Sabtu, 10 Oktober 2015

Bung Karno Dihadiahi Kepala Tentara Belanda Penuh Darah

Bung Karno Dihadiahi Kepala Tentara Belanda Penuh Darah
Bung Karno dan salah satu tentara Belanda (VIVA.co.id / Dody Handoko) 
 
Suasana Indonesia pada 1948, umumnya, masih dipenuhi dengan aksi-aksi gerilya melawan Belanda yang ingin kembali menancapkan pengaruh di Indonesia.
Aksi-aksi gerilya oleh pejuang Indonesia hampir merata, termasuk di Sumatera dan pulau-pulau kecil sekitarnya, seperti Pulau Tello yang berada di sekitar kepulauan Nias Sumatera Utara. Kebetulan Bung Karno memiliki sekretaris yang berasal dari pulau tersebut. Dalam buku Total Bung Karno karya Roso Daras diceritakan, suatu ketika sekretaris dari Pulau Tello itu, tidak disebutkan namanya termasuk dalam buku Biografi Soekarno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams. Ia mohon pamit kepada Presiden Soekarno untuk bergabung dengan gerilyawan, masuk hutan, dan membaur dengan rakyat, melawan Belanda.
 
Saat itu, perlawanan gerilya pejuang Indonesia dikomandoi oleh Panglima Jenderal Sudirman. Bung Karno tidak bisa menolak keinginan sekretarisnya itu, maka diizinkanlah ia keluar istana bergabung bersama gerilyawan.
 
Perang terus berjalan, begitu pula pemerintahan tetap terus berjalan yang saat itu beribukota di Yogyakarta. Kebetulan saat itu, Presiden Soekarno belum ditangkap dan diasingkan Belanda (terjadi pada Agresi Militer Belanda II 19 Desember 1948).
 
Sehingga komunikasi dengan para gerilyawan tetap terjalin untuk mengetahui perkembangan perjuangan di lapangan. Perjuangan pejuang Indonesia kemudian juga menjadi perhatian dunia yang mulai mengecam tindakan Belanda.
 
Suatu ketika, sekretaris Bung Karno yang berasal dari Pulau Tello Nias itu datang secara khusus ke istana, menemui sang Presiden dengan membawa keranjang. Barangkali menurut Bung Karno keranjang tersebut berisi buah tangan.
 
Hal itu memancing rasa penasaran "Apa isi keranjang itu?" tanya Bung Karno. Sekretaris kemudian balik melontarkan pertanyaan, "Bapak betul-betul mau melihatnya?" tanyanya, yang kemudian dijawab oleh Bung Karno dengan tegas "ya mengapa tidak."
 
Mantan sekretarisnya itu kemudian membuka penutup keranjang lalu dikeluarkan kepala tentara belanda yang masih berdarah-darah. Kepala tersebut digelindingkan hingga ke dekat kaki Bung Karno, seraya berkata "Inilah tanda kemenangan saya pertama pak, oleh-oleh untuk bapak" teriaknya dengan riang.
 
Seakan ia ingin menunjukkan keberhasilannya dalam bergerilya, mengoleh-olehi Bung Karno dengan kepala tentara belanda yang ia pancung.
Bagaimana reaksi Bung Karno? Seketika ia merasa kaget dan mungkin agak sedikit jijik, "Bawa keluar...bawa keluar!!" begitulah reaksinya setelah melihat kepala digelindingkan dengan darah yang masih berdesir.

Viva. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar