Ini adalah cerita lanjutan dari artikel pertama di link ini…
Anda Percaya, Kami Pasti Bisa ! “Ketika user atau pemerintah percaya, kami pasti bisa semangat pun akan membara untuk membuktikan bahwa kami bisa memberikan terbaik untuk bangsa dan masyarakat kita,”.
Saat ini ada 5 isu strategis nasional, yaitu Ancaman Konvensional dan Non-Konvensional, Kondisi Geografis Indonesia, Gangguan Kemanan maish cukup besar, Permasalahan Perbatasan dan Kemandirian Masih Terbatas. Berhubungan dengan judul artikel maka kita akan membahas tentang :
KEMANDIRIAN MASIH TERBATAS.
Untuk mengejar kemandirian dan penguasaan teknologi, pemerintah membuat 7 program kemandirian industri pertahanan, yaitu Pembangunan Industri Propelan Nasional, Pengembangan Kapal Selam, Pengembangan Pesawat Tempur (IFX), Pengembangan Roket dan Rudal Nasional, Pengembangan Kapal PKR atau Frigate Nasional, Pengembangan Radar Nasional, dan Pengembangan Tank Nasinal (medium).
Pembangunan Industri Propelan Nasional
Sudah 20 tahun lamanya, PT Dahana menunggu momen ini. SDM dan lahan pun sudah disiapkan agar kemandirian pabrik propelan dalam negeri bisa tercapai. Akhirnya dalam beberapa tahun kedepan Indonesia bakal mempunyai Pabrik Propelan yg dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selama ini kebutuhan kita sebesar 400-500 ton pertahun, dan 100% bahan baku propelan ini didatangkan dari PB Clermont, Belgia. Melalui perjanjian kerjasama dengan yg ditandatangani sejak tahun 2011 antara Pemerintah Indonesia dan Perancis, akhirnya pada tahun ini dilakukan MoU b to b antara PT Dahana dengan Eurenco dan Roxel Perancis.
Proyek pembangunan pabrik propelan ini akan dibangun di Subang, Jawa Barat di lahan seluas 50 ha. Pembangunan akan memakan waktu kurang lebih empat tahun. Kerjasama ini akan dilaksanakan sebelum HUT TNI tanggal 5 Oktober tahun ini dan direncanakan selesai dan mulai produksi pada tahun 2018. Untuk porsi pembagiannya PT Dahana sebesar 51% dan konsorsium Roxel serta Eurenco sebesar 49%.
Pabrik propelan ini diharapkan mampu memproduksi, nitrogliserin sebanyak 200 ton/thn, propelan double base Munisi Kaliber Kecil, khusus dan besar sebanyak 400 ton/thn, propelan double base roket sebanyak 80 ton/thn dan propelan komposit sebanyak 200 ton/thn.
Selama ini, untuk bahan peledak pertahanan PT Dahana baru mencakup Bulk & Catridge Emulsion, ANFO, Detonator, Shape Charged / TRL-7, dll. Diharapkan kedepan produksi bahan baku peledak ini dapat memenuhi kapasitas sekitar 1.700-an ton agar bisa diekspor ke negara lain, karena pabrik ini masih jarang di dunia Internasional.
Pabrik propelan ini diharapkan dapat mendukung kemandirian Roket dan Rudal Nasional. Karena seperti diketahui, Roxel Perancis adalah perusahaan yg memiliki keahlian khusus seperti misil taktis, cruise weapons, roket, guided airbone bombs, ramjet dan teknologi sensitif mesiu. Sedangkan Eurenco perusahaan yg mengembangkan, menyediakan, memproduksi aneka ragam bahan energetick untuk pertahanan dan pasar komersial.
Punya Pabrik Bahan Baku Peledak, RI Bisa Hemat Rp. 1 Trilliun
Rencana pembangunan pabrik bahan baku peledak atau propelan di Subang, Jawa Barat oleh PT Dahana (Persero) dan dua perusahaan asing, Roxel France dan Eurenco akan menghemat anggaran triliunan rupiah per tahun. Pasalnya selama ini, Indonesia rutin mengimpor bahan baku peledak dari Belgia setiap tahun.
Demikian disampaikan Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Pertahanan, Silmy Karim dalam konferensi pers di kantornya.
“Saat ini, kita impor propelan dari Belgia saja. Makanya diharapkan kita bisa mandiri dalam memproduksi alat pertahanan dan keamanan dalam negeri,” ucapnya, Senin (26/5/2014).
Jika Indonesia dapat memproduksi propelan dan spherical powder di pabrik tersebut, kata Silmy, negara ini akan menghemat Rp 1 triliun per tahun.
“Ini merupakan hal yang istimewa karena kebutuhan bahan baku peledak setiap tahun meningkat, sehingga kalau bisa buat sendiri di dalam negeri maka penghematan Rp 1 triliun itu sangat signifikan,” tuturnya.
Sementara Direktur Utama Dahana, F Harry Sampurno mengatakan, bahan baku yang dihasilkan dari pabrik propelan itu nantinya akan diserahkan ke PT Pindad (Persero), BUMN manufaktur yang memproduksi alutsista atau perlengkapan perang.
“Tadinya kan impor 100% bahan baku peledak untuk buat peluru, dan kalau ini sudah ada (isiannya), ini akan diserahkan ke Pindad untuk jadi peluru. Karena Pindad sudah sebagian besar memproduksi peluru,” jelasnya.
Kebutuhan propelan, tambah Harry, terpaksa diimpor karena Indonesia tak mempunyai bahan baku tersebut. Bahkan di seluruh dunia, bahan baku peledak sangat jarang ditemui.
“Cuma ada di Belgia dan beberapa tempat, tapi makin lama makin sulit transportasinya. Kebutuhan setiap tahun 400-500 ton, dan makin nambah dalam lima tahun ke depan,” ujarnya.
Dia berharap, dengan pembangunan pabrik propelan senilai 400 juta euro tahap pertama ini dapat mendongkrak kapasitas produksi bahan baku peledak sekitar 1.500-1.700 ton per tahun.
“Kalau ada lebihnya bisa kita ekspor ke seluruh negara yang buat peluru, seperti Prancis, Malaysia dan lainnya. Mereka kan nggak buat,” tandas Harry. (Fik/Ndw)
(Nurseffi Dwi Wahyuni)
Sumber : Liputan6.com
Produksi Bahan Baku Roket, BUMN Pembuat Bom Ini Gandeng Perusahaan Prancis
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pembuat bahan peledak, PT Dahana (Persero) menggandeng perusahaan produsen propelan asal Prancis, yaitu Eurenco dan Roxel. Propelan merupakan bahan baku untuk pembuatan peluru, roket, peluru kendali hingga untuk amunisi.
PT Dahana telah ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan sebagai satu-satunya perusahaan di Indonesia yang akan memproduksi propelan.
Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Badan Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Silmy Karim menerangkan selama ini, Indonesia tergantung produk propelan impor.
Selama ini, Indonesia mengimpor 100% bahan baku amunisi hingga roket tersebut dari Belgia setiap tahun. Target pendirian pabrik propelan ini, agar Indonesia bisa menjadi negara mandiri di bidang pertahanan.
“Itu bagian program nasional yang diputuskan jadi prioritas wajib dimiliki Indonesia dalam waktu dekat. Pabrik di Subang, itu milik fasilitas Dahana. Ada 3 jenis propelan akan diproduksi tahap awal yakni amunisi kaliber kecil, roket, dan peluru kendali,” kata Silmy pada acara press conference di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).
Pabrik propelan ini akan dibangun pada area pabrik Energetic Material Center (EMC) milik Dahana di Subang Jawa Barat. Alokasi lahan untuk pabrik propelan sebanyak 50 hektar.
Pembangunan pabrik propelan dibagi menjadi 2 tahap, tahap I akan dibangun bertepatan HUT TNI tanggal 5 Oktober 2014. Masa pembangunan hingga produksi membutuhkan waktu 40-50 bulan.
Dahana dan konsorsium perusahaan Prancis mengeluarkan anggaran 400 juta euro untuk pabrik tahap I. Targetnya produksi perdana propelan bisa dilakukan mulai 2018.
“Butuh 400 juta euro untuk fasilitas pabrik tahap pertama. Itu anggaran BUMN dan pinjaman perbankan. Nanti ada 7 total propelan yang diproduksi. Tahap awal 3 dulu,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Direktur Utama PT Dahana Harry Sampurno menyebut untuk mendukung produksi propelan, pihaknya mulai membangun industri hulu dari propelan. Dahana sedang membangun fasilitas pembuatan Asam Nitrat Pekat dan Asam Sulfat Pekat (NAC/SAC) di Subang.
“Ini sangat strategis karena menjadi hulu dari industri propelan yang sudah dicanangkan sejak akhir 2010,” kata Harry.
Targetnya ketika Indonesia sudah mampu memproduksi bahan baku roket, misil hingga amunisi, maka akan diperuntukan untuk menyasar pasar ekspor.
Pada produksi tahap awal, Dahana mampu memproduksi nitrogliserin sebanyak 200 ton/tahun, spherical powder sebanyak 400 ton/tahun, propelan double base roket sebanyak 80 ton/tahun dan propelan komposit sebanyak 200 ton/tahun.
“Amunisi kaliber kecil untuk Polisi hingga TNI. Kedua untuk meriam TNI (MKB), kemudian roket macem untuk pertahanan dan cuaca. Setelah itu kemungkinan ekspor,” katanya.
Sumber : Detik.com
By : Jalo dan berbagai sumber
JKGR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar