Beberapa kalangan telah melihat adanya jenis perang di masa depan
yang akan mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perang
Proxy atau perang yang diwakilkan berlangsung tanpa disadari oleh warga
negara Indonesia. Secara terminologi, Proxy War dilakukan tanpa
bertemunya dua pasukan di medan laga. Dia dilakukan dari jarak jauh, dan
melibatkan pihak ketiga.
Belum lama ini, Pangdam Jaya Mayjen TNI Agus Sutomo telah
memperingatkan agar Indonesia mewaspadai proxy war. Dia mengemukakan hal
tersebut dalam kuliah umum di hadapan Civitas Akademika Universitas
Bung Karno, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, salah satu alasan Indonesia menghadapi ancaman perang
proxy ini, karena sumber daya alam di negara kita melimpah.
Negara-negara asing yang memiliki super power rebutan untuk
menguasainya.
Dikutip dari rakyat merdeka online, Agus pun membeberkan
kekecewaannya soal PT Freeport di Papua yang 90 persen dikuasai asing,
bahkan mau diperpanjang sampai tahun 2040. Tak hanya itu, di Bumi
Cenderawasih juga banyak ditemukan bandara perintis yang dikuasai pihak
asing.
“Kita sering menyamar ke sana menjadi Babinsa malah diusir, seperti
orang asing di negeri sendiri. Biasanya bandara perintis itu buat para
misionaris, ini tak boleh dibiarkan,”,” katanya.
Dia menambahkan, proxy war sudah melucuti satu persatu pulau terluar
Indonesia. Menurut Agus, seharusnya kasus Timor Timur, dan
Sipadan-Ligitian dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah agar tidak
terulang di kemudian hari.
“Sipadan dan Ligitan itu sekarang jadi pulau wisata termahal di
dunia. Kalau mau ke sana harus booking enam bulan sebelumnya,” jelas
Agus.
Reklamasi pantai Indonesia oleh negara tetangga, penolakan nama kapal
Usman-Harun, penyadapan telepon pejabat oleh intelijen Australia adalah
deretan panjang proxy war yang sedang dihadapi Indonesia.
“Negara-negara di sekitar khatulistiwa seperti Indonesia sekarang
jadi rebutan. Tak hanya dari sumber daya alam, tapi dari bidang budaya,
sosial, dan politik mau dikuasai,” katanya.
“Sekarang sudah lampu kuning, kita bisa tertawa bahagia sekarang,
tapi nanti punya kita tidak ada lagi. Ini salah satu tantangan generasi
muda yang makin berat,” demikian Agus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar