Bila tak ada aral melintang, dijadwalkan pada tahun ini juga TNI AU, khususnya Korps Pasukan Khas (Paskhas) akan kedatangan alutsista anyar. Alutsista yang dimaksud adalah sistem senjata untuk pertahanan pangkalan udara (lanud). Setelah sebelumnya korps baret jingga ini menerima rudal MANPADS (man portable air defence system) QW-3 buatan Cina, maka sista yang segera hadir kali ini dari jenis kanon reaksi cepat, yaitu Oerlikon Skyshield laras tunggal kaliber 35 mm.
Bagi pemerhati alustista di Tanah Air, desas desus akan hadirnya Skyshield sudah banyaj dibicarakan sejak tahun 2009. Dan seperti telah dikonfirmasi ke media, Kementerian Pertahanan RI menyatakan bahwa Indonesia telah membeli enam baterai sistem Rheinmetall Skyshield senilai 113 juta Euro pada pertengahan 2013, yang juga dilanjutkan dengan kontrak pembelian sistem kendali penembakan SkyMaster pada Januari 2014. Sistem yang diadopsi serupa dengan yang dibeli Jerman dengan kode NBS (Nachstbereichsschutzsystem). Rencananya, realisasi pengadaan akan dipenuhi pada akhir 2014 atau paling lambat di awal 2015, sementara pelatihan operator mulai dilakukan dengan mengirim anggota Paskhas TNI AU ke Swiss, ke markas pabrikan Oerlikon Contraves.
Skyshield dibuat oleh manufaktur senjata kondang asal Swiss, Oerlikon Contraves, dimana perusahaan legendaris ini posisinya kini telah menjadi bagian dari anak perusahaan Rheinmetall dari Jerman. Hadirnya Skyshield bagi Paskhas merupakan gebrakan tersendiri, setelah 50 tahun lebih Paskhas hanya mengandalkan kanon triple gun M55 20 mm buatan Yugoslavia, walau sejatinya Yugoslavia hanya memproduksi atas dasar lisensi dari Hispano Suiza (manufaktur alat-alat pertahanan dari Swiss) tipe HS-804. Triple gun yang eks era operasi Trikora tentu tak lagi ideal untuk menghadapi tantangan di era modern, pasalnya triple gun masih dioperasikan serba manual dan teknologinya sudah ketinggalan jaman.
Meski beda generasi dan teknologi, baik triple gun dan Skyshield mengembang fungsi yang sama, yaitu sebagai sistem pertahanan titik yang mengacu pada konsep SHORAD (short range air defence system). Ini tak lain karena jangkauan tembak dari kanon masih tergolong rendah. Dirunut dari teknologinya, Rheinmetall Skyshield merupakan sistem yang memiliki kemampuan deteksi dengan sarana radar dan mampu dihubungkan antar unit untuk membentuk satu sistem jaringan pertahanan titik yang mumpuni. Dalam hal desain, sistem Skyshield mengusung jenis kanon Oerlikon Contraves 35/1000 kaliber 35 mm L79 GDF-007 dengan mekanisme gas serta pendingin berupa air. Kanon ini digadang mampu melibas sasaran berupa helikopter, jet tempur yang terbang rendah, sampai rudal jelajah.
Meski kanon Skyshield menggunakan jenis laras tunggal, kanon ini nyatanya dapat melontarkan 1.000 proyektil dalam satu menit. Hal tersebut dapat berlangsung berkat adopsi sistem revolver empat kamar. Peluru yang dipasok sabuk memasuki salah satu lubang peluru dari revolver untuk kemudian ditembakkan dari revolver yang terus berputar, menghasilkan kecepatan tembak cukup tinggi tanpa perlu menghambur-hamburkan peluru dibanding kanon multilatras dengan konsep Gatling pada Phalanx. Dalam hal kecepatan tembak, proyektil Skyshield dapat melesat hingga 1.440 meter per detik dengan jangakaun tembak efektif hingga 4 kilometer.
Amunisi Skyshield
Untuk urusan amunisi 35 mm, pihak pabrikan meracik AHEAD (Advanced Hit Energy & Destruction). AHEAD merupakan peluru dari tipe airbursting atau pecah di udara. Peluru ini punya dua varian, yaitu ADV (Air Defence Variant) dan IFV untuk menghadapi kendaraan tempur. Khusus untuk peluru ADV, tiap ujung proyktil tersimpan 152 pellet (sub proyektil) berbahan tungsten yang setiap pellet memiliki bobot 3,3 gram. Bila yang dihadapi sasaran seperti rudal, digunakan AHEAD konvensional dengan 31 sub proyektil yang masing-masing terdiri dari susunan 11 pellet dengan bobot 1,5 gram.
Ketika tungsten dipanaskan oleh ledakan, maka dengan mudah menembus bodi alumunium pesawat tempur, helikopter, dan pastinya rudal. Saat proyektil AHEAD pecah di udara, pellet pecah tersebar bak peluru senapan tabur raksasa. Sebarannya membentuk pola radial/kerucut yang akan menangkap rudal dalam jangkauan sebarannya. Dengan proyektil yang pecah pada jarak berdekatan, pellet-pellet membentuk awan metal raksasa yang mampu ‘menjaring’ setiap sasaran. Secara teori, Skyshield mampu mencegat rudal lawan pada jarak satu sampai tiga kilometer.
Dengan saru magasin yang terdiri dari 224 peluru, kanon ini dirancang mampu menghalau 10 rudal atau pesawat yang melintas dengan kecepatan tinggi. Menunjang fleksibilitas, pihak Rheinmetall tak mengharuskan Skyshield dipasangkan selalu dengan amunis AHEAD, bisa juga untuk menghemat kocek digunakan amunisi 35 mm konvensional jenis HE (high explosive incendiary) ataupun AP (armor piercing).
Skyshield Fire Control Unit
Beda dengan sista anti serangan udara yang dioperasikan dalam baterai yang terdiri dari beberapa peluncur dengan satu radar sentral. Maka di Skyshield dikenal adanya SFCU (Skyshield Fire Control Unit). Tiga unit SFCU akan membentuk satu baterai, tapi bisa juga lebih. Komponen yang terdiri dari setiap SFCU adalah dua kubah kanon Skyshield 35 mm, satu sensor/radar, dan satu command post (CP) yang independen. Konfigurasi ini memungkinkan cakupan radar yang saling berpotongan, alhasil menambah poin keunggulan ketahahan sistem senjata dari jamming. Singkat cerita, jaringan Skyshield masih tetap akan beroperasi walaupun salah satu SFCU dihancurkan musuh.
Unit sensor Skyshield menyediakan kemampuan pencarian, akusisi, penjejakan dan penindakan sasaran, kemudian mengirimkannya ke sistem kendali penembakan untuk memberikan solusi penembakan berdasarkan sejumlah parameter data yang dihasilkan unit sensor. Sistem yang dipasang terdiri dari radar pencari, radar penjejak, dan sensor elektro optik untuk menjejak sasaran. Radar pencari berbentuk kotak dan beroperasi pada i-band di frekuensi 8,6 – 9,5 Ghz, berputar dengan kecepatan 40 kali per menit dan memiliki moda gelombang penjejak 2D atau 3D sesuai kebutuhan.
Sistem radar pencari dihubungkan dengan modul IFF (identification friend or foe) untuk dapat mengenali target di udara. Kemampuan menjejak sasaran dibagi dalam dua radius: 12 kilometer untuk elevasi -5 sampai 70 derajat, atau 20 kilometer untuk elevasi -5 sampai 42 derajat. Pemancaran gelombang radar dilengkapi moda burst untuk mencegah jamming, plus modul ECCM (electronic counter measure) untuk menghadapi situasi perang elektronik.
Kemampuan deteksi pada sasaran dengan RCS (radar cross section) sekelas jet tempur F-16 yakni 20 -25 kilometer tergantung kondisi cuaca. Sementara untuk deteksi jenis rudal dimulai pada jarak 10 kilometer. Berdasarkan sistem kerjanya, pasokan data dari sistem radar pencari dikirim ke radar penjejak tipe circular cassegrain yang kemudian akan memancarkan gelombang radar sempit selebar 2,4 derajat untuk menyinari sasaran. Dengan kemampuan jangkauan pada azimuth 360 derajat dan elevasi -10 sampai 85 derajat serta fitur peredam gangguan, maka lawan yang sudah terkunci akan sulit untuk lepas.
Selain bekal sistem radar, SFCU juga masih dilengkapi dengan sistem elektro optik untuk membantu operator di command post mengindentifikasi setiap sasaran. Sistem elektro optik yang tersedia sangat lengkap, mulai dari kamera infra merah, kamera TV, laser range finder, sampai distance measuring device. Keempat sistem elektro optik ini diselaraskan dengan arah gerak radar penjejak untuk memastikan sasaran yang diikuti oleh sistem. Nah, pasokan data dari radar dan sistem elektro optik dikirimkan ke CP. Command post disini berbentuk kontainer yang dilengkapi generator dan pendingin udara untuk kenyamanan awak.
Di dalam CP tersedia konsol untuk operator dan komandan SFCU. Konsol terdiri dari dua LCD besar yang menampilkan sasaran di layar kiri berikut berbagai macam data terkait seperti vector, kecepatan, dan perkiraan tipe sasaran. Sementara disisi kanan yang merupakan konsol komandan menampilkan layar radar. Juru tembak/operator di kursi kiri mengendalikan joystick yang terkoneksi ke dua kanon Skyshield. Dalam gelar operasi, tiap unit kanon punya jarak maksimium 500 meter dari SFU.
Apabila SFCU benar-benar di jamming secara masif, tersedia backup berupa penjejak optik yang distabilisasi. Sistem prosesor pada SFU menyimpan berbagai macam siluet sasaran, sehingga target yang terbang pun dapat dikunci secara manual melalui optik yang disalurkan ke layar TV untuk diambil tindakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar