Jumat, 02 Oktober 2015

Presiden Perintahkan Ambil Alih FIR dari Singapura

  F-15 Singapura
F-15 Singapura

Flight Information Region (FIR) atau kontrol wilayah udara di Kepulauan Riau dan sekitarnya masih dikuasai oleh Singapura. Presiden Joko Widodo meminta jajarannya segera mempersiapkan peralatan dan personel agar dapat mengambil alih kelola ruang udara yang dimaksud.

Presiden beberapa waktu lalu memanggil kementerian terkait membahas permasalahan ini. Pasalnya International Civil Aviation Organitation (ICAO) hingga kini masih belum mengizinkan Indonesia mengelola ruang udara di wilayah Kepri, Tanjungpinang, dan Natuna karena dianggap belum memiliki kesiapan infrastruktur dan SDM yang mumpuni.

Presiden Jokowi menargetkan 3-4 tahun untuk mengambil alih FIR dari Singapura. Lantas apakah Indonesia mampu mewujudkannya? Mengingat sudah sejak 1946 pengelolaan FIR didelegasikan ICAO kepada Singapura dan Indonesia belum juga mampu mengambil alihnya.

“Jangan begitu. Kalau tanya sama saya, ya harus! Itu kalau saya,” ungkap KSAU Marsekal Agus Supriatna di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu (30/9/2015).

Menurut KSAU, pemerintah harus segera bergerak cepat agar Indonesia dapat berdaulat di wilayahnya udara. Sebab terkait hal ini, pesawat Indonesia harus tetap meminta izin dari Singapura walau terbang di ruang udara sendiri.

“Ya betul, harus begitu,” kata Marsekal Agus singkat sambil mengancungkan jempolnya tanda mengamini.

F-15 Singapura
F-15 Singapura

Sementara, Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional Marsda Hadiyan Sumintaatmadja mengatakan untuk permasalahan FIR harus dilihat dari konteks keselamatan penerbangan. Pasalnya dalam pendelegasian FIR oleh Singapura, itu sudah ada UU yang mengaturnya.

“Memang FIR Singapura berada di wilayah NKRI dan itu amanah ICAO bahwa sementara ini pengontrolan di Kepri dan Natuna didedikasikan ke Singapura. Itu tidak selamanya,” ujar Hadiyan.


“UU No.1 tahun 2009 paling lambat sudah dikontrol atau diambil alih Indonesia. Pengambilan alih tergantung kesiapan Indonesia dan FIR urusan dengan kemenhub juga,” sambungnya.

Tak hanya Kemenhub, dalam permasalahan FIR Kemenlu juga sangat berperan. Pasalnya wilayah udara yang dikelola oleh Singapura merupakan jalur gemuk yang banyak dilintasi pesawat-pesawat komersil lintas negara.

“Secara diplomatik itu Kemenlu perlu juga turun tangan. Bisa saja negara lain yang biasa lewat wilayah Kepri dan Natuna tidak nyaman kalau FIR diambil alih Indonesia, makanya perlu ada diplomasi dari kemlu,”.

Untuk dapat mengambil alir FIR, Indonesia disebut Hadiyan harus memiliki instrumen yang sama dengan Singapura. Dari infrastruktur hingga SDM. Termasuk radar-radar udara dan instrumen militer.

“Tapi memang lebih baik FIR yang ada di wilayah kita dikontrol negara sendiri. Seperti di Cengkareng atau Unjung Pandang,” ucapnya.

Pengelolaan ruang udara tak bisa dianggap enteng. Indonesia harus tetap meminta izin kepada Singapura jika ingin terbang di wilayah yang diatur dalam FIR tersebut.

“Memang harus izin ke Singapura tapi ini dalam konteks keselamatan penerbangan ya karena memang amanah. Tapi kalau ada pelanggaran kedaulatan ya tetap kita tindak,” tukasnya. “Dan kalau sudah peran, FIR ya kita lupakan. Kita yang kendalikan karena urusannya sudah pertahanan negara,” pungkas Marsda Hadiyan Sumintaatmadja.

Detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar