Rabu, 02 Juli 2014

Pesawat Guntei (Ki-51)



Pesawat Guntei
Pesawat Guntei merupakan pesawat jenis pembom tukik (Dive Bomber) buatan pabrik Mitsubishi, Jepang tahun 1938.   Pesawat Guntai pada eranya pernah menjadi salah satu kekuatan udara Jepang pada Perang Dunia II,         di Indonesia Pesawat Guntei pada awalnya ditemukan di Pangkalan Udara Bugis, Malang dengan jumlah 7 pesawat yang merupakan peninggalan pemerintah Jepang saat menguasai wilayah Indonesia.
Pesawat pembom yang menggunakan motor radial dengan pendingin menggunakan angin.  Pesawat tersebut berkekuatan 850 daya kuda dengan kecepatan maksimum 400 km/jam, kecepatan jelajah 265 km/jam dan kemampuan jelajah 1.722 km.
Sebagai pesawat pembom Pesawat Guntei mampu membawa bom seberat 500 kg dan dilengkapi tiga pucuk senapan mesin caliber 303.   Angkatan Darat menyebutnya "Type 99 Assault Plane".   Sekutu menyebutnya dengan "Sonia". Pertama terbang pada pertengahan 1939.  Total produksi sekitar 2.385 unit.
Karakterisitik Pesawat Guntei adalah sebagai berikut :
  • Kru Dua orang
  • Panjang 9,21 m
  • Lebar sayap 12,1 m
  • Tinggi 2,73 m
  • Wing area 24,0 m²
  • Berat kosong  1.873 kg
  • Loaded weight 2.798 kg
  • Max. lepas landas berat  2.920 kg
  • Powerplant 1 × Mitsubishi Ha-26-II 14 cylinder air  cooled radial engine, 709 kW (950 hp)
  • Kecepatan maksimum : 424 km / jam  (229 kn, 263 mph)
  • Rentang  1.060 km (574 nmi, 660 mil)
  • Layanan langit-langit  8.270 m (27.130 kaki)
  • Wing beban  117 kg / m² (23,8 lb / ft ²)
  • Daya / massa 0,24 kW / kg (0,15 hp / lb)
  • Kemampuan menanjak 5.000 m (16.400 ft)  9 min 55 sec
Pesawat dengan kode G-32 pernah digunakan dalam suatu operasi ketika melakukan penyerangan terhadap kedudukan musuh di kota Semarang.


Pesawat Guntei (Ki-51) sedang dipersiapkan terbang yang akan diterbangkan oleh Kadet Mulyono pada peristiwa penyerangan ditangsi Belanda tanggal 29 Juli 1947
Pada tanggal 10 Juni 1946, salah satu pesawat Guntei mengalami kecelakaan. Pesawat Guntei tersebut diterbangkan oleh H. Soejono dengan rute Malang-Yogyakarta.  Diatas kota Ponorogo mesin pesawat mulai “batuk-batuk” namun pesawat sampai juga ke Yogyakarta.  Sepanjang penerbangan dari Malang menuju ke Yogyakarta tercatat 6 kali pesawat Guntei batuk-batuk. Di Yogyakarta pesawat kemudian diperbaiki dengan mem­butuh­kan waktu hingga selama 4 hari dan pesawat kembali diterbangkan menuju ke Pangkalan Udara Malang.
Di atas Blitar mesin pesawat kembali bermasalah dalam pengapian (batuk-batuk).   Semakin lama semakin sering batuk-batuknya, sementara daya angkat pesawat di ketinggian semakin menurun karena powernya ikut berkurang.  Namun demikian dalam menghadapi keadaan yang terjadi, penerbang tidak berpikiran untuk melakukan pendaratan darurat.
Waktu itu pesawat berada diatas Kesamben dan Kepanjen yang bergunung-gunung serta sangat menuntut keahlian dan keberanian.   Sesaat setelah memasuki daerah Malang, Pangkalan Udara Bugis sudah kelihatan dengan ketinggian 300 meter secara mendadak mesin mati.    Berdasarkan pengalamaan dan teori yang didapat, penerbang secara berturut-turut melakukan flaps down…..switch off… sambil mencari tempat pendaratan darurat kemudian “ploftlanding”.  Pesawat mendarat dengan hentakan yang cukup keras hingga pesawat hancur, namun penerbangnya Sujono berhasil selamat.

Jasa Pesawat Guntei pada masa perjuangan bangsa dalam mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia adalah, ketika pesawat tersebut berhasil melaksanakan misi operasi udara pertama. Pesawat Guntei itu diterbangkan oleh Kadet Penerbang Mulyono pada tanggal 29 Juli 1947 untuk melancarkan pemboman ke tangsi-tangsi militer Belanda di Semarang dalam Perang Kemerdekaan RI pertama.
Sementara pesawat peninggalan Jepang lain yang digunakan secara bersamaan dengan Pesawat Guntei adalah dua Pesawat Cureng menyerang tangsi-tangsi Belanda di Salatiga dan Ambarawa. ** Pd

TNI AU. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar