. Kita makin bangga bukan hanya mampu
menyaingi bahkan mampu mengungguli karena nilai-nilai kita dapatkan juga
bisa bersaing, namun kita tidak harus berpuas diri dan selalu
mengevaluasi agar ke depan makin baik lagi,” harap Faizal.
Selain Faizal, Murbianto juga berharap sejumlah kekurangan kualitas
senjata yang ditemukan di lapangan diharapkan bisa menjadi pelajaran
untuk teknisi PT Pindad dalam membuat lebih baik untuk ke depan.
Pihaknya pun siap membantu PT Pindad menyempurnakan senjata-senjata
tersebut.
“Mungkin masalah standarisasinya perlu
diperhatikan lagi, jadi setiap senjata yang dibuat kalau bisa sama
semua. Kadang-kadang kami temukan senjata ini bagus namun dengan tipe
yang sama tapi berbeda kualitasnya. Kita harapkan standarisasi Pindad
lebih diketatkan lagi dan betul-betul memiliki kualitas sama dan bagus,”
tandas Murbianto. ( Liputan6.com )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar