Mantan agen NSA, Edward J. Snowden (REUTERS/Mark Blinch/Files)
Pengamat hubungan internasional dari
Universitas Paramadina Dinna Wisnu mengatakan informasi apa pun bisa
saja diambil oleh badan intelijen Selandia Baru (GCSB) dan Australia
(ASD) melalui perusahaan telekomunikasi. Direktur Program Pasca Sarjana
Bidang Diplomasi Universitas Paramadina itu menyebut beragam informasi
mulai ekonomi dan politik, bisa saja menjadi target yang dicari.
Dinna mengatakan saat dihubungi oleh VIVA.co.id melalui telepon pada Minggu, 8 Maret 2015. Dia menyebut, aksi penyadapan di era kecanggihan teknologi seperti saat ini bukanlah hal baru.
"Justru sudah semua tugas intelijen semua negara untuk melakukan praktik itu. Mereka bahkan kini turut memperhatikan media sosial untuk melacak berita apa jaman sekarang yang bisa tren di masa mendatang," papar Dinna.
Yang pasti, lanjut Dinna, negara yang dibidik untuk disadap Selandia Baru dan Australia merupakan negara penting di kawasan dan bagi geopolitik mereka.
Sementara, ketika ditanya kemungkinan Presiden Joko Widodo yang dijadikan target, Dinna pun tidak menampik kemungkinan itu. Tetapi, Dinna berpendapat, kalau pun kedua badan intelijen itu memiliki informasi mengenai Jokowi, mereka tidak akan membongkarnya ke hadapan publik.
"Informasi yang mereka miliki tidak hanya dipikirkan jangka pendeknya dan digunakan untuk memperburuk hubungan, apalagi dengan negara yang lokasinya dekat," kata Dinna.
Lagipula, bukan berarti ketika mereka berhasil menyadap sistem komunikasi Indonesia, lalu semua informasi berharga bisa diambil. Untuk informasi yang sifatnya penting, lanjut Dinna, semua diberi enkripsi dengan pola tertentu.
"Dan saya mengetahui mereka juga kerap bertanya kepada kita apakah betul cara membaca polanya demikian," kata dia.
Namun, jika laporan mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA), Edward J. Snowden, terbukti intelijen Negeri Kanguru menyadap, maka itu telah melanggar tata kelakuan baik (COC) yang diteken pada pertengahan tahun 2014 lalu.
"Jika memang hal itu terjadi, Indonesia jangan bertindak sepeti kebakaran jenggot dan arogan. Kedua negara tetap perlu duduk sebagai negara yang berdaulat," tutur Dinna.
Lalu, evaluasi kembali isi COC tersebut dan lihat poin-poin yang dulu telah disepakati bersama.
Informasi mengenai penyadapan GCSB dan ASD kali pertama diungkap oleh media Selandia Baru, New Zealand Herald dan Radio Selandia Baru. Di situ mereka menulis, kedua badan intelijen itu telah menyadap komunikasi pejabat tinggi beberapa negara yakni di Kepulauan Pasifik dan Indonesia.
Namun, Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi, menyebut berita itu merupakan isu lama yang dimunculkan kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar