Senin, 01 Juni 2015

Kisah Jenderal M Jusuf, Panglima TNI yang Bikin Soeharto Cemburu

Jenderal M Jusuf. istimewa
Jenderal M Jusuf. istimewa

Jenderal Moeldoko akan memasuki masa pensiun pada Bulan Juli mendatang. Pihak Istana pun tengah menggodok siapa jenderal berbintang empat yang bakal menjadi orang nomor satu di tubuh TNI.
Ada kisah menarik saat Presiden Soeharto memilih Jenderal M Jusuf sebagai Panglima TNI (saat itu masih bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau ABRI). Dia dilantik tahun 1978 sebagai Menhankam/Pangab.
M Jusuf sudah hampir 14 tahun tidak berkarir di ABRI. Sejak tahun 1965, dia sudah menjadi menteri perindustrian. Karena itu agak aneh, bagaimana dia bisa ditunjuk. Namun saat itu Soeharto punya kuasa. Maka jadilah M Jusuf Panglima ABRI.
M Jusuf dikenal sebagai salah satu pendukung Soeharto. Dia adalah satu dari tiga jenderal yang menemui Presiden Soekarno untuk meminta Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar. Mereka adalah Basuki Rachmat, Amir Machmud dan M Jusuf.
Saat menjadi Panglima ABRI, M Jusuf sangat dekat dengan prajurit. Dia berkeliling Indonesia untuk menemui para prajurit di barak-barak. Dengan hangat dia menyapa keluarga prajurit.
Dia membangun asrama, memperbaiki fasilitas yang rusak, memberikan bantuan dan dengan sikap kebapakan mendengarkan curhat para prajurit.
M Jusuf menghabiskan waktu di antara para prajuritnya. Nyaris tidak pernah duduk di meja kerja. Karena itu dia menjadi sangat populer. Tak hanya di kalangan prajurit, namun juga di mata rakyat. Saat itu TVRI yang menjadi satu-satunya stasiun TV selalu menayangkan kunjungan kerja Jenderal Jusuf.
Perlahan, Soeharto mulai khawatir dengan kepopuleran Jenderal Jusuf. Di kamus Orde Baru tak boleh ada matahari kembar. Apalagi rakyat lebih antusias melihat Jusuf daripada Soeharto. Bisik-bisik mulai terdengar M Jusuf cocok jadi wakil presiden, atau jadi presiden menggantikan Soeharto. Penguasa Orba ini pun mulai cemburu.
“Setiap malam berita Jusuf mengunjungi prajurit di seluruh Indonesia dan berbicara spontan kepada mereka dengan aksen bugisnya yang kental-suatu tontonan yang jelas lebih menarik dibanding penampilan Soeharto yang monoton- tentu saja Bapak Presiden merasa terganggu,” tulis wartawan senior Salim Said dalam memoarnya Dari Gestapu ke Reformasi terbitan Mizan.
Hubungan Soeharto dan Jusuf juga akhirnya dingin. M Jusuf pernah menggebrak meja di depan Soeharto dan para pejabat negara saat ditanya apakah dia memiliki ambisi pribadi seiring kepopulerannya. Sejak saat itu Panglima ABRI selalu mengutus wakilnya jika ada rapat di Binagraha yang dihadiri Soeharto.
M Jusuf tak pernah jadi Wapres, apalagi presiden. Dia digeser Soeharto menjadi Kepala Badan Pemeriksa Keuangan. Setelah itu sang jenderal memilih pulang kampung ke Makassar dan mengurusi masalah agama. Dia meninggal 8 September 2004. (Merdeka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar