Selasa, 22 September 2015

Labirin Jet Tempur Korea-Indonesia

KF-X IF-X Fighter
KF-X IF-X Fighter

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Letnan Jenderal Ediwan Prabowo dan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso menekan sirene di hanggar milik PT DI, awal bulan ini. Suara sirene menandakan dimulainya pembangunan hanggar khusus, tempat pengembangan pesawat tempur Korean Fighter X-periment (KF-X) dan Indonesian Fighter X-periment (IF-X). Targetnya, hanggar seluas 4 hektare di samping bandara Husein Sastranegara tersebut berdiri pada Desember mendatang.

Program pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X merupakan kerja sama pemerintah dengan Korea Selatan yang didasari oleh letter of intent (LoI) pada 2009 dan memorandum of understanding (MoU) setahun kemudian. Pada 2014, kedua negara menandatangani kesepakatan sebagai payung hukum pelaksanaan program tersebut. Sesuai dengan perhitungan awal, proyek tersebut bakal menelan dana lebih dari US$ 8 miliar (Rp 124 triliun).

Berdasarkan perjanjian, Korea Selatan akan menanggung 80 persen biaya proyek, sedangkan Indonesia hanya membayar 20 persen sisanya. Peresmian hanggar di Bandung adalah wujud nyata proyek ini digarap di lapangan.

Namun itu tak berlangsung lama. Lima hari setelah peresmian pembangunan hanggar, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan kerja sama KF-X/IF-X ditunda tanpa batas waktu yang jelas. Sebenarnya, tanda-tanda akan batalnya proyek ini sudah terlihat saat Wakil Presiden Jusuf Kalla tiba dari kunjungan kerja ke Seoul, Korea Selatan.

Saat itu, akhir Agustus lalu, Kalla mengatakan sudah memberi tahu Perdana Menteri Hwang Kyo Ahn bahwa Indonesia memutuskan menunda kerja sama pembuatan pesawat tempur. “Indonesia butuh tank dan senjata banyak. Jadi kami berikan prioritas kebutuhan lebih banyak dulu,” kata Kalla. Hal itu disesalkan oleh Hwang karena dia ingin proyek ini berjalan terus.

Ini bukan pertama kalinya program KF-X/IF-X ditunda. Pada awal Maret 2013, justru pemerintah Korea yang menyetop kerja sama dengan Indonesia selama 18 bulan. Saat itu, parlemen Korea Selatan belum memberikan izin pendanaan fase kedua. Ada tiga tahapan program KF-X/IF-X, yakni pengembangan teknis, rekayasa manufacturing, dan pembuatan purwarupa.

Pada 2011, fase pertama dijalankan. Sejumlah teknisi dan pakar dari PT Dirgantara Indonesia dikirim ke Korea Selatan untuk belajar pada Korea Aerospace Industries. Selama penundaan satu setengah tahun itu, teknisi PT DI pun harus pulang ke kantor mereka di Bandung.

Direktur Teknologi PT Dirgantara Indonesia, Andi Alisjahbana, membantah penundaan program KF-X/IF-X. Menurut dia, saat ini program pembuatan pesawat tempur itu memasuki tahap engineering and manufacturing development. Walhasil, evaluasi dilakukan oleh kedua negara. “Tujuannya agar dapat rancangan pesawat sesuai dengan keinginan pemerintah,” kata Andi.

Evaluasi atau penundaan mungkin tak terlalu penting. Ketua Komisi Pertahanan DPR Mahfudz Siddiq lebih khawatir proyek ambisius Korea dan Indonesia ini bubar di tengah jalan. “Jika tetap jalan, waktu pembuatan akan molor. Hasilnya, teknologi yang dipakai bisa ketinggalan zaman,” kata dia.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu juga khawatir negara merugi jika kerja sama KF-X/IF-X batal. Sebab, pemerintah sudah mengucurkan dana dalam proyek tersebut. Sayangnya, Mahfudz tak hafal berapa jumlahnya. Dia meminta pemerintah mengevaluasi ulang program KF-X/IF-X dan menghitung duit yang sudah digelontorkan. “Kalau tidak realistis, sebaiknya disetop sekarang, sebelum keluar uang lebih banyak lagi.”


Rekan Mahfudz di parlemen menyatakan pemerintah sudah menggelontorkan duit lebih dari Rp 1,6 triliun untuk program ini. Anehnya, pemerintah meneken kerja sama dengan Korea sebelum berbicara dengan DPR. “Indonesia diperbolehkan ikut bikin KF-X dengan syarat beli dulu sejumlah peralatan militer Korea, seperti jet tempur T-50 dan kapal selam,” kata anggota DPR yang menolak disebutkan namanya itu.

Dia mengatakan, dalam pembuatan KF-X, Korea Selatan bergantung pada ilmu dan teknologi Amerika Serikat. Negeri Abang Sam itu hanya bersedia memberikan teknologi pembuatan jet tempur canggih kepada Korea Selatan. “Amerika tak mengizinkan Korea berbagi ilmu ke Indonesia, meski menyertakan 20 persen modal,” kata dia. “Jadi, kalau beli pesawat KF-X-nya masih mungkin. Kalau alih teknologinya mustahil dapat.”

Pengamat militer Anton Aliabbas meminta pemerintah realistis dan membatalkan program KF-X/IF-X. Menurut Anton, pemerintah sebaiknya berfokus melakukan modernisasi alutsista TNI berdasarkan kebutuhan paling mendasar. Menurut dia, pesawat KF-X/IF-X tak akan menutupi kekurangan jet tempur TNI AU. “Produknya nanti masih purwarupa, belum terbukti kualitasnya. Itu pun kalau proyeknya berhasil,” kata Anton.

KF-X IF-X Fighter
KF-X IF-X Fighter

Hotdog Rasa Ginseng

Korea Selatan bekerja sama dengan Indonesia untuk membuat jet tempur KF-X/IF-X . Sayangnya, ini bukanlah murni alih teknologi dari Korea. Hampir keseluruhan teknologinya didatangkan dari Amerika Serikat. Korea Selatan diizinkan memproduksinya dengan nama dan merek berbeda.

Spesifikasi Teknis:
Panjang: 15,6 meter
Rentang sayap: 10,7 meter
Tinggi: 4,56 meter
Jumlah mesin: 2
Jenis mesin: Belum ditentukan. Sempat terjadi perbedaan pendapat tentang jumlah mesin yang digunakan. Indonesia ingin pesawat bermesin tunggal agar biaya perawatan dan produksinya murah. Tapi Korea Selatan ingin pesawat bermesin ganda dengan alasan kekuatan yang lebih besar.

Kekuatan mesin: Sekitar 10 ribu kilogram force per mesin

Catatan tambahan: Pesawat tempur generasi 4,5, dengan kata lain di atas kemampuan Sukhoi SU-27 TNI AU. Jet ini punya kemampuan isi bahan bakar di udara. Pesawat memiliki dua sayap konvensional dan dua sayap kecil di bagian sirip ekor serta dua sayap ekor yang berdiri tegak. Moncong pesawat berbentuk runcing dan pendek, mirip F-35 Joint Strike Fighter buatan Amerika Serikat.

Jet sekelas: Sukhoi SU-35 (Rusia), Dassault Rafale (Prancis), F-16 Block 60 (Amerika Serikat), JAS Gripen NG (Swedia)|

INDRA WIJAYA
Tempo.co

Tidak ada komentar:

Posting Komentar