Jumat, 01 November 2013

Kedubes AS Jakarta, Salah Satu Stasiun Penyadap NSA

Stasiun  NSA di Asia Tenggara (Grafik: themalaymailonline.com)

Para pejabat Indonesia mendadak terkejut dengan pemberitaan harian Australia, Sydney Morning Herald tanggal 29 Oktober 2013 yang menuliskan secara rinci penyadapan dari National Security Agency (NSA) di 90 posnya di dunia termasuk di Jakarta. NSA adalah produsen utama dan manajer sinyal intelijen Amerika Serikat. Diperkirakan menjadi salah satu badan intelijen AS terbesar dilihat dari jumlah personil dan anggaran. NSA beroperasi di bawah kewenangan Departemen Pertahanan dan melaporkan hasilnya kepada Direktur Intelijen Nasional AS. Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Menlu Marty Natalegawa menyatakan akan meminta klarifikasi dari Dubes AS di Jakarta. Informasi tersebut awalnya berasal dari majalah Der Spiegel Jerman yang mendapat copy bocoran dari mantan kontraktor CIA/NSA, Edward Snowden yang kini bermukim di Rusia.
Dalam setiap pemberitaan dokumen dari Snowden, dunia menjadi tegang, banyak yang kemudian menjadi khawatir, menjadi resah negaranya telah menjadi target penyadapan. Beberapa waktu lalu diberitakan sebuah dokumen menyebutkan sebanyak 35 kepala negara sistem  komunikasinya juga disadap. Tidak bisa dibayangkan perasaan sebuah negara yang tanpa disadari/diketahuinya telah ditelanjangi oleh NSA, disitulah kekuatan dan kehebatan sebuah organisasi intelijen yang dibiayai dan dilengkapi dengan teknologi canggih.
Edward Snowden, whistleblower intelijen  menyampaikan bahwa Amerika Serikat melakukan  penyadapan telepon dan jaringan komunikasi pemantauan dari fasilitas pengawasan elektronik melalui Kedutaan dan Konsulat AS di Asia Timur dan Selatan–Timur.  Dislokasi pos penyadapan di ungkapkan oleh Der Spiegel berupa peta surveilans, dimana  terdaftar 90 fasilitas NSA di seluruh dunia . Termasuk juga fasilitas monitoring komunikasi  intelijen di kedutaan besar Amerika Serikat di Jakarta , Kuala Lumpur , Bangkok , Phnom Penh dan Yangon (Rangoon) .
Menurut peta yang diterbitkan oleh majalah Der Spiegel Jerman pada hari Sabtu, yang dimodifikasi oleh banyak media,  langkah CIA bersama NSA  itu dikenal sebagai "Special Collection Service" yang melakukan sweeping operasi pengawasan serta operasi rahasia terhadap target intelijen khusus (terpilih). Dari  90 lokasi inatalasi penyadapan di seluruh dunia , terdiri dari 74 fasilitas berawak, 14 fasilitas yang dioperasikan dari jarak jauh dan 2 stasiun  dukungan teknis.
Kedubes AS di Bangkok adalah stasiun dukungan teknis dan pelaksanaannya berada di konsulat AS di  provinsi Chiang Mai. Di Asia Timur , upaya pengumpulan intelijen AS difokuskan pada China , dengan fasilitas stasiun terletak di kedutaan besar AS di Beijing dan Konsulat AS di Shanghai serta di Chengdu  provinsi Sichuan di Barat Daya China. Fasilitas pemantauan lainnya terletak pada kantor diplomatik AS di Taipei .
Selain itu terdapat  delapan fasilitas di Asia Selatan termasuk di kedutaan AS di New Delhi dan Islamabad.  Untuk operasi di Timur Tengah dan Afrika Utara dikendalikan  oleh tidak kurang 24 fasilitas stasiun, sedangkan sub-Sahara Afrika dikendalikan oleh sembilan stasiun  lainnya .
Untuk pos monitoring di benua Amerika, dokumen menyebutkan, terdapat 16 fasilitas pengumpulan khusus yang terletak di ibukota Amerika Latin dan kota-kota termasuk Mexico City , Panama City , Caracas , Bogota , La Paz , Brazilia dan Havana. Karena AS tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Kuba, AS menggunakan  Kedutaan Besar Swiss di Havana seksi AS sebagai stasiun.
Salah satu pejabat Departemen Pertahanan Australia mengatakan kepada Fairfax, "Pengungkapan operasi pengumpulan dengan metodologinya yang sangat sensitif tersebut akan merusak kemampuan intelijen Australia, disamping adanya  resiko komplikasi serius dalam hubungan kita dengan tetangga kita," kata pejabat tersebut yang tidak mau disebut namanya.
Peta stasiun pemantau yang dibuat pada tanggal 13 Agustus 2010 tersebut  tidak menunjukkan adanya fasilitas  pos/stasiun  penyadap  di Australia , Selandia Baru , Inggris, Jepang dan Singapura, disebutkan negara-negara tersebut sebagai sekutu terdekat AS . Dalam komunitas intelijen dibawah kepemimpinan AS, sandi “5-Eyes” (lima mata) dari NSA adalah lima negara yang bekerja sama dalam pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) klandestin terdiri dari AS, Inggris, Kanada, Australia dan New Zealand.
Menurut dokumen yang dibocorkan oleh  Edward Snowden , NSA mulai mencari akses langsung ke server milik perusahaan internet Amerika dalam skala luas sejak tahun 2007.  James Clapper , State Director of National Intelligence telah mengonfirmasi tentang adanya program pengawasan skala besar tersebut.
Dalam dokumen rahasia , program pengawasan NSA disebut  dengan nama "Prism." Prism memonitor melalui kabel serat optik. Presentasi internal NSA menunjukkan data streams melakukan perjalanan dari Eropa ke Asia , wilayah Pasifik atau Amerika Selatan. "Sebuah panggilan telepon target, email atau chatting akan mengambil jalan termurah , bukan jalan fisik yang paling langsung , " tulis dokumen tersebut (AP).
Kemampuan penyadapan NSA jauh melebihi kemampuan internet di AS, dimana ulah Snowden telah membongkar beberapa kasus NSA juga memonitor negara sahabat, Jerman misalnya. Direktur NSA, Jenderal (bintang empat) Keith Alexander , secara teratur menerima delegasi dari Jerman di markasnya di Fort Meade. NSA merupakan pemimpin dan badan intelijen Jerman (BND) lebih sebagai asistennya. NSA banyak menerima informasi dari BND, tetapi banyak memberikan informasi intelijen, misalnya tentang ancaman serangan kelompok teroris (Sauerland) yang dapat digagalkan pada tahun 2007 di Jerman. Dilain sisi ternyata diketahui NSA juga menyadap sistem komunikasi Kanselir Jerman. Disini terlihat bahwa intelijen tetap mendudukan kepentingan nasional AS jauh diatas nilai kerjasama antar dua negara.
Menurut Washington Post, pada satu hari, kemampuan operasi khusus cabang NSA telah mengumpulkan sebanyak  444,743 buku alamat email dari Yahoo, 105,068 alamat email Hotmail dari , 82,857 acount dari Facebook , 33,697 dari Gmail dan 22,881 dari penyedia lain yang tidak ditentukan sebelumnya. Angka-angka tersebut adalah daftar internal  rahasia NSA yang dibocorkan oleh Edward Snowden.

Analisis

Dari fakta-fakta tersebut, maka semakin terkuak rahasia yang selama ini hanya dimiliki oleh badan intelijen AS serta kelompok 5-Eyes dalam langkahnya melakukan penyadapan. Sebenarnya sejak mainland-nya berhasil diserang dan menara kembar WTC diruntuhkan oleh teroris Al-Qaeda pada 11 September 2001, terjadi pergeseran kebijakan pemerintah Amerika. Disebutkan, “Kampanya melawan terorisme global merupakan tujuan utama kebijakan luar negeri dan pertahanan Amerika Serikat, dan tujuan-tujuan internasional lainnya akan berada di bawah tujuan besar ini” (Stephen M.Walt).
Maka sejak ini pemerintah AS menugasi badan intelijen untuk melakukan pengumpulan bahan keterangan dengan segala caranya agar dapat meniadakan ancaman teroris terhadap negaranya. AS sejak perang dunia pertama tidak pernah berperang di negaranya, peperangan terjadi jauh diluar negaranya. Oleh karena itu runtuhnya menara WTC telah membuat bangsa AS menjadi demikian benci dan takut terhadap teroris. Mereka faham ini adalah perseteruan ideologis yang sulit dikalahkan tanpa terkumpulnya informasi dan langkah militer. Dalam perkembangannya, untuk menghadapi ancaman terorisme yang merupakan cabang keilmuan dari disiplin intelijen, AS memainkan kartu intelijen. NSA diperkuat dan CIA menjadi ujung tombak upaya peniadaan ancaman (operasi lawan teror), dengan langkah preemtive strike.
NSA yang pada awalnya mendapat tugas monitoring, menyadap ancaman teror kemudian berkembang menjadi badan penyadap bagi kepentingan AS dibidang lainnya, politik, ekonomi dan militer. Secara diam-diam NSA mendapat black budget sebesar USD52,6 miliar untuk tahun fiskal 2013 (Edward Snowden). Disebutkan, “Lembaga mata-mata AS telah dibangun menjadi sebuah organisasi intelijen raksasa sejak serangan 11 September 2001, tapi tetap dapat memberikan informasi penting lain tentang berbagai ancaman terhadap keamanan nasional.” Disinilah kunci berkembangnya penyadapan dengan dibangunnya 90 stasiun NSA di dunia, termasuk di Jakarta. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa penyadapan sudah terjadi cukup lama, diperkirakan aktif sejak tahun 2007.
Bagaimana kita melihat dan menilai penyadapan terhadap Indonesia? Apabila diketahui Amerika Serikat menyadap baik pemerintah, pejabat, komunikasi perbankan, politik, dan memonitor semua saluran internet, maka jelas tidak ada rasa aman bagi bangsa Indonesia. Persoalannya, ini  bukan hanya penyadapan belaka, tetapi hal tersebut  merupakan masalah yang sangat sensitif, karena menyangkut masalah martabat dan keamanan bangsa. Dapat dikatakan ini adalah sebuah kejahatan besar dari sebuah negara. Sudah tepat apabila Menlu Marty mengundang Dubes AS di Jakarta dan apabila terbukti dapat membuat langkah yang berlaku di dunia diplomasi, mempersona non gratakan, sebagai penanggung jawab. Persoalannya apakah Indonesia mampu membuktikan? Informasi penyadapan saja di dapatkan dari harian Australia SMH.
Sayangnya kita belum mampu mendapatkan informasi secara pasti kebocoran sebagai akibat dari  penyadapan, mengingat teknologi NSA sudah demikian maju. Yang perlu dipertimbangkan, apabila kita akan membeli alat sadap/anti sadap dari Amerika Serikat dan kelompok lima mata lainnya (Inggris, Canada, Australia, dan NZ). Dapat dipastikan mereka akan mampu memonitor apabila kita gunakan.Yang akan jauh lebih rumit dan berbahaya, apabila terjadi adanya orang perorangan ataupun organisasi yang tanpa ijin kemudian ikut memiliki alat sadap tersendiri, ini akan jauh lebih berbahaya pastinya.

Kesimpulan

Dari informasi dokumen Snowden yang diberitakan media, kemungkinan besar sudah terjadi penyadapan dari stasiun NSA yang berada di kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat di Gambir Jakarta. Dapat diperkirakan upaya penyadapan arus komunikasi baik saluran telpon maupun internet mereka lakukan pada awalnya untuk memonitor perkembangan sel terorisme yang memang sudah ada di Indonesia sejak pemboman Bali-1 tahun 2002. Kemudian penyadapan target berkembang kearah lainnya (politik, ekonomi dan militer).
Selain memonitor perkembangan sel teroris di Indonesia, penyadapan yang seperti juga dilakukan terhadap Kanselir Jerman, Angela Merkel serta 34 kepala negara lainnya , kemungkinan besar alat komunikasi Presiden SBY, Wapres Boediono, serta beberapa pejabat penting lainnya bukan tidak mungkin juga termasuk yang disadap. Target yang sangat mungkin dimonitor dan disadap lainnya adalah arus handphone, telpon, internet, termasuk para pengguna Gmail, Yahoo, Hotmail, Face Book, Twitter dan media komunikasi lainnya.
Ancaman penyadapan  jelas akan merugikan bangsa Indonesia. Jawabannya adalah adanya kesadaran sekuriti. Sulit mengatasi penyadapan dengan teknologi canggih tanpa peralatan canggih. Jelas sulit mengantisipasi langkah NSA sebagai badan intelijen dengan anggaran USD52,6 miliar. Para pejabat sebaiknya membatasi penggunaan telpon pribadi untuk membicarakan masalah khusus dan sifatnya rahasia negara, lebih baik apabila dilakukan personal meeting. Kita tidak perlu marah dan bertindak yang tidak baik. Yang perlu diingat, menghadapi serangan intelijen serupa, harus diatasi dengan kecerdasan dan kecerdikan.
Yang harus sangat disadari, bahwa kini terbukti tidak ada alat komunikasi yang aman bila kita berbicara menggunakan tilpon atau HP, BB dan internet, nun dekat ataupun jauh disana ada yang menguping dan merekamnya.  Tetapi untuk mengingatkan kesadaran sekuriti bagi pejabat  jelas sulit. Kalau sudah memegang telpon, rasanya aman-aman saja, karena berbicaranya dengan berbisik-bisik. Waspada pak pejabat.
Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

BIN Panggil Counterpart Dalami Berita Penyadapan

Badan Intelijen Negara (BIN) telah melakukan pendalaman atas maraknya pemberitaan di media massa terkait penyadapan yang dilakukan Amerika Serikat. BIN juga mengambil langkah untuk memanggil counterpart BIN dari Amerika Serikat yang ada di Jakarta guna memberikan klarifikasi. Sejauh ini, hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat masih berada dalam kondisi baik. Demikian pernyataan Kepala BIN, Letnan Jenderal TNI (Purn) Marciano Norman ditemui selepas membuka 8’th World Taekwondo Federation Poomsae Championship Bali 2013 di Bali Internasional Convention Centre, Nusa Dua, Bali, 31 Oktober 2013.
“Pemanggilan tersebut adalah untuk memberikan klarifikasi terkait penyadapan tersebut,” ungkap Marciano.
Kepala BIN mendukung langkah Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dengan meminta penjelasan dari Kedutaan Amerika Serikat yang ada di Jakarta. Selain itu, Kemenlu juga turut melakukan pendalaman dan mengoptimalkan semua sarana yang dimiliki dan bekerjasama dengan pemangku kepentingan untuk memastikan kebenaran penyadapan itu, agar masyarakat Indonesia mendapatkan jawaban yang pasti dan tidak ada keragu-raguanan bahwa semua kegiatan kita disadap oleh negara lain.
“Jika benar penyadapan itu terjadi, tentu akan mempengaruhi kedaulatan Indonesia sebagai negara karena tidak dibenarkan negara manapun menyadap negara lain. Bahkan suatu negara pun tidak dapat menyadap warga negaranya karena ada undang-undang yang mengatur,“ ungkap Marciano.
Kepala BIN menghimbau agar masyarakat tidak menyimpulkan secara cepat bahwa penyadapan itu memang benar. Marciano meminta agar masyarakat memberikan kesempatan kepada BIN dan pemangku kepentingan lainnya untuk melakukan pendalaman, sehingga kita dapat melakukan pendalaman yang pasti agar masyarakat tidak terlalu terombang-ambing oleh pemberitaan yang ada.
“Tidak usah risau, tetapi beri kesempatan kepada kami semua untuk melakukan pendalaman,” himbau Kepala BIN.
Marciano menambahkan kalau terbukti disadap, maka pihaknya perlu mendorong Kemenlu untuk melakukan langkah-langkah diplomatik kepada negara tersebut.
“Untuk menjaga keamanan informasi dari pejabat negara, semua pejabat negara telah diberikan alat komunikasi yang ada unsur pengamannya, sehingga tidak mudah disadap oleh kelompok-kelompok yang tidak berwenang,“ ujar Marciano Norman(*).
BIN. 

KSAU: Udara Natuna Kini Milik Singapura

KSAU: Udara Natuna Kini Milik Singapura
Kapala Staf Angkatan Udara, I B Putu Dunia. TEMPO/Dasril Roszandi

Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Ida Bagus Putu Dunia mengatakan bahwa Pulau Natuna merupakan salah satu dari 12 pulau terluar milik Indonesia. Natuna memang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Vietnam.

Karena berada di Laut Cina Selatan, posisi Natuna juga terbilang strategis. "Untuk menjaga Natuna, TNI AU punya Landasan Udara Rinai dan juga radar pengawas," kata Putu Dunia kepada wartawan di Lanud Rinai, Natuna, Rabu, 30 Oktober 2013.

Meski begitu, Putu Dunia menyebut ada fakta unik dari Natuna. Berdasarkan wilayah darat, Natuna memang milik Indonesia. Namun, wilayah udara Natuna masuk dalam kontrol Singapura.

Bahkan, ketika TNI AU mengadakan latihan tempur bertajuk Angkasa Yuda 2013, mereka harus melaporkan kegiatan udara ke Singapura. Tujuannya agar lalu lintas pesawat-pesawat tempur Indonesia tidak bersinggungan dengan pesawat komersil yang diatur oleh Singapura.

Putu Dunia sendiri optimistis hal ini bukanlah gangguan latihan TNI AU. Sebab, koordinasi antara Indonesia dan Singapura cukup lancar.

Meski begitu, dia tetap punya harapan suatu saat nanti pengaturan wilayah udara di Natuna dan sekitanya berada di bawah Indonesia. "Sebab, dari sisi pertahanan juga lebih aman untuk kita," kata dia.

Dihubungi terpisah, Panglima Komando Operasi TNI AU I Marsekal Muda M. Syaugi  menjelaskan bahwa saat ini sudah ada aturan berupa FIR atau flight information regions untuk memperjelas batas kewenangan Indonesia dan Singapura di langit Natuna. "Intinya udara milik Indonesia tetap menjadi kuasa Indonesia. Begitu pula dengan negara Singapura. Jadi ada batas antarnegara," kata dia.

Menurut Syaugi, istilah pengendali udara Natuna dan sekitarnya di tangan Singapura hanya masalah radar semata. Singapura, kata dia, punya radar udara, baik militer maupun komersil hingga wilayah Natuna. "Jadi, intinya tetap NKRI harga mati," kata dia.

Meski begitu, Syaugi berharap pemerintah lebih memperhatikan Natuna. Semisal dengan memperbaiki infrastruktur dan bandar udara. "Supaya makin banyak yang datang ke sini, biar makin ramai Natuna," kata dia.

Sementara itu, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro tak mau berkomentar banyak soal kekuasaan Singapura di wilayah udara Natuna. Dia hanya mengatakan bahwa untuk urusan penerbangan komersil sepenuhnya urusan Kementerian Perhubungan.

Menurut Purnomo, Kementerian Perhubungan belum siap mengatur lalu lintas udara di sekitar Natuna, baik dari sisi sumber daya manusia hingga peralatan. "Itu yang kami tangkap dari Kementerian Perhubungan," kata dia. "Tapi kalau dari sisi kedaulatan, Natuna kami jaga setiap waktu."

TNI AD minta izin Jokowi pasang meriam di gedung tinggi


TNI AD minta izin Jokowi pasang meriam di gedung tinggi
Rudal anti pesawat terbang. shutterstock
 
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Tri Budiman mengatakan pihaknya akan memasang sejumlah Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) atau Senjata Penangkis Serangan Udara di atas gedung-gedung tinggi di Jakarta.

"Pada gedung tinggi bisa digunakan. Gedung yang ditentukan tempatnya bisa buat rata, sehingga bisa ditempatkan senjata penangkis udara," ujar Jenderal Budiman dalam acara operasi katarak dan bibir sumbing gratis memperingati hari Juang Kartika di Silang Monas, Jakarta Pusat, Jumat (01/11).

Namun tidak hanya Senjata Penangkis Serangan Udara, Budiman berharap di gedung-gedung tertentu dapat juga digunakan sebagai zona pendaratan helikopter logistik yang membawa alat berat seperti radar dan sebagainya.

"Sehingga gedung tinggi ini harus dibuat kokoh, bisa dilandasi helikopter radar dan penembakan penangkis serangan udara," kata dia.

Menurut dia, sistem pertahanan nasional bukan hanya di daerah-daerah perbatasan dan daerah-daerah hutan tetapi daerah pada penduduk seperti DKI Jakarta juga harus dijaga ketat. Alasannya, Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian nasional.

"Jadi perang masa depan tidak seperti dulu, di hutan atau ditentukan di suatu daerah. Oleh sebab itu, Jakarta sebagai pusat pemerintahan perlu dijaga," kata dia.

Budiman menambahkan saat ini TNI AD telah melakukan kerjasama dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo terkait tata ruang wilayah pertahanan di Jakarta. Selain itu, TNI AD juga akan menempatkan alat pertahanan di kota-kota besar sesuai dengan demografis wilayahnya.

Australia Awasi Indonesia Dari Pos Di Cocos Island

Agen mata-mata elektronik Australia, Defence Signals Directorate (DSD), mencegat komunikasi militer dan Angkatan Laut Indonesia melalui stasiun pendengaran rahasia yang berada di daerah terpencil di Kepulauan Cocos.
 
Menurut mantan pejabat pertahanan Australia, DSD mengoperasikan pencegatan sinyal dan fasilitas pemantauan yang berada di wilayah Samudera Hindia Australia, 1100 kilometer barat daya Jawa.
 
Menurut media Australia, Sydney Morning Herald edisi 1 November 2013, stasiun pemantauan ini tidak pernah diakui secara terbuka oleh pemerintah Australia, atau dilaporkan di media, meskipun beroperasi selama lebih dari dua dekade.
 
Lebih terkenal sebagai Shoal Bay Receiving Station dekat Darwin, fasilitas di Cocos Island dilaporkan sebelumnya merupakan bagian penting dari upaya pengumpulan sinyal intelijen Australia yang menargetkan Indonesia. Fasilitas ini meliputi radio pemantauan dan peralatan pencari arah dan dan stasiun satelit bumi.
 
Departemen Pertahanan Australia tidak akan mengomentari soal fasilitas itu dan hanya mengatakan bahwa Kepulauan Cocos adalah tempat "stasiun komunikasi" dan itu "merupakan bagian dari jaringan yang lebih luas komunikasi bidang Pertahanan."
 
Mantan perwira Departemen Pertahanan Australia telah mengkonfirmasi bahwa stasiun itu adalah fasilitas Defence Signals Directorate (DSD) yang dikhususkan untuk mengawasi maritim dan militer, khususnya angkatan laut, angkatan udara, dan komunikasi militer Indonesia.
 
Profesor dan ahli bidang intelijen di Australian National University, Des Ball mengatakan, fasilitas itu dioperasikan dari jarak jauh, dari kantor pusat DSD di Bukit Russell di Canberra.
Sinyal yang dicegat lalu dienkripsi dan diteruskan ke Canberra. Persiapan untuk mendirikan fasilitas di Cocos itu dimulai pada akhir 1980-an.
 
Stasiun intelijen sinyal di Cocos Island merupakan bagian dari upaya spionase Australia yang lebih luas yang diarahkan terhadap Indonesia. Seperti dilansir Fairfax Media, Kamis 31 Oktober 2013, program ini mencakup pusat pengawasan rahasia DSD yang terletak di Kedutaan Besar Australia di Jakarta.
IndoDefence. 

Penyadapan AS Di Indonesia Bisa Jadi Skandal Politik Besar

Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menegaskan sangat mungkin pihak Amerika Serikat (AS) memang meakukan penyadapan komunikasi di Indonesia.

"Apalagi pihak pemerintah AS pernah nyatakan bahwa mereka lakukan hal yang lazim dilakukan di dunia intelijen," kata Mahfudz ketika dikonfirmasi, Kamis (31/10/2013).
Informasi mengenai aksi AS  memata-matai Asia Tenggara termasuk Indonesia dilansir  media Australia, Sydney Morning Herald (SMH) mengutip data yang dibocorkan Edward Snowden.

Disebutkan aksi penyadapan dilakukan gabungan dua badan rahasia AS yakni CIA dan NSA  yang dikenal dengan nama "Special Collection Service".


Amerika Serikat diketahui menyadap dan memantau komunikasi elektronik di Asia Tenggara melalui fasilitas mata-mata yang tersebar di kedutaan besarnya di beberapa negara di kawasan itu, termasuk kedutaan AS  di Jalan Medan Merdeka Jakarta Pusat, seperti dilaporkan media Australia, Sydney Morning Herald (SMH) mengutip data yang dibocorkan Edward Snowden.

Menurut Mahfudz penyadapan ilegal oleh pihak AS ini bisa menjadi skandal politik besar di Indonesia jika terbongkar siapa-siapa  saja pihak Indonesia yang disadap oleh Amerika.

Masalah ini telah dilaporkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa   kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Yang saya ketahui Menlu telah melaporkan ke Bapak Presiden bahwa Menlu telah berkomunikasi dengan Kuasa Usaha Kedubes AS di Jakarta yang intinya menyampaikan protes dan keprihatinan yang mendalam atas berita adanya fasilitas pemantauan komunikasi intelejen di Kedubes AS di Jakarta," kata Staf Khusus Presiden bidang Luar Negeri,Teuku Faizasyah, ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Rabu (30/10/2013).

Menurut Teuku, posisi pemerintah Indonesia sudah disampaikan Menlu dalam pembicaraan tersebut bahwa apabila berita termaksud benar, maka tindakan tersebut tidaklah bersahabat.

"Dan ini bertentangan dengann hubungan baik Indonesia dengan AS," ujar Teuku.

BIN Dalami Informasi Fasilitas Penyadapan Di Kedubes AS Di Jakarta

Badan Intelijen Negara (BIN) mendalami informasi soal fasilitas penyadapan yang ada di Kedubes Amerika Serikat (AS) di Jakarta. BIN akan mengkroscek langsung kepada pihak Kedubes AS.

"Terkait kemungkinan penyadapan oleh Amerika Serikat, BIN sedang melakukan pendalaman informasi tersebut dengan meminta penjelasan counterpart Amerika Serikat yang ada di Jakarta," ujar Kepala BIN Marciano Norman dalam pernyataannya, Kamis (31/10/2013).

Marciano mengatakan pihaknya juga sedang mencari bukti dari berbagai sumber lainnya. "Sebab, informasi dari sumber terbuka harus dikroscek dengan sumber lainnya, sehingga hasilnya akan dapat memberikan gambaran mengenai ada tidaknya penyadapan tersebut," jelasnya.

BIN, lanjut Marciano, mendukung kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri dengan memanggil Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) Kedubes Amerika Serikat di Jakarta untuk memperoleh klarifikasi resmi. Apabila klarifikasi tersebut menunjukkan indikasi positif, maka pemerintah Indonesia akan mengajukan protes keras terhadap pemerintah Amerika Serikat atas keberadaan fasilitas penyadapan tersebut.

"Karena hal ini merupakan pelanggaran terhadap etika diplomasi dan kedaulatan Indonesia yang tidak selaras dengan hubungan baik yang selama ini telah dibina oleh kedua negara. Diharapkan masyarakat memberikan kepercayaan kepada pemerintah untuk melakukan pendalaman terhadap isu ini," ungkapanya.

The Sydney Morning Herald sebelumnya menulis,Amerika Serikat (AS) menyadap sambungan telepon dan memata-matai komunikasi dari kedutaannya di Asia, termasuk Indonesia. Dikabarkan, Kedutaan Besar AS di Jakarta menjadi salah satu basis aktivitas penyadapan di Indonesia.

Informasi aktivitas spionase ini berhembus dari Edward Snowden. Sang whistleblower internasional itu mengungkap peta 90 fasilitas mata-mata AS di seluruh dunia. Dari jumlah itu, tersebutlah nama kota Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh, dan Yangon.