Operasi pembebasan sandera
DC-9 Woyla mengangkat nama Kopassus TNI AD ke jajaran pasukan elite
dunia. Saat itu sebenarnya TNI belum punya pasukan khusus yang
benar-benar siap untuk misi antiteror. Namun terbukti mereka mampu
menjalankan tugas dengan baik.
Tak ada satu pun sandera yang terluka dalam misi ini. Lima orang
pembajak berhasil ditembak mati. Keseluruhan operasi tanggal 31 Maret
1981 ini hanya berlangsung tiga menit.
Keberhasilan ini membuat dunia terperangah. Mereka tak menyangka
pasukan Indonesia bisa melakukan operasi khusus yang selama ini baru
dilakukan militer negara maju.
Sebenarnya tak cuma pihak asing yang ragu. Kepala Operasi Pembebasan
Sandera Letjen Benny Moerdani pun memperkirakan keberhasilan timnya
50:50.
Satu hal yang terungkap, Benny ternyata sudah menyiapkan 17 peti mati
dalam operasi itu. Hal itu sesuai dengan perkiraan Benny bakal jatuh
banyak korban dalam misi pembebasan sandera.
“Ternyata perkiraan ini meleset, karena seusai operasi penanggulangan
teror, hanya diperlukan lima peti jenazah bagi pembajak,” kata Letkol
Sintong Panjaitan yang memimpin operasi tersebut.
Sintong Panjaitan menceritakan peristiwa tersebut dalam buku
biografinya, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando. Buku ini ditulis
Hendro Subroto dan diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2009.
Lima pembajak yang ditembak adalah Abdullah Mulyono, Wendy Mohammad Zein, Zulfikar, Mahrizal dan Abu Sofyan.
Dalam operasi tersebut, Abdullah Mulyono sempat berusaha merebut
senjata tim penyerbu. Namun dia ditendang keluar dan tergelicir lewat
peluncur. Mulyono segera ditembak sub tim yang berjaga di bawah hidung
pesawat.
Sementara itu Wendy Mohammad Zein ditembak di dekat pintu darurat.
Pembajak lainnya, Zulfikar, berusaha melarikan diri lewat sayap pesawat.
Namun dia dipergoki dan tewas dihantam peluru M-16 tim yang berjaga di
luar pesawat.
Perlawanan paling seru diberikan Mahrizal, dia sempat menembak jatuh
anggota tim antiteror Capa Ahmad Kirang. Tembakan itu melukai perut
bawah Kirang. Mahrizal juga menembak seorang lainnya, namun mengenai
rompi anti peluru. Pasukan Komando segera membalas dengan tembakan
senapan MP5 hingga Mahrizal tewas di dekat Pramugari.
Satu yang terakhir, Abu Sofyan, berniat meloloskan diri. Dia ikut
turun bersama para penumpang yang dievakuasi keluar pesawat. Namun
seorang penumpang mengenali Abu Sofyan dan berteriak.
Abu Sofyan berlari menjauhi pesawat. Namun dengan sigap pasukan antiteror segera menembaknya. Dia tewas seketika.
Keberhasilan misi itu diwarnai duka. Capa Ahmad Kirang dan Kapten
pilot Herman Rante yang tertembak tewas beberapa hari kemudian di rumah
sakit. Keduanya dimakamkan di Taman Pahlawan Nasional. Kopassus
mendirikan monumen Ahmad Kirang di Markas Sat-81 Gultor
Cijantung.(merdeka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar