Rabu, 23 Maret 2016

Menkopolhukam ingin tingkatkan kekuatan TNI AL di Natuna

Menkopolhukam ingin tingkatkan kekuatan TNI AL di Natuna
Ilustrasi. Presiden Hadiri Rapim TNI Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Kepala Staf Presiden Teten Masduki (dari kiri-kanan), Mentan Amran Sulaiman, Menlu Retno Marsudi, Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, KSAD Jenderal TNI Mulyono, KSAL Laksamana TNI Ade Supandi, KSAU Marsekal TNI Agus Supriatna, Kasum TNI Laksamana Madya Didit Ashaf berfoto bersama pejabat tinggi (pati) TNI usai pembukaan Rapat Pimpinan TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu (16/12/15). Dalam pembukaan rapim tersebut Presiden meminta TNI tidak terlibat dalam politik praktis, serta menyampaikan tantangan menjaga keamanan dari radikalisme dan terorisme, serta kesiapan menuju perdagangan bebas sebagai negara maritim. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
 
Menteri Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pihaknya ingin meningkatkan kekuatan TNI AL di kawasan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.

"Kita memang punya pangkalan militer yang ada di Natuna, ke depan kita akan buat kekuatan-kekuatan pengamanan yang lebih baik lagi," kata Luhut di Gedung Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa.

Presiden Joko Widodo, kata dia, memberikan arahan bahwa Tiongkok adalah sahabat Indonesia sekaligus menekankan pentingnya integritas teritorial Indonesia.

Untuk itu, ia menekankan sikap Indonesia sama seperti yang telah disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, yakni mengedepankan komunikasi dalam mengatasi permasalahan Tiongkok dengan Indonesia yang bermula di perairan Natuna.

"Menlu melakukan komunikasi yang intensif dengan Tiongkok," kata dia.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi telah mengajak Tiongkok untuk menghormati hukum internasional, termasuk kesepakatan dalam konvensi laut internasional, pascainsiden penggagalan penyitaan KM Kway Fey 10078 berbendera Tiongkok di Laut Natuna.

Menurut Menlu, pihaknya telah memanggil Kuasa Usaha Sementara Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta, Sun Weide untuk menyampaikan fakta lapangan mengenai penggagalan penangkapan oleh sejumlah kapal "coast guard" Tiongkok.

Dalam pertemuannya dengan Weide, Menlu mengatakan Indonesia menyampaikan tiga bentuk protes yang pertama masalah pelanggaran hak berdaulat dan yurisdiksi Indonesia di kawasan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Landas Kontinen.

Protes kedua yaitu upaya yang dilakukan oleh kapal "coast guard" Tiongkok untuk mencegah upaya penegakan hukum yang dilakukan otoritas Indonesia di wilayah ZEE dan landas kontinen.

Selanjutnya, protes ketiga yang disampaikan adalah pelanggaran terhadap kedaulatan laut teritorial Indonesia.

Menlu menekankan kepada Weide bahwa Indonesia merupakan negara "Non Claimant State" atau negara yang tidak merasa memiliki dan mengakui sesuatu yang diperebutkan di wilayah Laut Tiongkok Selatan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar