Hubungan Indonesia dengan Malaysia terkait permasalahan perbatasan selalu naik turun, dimana disatu sisi Malaysia menjadi pihak yang memicu masalah, memancing konflik dengan melakukan pelanggaran batas wilayah (laut dan udara) dengan alutsista militer. Pada era pemerintahan Presiden Soekarno yang mencanangkan Operasi Dwikora (1962), beberapa konflik bersenjata terjadi di pulau Kalimantan antara Indonesia dengan Malaysia. Saat itu dengan dukungan pasukan Australia, Malaysia yang dilindungi dalam Pakta Pertahanan FPDA (Five Power Defence Arrangements) merasa tegar dan tidak takut menghadapi Indonesia.
Apakah dengan terjadinya beberapa kasus pelanggaran batas wilayah, Malaysia bertujuan memancing timbulnya konflik? Ataukah mereka hanya memancing dan menjebak agar kedua negara kembali mencari penyelesaian melalui Mahkamah Internasional. Mereka punya pengalaman menang dalam kasus Sipadan Ligitan. Inilah yang perlu kita perhatikan bersama. Penulis mengajak pembaca, mari kita cermati apa potensi konflik antara Malaysia-Indonesia dan bagaimana seharusnya kita bersikap. Semoga tulisan ini bermanfaat menambah cakrawala pandang kita bersama.
Holsti, K.J. (Kalevi Jaakko), seorang pemikir hubungan internasional dalam bukunya, Internasional Politics ; Frame for Analysis, mengklasifikasikan sumber-sumber konflik antar negara ke dalam beberapa bagian. Di bukunya dia menyebutkan tujuh klasifikasi konflik internasional, dimana tiga diantaranya adalah; 1) konflik wilayah terbatas, 2) konflik yang disebabkan suatu negara berusaha mempertahankan hak teritorial atau hak istimewa untuk melindungi kepentingan keamanan dan kelangsungan hidup negara. 3) konflik kehormatan nasional (prestise). Dalam beberapa waktu terakhir, Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyatakan terkait pelanggaran batas oleh pesawat dan kapal perang Malaysia (15/6/2015) akan melayangkan protes kepada Malaysia yang telah melanggar perbatasan. Apalagi, kedua negara telah sepakat menjadikan Ambalat sebagai wilayah dengan status quo.
SU-30MK2 TNI AU Disiagakan di Blok Ambalat Dengan Senjata Penuh
Satuan TNI AU (Lanud Tarakan) menyatakan, hingga saat ini sudah sembilan kali pesawat perang milik Malaysia tersebut masuk ke wilayah udara Indonesia tanpa izin. Dan Lanud Tarakan Letkol Penerbang Tiopan Hutapea mengatakan adanya pesawat asing yang memasuki wilayah udara Ambalat dan terpantau Satuan Radar 225 Kosek II, Kohanudnas di Tarakan, Kalimantan Utara. Dikatakan oleh Dansat Radar Mayor Lek M Suarna, pelanggaran wilayah di perbatasan memang seringkali dilakukan oleh pesawat tempur Malaysia.
Menurut Laksamana Tedjo Pudjiatno, saat menjabat sebagai Kasal pada tahun 2009, pelanggaran perbatasan laut juga sering dilakukan Malaysia. TNI AL telah menyiagakan enam kapal perangnya untuk menjaga kawasan blok Ambalat. Menurutnya, memang belum ada batas yang jelas antara RI-Malaysia di Ambalat dan masing-masing pihak memiliki landasan hukum yang kuat. "Malaysia bepegang pada peta 1979 yang memasukkan Ambalat sebagai bagian wilayahnya, sedangkan Indonesia juga berpegang pada ketentuan internasional. Jadi, semua punya landasan hukum," katanya. Seperti diketahui batas negara Indonesia dan beberapa negara Asean paling banyak memang bersinggungan dengan Malaysia. Selain Malaysia, perbatasan lainnya dengan Vietnam, Thailand, Timor Leste, dan Filipina. Batas wilayah perbatasan dengan Malaysia tercatat lima segmen perbatasan, yakni Selat Malaka, Selat Malaka Selatan, Singapura Timur, Laut Cina Selatan di sekitar Tanjung Datu yang berbatasan dengan Serawak, dan Laut Sulawesi.
Pesawat tempur Malaysia sejak awal 2015 ini telah melakukan provokasi berupa pelanggaran udara di blok Ambalat. Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu Kamis, (4/6/2015) saat berkunjung ke daerah perbatasan di Pulau Sebatik, mengatakan membangun serambi perbatasan adalah salah satu upaya berupa memperkuat penjagaan demi kedaulatan bangsa di gerbang negara. Hal ini merupakan sebuah kewajiban yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Menanggapi pelanggaran wilayah, Menhan menyatakan, “Kalau masih terobos baru kami serang. Ini masih lewat saja. Saya sudah pantau ke sana. Kami tahu bagaimana jaga rumah,” tegasnya. Ryamizard mengatakan manuver Malaysia di Ambalat merupakan masalah kecil. Sehingga publik tak perlu risau, karena pemerintah sudah mengambil langkah waspada terhadap wilayah udara yang kerap disusupi Malaysia.
Menurutnya, untuk mencegah terulangnya pelanggaran batas wilayah, TNI AU dan TNI AL kini menggelar Operasi Perisai Sakti di kawasan Ambalat dengan melibatkan penggelaran alutsista lima pesawat tempur TNI AU terdiri dari 2 Sukhoi SU-27/30, 3 F-16 dan 3 KRI (Kapal Perang TNI AL). Pulau Sebatik merupakan pulau dimana terdapat perbatasan Indonesia dan Malaysia. Secara administratif, bagian Selatan Sebatik dimiliki Indonesia, bagian Utara milik Malaysia. Mengapa Malaysia bersikeras mencoba menguasai Ambalat? Blok Laut Ambalat memiliki luas wilayah sekitar 15.235 KM persegi dan terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar, dekat perbatasan antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur. Diketahui pada blok ini terdapat kekayaan tambang laut, utamanya minyak, meski tidak semua wilayah di blok ini kaya akan minyak mentah.
Sejak dekade 1960-an, Indonesia dan Malaysia kerap bersitegang mengenai Blok Ambalat. Puncak perseteruan terjadi pada Tahun 2002 ketika Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia dalam sengketa kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan yang terletak di Blok Ambalat. Direktur Politik, Keamanan dan Kewilayahan Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu Oktaviano Alimudin, di Jakarta, mengatakan Kemlu telah mengirim nota protes ke Malaysia terkait 7 pelanggaran wilayah yang terjadi pada bulan Januari 2015. Dua nota protes yang dikirimkan oleh pemerintah Indonesia kepada pemerintah Malaysia itu merupakan nota protes yang telah ditandatangani oleh Panglima TNI dan dikirimkan oleh Kemlu RI.
Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, penyebab pelanggaran batas wilayah yang dilakukan oleh negara tetangga itu karena batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia masih cenderung abu-abu. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia telah sepakat untuk segera melakukan perundingan untuk membahas masalah perbatasan, baik wilayah darat, laut, maupun udara. Nota protes yang dikirimkan pemerintah Indonesia ternyata tidak dijawab oleh Malaysia. “Sudah ada 7 nota protes pelanggaran wilayah, semuanya udara, sejak januari 2015. Tapi mereka belum merespon,” kata Octavino Alimudin, dalam jumpa pers di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (25/6).
Malaysia Harusnya Sadar
Hubungan Indonesia dengan Malaysia beberapa kali terganggu. Sikap mereka sering menyebabkan rasa jengkel rakyat Indonesia. Sebagai contoh misalnya mereka ada yang menjuluki warga kita di Malaysia 'Indon.' Julukan yang merendahkan, terlebih dalam beberapa kasus TKI, yang juga direndahkan. Dengan tanpa peduli dan rasa malu mereka mengakui budaya Indonesia, juga beberapa hasil seni. Malaysia merasa sebagai negara Islam yang kental, tetapi tetap saja masuk dalam persatuan Negara-Negara Persemakmuran Inggris (Commonwealth of Nations), bergabung pada 16 September 1963, Singapura (15 Oktober 1965). Kelompok ini adalah suatu persatuan yang secara sukarela melibatkan negara-negara berdaulat yang didirikan atau pernah dijajah oleh pihak Britania Raya (Inggris) dalam sebuah persatuan. Karena itu Malaysia masih dilindungi dalam Pakta Pertahanan FPDA. Apabila Malaysia dan Singapura diserang, maka Inggris, Australia dan Selandia Baru akan membela dengan kekuatan militer, itulah inti Pakta FPDA. Oleh karena itu tidak heran apabila Malaysia selalu tampil gagah berani menantang Indonesia pada kasus-kasus perbatasan dan kasus-kasus lainnya. Secara politis dan diplomatis dia akan didukung negara-negara persemakmuran lainnya. Hidung Malaysia menjadi lebih tinggi (nose up) setelah memenangkan kasus Sipadan dan Ligitan, nah kini mereka mencoba memainkan kartu Ambalat. Mengapa Indonesia bisa dikalahkan sebelumnya? Jawabannya satu, para pejabat Indonesia kurang terkordinasi, masing-masing tidak yakin dan berjalan sendiri-sendiri. Dapat dikatakan kurang siap menghadapi mahkamah internasional.
Kasus Malaysia Airlines MH-370 (malaysia.chronicle.com)
Mengapa penulis menyatakan, "Malaysia harusnya sadar." Rupanya Malaysia selama ini tidak membaca adanya ancaman perang proksi (Proxy War) dimana mereka telah diserang dua kali. Kasus Malaysia Airlines MH-370 dan MH-17 bukankah menjadi sebuah pelajaran sebuah ancaman serius dan yang tidak mampu mereka baca? Penulis berani mengatakan bahwa ada sebuah kekuatan clandestine yang sengaja menyerang Malaysia, dengan target khusus Malaysia Airlines System (MAS). Kini MAS menuju ke kebangkrutan, dimana citranya hancur, penumpang takut naik MAS karena khawatir tidak akan sampai ketujuan. (Baca : Malaysia Airlines Korban Serangan “Clandestine Proxy War”, http://ramalanintelijen.net/?p=9675). Lantas siapa sebenarnya musuh Malaysia itu? Dalam perang proxy, apabila dua negara berperang dan tidak ingin terlibat langsung, maka akan digunakan pihak ketiga, bisa negara lain, LSM, dan bahkan kelompok teroris. Dalam kasus hilangnya pesawat Boeing 777, MH370, penulis banyak menelitinya, kesimpulannya, pelaku adalah kemungkinan besar Captain Pilotnya sendiri.
Ini bisa disimpulkan sebagai aksi teror yang hingga kini tidak jelas motifnya. Ini aksi teror tataran tertinggi, pesawat dilenyapkan sehingga motif tidak terbaca. Efek psikologisnya sangat besar, diberitakan media se dunia dalam beberapa bulan tanpa kejelasan dan bukti, pesawat lenyap begitu saja. Inti serangan adalah ketidak jelasan, dimana manusia sangat takut dan tidak nyaman menghadapi sesuatu yang tidak jelas. Mestinya Malaysia sadar, bahwa itu adalah serangan awal, penulis pernah membuat artikel, kemungkinan adanya serangan kedua? Ternyata terjadi pada pesawat yang sama Boeing777 (MH-17), yang hancur ditembak peluru kendali di Ukraina yang sedang konflik. Lantas sispa penembaknya? Hingga kinipun tidak jelas, para penumpang hanya mati sia-sia. Apakah penembak pemberontak atau justru Ukraina?
Menurut teori perang modern, pemberontak ataupun pemerintah Ukraina bisa saja menjadi pelaku dalam proxy war yang disebut unstate actor. Di Ukraina ada dua kekuatan besar yang bermain yaitu Rusia dan AS. Pemerintah AS menuduh pelakunya adalah pemberontak yang didukung Rusia, sementara Rusia menyanggahnya. Kasus hingga kini tidak dapat dibuktikan, dan Malaysia tetap tidak berdaya. Efak psikologis kembali menghantam MAS berupa kehancuran citra aman. Apakah ini disadari oleh Malaysia? Nah, apabila ditelusuri lebih jauh, nampaknya ada konflik terbuka antara Malaysia dengan Amerika Serikat. Terkait hilangnya MH-370, Mantan PM Malaysia Mahathir menyatakan pada hari Senin (19/5/2014) seperti dikutip laman IB Times, kecelakaan pesawat itu janggal dan menyatakan bahwa badan intelijen Amerika Serikat CIA (Central Intelligence Agency) telah menyembunyikan informasi penting terkait hilangnya MH370. (Klik link ; http://ramalanintelijen.net/?p=8404
Mahathir juga menyatakan bahwa pencarian pesawat itu di pantai Barat Australia (Samudera Hindia) adalah pekerjaan sia-sia, membuang uang dan waktu saja. Mahathir menegaskan kemungkinan pesawat itu berada disuatu tempat tanpa inisial Malaysia. Dikatakannya, "The plane is somewhere, maybe without MAS (Malaysia Airlines) markings,” katanya. “It is a waste of time and money to look for debris or oil slick or to listen for pings from the black box.” Menurut Mahathir, seseorang atau badan pemerintah AS menyembunyikan sesuatu dalam kasus ini dan rasanya tidak adil apabila Malaysia yang harus disalahkan, begitu dia menuliskan dalam blognya. Mahathir juga meminta agar CIA membagi informasi kepada Malaysia. Mahathir juga menyatakan bahwa media tanpa alasan yang jelas telah membatasi pemberitaan tentang Boeing dan CIA. “For some reason, the media will not print anything that involves Boeing or the CIA,” tegasnya.
Pernyataan mantan PM Malaysia tersebut tidak/belum mendapat tanggapan baik dari CIA, Boeing maupun pemerintah AS. Pernyataan resmi pernah keluar dari Kepala CIA John Brennan pada tanggal 12 Maret 2014, bahwa teori hilangnya pesawat karena pilot MH370 melakukan aksi bunuh diri atau kemungkinan adanya aksi teroris tidak dapat diabaikan. (Untuk lengkapnya baca atikel penulis "Mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad Menyatakan CIA Menutupi Masalah MH370", http://ramalanintelijen.net/?p=8404). Seperti diketahui, selama memerintah pada masa lalu, Mahathir dikenal sering mengkritisi negara-negara Barat. Bahkan mantan PM Malaysia itu mengeluarkan pernyataan sensitif, mengatakan bahwa serangan ke WTC adalah sebuah rekayasa agar ada alasan AS untuk melakukan serangan terhadap dunia muslim. Mahathir menegaskan, “But whether real or staged, the 9/11 attacks have served the United States and Western countries well. They have an excuse to mount attacks on the Muslim world.”
Selanjutnya Mahathir juga menyerang Presiden Barack Obama, saat berpidato pada menyampaikan pidatonya di Konferensi Umum untuk Dukungan Al-Quds untuk membantu Palestina, di Kuala Lumpur pada Rabu (20/1/2010). Dia menyatakan ,"It is quite easy to promise during election time but you know there are forces in the United States which prevent the President from doing some things. One of the forces is the Jewish lobby, AIPAC.” Dari fakta diatas, apakah Malaysia tidak dapat membaca bahwa mereka dengan gagah berani menyentuh hal prinsip yang paling membuat alergi AS, yaitu soal ancaman terorisme. Kasus runtuhnya WTC pada peristiwa 911 telah merubah politik luar negeri AS dalam mengejar teroris. Bagaimana AS tidak marah dengan perkataan Malaysia bahwa runtuhnya WTC serta meninggalnya 3.000 lebih pada peristiwa 911 itu sebuah rekayasa.
Disinilah mestinya Malaysia harusnya sadar, keberanian dan kenekatannya menentang AS akan berakibat luas, nerupa tekanan besar dan terbukti mereka menjadi target penyadapan oleh NSA. Sementara Singapura yang sama-sama negara yang dilindungi FPDA menjadi agen penyadap jaringan serat optik yang dikendalikan oleh NSA. Dengan demikian Malaysia berada pada posisi yang dimonitor oleh pemerintah AS. Sebagai negara yang besar dan kuat (super power) AS pernah marah dan dengan tegas mengeluarkan Selandia Baru dari Pakta ANZUS karena persoalan kebijakan kapal bertenaga nuklir yang dilarang berlabuh di pelabuhan Selandia Baru.. Jelas sudah kini dan juga dimasa mendatang, AS tidak suka dengan Malaysia, terlebih kini kepentingan militer AS dalam perebutan wilayah Laut China Selatan dengan Tiongkok, menjadi fokus Presiden Obama dengan kebijakan rebalancing. Dalam pengalaman operasi di Irak, AS pernah mengalami kesulitan memperoleh pangkalan depan untuk operasi udara yang ditolak oleh Pakistan. Demikian juga AS pernah ditolak oleh Turki dalam operasi di Irak dan Syria. Kini AS menurut penulis sangat tidak senang dengan Malaysia yang tidak bersahabat. Walau Malaysia masuk dalam FPDA, AS bukan bagian pakta tersebut, hanya bergabung dengan Inggris di NATO serta Australia di ANZUS.
Suatu saat Malaysia mungkin akan ditinggalkan oleh para pelindungnya demi sebuah kepentingan yang jauh lebih besar. Oleh karena itu, sebaiknya memang Malaysia harus menilai ulang dan memperbaiki hubungan dengan negara-negara Asean lainnya, terutama Indonesia yang luas wilayah serta jumlah penduduknya 40 persen dari gabungan negara-negara Asean. Dalam hal ini pemerintah Indonesia tidak perlu segan-segan apabila berurusan dengan Malaysia yang sering tidak jujur dan seenaknya. Jangan kita terlalu jauh berurusan/bekerjasama dengan Malaysia, khususnya dalam melakukan kerjasama militer. Penulis pernah menemukan adanya ketidak jujuran dalam latihan militer. (Baca : Pengalaman Berlatih, Kostrad Dan Ranger Malaysia, http://ramalanintelijen.net/?p=1544). Jangan justru kita memberikan pekerjaan terkait militer kepada perusahaan Malaysia. Mereka bisa menyusupkan agen intelijennya melalui proyek militer. Yang kurang banyak diketahui, Malaysia sudah cukup lama menyiapkan dua divisi pasukannya termasuk lapis baja di wilayah Malaysia Kalimantan menhadap ke wilayah Indonesia. Dengan kata lain, Indonesia harus cerdik dan tegas menghadapi diplomasi memancing konflik Malaysia yang sering menggunakan kekuatan militernya untuk memrovokasi berupa pelanggaran wilayah. Jangan terpancing seperti dahulu, terlalu cepat membawa kasus Blok Ambalat atau Pulau Sebatik ke meja perundingan Mahkamah Internasional. Mari dukung Menhan dan TNI, seperti ditegaskan Menhan, kalau militernya menerobos kita serang, Itu namanya pemimpin besar dan berani Indonesia. Kita bangga dengan Menhan Ryamizar yang berani dan tidak segan dengan negeri jiran ini. Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net