Meski TNI AL cukup digdaya dalam update sista rudal anti kapal, tapi kebalikannya dengan dukungan kanon reaksi cepat otomatis yang melengkapi armada kapal perangnya. Sebagai kekuatan laut terbesar di kawasan Asia Tenggara, TNI AL baru mengandalkan kanon CIWS (close in weapon system) jenis lawas, yakni AK-230 kaliber 20 mm yang merupakan senjata permanen pada haluan korvet Parchim buatan Jerman Timur.
Sebagai dampak lomba senjata pada era Perang Dingin, AK-230 sejak pertengahan tahun 70-an telah digantikan perannya oleh AK-630 yang juga berkaliber 30 mm. Bedanya, bila AK-230 mengandalkan dua laras, sementara AK-30 mengusung jenis laras putar (6 laras) model gatling. Seiring perkembangan dan tantangan, TNI AL merakan kebutuhan yang mendesak akan hadirnya CIWS yang lebih modern. Selain agar setara dengan AL Singapura yang sudah mengoperasikan CIWS Phalanx, adopsi CIWS jelas mendatangkan banyak nilai plus dalam operasi. Sebagai kanon reaksi cepat dengan tuntunan sistem radar pemandu, kanon jenis ini handal untuk menghadang laju rudal anti kapal berkecepatan subsonic, melibas jet tempur, helikopter, hingga misi serangan ke permukaan laut dan meledakkan ranjau laut.
Belum lama ini kabar kembali ‘menghangatkan’ jagad dunia alutsista Indonesia, pasalnya sebuah foto merekam identitas yang diduga sebagai kanon CIWS jenis AK-630. Kanon ini tidak terpasang pada frigat atau korvet, melainkan pada dua kapal cepat (KCR/Kapal Cepat Rudal) 40 milik Satkat (Satuan Kapal Cepat) TNI AL, yakni KRI Clurit 641 dan KRI Kujang 642.
Pemasangan CIWS pada kedua kapal cepat ini jelas cukup membanggakan, terlebih kedua KCR ini adalah buatan industri Dalam Negeri oleh PT Palindo Marine Shipyard Batam yang sudah dibekali fasilitas 2 peluncur rudal anti kapal C-705 pada tiap kapal plus sistem kontrol persenjataan canggih berupa Sensor weapon control (Sewaco), yang mampu mengintregasikan kanon kaliber 30 mm 6 laras sebagai CIWS dan rudal C-705.
CIWS AK-630M
Pemasangan AK-630 pada KCR 40 jelas menambah rasa percaya diri bagi para awak kapal, maklum sebelum dipasangi CIWS, KCR 40 mengandalkan kanon Vektor G12 kaliber 20 mm pada haluan yang dioperasikan secara manual. Sebagai karya cipta dari era Uni Soviet, AK-630 mulai dirancang sejak 1963 oleh KBP Instrument Design Bureau dan prototipe pertama rampung di 1964, dan uji coba perdana di tahun 1966, hingga kini sudah dibangun dalam beberapa varian.
Dalam penugasan, AK-630 mulai aktif digunakan AL Soviet (Rusia) sejak tahun 1976 dan menjadi salah satu tameng terdepan dalam sista anti serangan udara, bersama dengan AK-230 dan AK-725, ini bisa dibuktikan dari penempatan AK-630 sebagai senjata standar pada kapal perusak, penjelajah, hovercraft, hingga kapal patroli cepat Rusia.
Dengan tujuan akselerasi senjata lebih cepat dan mampu mengurai panas berlebih pada laras, maka dipilhlan AK-630 yang menggunakan model 6 laras yang berputar cepat. Secara teori, mekanisme operasi AK-630 seperti pistol revolver dengan sebuah silinder berputar untuk mengumpan enam butir peluru. Namun pada revolver hanya tersedia satu laras dan satu rangkaian pemukul saja. Sementara AK-630 punya enam laras sebagai pemicu, dengan kata lain setiap laras memiliki perangkat tembaknya masing-masing dengan pola gaz operated.
Dalam sistem yang berlaku di armada Rusia, AK-630 masuk sebagai komponen dalam sisem senjata yang disebut A-213 Vympel A, selain kanon, sistem ini terdiri dari radar pengendali tembakan MR-123, sensor optik elektro SP-521 , dan kendali TV. Sistem A-213 dalam prakteknya dapat mengendalikan dua kanon AK-630 atau kanon AK-725 kaliber 57 mm. Dengan radar MR-123, sistem mampu mendeteksi target di udara hingga jarak 4.000 meter, sementara untuk target di permukaan laut hingga 5.000 meter. Bila menggunakan kendali TV, sistem senjata dapat mendeteksi target seukuran kapal cepat pada jarak 75 kilometer, dan target di udara pada jarak 7 kilometer. Sebagai CIWS sejati, sistem ini dapat berlaku full otomatis tanpa pengawasan awak, meski kendali tentunya dapat diarahkan oleh awak dari PIT (Pusat Informasi Tempur). Canggihnya lagi, proyektil dapat meledak otomatis pada jangkauan 5.000 meter.
Bagaimana dengan akselerasi AK-630? CIWS ini dalam satu menitnya dapat mengumbar 4.000 – 5.000 proyektil ke target. Kecepatan luncur proyektilnya terbilang dahsyat, yakni 900 meter per detik. Karena beroperasi dalam kecepatan tembak yang sangar, maka sudah lumrah bila laras jadi cepat panas, untuk itu laras kanon dibekali dengan pendingin air pada jaket silinder AK-630. Agar akselerasi tembakan dapat terjaga, laras AK-630 harus diganti setiap 8.000 kali tembakan.
Amunisi 30 mm yang digunakan pada AK-630 dari jenis HE (high explosive)-fragmentasi atau peluru tracer. Kumpulan amunisi ditampung dibawah kubah, atau tepatnya dibawah dek dengan sistem drum magasin yang bisa memuat hingga 2.000 peluru. Dari segi jangkauan tembak, secara balistik bisa mencapai 8.100 meter, sementara jarak tembak efektifnya ada di kisaran 4.375 meter. Canggihnya lagi, proyektil dapat meledak otomatis pada jarak 5.000 meter. Merespon cepat pada target, kubah dapat berputar 50 derajat dalam tempo 1 detik. Sementara sudut vertikal laras bisa diarahkan mulai dari -12 hingga 88 derajat . Ingin lebih jelas tentang jeroan AK-630? Yuk simak video dibawah ini.
Populasi AK-630 terbilang besar, di setiap armada AL sekutu Rusia (Uni Soviet) sudah mahfum ditemui kanon ini. Di lingkup Asia Tenggara, Vietnam menjadi pengguna AK-630 selain Indonesia. Soal aksi tempur, dipercaya kanon ini sudah kenyang dalam banyak operasi, salah satunya bisa dilihat dalam video dibawah ini, tatkala AK-630 digunakan AL Rusia untuk menghancurkan kapal perompak Somalia.
AK-630 Versi Cina (H/PJ-13)
Meski belum dapat dikonfirmasi kebenarannya, sumber Indomiliter.com menyebutkan bahwa AK-630 yang terpasang di KCR 40 TNI AL, bukan buatan Rusia, melainkan AK-630 besutan Cina, yang disebut H/PJ-13. Seperti sudah menjadi rahasia umum, bahwa sudah menjadi tradisi bagi industri pertahanan Cina untuk membuat ‘jiplakan’ alutsista asal Rusia. Indikasi ini didasarkan atas sistem sensor dan paket senjata di KCR 40 yang memang dibeli dari Cina. Sebut saja teknologi air search radar yang mengusung Type-360 Seagull dan tentunya rudal anti kapal C-705. Urusan harga mungkin jadi pertimbangan, secara TNI AL total meng-order hingga 24 unit KCR 40.
Meski belum dapat dikonfirmasi kebenarannya, sumber Indomiliter.com menyebutkan bahwa AK-630 yang terpasang di KCR 40 TNI AL, bukan buatan Rusia, melainkan AK-630 besutan Cina, yang disebut H/PJ-13. Seperti sudah menjadi rahasia umum, bahwa sudah menjadi tradisi bagi industri pertahanan Cina untuk membuat ‘jiplakan’ alutsista asal Rusia. Indikasi ini didasarkan atas sistem sensor dan paket senjata di KCR 40 yang memang dibeli dari Cina. Sebut saja teknologi air search radar yang mengusung Type-360 Seagull dan tentunya rudal anti kapal C-705. Urusan harga mungkin jadi pertimbangan, secara TNI AL total meng-order hingga 24 unit KCR 40.
Verian Lain
Rusia tentu harus berupaya keras untuk memajukan teknologi AK-630, mengingat kemajuan teknologi rudal dank anon dari AS dan NATO begitu tinggi. Untuk itu pada 1983 diputuskan untuk memodifikasi AK-630 menjadi varian AK-630M1-2 Roy. Kanon ini tepat mengusung gatling enam laras, tapi dalam satu kubah ada dua blok senjata yang dipasang secara bertingkat. Dengan dua blok senjata, dapat dipastikan total muntahan dari 12 laras gatling bisa mempunya daya hancur yang dahsyat. Sistem ini diuji 1984- dan mulai digunakan pada 1989. Memasuki era 90-an, sistem baru mulai menggunakan dua senjata dan delapan rudal. Model ini dinamakan Palash atau Palma dan saat ini ditawarkan untuk penjualan ekspor. Sistem ini dapat menggunakan jenis rudal pencari panas kecil seperti Strela-10, Igla, Stinger dan Mistral. (Haryo Adjie)
Rusia tentu harus berupaya keras untuk memajukan teknologi AK-630, mengingat kemajuan teknologi rudal dank anon dari AS dan NATO begitu tinggi. Untuk itu pada 1983 diputuskan untuk memodifikasi AK-630 menjadi varian AK-630M1-2 Roy. Kanon ini tepat mengusung gatling enam laras, tapi dalam satu kubah ada dua blok senjata yang dipasang secara bertingkat. Dengan dua blok senjata, dapat dipastikan total muntahan dari 12 laras gatling bisa mempunya daya hancur yang dahsyat. Sistem ini diuji 1984- dan mulai digunakan pada 1989. Memasuki era 90-an, sistem baru mulai menggunakan dua senjata dan delapan rudal. Model ini dinamakan Palash atau Palma dan saat ini ditawarkan untuk penjualan ekspor. Sistem ini dapat menggunakan jenis rudal pencari panas kecil seperti Strela-10, Igla, Stinger dan Mistral. (Haryo Adjie)
Spesifikasi AK-630M
Negara Pembuat : Rusia
Kaliber : 30 mm/54
Berat : 205 kg
Panjang : 1,629 meter
Panjang laras : 1,46 meter
Kecepatan tembak : 4.000 – 5000 proyektil per menit
Kecepatan luncur proyektil : 900 meter per detik
Amunisi : 2.000 peluru HE-Frag
Jarak tembak max : 8.100 meter
Jarak tembak efektif : 4.000 meter
Kecepatan gerakan kubah : 50 derajat per detik
Indomil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar