Bila saat ini TNI AL mengandalkan frigat Van Speijk Class buatan Belanda sebagai backbone
armada Satkor (Satuan Kapal Eskorta), maka di tahun 60-an TNI AL pun
sudah memiliki armada frigat. Layak disebut armada, pasalnya yang
dimiliki tak tanggung-tanggung, hingga delapan unit. Sebagai
perbandingan, jenis frigat Van Speijk Class TNI AL berjumlah enam unit.
Frigat tahun 60-an yang dimaksud adalah Riga Class, buatan Rusia (Uni
Soviet).
Seperti halnya kapal penjelajah KRI Irian, kapal tender kapal selam KRI Ratulangi, destroyer escort Almirante Clemente Class, KCR Komar Class, dan korvet Albatross Class,
Kedelapan frigat Riga Class ini di datangkan Indonesia dalam rangka
perkuatan armada tempur guna menghadapi konfrontasi dengan Belanda lewat
operasi Trikora. Kedelapan frigat mulai datang dalam rentang periode
1962 hingga 1964, dan diberi nama KRI Jos Soedarso 351, KRI Slamet
Rijadi, 352 KRI Ngurah Rai 353, KRI Wolter Mongisidi 355, KRI Lambung
Mangkurat 357, KRI Hang Tuah 358, KRI Kakiali 359, dan KRI Nuku 360.
Karena perubahan haluan politik pasca Gestapu 1965, frigat Riga Class
pun terkena dampak embargo senjata dan suku cadangnya dari Uni Soviet.
Namun, karena unit yang dimiliki cukup banyak, frigat ini tak lantas
langsung purna tugas. Lewat kanibalisasi komponen, frigat ini baru mulai
pelan-pelan di scrap pada periode 1971, dan terakhir masih dioperasikan
TNI AL sampai tahun 1986. Frigat ini tercatat ikut dilibatkan dalam
masa-masa awal operasi Seroja di tahun 1975.
Seperti dikutip dari buku “Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor
Timur” karya Hendro Subroto, frigat Riga Class sudah berganti nomer
lambung, KRI Nuku 373 dan KRI Lambung Mangkurat 374. Kedua kapal
diberngkatkan dari Lantamal Surabaya untuk mengawal KRI Teluk Langsa 501
yang mengangkut satu Batalyon Marinir dari Brigade-2/Pasukan Pendarat.
Uniknya, TNI AL saat ini telah me-reborn identitas kedua kapal dengan
nama dan nomer lambung yang sama, namun dalam wujud korvet Parchim Class
buatan Jerman Timur.
Dirunut dari sejarahnya, frigat ini dibangun atas perintah Josef
Stalin pada tahun 50-an untuk memperkuat AL Soviet di awal-awal Perang
Dingin. Desain kapal ini disebut Storozhevoi Korabl (escort ship)
Project 50 Gornostay (Ermine stoat). Riga Class diproduksi hingga 68
unit, karena produksinya yang cukup besar, ada tiga galangan yang
mendapat order pembuatan, yakni Nikolayev yards (20 unit), Komsomolsk na
Amure (7 unit), dan Kaliningrad (41 unit).
Di masa pemerintahan Nikita Khruschev di 1956, Project 50 dihentikan ,
hingga produksi kapal terakhir dirampungkan pada tahun 1959. Di awal
tahun 60-an, AL Soviet sempat melakukan modernisasi pada penempatan
roket anti kapal selam RBU-2500, sistem radar, dan peningkatan komponen
balas. Selain dijual ke Indonesia, beberapa frigat ini dijual ke Cina.
Umumnya frigat ini dioperasikan hingga dekade 80-an.
Dengan bobot kosong 1.160 ton, sejatinya Riga Class lebih cocok
disebut sebagai korvet. Punya bentang panjang lambung 91 meter, frigat
ini mengandalkan senjata utama berupa 3 pucuk meriam kaliber 100 mm/56
(B-34), 4 pucuk kanon 37 mm, dan 4 pucuk kanon 25 mm. Kedua kanon dapat
diandalkan untuk misi anti serangan udara. Khusus untuk meriam 100 mm
dilengkapi remote power control dan fire control director jenis Yakor.
Sementara untuk menghadapi aksi kapal selam, ada peluncur roket anti
kapal selam MBU-600, yang kemudian diganti dengan RBU-2500. Tak itu
saja, ada bekal 2 peluncur torpedo (1×3) kaliber 533 mm, dua rak bom
laut (depth charge), dan mampu membawa 28 unit ranjau laut.
Bicara dapur pacu, Riga Class masih mengandalkan dua mesin steam
turbin dengan dua propeller yang menghasilkan tenaga 21.000 hp. Karena
mengadopsi mesin turbin, kapal dapat dihidupkan lebih cepat ketimbang
mesin diesel, kecepatan maksimumnya pun bisa digenjot sampai 30 knots.
Namun konsekuensinya, konsumsi bahan bakar menjadi sangat boros. (Bayu Pamungkas)
Spesifikasi Riga Class
– Displacement : 1.160 ton (standar) dan 1.416 ton (full load)
– Length : 91 meter
– Beam : 10,2 meter
– Draught : 3,16 meter
– Propulsion : Turbines, – two boilers, – two shafts, – 21.000 shp, – 30 knots.
– Range : 3.610 km at 14 knots
– Speed max : 30 knots
– Crew : 175
– Displacement : 1.160 ton (standar) dan 1.416 ton (full load)
– Length : 91 meter
– Beam : 10,2 meter
– Draught : 3,16 meter
– Propulsion : Turbines, – two boilers, – two shafts, – 21.000 shp, – 30 knots.
– Range : 3.610 km at 14 knots
– Speed max : 30 knots
– Crew : 175
Tidak ada komentar:
Posting Komentar