Jumat, 09 Mei 2014

Tenaga Profesional Penerbangan: Targetnya Ekspor Pekerja Terampil

Loka Banyuwangi

Masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tenaga profesional di sektor penerbangan Indonesia. Dari segi jumlah, dibutuhkan ribuan pilot, teknisi pesawat udara, dan ATC (Air Traffic Controller). Belum lagi pemenuhan kompetensi dan kapabilitas para tenaga profesional tersebut, yang sampai saat ini kualitasnya masih harus terus ditingkatkan. Begitu pula kompetensi para tenaga pendukunnya, seperti awak kabin, serta petugas pasasi, ground support equipment, dan keamanan atau aviation security (avsec), profesionalitasnya perlu terus dikembangkan. Padahal ada target agar mereka bisa menjadi tenaga-tenaga profesional kelas dunia, bukan sekadar memenuhi kebutuhan nasional. Untuk mengetahui berapa jumlah tenaga profesional penerbangan yang dibutuhkan serta melihat dan memahami bagaimana kondisi pendidikan dan pelatihannya, Reni Rohmawati, Remigius Septian Hermawan, dan Gatot Raharjo menyajikannya dalam Fokus kali ini. 

                Sampai saat ini masih sering kita dengar bahwa Indonesia kekurangan tenaga penerbang, teknisi pesawat udara, dan ATC. Apakah betul kita memerlukan banyak tenaga profesional penerbangan itu? Apa yang sudah dan akan dilakukan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, untuk mengatasi persoalan tersebut?

                Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Perhubungan, Santoso Edi Wibowo, menguraikan tentang isu strategis kebutuhan tenaga kerja di sektor penerbangan. Dari data CMO 2013-Boeing yang dirilisnya, dunia membutuhkan 980.799 pilot, 1.164.969 Teknisi Pesawat Udara (TPU), dan 139.793 ATC (Air Traffic Controller), sampai tahun 2030. Sementara itu, di negara-negara Asia Tenggara dibutuhkan 47.700 TPU dan 42.200 pilot sampai tahun 2029. Kebutuhan Indonesia diperkirakan 10 persennya dari angka kebutuhan di ASEAN atau 4.770 TPU dan 4.220 pilot, juga 1.000 ATC. 

Secara terinci, ia menyebutkan bahwa kebutuhan mereka per tahun untuk periode 2015-2019 adalah 700 pilot, 800-900 TPU, dan 200-300 ATC. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, saat ini BPSDM Perhubungan hanya dapat memenuhi 70-90 pilot, 60-90 TPU, dan 120-130 ATC per tahun. Namun selama lima tahun ke depan (2015-2019) pihaknya menargetkan dapat memasok 3.000 pilot, 4.000 TPU, dan 945 ATC.

BPSDM Perhubungan memang memiliki prasarana dan sarana untuk mencetak para profesional penerbangan, termasuk meningkatkan kompetensinya. Sampai tahun ini, sekolah atau tempat diklatnya adalah STPI (Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia) Curug, ATKP (Akademi Teknis dan Keselamatan Penerbangan) Medan, ATKP Surabaya, ATKP Makassar, ATKP Surabaya, dan Loka Diklat Penerbang Banyuwangi. Ada lagi BPP (Balai Pendidikan dan Pelatihan) Penerbangan Palembang dan BPP Jayapura untuk diklat kompetensi insan penerbangan.

Ke depan, kata Santoso, akan dibentuk BP3 (Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan), organisasi baru sebagai penyelenggara pelatihan atau kursus untuk penambahan kompetensi. Secara bertahap, seluruh pelatihan yang ada STPI pun akan dialihkan ke BP3 agar STPI fokus sebagai sekolah pendidikan tinggi, bahkan akan ditingkatkan untuk menghasilkan master of aviation.

Dijamin kerja
                Siswa-siswa yang dididik di lembaga pendidikan milik BPSDM Perhubungan dijamin masuk kerja. “Untuk tenaga ATC, kami punya MoU dengan AirNav Indonesia, sehingga dijamin masuk kerja, tapi dengan catatan IP-nya minimal 2,75,” ujar Yudhi Sari Sitompul, Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Udara BPSDM. Para siswa ATC yang sekolah di STPI Curug dan ATKP sampai jenjang D3 atau D4 ini pun harus belajar dengan giat untuk mencapai angka tersebut. “Belakangan kami sudah salurkan 100 ATC,” ungkapnya.

                Begitu juga untuk siswa Teknik Navigasi Udara, yang masih dibutuhkan oleh AirNav Indonesia, serta PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II. Namun untuk jurusan Teknik Listrik serta Teknik Bangunan dan Landasan, secara bertahap jumlahnya akan dikurangi karena kebutuhannya tidak banyak. Apalagi perguruan tinggi lain juga dapat mencetak tenaga-tenaga ini. “Kita reduce supaya uang negara tak terbuang sia-sia,” kata Yudhi.

                Dibandingkan dengan tenaga-tenaga tadi, kebutuhan teknisi dan pilot memang lebih banyak. Para siswa yang dididik di Curug ataupun di ATKP-ATKP langsung direkrut operator penerbangan dan fasilitas perawatan pesawat (MRO, Maintenance Repair Overhaul). Karena itulah, untuk memenuhi kebutuhan pilot, BPSDM Perhubungan tahun lalu membuka Loka Diklat Penerbang di Banyuwangi. “Mudah-mudahan Agustus nanti angkatan pertama yang lulus. Ada 12 orang,” ujar Yudhi.

                Sekolah penerbang di Banyuwangi lebih cepat karena jenjangnya non-diploma, sedangkan di Curug D2 atau dua tahun pendidikan. Menurut Yudhi, rencana ke depan, diklat penerbang di Curug akan “dikeluarkan” dari STPI dan menjadi non-diploma. Tempatnya tetap di Curug, tapi difokuskan menjadi diklat atau sekolah pilot yang menghasilkan penerbang dengan kompetensi memuaskan.

Kenapa sekarang ini pilot dari STPI sampai jenjang D2? Karena diklatnya menjadi bagian dari STPI dan sekolah tinggi diharuskan minimal mencetak anak didik dari jenjang D2 ke atas. Padahal di negara mana pun untuk menjadi pilot cukup non-diploma, yang umumnya ditempuh dalam waktu rata-rata satu tahun. “Kenapa kita pun tidak fokus saja untuk mendidik profesional pilot?” ucap Yudhi.

Pilot Curug dipertanyakan
                Target BPSDM Perhubungan untuk mencetak pilot sebanyak mungkin dan berkualitas tinggi menjadi harapan banyak pihak. Namun beberapa kalangan mempertanyakan kondisinya sekarang ini, terutama menyangkut uang negara yang menjadi bea siswa bagi para siswanya.

Dalam setahun, seperti digambarkan di atas, STPI hanya meluluskan 70 pilot. Padahal setiap tahun merekrut siswa sampai 200 orang dan uang negara yang dikucurkan juga tidak sedikit. Kalau setiap siswa mendapat dana Rp400 juta, berapa yang dikeluarkan dalam setahun? Pertanyaan ini diungkap oleh para praktisi penerbangan, terutama yang terjun di sekolah penerbang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar