Tatang Koswara yang berusia 68 tahun, tercatat sebagai sniper
legendaris asal Indonesia. Pada 1977-1978 dia beroperasi di Timor Timur,
kini Timor Leste. Ada lebih dari 40 orang fretilin yang menjadi korban
tembakannya.
Nama Tatang tercatat dalam buku ‘Sniper Training, Techniques and
Weapons’ karya Peter Brokersmith yang terbit pada 2000, nama Tatang
berada di urutan ke-14 sniper hebat dunia.
Ada satu trik unik yang dilakukan Tatang untuk mengelabui pasukan
patroli musuh. Dia membuat sepatu khusus dengan alas dalam posisi
terbalik sehingga jejak yang ditinggalkan menjadi berbalik arah.
“Cibaduyut kan dikenal sebagai pabrik sepatu, saya juga mampu membuat
sendiri,” ujar Tatang saat ditemui di rumahnya di kawasan Kodiklat TNI
di Bandung, 3 Februari lalu.
Masih tampak bugar dan kekar, ingatan Tatang Koswara pun masih
jernih. Kakek tujuh cucu ini beroperasi di Remexio, Lautem, Viqueque,
Aileu, Becilau, dan Bobonaro di bawah komando Letnan Kolonel Edi
Sudrajat.
“Saya pernah tiga kali menjalankan misi, termasuk seorang diri,” ujar Tatang yang memiliki sandi S-3 alias ‘Siluman 3′.
Tatang pernah terluka dalam satu pertempuran. Dia dikepung musuh dan
betisnya tertembak peluru. Dengan gunting yang dia miliki, peluru dia
cabut sendiri. Tatang yang seorang sniper ini kemudian bisa lolos dan
menembak beberapa musuhnya.
“Sambil bersembunyi di kegelapan, saya congkel sendiri kedua peluru
itu dengan gunting kuku,” ujar Tatang seraya memperlihatkan bekas luka
di kakinya.
Tatang masuk tentara melalui jalur tamtama di Banten pada 1966. Kala
itu sebetulnya dia cuma mengantar sang adik, Dadang, yang ingin menjadi
tentara. Tapi karena saat di lokasi pendaftaran banyak yang menyarankan
agar dirinya ikut, dia pun mendaftar. Saat tes, ternyata cuma dia yang
lulus.
Meski punya ijazah Sekolah Teknik (setara SMP), Tatang melamar
sebagai prajurit tamtama menggunakan ijazah SR (Sekolah Rakyat) atau
Sekolah Dasar. Selang beberapa tahun ia mengikuti penyesuaian pangkat
sesuai ijazah yang dimiliknya itu. Sebagai bintara, ia ditempatkan di
Pusat Kesenjataan Infantri (Pusenif). Di sana pula ia mendapatkan
mengikuti berbagai pelatihan, mulai kualifikasi raider hingga sniper.
Seorang sniper, kata Tatang, harus berani berada di wilayah musuh.
Fungsinya antara lain mengacaukan sekaligus melemahkan semangat tempur
musuh. Target utama biasanya selain sniper musuh adalah komandan,
pembawa senapan mesin, dan pembawa peralatan komunikasi.
Tatang yang biasa menggunakan senjata laras panjang Winchester M-70
selama bertugas. Senjata ini mampu membidik sasaran hingga jarak
900-1000 meter.
Winchester M-70
Kemahiran menembak Tatang secara alami sudah terlatih sejak remaja.
Setiap Jumat, ia biasa membantu orang tuanya berburu bagong (babi hutan)
yang kerap merusak lahan pertanian dan perkebunan. Bidikannya lewat
senapan locok nyaris tak pernah meleset.
Berbeda dengan warga lain yang biasa bergerombol saat memburu babi,
Tatang justru lebih suka menyendiri. dia juga sengaja mengejar babi yang
lari ke hutan. “Sasaran bergerak lebih menantang saya. Itu terbawa saat
memburu Fretilin di Timtim,” ujarnya.
Saat majalah detik menemui Tatang, dengan penuh ekspresi kakek tujuh
cucu itu mengisahkan pengalamannya bertempur di Timor Timur pada
1977-1978. Remexio, Lautem, Viqueque, Aileu, Becilau, dan Bobonaro
adalah daerah operasinya di bawah komando Letnan Kolonel Edi Sudrajat.
“Saya waktu itu menjadi pengawal Pak Edi, sekaligus ditugasi sebagai
sniper,” kata Tatang saat ditemui majalah detik di kediamannya di
lingkungan Kompleks TNI Angkatan Laut, Cibaduyut-Bandung, Selasa (3/2).
Dalam buku ‘Sniper Training, Techniques and Weapons’ karya Peter
Brokersmith yang terbit pada 2000, disebutkan bila Tatang dalam tugasnya
berhasil melumpuhkan sebanyak 41 target orang-orang Fretilin.
Sandi Tatang, S-3 alias ‘Siluman 3 dimaksudkan karena misi yang
diembannya bersifat sangat rahasia. Sementara angka tiga merujuk ranking
yang didapatnya saat mengikuti pendidikan sniper dari Kapten Conway
anggota Green Barets Amerika Serikat pada 1973.
Sniper Indonesia (ret) Tatang Koswara
Saya Biasa Menembak Kepala!
Tatang Koswara kini sudah pensiun dari TNI. Usianya pun sudah 68 tahun, namun dia tetap bugar, ingatannya juga masih kuat.
Tatang, satu-satunya sniper Indonesia yang diakui dunia.
“Saya biasa membidik kepala. Cuma sekali saya menembak bagian
jantung, dia pembawa alat komunikasi. Sekali tembak, alat komunikasi
rusak orangnya pun langsung ambruk,” kata Tatang yang ditemui
majalahdetik, pada 3 Februari lalu.
Tatang tinggal di Bandung. Sebagai pensiunan dia masih tetap
berolahraga untuk menjaga kesehatannya. Tatang sesekali mengisi
pelatihan menembak bagi TNI.
Tatang Koswara hidup seadanya. Pangkat terakhir Pembantu Letnan Satu
(Peltu) membuat uang pensiunnya tak besar. Kakek tujuh orang cucu ini
pun membuka warung makan di lingkungan Kodiklat TNI AD di Bandung.
Tatang pensiun pada 1994, bersama istrinya Tati Hayati yang dinikahi
pada 1968, mereka tinggal di sebuah rumah sederhana di Cibaduyut. Di
ruang tamu berjejer sejumlah medali, sertifikat dan brevet tanda
pendidikan yang pernah diikutinya.
Selain uang pensiun dan membuka warung makan, dia juga kadang melatih para sniper TNI.
“Tahun lalu saya selama dua bulan melatih 60-an calon sniper
Kopassus. Juga ada permintaan dari Komandan Paskhas di Soreang untuk
melatih,” kata Tatang.
Setahun sebelum pensiun, ia pernah memamerkan kemahirannya sebagai
sniper dengan menembak pita balon di atas kepala Jenderal Wismoyo
Arismunandar.
“Waktu itu saya diminta memutus pita dengan peluru yang melintas di
atas kepala KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat). Pak Wismoyo tak marah,
malah memberi saya uang ha-ha-ha,” ujar Tatang.
Mantan Inspektur Jenderal Mabes TNI Letnan Jenderal (Purn) Gerhan
Lantara mengakui reputasi Tatang sebagai pelatih sniper. “Pak Tatang
adalah salah satu pelatih menembak runduk terbaik yang dimiliki
Indonesia. Mungkin saya salah satu muridnya yang terbaik he-he-he,”
ujarnya.
Sementara Kolonel (Purn) Peter Hermanus, 74 tahun, mantan ahli
senjata di Pindad, menyebut Tatang sebagai prajurit yang lurus. Dia
mengingatkan agar bekas anak buahnya itu tetap mensyukuri kondisi yang
ada sekarang.
“Dia hidup sederhana karena tidak pandai korupsi, tapi itu lebih baik ketimbang punya rekening gendut ha-ha-ha,” ujar Peter.