Sukhoi SU-35 Dengan Persenjataan (Foto : airplane-picture.net)
Apabila kita amati, maka perang masa kini dan mendatang akan banyak ditentukan oleh kecanggihan teknologi alutsista yang dimiliki sebuah negara. Kita lihat bagaimana AS mampu mendikte militer Libya saat terjadinya pemberontakan terhadap PM Khadafi, hingga pemimpin hebat itu akhirnya tewas. AS dan sekutunya juga mampu membatasi ruang gerak Islamic State di Irak dan Syria dengan teknologi kekuatan udara, baik drone maupun pesawat penggempur mutakhir. Kemudian Arab Saudi juga menggempur pemberontak Houthi di Yaman dengan kekuatan udara. Kartu yang banyak dimainkan adalah serangan udara taktis dan strategis.
Kini Indonesia beruntung dengan pemahaman para pimpinan militer, DPR, pejabat pemerintah terkait, khususnya pimpinan nasional yang menyadari arti penting alutsista canggih untuk mempertahanan kedaulatan negara. Pada awal pemerintahan Presiden SBY kondisi peralatan tempur Indonesia demikian memprihatinkan, dibandingkan negara-negara tetangga. Kemudian sejak 2009 kondisi mulai dibenahi, ditata dalam tiga Renstra hingga 2024.
Alutsista selain sebagai peralatan perang juga mempunyai nilai politis dengan fungsi penggentar (deterrent), dimana dalam perhitungan intelijen, alutsista diukur dari kekuatannya (jumlah, jenis dan persenjataan, keunggulan teknologi), kemampuan (pertahanan/serang taktis dan strategis, daya hancur) serta kerawanan (kelemahan dibandingkan negara di kawasan, semangat juang pejabat). Dari ketiga penilaian tersebut, maka intelijen akan bisa menilai apa 'niat' negara lain.
Indonesia pernah membuktikan pada tahun 1961-1962 saat Operasi Trikora dan Dwikora, dengan kepemilikan alutsista udara khususnya saat memiliki Pesawat pembom TU-16 dan TU-16KS, pesawat tempur sergap Mig-21/19/17, serta pembom Il-28. Indonesia mampu mendikte dan membuat gentar Belanda yang menguasai Irian Jaya (kini Papua). Saat itu (1961), para penerbang TNI AU mampu menerbangkan pesawat pembom dan melakukan penerbangan penyusupan ke garis belakang beberapa negara. Australia, Malaysia, Singapura, serta Belanda (Irja) yang menyebabkan rasa gelisan dan gentar. Indonesia ditakuti karena memiliki penyerang udara strategis yang mampu menyerang garis belakang lawan atau calon lawan.
Pesawat Pembom Strategis AURI TU-16KS (Foto : merdeka.com)
Amerika Serikat kemudian mengirimkan pesawat mata-mata U-2 dan menginformasikan kepada Belanda dan Australia bahwa di Pangkalan AU Madiun benar telah terdeteksi jajaran pesawat pembom berat TU-16. Indonesia saat itu demikian digdaya sebagai negara dengan kekuatan udara terkuat di kawasan Asia Tenggara. Belanda atas saran AS akhirnya melepas Irian Jaya dengan pertimbangan adanya ketidak seimbangan kekuatan dan kemampuan alutsista. Ini membuktikan bahwa alutsista mampu menjadi sarana diplomasi penekan yang sangat efektif.
Nah, bagaimana dengan situasi dan kondisi kawasan di lingkup Indonesia beberapa waktu terakhir? Para petinggi pada pemerintahan SBY mampu melihat pentingnya alutsista sebagai sarana pertahanan. Kemhan membagi tiga tahapan Rencana Strategis (Renstra) dalam pembangunan Minimum Essential Force (MEF) untuk membentuk kekuatan pertahanan yang memadai. Dari tiga Renstra (2009-2024), pengadaan alutsista dipercepat menjadi dua Rentra (2009-2019). Fokus dari MEF ini adalah menitik beratkan pembangunan dan modernisasi alutsista beserta teknologinya.
Dalam dua renstra, Indonesia melakukan pembelian berbagai jenis pesawat yang berjumlah 102 buah, yang terpenting adalah pengadaan pesawat-pesawat sukhoi 27/30, pengadaan alutsista laut seperti pengadaan fregat, kapal selam Korea, tank BMP. Untuk TNI AD yang utama pembelian tank MBT Leopard 2, IFV Marder, MLRS Astros II, Meriam Caesar 155 mm, ATGM NLAW, kendaraan taktis, hingga helikopter serang Apache AH-64 E.
TNI AL diperkuat dengan armada kapal selam Changbogo dari Korea Selatan, membangun kekuatan strategis untuk kapal permukaan dengan memasang rudal yakhont 300 km di kapal Van Speijk Class, memesan Perusak Kawal Rudal (PKR) Sigma ke Belanda, membangun korvet Indonesia dalam program Korvet nasional atau Frigate Nasional. serta membeli 3 light fregate Nakhoda Ragam Class dari Inggris. Marinir diperkuat dengan Tank BMP-3F, tipe BMP-3FK, dan BREM-L. Pada artikel ini penulis akan khusus membahas arti penting kepemilikan MBT Leopard dan pemilihan Sukhoi-35 sebagai alutsista penggentar yang disegani oleh lawan maupun calon lawan.
Perimbangan Kekuatan Main Battle Tank
Indonesia kini mempunyai Tank Leopard yang merupakan tank kelas berat yang dapat dibanggakan. Pernah muncul sanggahan bahwa pembelian Leopard tidak cocok karena terlalu berat dan akan merusak jalan. Jelas ini masukan yang tidak tepat karena si penilai hanya melihat bagian kasarnya saja, lebih sektoral dibandingkan nilai strategis yang jauh lebih luas.
MBT Leopard TNI AD (Foto : prokimal-online.blogspot.com)
Para pejabat saat itu melihat perimbangan kekuatan Indonesia jauh dibawah negara-negara tetangga seperti Australia, Singapura dan Malaysia khususnya. Dari pulbaket intelijen diketahui, Malaysia sejak 2006 membeli tank berat PT91M dari Bumar, Labedy, Polandia sebanyak 48 unit (dan 15 unit kendaraan pendukung) seharga US$ 370 juta. Dikatakan saat itu terjadi ketidak seimbangan kekuatan dan kemampuan di matra darat antara Malaysia dan Indonesia. Tank jenis MBT (Main Battle Tank) PT91 M, ditempatkan pada Rejimen 11 Kor Armor DiRaja adalah untuk menggantikan tank ringan FV101 Scorpion milik Malysia.
Tank (MBT) Tentera Darat Malaysia PT-91M (Foto: merdeka.com)
Pengiriman batch terakhir tank PT-91M selesai pada 2009. Tank PT-91M pada mulanya merupakan pengembangan dari tank T-72M produksi Polandia, lisensi dari eks-Uni Soviet. Tank PT-91M berbobot tempur 48,5 ton dengan senjata utama meriam 2A46MS kaliber 125 mm.
Singapura menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang memiliki MBT sejak 1975 berupa tank bekas Centurion Mk3 dan Centurion Mk7 yang dibeli dari India dan dari Israel pada 1993-1994 dengan total sekitar 100 unit. Pada akhir 2006, Singapura membeli tank Leopard 2A4 bekas AB Jerman sebanyak 96 unit. Yang dibeli 66 unit operasional dengan 30 unit cadangan dan perlengkapan pendukung.Berbobot tempur 55,15 ton untuk tipe Leopard 2A4, diawaki 4 personel, senjata utama meriam Rheinmetall L55 kaliber 120 mm.
Menteri Pertahanan Singapura, Mr Teo Chee Hean, pada 11 Desember 2006, menyatakan "MINDEF telah mencari untuk menggantikan SM1s dimana tank-tank akan diperbaharui untuk mendorong unit-unit lapis baja Angkatan Darat menjadi Angkatan dengan alutsista Generasi ketiga yang berteknologi tinggi.Dikatakan oleh Chee Hean, "The Leopard 2A4 will bring more punch to our armoured forces by providing greater protection, lethality and mobility." Satu upgrade penting akan dilakukan segera adalah Battlefield Manajemen System yang ketika diinstal, akan memungkinkan tank Leopard tersebut untuk diintegrasikan ke dalam sistem pertempuran pasukan lainnya
Khusus untuk Armada MBT dari Myanmar, Vietnam, Kamboja, dan Laos terutama terdiri dari tank kelas menengah asal Rusia atau Ukraina T-54/55/62 dan tank serupa produksi RRC seperti Type-59/69/79/88. Vietnam memiliki armada MBT kelas menengah terbesar dengan jumlah lebih dari seribu unit yang diretrofit. Tank tua T-55 merupakan tank kelas menengah produksi eks-Uni Soviet yang paling banyak diproduksi dari dekade 1950-an hingaa 1980-an. Berbobot lebih 36 ton dengan senjata utama meriam kaliber 100 mm.
Australia pada 2006 mengganti armada MBT lamanya Leopard AS1 dengan 59 unit tank M1A1. Keandalan tank Abrams demikian fenomenal sejak perang pada Operasi Badai Gurun 1991. M1 Abrams mulai operasional pada 1980. M1 menjadi tank perang utama resmi Angkatan Darat Amerika Serikat dan Korps Marinir Amerika Serikat, dan tentara Mesir, Kuwait, Saudi Arabia, Australia, dan pada 2010 Irak, dengan persenjataan utama meriapm 105mm. Tank Abrams versi Australia M1A1 bermesin diesel menggantikan mesin turbin gas dan minus lapisan baja DU (Dlepeted Uranium). Tank unggulan Australia Abrams MiA1 ini beratnya mencapai 67,6 ton, dipersenjatai meriam kaliber 120mm.
Tank Leopard Indonesia, Main Battle Tank (MBT) Leopard Revolution yang kini dimiliki TNI AD adalah MBT terbaik di dunia. Leopard Revolution dilaporkan mampu mengungguli Tank MBT M1A2 Abrams, Tank Chalenger, Tank Leclerc, dan Tank PT91M milik Malaysia, pada bagian proteksi, persenjataan dan mobilitas. Leopard Revolution dan variannya sekarang ini dipergunakan oleh negara-negara Jerman, Canada, Yunani, Belanda, Portugal dan Spayol. Di Asia Tenggara, hanya dimiliki oleh Indonesia.
Bobot MBT ini adalah 60,2 Ton, dilengkapi dengan persenjataan Rheinmetall 120 mm L55 buatan Rheinmetall Waffe Munition of Ratingen, Germany, yang lebih akurat dan jangkauan tembak lebih jauh bila dibandingkan yang dimiliki Singapura. Sebanyak 44 tank akan didisposisikan di kawasan Kodam VI Mulawarman (Kalimantan) guna mengimbangi penggelaran MBT Malaysia PT91M pada garis perbatasan Malaysia-Indonesia.
Sebelumnya TNI AD hanya mempunyai Tank FV-101 Scorpion-90 yang dibeli tahun1995 sebanyak 35 unit dan pada 1997 sebanyak 45 unit. Tank ringan ini berbobot tempur 8,7 ton, diawaki 3 personel, senjata utama meriam Cockerill Mk III kaliber 90 mm. Armada terbesar tank ringan AD Indonesia adalah AMX-13 Perancis yang dibeli dari Belanda. Sebanyak 130 unit AMX-13/150 dimiliki AD berupa tank tempur dengan meriam kaliber 105 mm bekas AB Belanda yang dibeli pada 1980.
Kesimpulanya, dengan memiliki MBT Leopard Revolution maka Indonesia, khususnya TNI AD kini memiliki alutsista yang mampu mengimbangi kepemilikan MBT negara-negara tetangga baik Australia, Singapura ataupun Malaysia. Khususnya MBT TNI AD lebih unggul dalam teknologi penembakan dan penghancuran apabila terjadi perang antar MBT dikawasan. Disinilah nilai besar MBT agar sebuah negara mempunyai bargaining position terhadap negara lain.
Perimbangan Kekuatan Pesawat Tempur
Pada dua renstra, pesawat tempur sukhoi TNI AU (SU-27/30) telah lengkap satu skadron (16 pesawat). Selain itu TNI AU mendapatkan tambahan satu skadron (16 pesawat) pesawat super tucano dalam fungsi close air support. Pengadaan 24 pesawat F-16 block 25/32 retrofit eks AS, serta pesawat tempur ringan T-50i dari Korea Selatan serta UAV Heron komposit tanpa awak untuk pengawasan, disamping juga pengadaan beberapa pesawat Hercules. Kini yang terpenting, Indonesia sudah lebih menjurus kepada kesimpulan akhir dalam penggantian pesawat tempur sergap F-5E Tiger II yang akan dipensiun. Skadron Udara 14 Lanud Iswahyudi Madiun, memiliki satu Skadron Tempur F-5 E/F Tiger II sejak tahun 1980 dengan kekuatan 12 F-5E TigerII dan 4 F-5F (kursi ganda).
Menurut sumber dari Dispenau, pemilihan pesawat sebagai kandidat pengganti F-5E TNI AU dimulai dengan menilai berbagai jenis pesawat tempur modern, diantaranya pesawat tempur Sukhoi Su-30 MKI, F-15 SE Silent Eagle, Eurofighter Typhoon, F-16 E/F Block 60/62, Rafale-B, F-18 E/F Super Hornet, Sukhoi SU-35 Flanker dan JAS-39 Gripen NG. Semuanya adalah pesawat tempur modern generasi terbaru generasi 4.5 yang secara kasar diperkirakan memenuhi kriteria pesawat tempur strategis TNI AU.
Pertimbangan pemilihan adalah karakteristik umum pesawat, Performance, Persenjataan, dan Avionics pesawat tersebut. Semuanya melalui analisa mendalam terkait dengan aspek operasi, tehnis dan non tehnis. Kemudian dilakukan perbandingan kemampuan pesawat yang menjadi kandidat pesawat tempur strategis. Semuanya calon diukur, diantaranya apakah memenuhi kriteria penilaian yaitu, pesawat jenis multirole minimal generasi 4.5, mampu menjangkau sasaran strategis dengan radius of action jauh, baik sasaran permukaan dan bawah permukaan, mampu melaksanakan misi pertempuran siang dan malam hari segala cuaca, memiliki radar modern dengan jangkauan jauh.
Nah, dari pembahasan panjang baik di TNI AU, Mabes TNI, Kemhan serta DPR RI, nampaknya yang berpeluang kuat terpilih adalah Sukhoi-35. Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya membenarkan pesawat tempur Su-35 sudah masuk dalam rencana pembelian. Jumlah pesawat yang dibeli sebanyak 16 unit pesawat atau satu skuadron berikut persenjataannya. Tantowi walau tidak menjelaskan secara rinci tetapi menyebut pilihan utama. Gambaran serupa pernah disampaikan oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang menyatakan, “Itu sudah menjadi pilihan bersama antara TNI dengan Kemhan dan sudah menjadi kesepakatan,” katanya usai mengikuti kegiatan TNI Mendengar dengan tema Ketahanan di Bidang Energi dengan Berbagai Permasalahan dan Solusinya di Aula Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (12/3/2015).
Terkait kecelakaan dengan terbakarnya F-16 hibah eks AS, Kepala Staf TNI AU Agus Supriyatna menyatakan TNI AU menginginkan pesawat baru untuk menggantikan F-5F/E Tiger yang sudah saatnya dipensiunkan. Sedangkan, opsi membeli pesawat bekas tak akan masuk dalam program jangka panjang maupun pendek. "Dua hasil kajian kita, antara Sukhoi Su-35 dan F-16 tipe 70 Viper," katanya. Agus mengharapkan tidak ada lagi pemberian hibah pesawat bekas untuk TNI AU, agar insiden kecelakaan pesawat tak terulang kembali. Namun, dia memastikan program ini tetap berlanjut mengingat TNI AU sudah mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkannya.
Malaysia pada 2015 ini juga memiliki program penggantian MRCA untuk menggantikan MiG-29 dan F-5 yang akan pensiun pada akhir 2015. Program penggantian MRCA (Multi Role Combat Air Craft) saat ini dipersempit menjadi 4 jenis pesawat (Eurofighter Typhoon, Dassault Rafale, F / A-18E / F super Hornet dan Saab JAS 39 Gripen). Dalam program ini, RMAF akan melengkapi tiga skadron dengan 36-40 pesawat tempur baru dengan anggaran sebesar US $ 2, 46 miliar. Saat ini tulang punggung RMAF adalag 18 SU-30MKM, 8 F/A-18 Hornet, dan 12 Mig-29.
Menurut beberapa analisis pakar alutsista, rencana pembelian SU-35 bagi TNI AU tersebut akan sangat mempengaruhi rencana strategis khususnya bagi dua negara tetangga (Australia dan Singapura). Australia serta Singapura sudah memutuskan membeli pesawat temput F-35 dari AS.
F-35 Lightning II dengan Persenjataan (Foto: bussinesinsider.com.au)
Singapura berada pada tahap akhir proses evaluasi untuk memasukkan pesawat tempur canggih F-35 ke dalam jajaran Singapore Air Force. Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen mengatakan, AU Singapura menyatakan F-35 cocok untuk modernisasi jajaran pesawat tempur Singapura. "Pesawat-pesawat F-5 milik kami (Singapura) sudah menjelang masa akhir tugas dan F-16 kami juga mulai menua. Kami saat ini tengah dalam tahap akhir evaluasi untuk mendatangkan F-35," katanya. Angkatan Udara Singapura kini memiliki 24 unit F-15SG, 20 F-16C, 40 F-16D, 28 F-5, dan 9 F-5T. Selain itu, AU Singapura juga memiliki Helikopter serbu Apache AH-64D sebanyak 19 unit.
Sementara Perdana Menteri Australia Tony Abbott pada hari Rabu (23/4/2014) mengumumkan Australia akan membeli 58 buah pesawat tempur siluman F-35, Joint Strike Fighter (JSF) buatan Lockheed Martin dari AS. Pesawat yang dikenal juga sebagai Lightning II itu diputuskan oleh pemerintah Australia, dibeli seharga A$12 miliar. Pembelian pesawat tempur berkemampuan stealth (anti radar) generasi kelima sebagai tulang punggung kekuatan udara RAAF itu dikatakan sebagai pembelian terbesar Australia dan akan mensejajarkan Australia menjadi negara maju setelah Jepang juga memutuskan membeli pesawat serupa.
Australia akan menerima pesawat pertama pada Tahun 2018 dan skadron baru itu akan beroperasi penuh pada tahun 2020. PM Abbott menurut SMHU menyatakan, "The fifth-generation F-35 is the most advanced fighter in production anywhere in the world and will make a vital contribution to our national security." Diberitakan pesawat F-35 akan beroperasi bersama-sama dengan pesawat tempur Super Hornet serta pesawat electronic warfare Growler akan memastikan Australia mampu mempertahankan keunggulan udara di kawasan regional.
Mengapa Australia dan Singapura akhirnya memutuskan membeli F-35? Sebelum keputusan pembelian F-35, The Business Spectator di Australia pernah menyatakan, "Indonesia merencanakan akan membeli pesawat tempur Sukhoi dari Rusia/India yaitu Su-35S atau PAK-FA T-50. Jadi pertanyaannya lebih baik (Australia) memilih F-35 daripada Hornet. Apabila Indonesia kemudian dimasa depan ikut memperkuat Angkatan Udaranya dengan SU-35S atau T-50, maka AU Australia akan menjumpai masalah besar," demikian kesimpulannya.
Lebih jauh analis Bisnis Spectator menyatakan, "Sebagai contoh, JSF (Joint Srike Fighter) dapat beroperasi secara efektif hanya untuk ketinggian maksimal sekitar 40.000 feet (walau masih bisa beroperasi lebih tinggi tetapi kalah di tingkat yang lebih tinggi). Sebaliknya, Sukhoi dapat beroperasi pada kapasitas penuh di tingkat yang jauh lebih tinggi dan dengan kelebihan dan keuntungan. Mereka memiliki sistem dan senjata yang bisa meruntuhkan sebuah JSF Australia sebelum RAAF memiliki kesempatan menerapkan slogannya (first look, first shoot, first kill).
Ditegaskan oleh BS bahwa tidak ada pertempuran udara yang diperlukan. Pesawat Australia sudah runtuh sebelum bertempur, karena disergap jauh sebelum dia menyadarinya. Sukhoi dinilai jauh lebih unggul dibandingkan JSF. SU-35 memiliki jangkauan efektif sekitar 4.000 km dibandingkan dengan 2.200 km untuk F-35. Ini berarti JSF membutuhkan dukungan pesawat tanker untuk menutup ruang (wilayah Australia) yang lebarnya 4.000km. Selain itu, kecepatan Su-35 adalah Mach 2,4 (hampir dua setengah kali kecepatan suara), sedangkan F-35 terbatas pada Mach 1.6.
Menurut Victor M. Chepkin, wakil direktur umum NPO Saturn, mesin AL-41f yang baru akan memungkinkan jet Rusia untuk supercruise (terbang pada kecepatan supersonik untuk jarak jauh.) Dengan tidak harus beralih ke afterburner. Dengan demikian, pesawat dapat mengirit bahan bakarnya. Kesimpulannya baik F-35 maupun F-18 performance-nya berada dibawah SU-35.
Kesimpulan
Dari beberapa informasi diatas, pemilihan alutsista tempur utama (MBT Leopard serta pesawat tempur Sukhoi 35) dapat dinilai sangat tepat. Kemampuan kedua alutsista tersebut mempunyai kelebihan dibandingkan perencanaan strategis tiga negara tetangga. Australia, Singapura serta Malaysia masih tergabung dalam pakta pertahanan FPDA (Five Power Defence Arangements) bersama New Zealand dan Inggris.
Ketiganya bukan musuh, tetapi Indonesia sebagai negara yang menganut politik luar negeri bebas aktif harus mampu menunjukkan bahwa berdiri sendiri dengan dikelilingi negara-negara yang bersekutu tidak harus gentar. Sebagai negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah, maka Indonesia harus mampu mempertahankan kedaulatannya dari kemungkinan intervensi negara lain. Yang terpenting adalah dimasa mendatang kita akan hidup di dunia dimana negara-negara manapun sedang bersaing dalam hidup.
Oleh karena itu Indonesia harus siap dan waspada dalam menghadapi kemungkinan munculnya proxy war, perang konvensional, insurgency, perang terbuka lainnya. Kawasan Laut China Selatan penulis perkirakan akan menjadi wilayah konflik terpanas di masa depan dalam konteks perebutan wilayah, sumber daya alam serta penguasaan jalur laut oleh China. Saat itulah Indonesia harus memosisikan diri tanpa terlibat dalam perseteruan antara China dan AS beserta sekutu-sekutunya. Oleh karena itu Indonesia harus kuat, tegar dengan memiliki alutsista yang mumpuni maka Indonesia bukan negara kecil yang bisa diatur-atur, dikendalikan dan disepelekan. Disinilah dibutuhkan kesadaran para pemimpin bangsa besar ini. Jangan kita hanya meributkan kepentingan kelompok atau perorangan (eker-ekeran yang tidak mutu). Kepentingan nasional Indonesia harus abadi dan dijaga. Waspada, ada kaukus di Malaysia yang mulai menyatakan bahwa Sumatera adalah bagian negara Malaysia. Lantas kalau Indonesia lemah apakah nasib Sumatera bisa akan seperti Sipadan dan Linggitan? Mari kita bangkit dan mikir.