Senin, 06 Oktober 2014

Tribal Class TNI AL: Frigat Multi Peran Warisan Perang Malvinas

KRI333HASANUDDIN.jpg~original
KRI Hasanuddin 333

Jenis frigat ini memang telah berlalu dari etalase armada kapal perang TNI AL, meski begitu, Tribal class punya arti penting bagi sejarah perkembangan alutsista TNI AL. Lewat Tribal class, Satuan Kapal Eskorta (Satkor) TNI AL untuk pertama kalinya dikenalkan dengan sosok rudal hanud Sea Cat. Dan, lewat Tribal class TNI AL juga mulai mengadopsi helikopter AKS (anti kapal selam) Wasp, yakni jenis helikopter pertama yang terintegrasi dengan sistem senjata kapal perang.
Merujuk ke sejarahnya, Tribal class di bangun antara tahun 1958 hingga 1962, atau bisa disebut ini adalah frigat generasi tahun 50-an, Tribal class digadang sebagai kapal perang general purpose yang dipersiapkan oleh Inggris untuk misi militer di Luar Negeri, maklum Inggris harus memikirikan kebijakan luar negerinya dan untuk itu perlu dukungan perangkat militer yang memadai, terutama misinya di Timur Tengah. Pada era 50 dan 60-an memang tengah bergejolak di Timur Tengah, akibat lahirnya negara Israel dan krisis di terusan Suez.
IMG1582
KRI Wilhelmus Zakarias Yohannes 332
KRI Hassanudin (333), salah satu frigat Tribal TNI AL yang juga mengusung Sea Cat
KRI Hassanudin (333), salah satu frigat Tribal TNI AL yang juga mengusung Sea Cat

Pada awalnya, Inggris akan membangun 23 unit Tribal class, namun seiring kebijakan luar negeri yang berubah, akhirnya hanya 7 unit Tribal class yang diproduksi, yaitu HMS Ashanti F117, HMS Nubian F131, HMS Gurkha F122, HMS Eskimo F119, HMS Tartar F133, HMS Mohawk F125, dan HMS Zulu F124. AL Inggris menamai ketujuh Tribal class dengan nama-nama suku yang kondang sebagai petarung di Dunia. Sementara Tribal mengambil arti sebagai suku bangsa, yang merangkum nama-nama suku diatas.
Pada tahun 1980, kesemua Tribal class milik AL Inggris masuk masa pensiun, namun tiga diantaranya diaktifkan kembali menyusul pecahnya Perang Malvinas pada tahun 1982, ketiga kapal tersebut adalah HMS Tartar, HMS Zulu, dan HMS Gurkha. Nah, setelah Perang Malvinas berakhir, pada tahun 1984 ketiga kapal perang tersebut dijual ke Indonesia, setelah sebelumnya dilakukan perbaikan di galangan Vosper Thornycroft, Inggris. Sesudah menjadi milik TNI AL, HMS Tartar F133 berubah nama jadi KRI Hasanuddin 333, HMS Zulu F124 menjadi KRI Martha Kristina Tiyahahu 331, dan HMS Gurkha F122 menjadi KRI Wilhelmus Zakarias Yohannes 332.
Bila diperhatikan dari periode pengadaannya, Tribal class tak beda jauh waktunya dari kehadiran kapal tanker KRI Arun 903 dan KRI Dewa Kembar 932 yang merupakan kapal Hidro-Oseanografi. Kedua kapal perang yang disebut terakhir juga buatan Inggris, berasal dari bekas pakai AL Inggris, dan kesemuanya terlibat dalam Perang Malvinas. Namun, masa bakti Tribal class di TNI AL tidak selama frigat Van Speijk class yang masih eksis hingga saat ini. Sayangnya, karena usianya sudah sepuh, teknologi persenjatannya sudah tergolong kuno, plus konsumsi bahan bakar yang tidak efisien, maka ketiga frigat asal Negeri Ratu Elizabeth ini mulai di non aktifkan menjelang tahun 2000.
SCAN0019
TribalDraw.jpg~original
HMS Zulu (KRI Martha Kristina Tiyahahu 331)
HMS Zulu (KRI Martha Kristina Tiyahahu 331)
Mohawk 1963-1983
HMS Zulu
HMS Zulu F124
??????????
HMS Nubian F131

Dari segi rancangan, Tribal class merupakan perpaduan antara kapal model kuno dan teknologi kapal modern. Yang pantas dibilang oldskul tampak pada adopsi desain cerobong asap bahan bakar yang mencitrakan kapal-kapal Perang Dunia II. Kemudian sentuhan jadul terlihat dari jenis meriam ukuran 4.5 inchi (114 mm) yang dipasang di bagian haluan dan buritan. Meriam ini diambil dari kapal veteran Perang Dunia II yang sudah dibesituakan. Meriam 114 mm ini masih menggunakan pengisian amunisi secara manual, namun memakai gun directory yang canggih.
Meski tampil oldskul, namun Tribal class terbilang luar biasa pasa jamannya. Lantaran Tribal class menggunakan mesin turbin yang dipasok bahan bakar kombinasi antara gas dan uap (COSAG = Combination of Steam and Gas). Penggunaan mesin turbin ini menjadikan kapal perang mampu siap melaut dalam hitungan beberapa menit saja. Bandingkan jika menggunakan mesin uap biasa, pemanasan mesin akan memakan waktu rata-rata empat jam untuk siap melaut.

General Purpose Fregate
Tribal class disebut general purpose karena dapat menyerang kapal selam, sasaran pantai, memburu kapal-kapal perang lawan, dan melawan serangan udara. Selain senjata utama berupa dua unit meriam 114 mm, Tribal class dibekali mortir anti kapal selam Limbo Mark 10 yang dipasang di buritan. Yang paling sangar adalah rudal hanud Sea Cat buatan Short Brother. Rudal Sea Cat ini menggantikan peran merian Bofors kaliber 40 mm. Sea Cat terpasang dalam dua unit/quad peluncur dipasang di kiri dan kanan, masing-masing quad terpasang empat peluncur rudal. Sebagai senjata bantuan menghadapi serangan udara dan anti permukaan jarak dekat, ada dua kanon Oerlikon 20 mm.
Wasp pada deck HMS Eskimo.
Wasp pada deck HMS Eskimo.
HMS Gurkha F122 (KRI Wilhelmus Zakarias Yohannes 332)
Heli Wasp pada HMS Gurkha F122 (KRI Wilhelmus Zakarias Yohannes 332)
hmsmohawk1972
Simulasi droping di HMS Mohawk pada tahun 1972.
wasp457nubian1
Wasp nampak hovering di HMS Nubian.
Wasp-433 indoflyer
Wasp TNI AL

Frigat ini juga dibekali satu unit helikopter Westland Wasp yang dapat dipersenjatai dengan torpedo anti kapal selam, depth charges (bom laut anti kapal selam) atau rudal udara ke permukaan. Juga dibekali dengan radar udara yang berjangkauan jauh dan radar udara penjejak obyek terbang ketinggian rendah. Kedatangan armada helikopter Wasp Puspenerbal memang satu paket dalam pembelian Tribal class. Seperti halnya pada korvet SIGMA class, helikopter di Tribal class tak dibekali fasilitas hangar.
Punya kemampuan menjelajah lautan di berbagai belahan dunia, Tribal class dirancang dengan akomodasi yang terbilang sangat nyaman untuk para awaknya, ruang-ruang sudah dilengkapi AC untuk menghadapi tugas di wilayah tropis. Tempat tidur tidak berupa hammock, melainkan menggunakan bunk bed. Selain itu, Tribal class punya desain yang bagus, sehingga stabil dan nyaman saat melaju pada kecepatan tinggi. Dari ketiga nama kapal perang eks Tribal class, baru KRI Hasanuddin yang “dihidupkan” kembali menjadi nama salah satu korvet SIGMA class, yakni KRI Hasanuddin dengan nomer lambung 366. (Gilang Perdana)

Spesifikasi Tribal class
Tipe : General Purpose Fregate Type 81
Bobot kosong : 2.300 ton
Bobot penuh : 2.700 ton
Panjang : 110 meter
Tinggi : 12,9 meter
Lebar : 5,33 meter
Mesin : Single-shaft COSAG, 1 Steam turbine 12,500 shp (9,300 kW), dan 1 Metrovick G-6 gas turbine 7,500 shp (5,600 kW).
Kecepatan : 28 knots (52 km/jam) mesin COSAG dan 20 knots (37 km/jam) mesin turbin uap.
Jarak jelajah : 8.300 km pada kecepatan 12 knots (22 km/jam)
Awak : 253
Radar : Radar type 965 air-search, type 993 low-angle search, type 978 navigation, type 903 gunnery fire-control, type 262 GWS-21 fire-control
Sonar : Sonar type 177 search, type 170 attack, type 162 bottom profiling, Sonar type 199 variable-depth
Persenjataan : 2 × single 4.5 inch (114 mm) Mark 5, 2 × single 40 mm Mark 7 Bofors guns, 2 × four-rail GWS-20 Sea Cat missile systems, 2 × single 20 mm Oerlikon guns, 1 × Mark 10 Limbo ASW mortar.
Helikopter : Westland Wasp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar