Ilustrasi penyadapan (REUTERS/ Kacper Pempel)
Juru bicara Kementerian Luar
Negeri RI, Arrmanatha Christiawan Nasir, mengaku telah mengetahui
pemberitaan mengenai aksi penyadapan agen intelijen Selandia Baru (GCSB)
terhadap para pejabat Indonesia dan negara-negara Kepulauan Pasifik.
Kendati begitu, diplomat yang akrab disapa Tata itu, mengatakan
institusinya masih terus mencari klarifikasi mengenai pemberitaan
tersebut.
"Kami masih belum bisa memberikan komentar mengenai pemberitaan itu, karena aksi penyadapan dilaporkan melalui media lokal Selandia Baru," kata Tata di Kemlu, Pejambon, Jakarta Pusat, Kamis, 5 Maret 2015.
Aksi penyadapan yang dilakukan badan intelijen Selandia Baru (GCSB) kali pertama muncul di harian New Zealand Herald dan Radio New Zealand. Kedua media itu mengutip dokumen mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA), Edward J. Snowden tahun 2009 lalu.
Dalam laporan itu, Snowden menyebut GCSB menyadap komunikasi para pejabat negara kepulauan Pasifik dan Indonesia.
"Mereka menyadap dari target (pejabat) yang terpilih di negara-negara Kepulauan Pasifik selatan dan target lainnya. Di sana, mereka bisa memperoleh informasi," ujar penulis laporan investigatif, Nicky Hager.
Agen GCSB menyisir semua panggilan telepon, surat elektronik dan langsung masuk ke dalam pangkalan data milik agen intelijen Negeri Paman Sam. Bahkan, salah satu agen GCSB bekerja dengan badan intelijen Australia (ASD) dalam menyadap perusahaan telekomunikasi Indonesia, Telkomsel.
Hal ini mengingatkan publik terhadap skandal serupa yang dilakukan ASD terhadap komunikasi mantan Presiden SBY dan Ibu Ani Yudoyono pada akhir 2013 lalu. Presiden SBY berang dan menarik Duta Besar Nadjib Riphat Kesoema yang tengah bertugas di Canberra.
SBY juga membekukan tiga bidang kerjasama untuk sementara waktu. Hubungan kedua negara baru pulih setelah pada pertengahan 2014, ditanda tangani kode tata kelakuan, baik antara Indonesia dengan Australia di Pulau Bali.
"Kami masih belum bisa memberikan komentar mengenai pemberitaan itu, karena aksi penyadapan dilaporkan melalui media lokal Selandia Baru," kata Tata di Kemlu, Pejambon, Jakarta Pusat, Kamis, 5 Maret 2015.
Aksi penyadapan yang dilakukan badan intelijen Selandia Baru (GCSB) kali pertama muncul di harian New Zealand Herald dan Radio New Zealand. Kedua media itu mengutip dokumen mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA), Edward J. Snowden tahun 2009 lalu.
Dalam laporan itu, Snowden menyebut GCSB menyadap komunikasi para pejabat negara kepulauan Pasifik dan Indonesia.
"Mereka menyadap dari target (pejabat) yang terpilih di negara-negara Kepulauan Pasifik selatan dan target lainnya. Di sana, mereka bisa memperoleh informasi," ujar penulis laporan investigatif, Nicky Hager.
Agen GCSB menyisir semua panggilan telepon, surat elektronik dan langsung masuk ke dalam pangkalan data milik agen intelijen Negeri Paman Sam. Bahkan, salah satu agen GCSB bekerja dengan badan intelijen Australia (ASD) dalam menyadap perusahaan telekomunikasi Indonesia, Telkomsel.
Hal ini mengingatkan publik terhadap skandal serupa yang dilakukan ASD terhadap komunikasi mantan Presiden SBY dan Ibu Ani Yudoyono pada akhir 2013 lalu. Presiden SBY berang dan menarik Duta Besar Nadjib Riphat Kesoema yang tengah bertugas di Canberra.
SBY juga membekukan tiga bidang kerjasama untuk sementara waktu. Hubungan kedua negara baru pulih setelah pada pertengahan 2014, ditanda tangani kode tata kelakuan, baik antara Indonesia dengan Australia di Pulau Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar