Dalam suatu perjumpaan dengan penerbang Boeing 737 Surveillance
Skadron 5 di Jakarta, sang pilot menyebut harapannya agar pesawat intai
maritim penerus Boeing 737 Surveillance
adalah dari keluarga Boeing, yang bila ditelusur maksudnya adalah P-8
Poseidon, jet bermesin dua yang juga mengusung platform Boeing
737-800ER.
Pesawat ini memegang peran penting dalam armada AL AS, pasalnya
Poseidon digadang sebagai generasi penerus P-3 Orion yang menggunakan
mesin propeller. Debut Poseidon pun cukup masif, salah satunya
diterjunkan AL AS dalam misi pencarian Malaysian Airlines MH370 yang raib di Samudera Hindia.
Seolah meneruskan keinginan sang penerbang, Boeing dalam siaran pers
sempat menyatakan bahwa Indonesia tengah mengkaji kemungkinan pembelian
Poseidon sebagai kekuatan armada Patmar (Patroli Maritim). Tentu tak ada
yang keliru bila TNI AU akhirnya mengoperasikan P-8 Poseidon, pesawat
ini bisa dibilang pesawat intai maritim tercanggih, tak hanya padat
perangkat elektronik sensor dan radar, Poseidon juga dapat menjalankan
peran tindakan pertempuran, salah satu keunggulannya yakni keberadaan
ruang internal senjata (weapons bay). Beberapa etalase senjata yang dibawa memang tergolong maut, sebuat saja rudal udara ke permukaan AGM-84H/K SLAM-ER, rudal anti kapal AGM-84 Harpoon, torpedo MK54, ranjau laut MK52, dan bom laut (depth charge).
Singkat kata, Poseidon memang punya tugas khusus membinasakan kapal
selam. Tak hanya bekal weapons bay, hebatnya bagian sayap bisa pula
ditempeli cantelan senjata.
Kualitas alutsista tentu terkait dengan urusan harga, dan memang
harga per unit Poseidon sangat mahal, yakni per unitnya US$201,4 juta.
Karena harga yang mahal inilah, beberapa kalangan kurang yakin apakah
Indonesia ‘sanggup’ membeli Poseidon. Tapi bila ada niat dan kehendak,
jalan pasti ada, buktinya delapan unit helikopter tempur premium AH-64 Apache bisa dibeli Indonesia dengann fasilitas kredit ekspor dari AS. Sebagai informasi, AH-64 Apache juga buatan Boeing, yang secara langsung memberi kemudahan dalam negosiasi bila nantinya terjadi transaksi.
Poseidon yang diambil dari nama dewa penguasa lautan dalam mitologi
Yunani, punya cirri khas yang amat dibutuhkan pesawat intai maritim,
seperti bisa terbang rendah dan lincah di ketinggian hanya 60 meter di
atas permukaan laut, suatu kemampuan yang dibutuhkan dalam misi SAR.
Untuk dukungan intai di atas lautan, Poseidon punya bekal radar
surveillance AN/APY-10 besutan Raytheon. Radar ini dapat mendeteksi,
mengklarifikasi dan memilah berbagai emisi elektronik lawan. Radar yang
posisinya disematkan di hidung ini dapat mendeteksi perahu kecil dari
ketinggian terbang maksimum (12.500 km). Selain itu, Poseidon dilengkapi
sensor MX-20HD digital electro-optical/infrared (EO/IR) sebagai penuntun laser pada rudal. Yang tak kalah penting lainnya adalah sonobuoy (sonar buoy), ini merupakan perangkat vital untuk mendeteksi keberadan monster bawah laut, baik secara aktif maupun pasif.
Dalam melancarkan tugas AKS (anti kapal selam), Poseidon dilengkapi
tiga peluncur putar berkapasitas 30 sonobuoy yang dapat diisi ulang.
Satu lagi yang menakutkan, Poseidon punya sensor hidrokarbon yang bisa
mendeteksi uap bahan bakar kapal selam.
Selain Indonesia yang kepincut pesona Poseidon, pesawat ini juga
diminati oleh negara-negara di kawasa Amerika Selatan dan Afrika
Selatan. Dalam operasi intai jarak jauh, umumnya Poseidon diawaki 9
orang. Poseidon dapat mengudara selama enam jam untuk rentang wilayah
1.100 km dan empat jam untuk rentang wilayah 2.220 km. Untuk urusan
jangkauan jelajah memang menjadi minus bagi Poseidon, karena dirasa
kurang luas untuk memburu kapal selam. Tapi harap dimaklumi, sebab
rancang bangun Poseidon berasa dari pesawat penumpang berjarak sedang.
Sejak terbang perdana pada 25 April 2009, Poseidon hingga Juli 2013
telah diproduksi sebanyak 15 unit. Di luar AS, Poseidon telah dipesan
oleh AL India dengan label P-8I Neptune. Sementara AU Austalia juga
memesan 8 unit tipe P-8A. (Bayu Pamungkas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar