Dengan wilayah operasi yang luas, adalah wajar bila ketiga matra TNI
membutuhkan pesawat angkut taktis untuk beragam keperluan
(multipurpose). Untuk itu pun, TNI terbilang kaya ragam, khususnya di
segmen pesawat angkut sedang taktis (medium airlifter). Dan salah satu yang cukup berkesan namun jarang terdengar adalah varian DHC-5 Buffalo buatan pabrik de Havilland Canada.
Merujuk ke ‘sejarahnya’ di Indonesia, DHC-5 Buffalo hadir untuk
melengkapi armada Puspenerbad TNI AD dan Puspenerbal TNI AL. Berbeda
dengan alutsista lain yang di datangkan atas kebutuhan TNI, maka untuk
Buffalo lain ceritanya. Berawal ketika Uni Emirat Arab membeli tujuh
pesawat CN-235 dari IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia) pada tahun
1990-an. Sebagai negara kaya, Uni Emirat Arab akan membayar tunai
ketujuh pesawat tersebut, namun sebagai syaratnya Indonesia harus
membeli pesawat bekas paka AU Emirat Arab, yakni lima unit DHC-5D
Buffalo dan pesawat angkut ringan NC-212-200 buatan CASA Spanyol.
Akhirnya, BJ Habibie selaku Dirut PT IPTN saat itu memutuskan membeli
lima Buffalo dan empat NC-212 dengan harga murah, untuk kemudian
dilakukan re-build.
Nah, kelima Buffalo yang dibeli PT IPTN, cerita selanjutnya
disalurkan kepada pihak TNI, dalam hal ini TNI AD dan TNI AL.
Pesawat-pesawat itu diterima oleh Puspenerbad dan Puspenerbal pada saat
yang sama, yakni Jumat, 4 Juli 1997. Jatahnya, Puspnerbad menerima tiga
pesawat, sementara Puspenerbal menerima dua pesawat.
Di Puspenerbal TNI AL, Buffalo dimasukkan ke dalam Skadron Udara 600
yang merupakan skadron angkut, yang juga menjadi induk skadron untuk
pesawat angkut ringan NC-212 Aviocar produksi IPTN, lisensi dari CASA.
Di Skadron 600, Buffalo mendapat peran sebagai pesawat angkut taktis.
Sementara di lingkungan Puspenerbad TNI AD, Buffalo dioperasikan oleh
Skadron 2/Bantuan Umum yang berpangkalan di Lanud Pondok Cabe, Jawa
Barat. Skadron ini adalah skadron campuran yang mengoperasikan jenis
pesawat transpor dan helikopter.
Buffalo A-9122 yang diterima Puspenerbad digunakan sebagai transpor
VIP yang berkapasitas 20 orang. Jenis Buffalo angkut VIP ini adalah tipe
DHC-5D Super Buffalo Sementara dua Buffalo lainnya adalah versi angkut
personel yang dapat membawa 40 pasukan bersenjata lengkap. Dua Buffalo
tersebut diberi registrasi A-9120 dan A-9121.
Ditilik dari kemampuan, Buffalo bukan pesawat angkut sembarangan,
pesawat ini aslinya memang dilahirkan untuk kebutuhan misi militer.
Sebagai bukti, US Army (AD AS) langsung mendaulat Buffalo sebagai
pesawat angkut sedang guna pada tahun 1962. Di AS, Buffalo diberi label
CV-7A yang prototipe-nya dipamerkan pada Paris Air Show 1965. Saat itu,
AD AS membutuhkan pesawat angkut yang punya kapasitas angkut sepadan
CH-47A Chinook, namun sebagai syarat utama, pesawat harus mampu
melakukan STOL (short take off and landing). Buffalo pun cukup aktif berlaga dalam Perang Vietnam.
Sejak digunakan AS, popularitas Buffalo terus meroket, ada puluhan
negara yang mengoperasikan Buffalo baik untuk kepentingan sipil dan
militer. DHC-5 Buffalo terbang perdana pada 9 April 1964. Dan diproduksi
secara komersial pada tahunn 1965. Produksinya berjalan di rentang
periode 1965 – 1972 dan 1974. Dalam berbagai varian, total DHC-5 Buffalo
yang diproduksi mencapai 122 unit.
Di Indonesia, spesifikasi Buffalo bisa disejajarkan dengan C-295 dan
CN-235. Ketiganya sama-sama pesawat angkut sedang yang dibekali
fasilitas ramp door di bagian belakang. Sementara dari sisi desain,
Buffalo mirip dengan Fokker F-27 Troopship TNI AU, pasalnya posisi area
rumah mesin jadi ‘tumpuan’ bagi roda pendarat. Posisi serupa juga dianut
pesawat anti COIN OV-10F Bronco TNI AU.
Sayangnya, karir Buffalo di Indonesia tidak moncer, meski diakui
aslinya pesawat bagus, tetapi mengandung kontoversi, karena jalur
produksinya sudah ditutup oleh pabriknya de Havilland Canada, maka saat
digunakan timbul ke khawatiran akan pasokan suku cadang. Ada keluhan
lain, ketika berada di Uni Emirat Arab, pesawat-pesawat Buffalo terlalu
lama dijemur di lapangan terbuka. Akibatnya ketika pesawat diterbangkan
ke Indonesia, mulai ditemui persoalan, antara lain kebocoran pada seals
saluran bahan bakar. Selama digunakan oleh TNI, untuk jaminan perbaikan
dan perawatan dilakukan oleh teknisi dari PT IPTN.
Dari catatan, selama digunakan di Indonesia, tidak ada insiden
kecelakaan yang terkait Buffalo. Namun, karena usia yang sudah tua plus
suku cadang yang langka. DHC-5 Buffalo, bersama F-27 Troopship dan
OV-10F Bronco telah resmi di grounded pada tahun 2009. Besar harapan,
sekiranya pihak TNI AU dapat memasukkan Sang Buffalo sebagai etalase di
museum Dirgantara Mandala, Yogyakarta atau boleh juga dijadikan monumen
seperti halnya Ilyushin Il-14 Avia di Lanud Abdul Rachman Saleh, Malang,
Jawa Timur. (Gilang Perdana)
Spesifikasi DHC-5 Buffalo
– Crew: Three (pilot, co-pilot and crew chief)
– Capacity: 41 troops or 24 stretchers
– Payload: 8.164 kg
– Length: 24,08 meter
– Wingspan: 29,26 meter
– Height: 8,73 meter
– Empty weight: 11.412 kg
– Max. takeoff weight: 22.316 kg
– Powerplant: 2 × General Electric CT64-820-4 turboprop, 3,133 hp (2,336 kW) each
– Maximum speed: 467 km/h
– Stall speed: 124 km/h
– Range: 1.112 km at 3,050 meter (max payload)
– Service ceiling: 9.450 meter
– Rate of climb: 11,8 meter/second
– Crew: Three (pilot, co-pilot and crew chief)
– Capacity: 41 troops or 24 stretchers
– Payload: 8.164 kg
– Length: 24,08 meter
– Wingspan: 29,26 meter
– Height: 8,73 meter
– Empty weight: 11.412 kg
– Max. takeoff weight: 22.316 kg
– Powerplant: 2 × General Electric CT64-820-4 turboprop, 3,133 hp (2,336 kW) each
– Maximum speed: 467 km/h
– Stall speed: 124 km/h
– Range: 1.112 km at 3,050 meter (max payload)
– Service ceiling: 9.450 meter
– Rate of climb: 11,8 meter/second
Tidak ada komentar:
Posting Komentar