Minggu, 29 September 2013

Mil Mi-4 Hound: Helikopter Standar TNI “Tempo Doeloe”

Sudah lumrah bila suatu angkatan bersenjata memiliki helikopter standar. Yang artinya berangkat dari tipe yang sama dan digunakan oleh beragam angkatan, bahkan bisa juga digunakan oleh kepolisian. Demikian pula dengan TNI dan Polri, saat ini untuk kelas helikopter angkut ringan digunakan NBO-105, dan heli angkut sedang mengadopsi NBell-412. Seri memang boleh sama, tapi untuk masing-masing institusi ‘jeroannya’ bisa berbeda, seperti sistem senjata dan navigasi.
Hal diatas adalah bagian dari kelengkapan alutsista masa kini, bagaimana dengan di masa lampau? Nyatanya sejak masa orde lama TNI sudah punya pengalaman dalam mengoperasikan heli standar, yakni Mil Mi-4 yang tergolong sebagai heli angkut sedang (medium). Oleh pihak barat (NATO), heli ini disebut dengan kode Hound, jadikan kemudian populer disebut Mi-4 Hound. Dirunut dari sejarahnya, heli ini mulai diproduksi antara tahun 1951 hingga 1979, dan karena sudah sangat tua, saat ini Mi-4 benar-benar sudah dipensiunkan di seluruh dunia.
Mi-4 diproduksi oleh Mil OKB, perusahaan Uni Soviet (sekarang MIL Moskow helicopter plant – Rusia). Dilihat dari spesifikasinya, Mi-4 menggunakan mesin tunggal Schwetsow/Shvetsov ASh-82V (ASh-82W) 14 silinder berpendingin udara dengan kekuatan 1763 hp. Untuk kecepatan, maksimum 209 km per jam dengan jangkauan terbang 250 km. Bisa diperkirakan heli ini cukup boros bahan bakar. Sementara untuk ketinggian terbang, maksimum adalah 5.500 meter dari permukaan laut.

Mi-4 Penerbad TNI AD di museum Satria Mandala

Sebagai heli angkut sedang, bobot kosong Mi-4 mencapai 5.300 kg, sementara berat maksiumum saat take off bisa mencapai 7.800 kg. Heli dengan 4 bilah baling-baling ini mempunyai diamater baling-baling utama 21 meter, sedangkan baling-baling pada ekor berdiameter 3,6 meter. Secara keseluruhan, heli ini punya panjang 25,02 meter dan tinggi 5,19 meter.
Meski kini tinggal kenangan, heli dengan 2 awak ini punya keunggulan di kelas transpor menengah, diantaranya bisa membawa 15 personel pasukan bersenjata lengkap. Bahkan heli ini punya clamshell door, sesuatu yang tak dimiliki di heli kelas menengah TNI buatan barat. Yang bisa dibawa dalam perut kabinnya memang spektakuler, yakni sebuah jip GAZ-59, atau sebuah meriam gunung kaliber 76mm berikut amunisi dan personelnya. Sebagai perbandingan, meriam gunung M-48 kaliber 76 mm milik Armed TNI AD kini memang bisa dibawa oleh heli NBell-412 atau Bell-205, tapi lewat gantungan tali, itu pun belum termasuk personelnya.

Tampak sisi belakang dengan clamshell door

Inilah suasana ruang kabin/cargo saat clamshell door dibuka

Sementara itu, untuk senjata yang bisa dibawa bisa beragam, tergantung pada versinya. Semisal untuk versi yang digunakan TNI AD dibekali SMB (senapan mesin berat) kaliber 12,7 mm, letak senjata berada dibawah body. Tapi beberapa operator di luar negeri kerap memasangkan roket, atau bom laut, torpedo, pelontar ranjau laut untuk versi anti kapal selam. Tergantung pada kebutuhan, maklum heli ini dirancang hingga pulan versi, termasuk ada versi untuk VIP. Untuk versi sipil juga banyak ragamnya, seperti untuk kebutuhan petugas pertanian, pemadam kebakaran, dan ambulance udara.
Jadi Heli Standar TNI
Di lingkungan TNI, Mi-4 mulai digunakan menjelang masa operasi Trikora, kedatangannya satu paket dengan heli angkut berat Mi-6. Dalam komposisi penggunanya, sebanyak 16 unit Mi-4 digunakan oleh TNI AU (dahulu AURI). Kemudian 14 unit Mi-4 untuk Penerbad TNI AD. Sementara Penerbal TNI AL mendapat jatah 14 unit Mi-4, dari 14 unit sembilan buah merupakan tipe heli AKS (anti kapal selam), lima buah angkut sedang, dan helikopter VIP. Seperti halnya keturunannnya saat ini, yakni Mi-17, dahulu kedatangan Mi-4 pada tahun 1965 diangkut menggunakan pesawat Antonov An-12, baru kemudian dirakit oleh teknisi AURI di Lanud Husein Sastranegara, Bandung.

Mi-4 miliki Penerbal TNI AL dalam versi transport sedang




Mi-4 Penerbal TNI AL dengan kelengkapan SMB 12,7 mm pada bagian bawah body

Selain digunakan mendukung operasi Trikora, Mi-4 juga berperan besar dalam operasi Dwikora, selama berlangsungnya konfrontasi dengan Malaysia di Kalimantan Barat. Pasca tumbangnya orde lama, Mi-4 dengan SMD DShK-38 kaliber 12,7 mm juga banyak digunakan untuk mendukung operasi penumpasan sisa-sisa pemberontakan PKI di Jawa Tengah antara tahun 1965 – 1966.
Pasca revolusi 1965, nasib Mi-4 tak beda jauh dengan alat perang buatan Uni Soviet lainnya. Tanpa pasokan suku cadang diberlakukan kanibalisasi pada perangkat. Akhirnya pada tahun 1972, seluruh heli Mi-4 milik TNI telah dinyatakan grounded. Berakhirlah masa bakti heli ini yang terbilang singkat di Indonesia. Tapi patut disyukuri, tidak seperti Mi-6 yang tak ada ‘bekasnya’ di Republik ini, maka sosok Mi-4 masih dapat dijumpai oleh generasi penerus. Mi-4 diantaranya dijadikan koleksi di museum Satria Mandala, dan di museum TNI AL Surabaya.

 
 Mil-Mi4 versi AKS milik Penerbal

Foto dokumentasi Mi-4 Penerbal TNI AL
 
Mi-4 milik TNI AU (AURI) dalam evakuasi medis
 
Mi-4  TNI AL versi AKS (anti kapal selam) di museum TNI Surabaya
 
Beginila caranya Mi-4 bisa “menelan” muatan dalam ukuran besar
 
Di lingkungan Uni Soviet dan sekutunya, Mi-4 ibarat ‘heli sejuta umat,’ begitu banyak negara di Asia Timur/Selatan, Afrika, dan Eropa Timur yang mengandalkan helikopter ini. Besarnya populasi heli ini bisa dilihat dari jumlah yang telah dibuat. Rusia sendiri mengklaim telah memproduksi 3.500 unit Mi-4, belum ditambah lagi ada 550 unit Harbin Z-5, Mi-4 yang diproduksi secara lisensi oleh Cina.

Armbrust: Senjata Anti Tank Satuan Elit TNI

Karena proyeksi ancaman dari serbuan tank relatif tidak signifikan di Republik ini, maka berimbas perkembangan sista anti tank di lingkungan TNI yang terbilang tak terlalu update. Tapi toh menghadapi tantangan kedepan, militer Indonesia perlu menyiapkan senjata yang multi purpose sekaligus punya kategori sebagai light anti tank weapon. Sebuah senjata ringan yang punya daya hancur tinggi, mudah dioperasikan, dan ideal digunakan oleh pasukan khusus.
Bersandar pada krietria diatas, maka tak salah bila Armbrust kini didaulat sebagai senjata pamungkas satuan elit di lingkungan TNI. Senjata perorangan dengan bobot 6,3 kg ini awalnya diproduksi oleh perusahaan swasta di Jerman Barat. Maklum pengembangan senjata ini mulai dilakukan sejak 1970 – 1980, yakni sejak era perang dingin. Baru kemudian mulai diproduksi dan digunakan secara masif setelah reunifikasi Jerman Barat dan Jerman Timur pada 1990. Produksinya pun sejak itu dilakukan oleh MBB (Messerschmitt-Bölkow-Blohm) dan Pouderies Réunies de Belgique (PRB). Sebagai catatan, MBB adalah perusahaan dirgantara yang bermitra dengan PT. Dirgantara Indonesia dalam memproduksi helikopter NBO-105.
Senjata ini dipandang ideal untuk pasukan khusus, pasalnya Armbrust bila ditembakkan tidak menimbulkan suara yang keras, bahkan disebut-sebut suara asal senjata ini tidak lebih keras dari letusan pistol. Dengan dioperasikan secara dipanggul, pola tembakan Armbrust berupa satu kali hentakan begitu proyektil diluncurkan (single shot), tak ubahnya seperrti RPG. Unggul dengan dimensi dan bobot yang ringan, serta hentakan kecil, sedikit asap, membuat Armbrust dapat diluncurkan dari sebuah ruangan kecil dan posisi tersembunyi. Tak heran Armbrust laris manis digunakan dalam beberapa laga pertempuran, seperti pada perang di Negara Balkan tahun 90-an.

Personel Taipur Kostrad tampak menyandang Armbrust


Menurut pihak pabrikan, seorang personel infantri dapat membawa 4 peluncur Armbrust. Perlu diketahui disini, peluncur Armbrust bersifat disposable (sekali pakai). Dalam moda operasi standar, Armbrust menggunakan pembidik simple reflex sight, namun untuk keperluan operasi khusus juga dapat dilengkapi dengan pembidik laser.
Proyektil senjata ini pada dasarnya berupa granat dengan kaliber 67 mm. Dengan berat total 6,3 kg dan panjang peluncur 850 mm, di dalamnya suda terdapat hulu ledak HE (high explosive)/HE frag seberat 0,99 kg. Bagaimama dengan jarak tembaknya? Untuk efektifnya Armbrust dapat melumat target sejauh 330 meter, meski jarak tembak maksimumnya mencapai 1.500 meter. Kecepatan luncur proyektil Armbrust mencapai 220 meter per detik dan mampu menembus lapisan baja setebal 330 mm pada jarak 330 meter. Ini dia mengapa Armbrust bisa menjadi senjata yang menakutkan untuk tank, terutama bagi tank ringan dan panser.


Proses pelontaran proyektil Armbrust
 
 Tidak hanya untuk membabat tank, di hutan pun Armbrust juga efektif untuk menghancurkan gubuk dan perkubuan musuh. Di lingkungan TNI, secara gambang Kompi Taipur (Intai Tempur) Kostrad TNI AD sudah beberapa kali melakukan demo  penembakan Armbrust. Selain Taipur Kostrad, menurut situs Wikipedia, satuan elit Kopassus TNI AD dan Kopaska TNI AL juga disebut-sebut mengandalkan Armbrust sebagai senjata pamungkas.
Di lingkungan militer Asia Tenggara, Armbrust juga digunakan oleh AB Singapura, Kamboja, dan Filipina. Selain itu senjata ringan ini juga dipakai oleh Slovenia, Chile, dan Albania. Singapura sebagai negara dengan industry militer terdepan di Asia Tenggara juga mengambil kesempatan dalam pengembangan Armbrust. Sejak tahun 2004, Singapura lewat ST (Singapore Technologies) Kinetics telah mengambil lisensi produksi Armbrust dan memproduksinya bekerjasama dengan Jerman dan Israel dengan nama MATADOR (Man Portable Anti Tank, Anti DOoR). MATADOR punya spesifikasi yang lebih ganas, punya jarak tembak efektif 500 meter dengan kecepatan luncur proyektil 250 meter per detik. MATADOR-lah senjata yang pada tahun 2009 digunakan oleh AD Israel dalam operasi di jalur Gaza melawan pejuang Hamas, Palestina.
 
Armbrust ideal untuk dilontarkan dari ruangan dan sudut yang sempit
 

Spesifikasi Armbrust
  • Kaliber         : 67 mm
  • Berat        : 6,3 kg
  • Panjang     : 850 mm
  • Lebar         : 126 mm
  • Tinggi         : 140 mm
  • Kecepatan Proyektil    : 210 meter/detik
  • Jarak Tembak Efektif    : 300 meter
  • Jarak Tembak Max    : 1.500 meter
  • Feed system        : Single shot
Indo,.

Artileri Kapal Perang TNI AL, Masih Tertinggal dari Malaysia dan Singapura

Meski dalam jumlah kapal perang Indonesia unggul di kawasan Asia Tenggara, kini setidaknya ada 148 kapal perang dari berbagai jenis, tapi kebalikannya untuk kualitas artileri pertahanan kapal perang. Memang untuk lini kanon dan adopsi torpedo relatif satu level, umumnya kini mengerucut pada jenis OTO Melara 76 mm. Tapi lain halnya di lini rudal SAM (surface to air missile) dan CIWS (close in weapon system).
Pernyataan tadi tentu ada alasannya, untuk AL Singapura misalnya, mereka telah memiliki SAM jarak menengah dari tipe Aster 15/30 buatan MBDA. Rudal dengan pola peluncur VLS (vertical launcher system) ini ditempatkan pada frigat berkemampuan siluman, kelas Formidable. Aster 15 punya jarak jangkau sampai 15 km, dan Aster 30 bisa menjangkau sampai 120 km. Kecepatan luncurnya pun memadai, Aster 15 hingga 1.000 meter per detik (3 Mach), dan Aster 30 dengan 1.400 meter per detik (4.5 Mach). Dengan pemandu terminal active radar homing, Aster tidak hanya ideal untuk melibas target pesawat udara, melainkan rudal anti kapal bisa dilumatnya. Formidable memiliki 32 cell peluncur yang siap ditembakkan. Masih mengandalkan VLS, AL Singapura juga diperkuat rudal SAM jenis Barak buatan Rafael – Israel. Rudal ini ditempatkan pada 6 korvet kelas Victory, masing-masing dapat meluncurkan sampai 16 rudal. Soal kemampuan, Barak dapat menjangkau hingga 12 km dengan kecepatan 720 meter per detik.





Peluncuran rudal Sea Wolf secara VLS

Sistem loading rudal pada kapal perang dengan peluncur VLS

Malaysia malah sudah lebih dahulu menempatkan rudal anti serangan udara jenis Sea Wolf buatan British Aerospace. Meski mulai diproduksi sejak 1979, rudal ini sudah menyandang gelar battle proven, dimana digunakan AL Inggris dalam perang Malvinas dan perang Teluk. Sea Wolf dapat menjangkau target 7 sampai 12 km dengan kecepatan 3 Mach. Serupa dengan Aster, Sea Wolf diluncurkan secara VLS. AL Malaysia memiliki 2 kapal perang pembawa Sea Wolf, yakni KD Lekiu dan KD Jebat, masing-masing dilengkapi 16 peluncur Sea Wolf.

Tidak cuma Sea Wolf, bahkan Malaysia punya rudal SAM generasi yang lebih baru, Aspide buatan Italia. Rudal yang diluncurkan tanpa VLS ini ditempatkan pada 4 korvet kelas Laksamana, masing-masing korvet dapat mengusung 12 rudal yang memiliki jangkauan 35 km. Tidak puas mengadopsi Sea Wolf dan Aspide, AL Negeri Jiran ini juga punya SAM jenis RAM (Rolling Airframe Missile) (buatan AS) dengan jangkauan sekitar 7,5 km dan kecepatan 2 Mach. RAM diluncurkan tanpa VLS dan ditempatkan pada 6 korvet kelas Kedah (MEKO A-100 buatan Jerman), masing-masing kapal membawa 21 rudal.

 Dengan spesifikasi persenjataannya, frigat kelas Formidable kini menjadi salah satu yang tercanggih di kawasan Asia Tenggara



Keunggulan VLS
Dibanding Malaysia dan Singapura, Indonesia sedikit tertinggal dalam mengadopsi VLS (vertical launching system). Tapi setidaknya VLS sudah diterapkan pada frigat Van Speijk, lantaran frigat ini mengusung rudal Yakhont yang berukuran jumbo. Lalu apa keunggulan sistem VLS? Pertama untuk penghematan ruang dan efisiensi peluncuran, untuk frigat dan korvet, SAM dengan metoda peluncuran VLS (Vertical Launching System) sangat direkomendasikan. SAM yang diluncurkan dengan VLS mempunyai nilai lebih karena bersifat all-round defense (pertahanan segala arah).

 Rudal jelajah Tomahawk, salah satu rudal dengan sistem peluncur VLS




Bandingkan dengan SAM konvensional yang terpasang dengan arah tertentu (heading) yang biasanya ke sisi kiri atau kanan lambung kapal dengan besaran sudut tertentu terhadap cakrawala (pitch), sehingga apabila SAM yang terpasang pada heading kiri lambung kanan kapal sudah habis, sedangkan target datang dari arah kiri lambung kanan kapal, maka SAM yang tersisa pada heading kanan lambung kapal harus diputar arahnya, dan adakalanya badan atau struktur kapal sendiri yang jadi penghalang sehingga tidak memungkinkan bagi SAM yang terpasang pada sisi lain kapal untuk menghadang target yang datang dari sisi lainnya. Hal ini sangat terlihat nyata pada sistem peluncur rudal Sea Cat dan Tetral/mistral yang digunakan TNI AL.
Pada VLS, problema semacam ini tidak terjadi karena SAM terpasang pada posisi vertikal sehingga darimanapun datangnya target, SAM dapat melakukan engagement (penyesuaian) arah setelah rudal meluncur ke udara. Adapun untuk tipe KCR (kapal cepat rudal), karena terbatasnya ruang yang tersedia, tentunya sulit untuk memasang SAM berpeluncur VLS, sehingga sistem peluncur konvensional berbasis MANPADS yang dapat dipasang. (Dikutip dari Buku The King of Battle – Artillery TNI Angkatan Laut)

Chaff/flare dispenser, sarana pertahanan pasif kapal perang dari serangan rudal anti kapal dan rudal udara ke permukaan (air to surface missle)
 

Frosch Class: Tulang Punggung Armada LST TNI AL


 KRI Teluk Gilimanuk 531

Dalam gelar operasi pasukan, TNI AU mengandalkan sosok pesawat angkut berat C-130 Hercules. Sebaliknya di lingkungan TNI AL juga punya wahana penghantar pasukan dalam skala besar, khususnya dalam operasi amfibi, yang dimaksud adalah jenis kapal LST (landing ship tank) dan LPD (landing platform dock). Dan, karena tugas-tugasnya yang terkait operasi pendaratan amfibi, baik LST dan LPD di lingkungan TNI AL dinaungi oleh Satuan Kapal Amfibi (Satfib), yang terdiri dari Satfib Koarmabar dan Satfib Koarmatim.
Dari sisi daya muat perlengkapan yang dibawa, termasuk kapasitas mengangkut pasukan marinir, LPD memang jauh lebih unggul dibanding LST TNI AL yang ada saat ini. Tapi dari segi kuantitas, unit LPD TNI AL  masih terbatas, hingga kini ada 5 kapal, yaitu KRI Dr. Soeharso, KRI Makassar, KRI Surabaya, KRI Banjarmasin, dan KRI Banda Aceh. Sementara untuk menunjang misi operasi amfibi dalam skala besar dan beragam tugas operasi militer bukan perang, LST masih menjadi yang paling dominan. Dan, memang dari segi jumlah, LST TNI AL jumlahnya cukup besar, yaitu 26 unit yang terdiri dari berbagai kelas, termasuk Kelas Teluk Semangka (KRI Teluk Semangka). Dipadang dari segi kuantitas, rasanya TNI AL merupakan operator LST terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Bicara lebih spesifik tentang LST di Satfib TNI AL, tentu tidak bisa dilepaskan dari keberadan Frosch Class (LST kelas Frosch) buatan Jerman Timur. Alasannya jelas, jumlah Frosch class mencapai 14 unit, artinya kapal ini adalah tipe LST yang paling banyak dioperasikan TNI AL. Agar tak asing, satu per satu kami sebutkan Frosch class TNI AL yaitu:
  1. 531         Teluk Gilimanuk                                1976/94                PAC        ex-611
  2. 532         Teluk Celukan Bawang   1976/94                PAC        ex-632
  3. 533         Teluk Cendrawasih          1977/94                PAC        ex-613
  4. 534         Teluk Berau                        1977/95                PAC        ex-634
  5. 535         Teluk Peleng                      1978/93                PAC        ex-632
  6. 536         Teluk Sibolga                      1977/93               PAC        ex-612
  7. 537         Teluk Manado                   1977/95                PAC        ex-633
  8. 538         Teluk Hading                      1978/94                PAC        ex-614
  9. 539         Teluk Parigi                         1978/95                PAC        ex-635
  10. 540         Teluk Lampung                 1979/94                PAC        ex-636
  11. 541         Teluk Jakarta                      1979/94                PAC        ex-615
  12. 542         Teluk Sangkulirang          1979/94                PAC        ex-616
  13. 543         Teluk Cirebon                    1979/95                PAC        ex-E35
  14. 544         Teluk Sabang                     1980/95                PAC        ex-E36
Bila dirunut dari spesifikasinya, Frosch class dengan bobot penuh (full) 1.900 ton adalah LST tipe medium (menengah). LST ini punya dimensi 90,70 x 11,12 x 3,4 meter. Ditenagai dua mesin diesel dengan dua shafts yang menghasilkan tenaga 12.000 bhp. Jangkauan berlayarnya bisa mencapai 2.450 km. Meski ukurannya medium, Frosch class dapat membawa 11 tank amfibi atau muatan kargo seberat 400 – 600 ton.  Untuk membawa pasukan pendarat, kapal dengan jumlah awak 42 orang ini diperkirakan bisa dimuati maksimum 1 kompi marinir.

 KRI Teluk Manado 537



 KRI Teluk Sangkulirang 542



KRI Teluk Berau 534


LST Frosch class dibangun oleh galangan VEB Peenewerft, Wolgast, Jerman Timur pada periode tahun 1976 hingga 1980. Satu nasib dengan korvet Parchim dan penyapu ranjau kelas Kondor yang juga diborong TNI AL, LST Frosch class pasca reunifikasi Jerman juga dipensiunkan dari arsenal armada AL Jerman. Keseluruhan jenis kapal ini memang diborong ke Indonesia lewat lobi B.J Habibie yang menjabat  selaku Menteri Negara Riset dan Teknologi di awal tahun 90-an.
Meski dari kapasitas angkut masih kalah dengan kelas Teluk Semangka yang buatan Korea Selatan. Tapi Frosch class dikenal sebagai salah satu LST di dunia yang punya kecepatan tinggi, yaitu 18 knot dan maksmium 19 knot. Frosch class pada dasarnya terdiri dari dua tipe, yaitu Frosch-I dan Frosch-II. Yang membedakan diantara kedua tipe adalah, pada Frosch-II terdapat crane 2Hy SWK8 pada sisi haluan, crane ini dapat mengangkat barang hingga 8 ton. Sebaliknya pada Frosch-I tidak terdapat crane. Yang termasuk Frosch-II adalah KRI Teluk Cirebon 543 dan KRI Teluk Sabang 544. Dari segi bobot kosong, keduanya sedikit berbeda, Frosch-I bobot normalnya 1.744 ton, sementara Frosch-II bobot normalnya 1.530 ton.
Lalu bagaimana dengan persenjataan di Frosch class? Senjata yang melekat pada kapal pendarat ini sejatinya cukup sangar, aslinya sejak tahun 1986, Volksmarine (AL Jerman Timur) melengkapi beberapa Frosch dengan meriam laras ganda AK-725 kaliber 57mm, meriam ini dapat ditempatkan pada sisi haluan maupun buritan. Meriam ini adalah senjata utama pada korvet Parchim, sayangnya saat Frosch dijual ke Indonesia, meriam ini nampak sudah dilepas, sebagai gantinya adalah meriam Bofors kaliber 40mm. Lain dari itu, Frosch juga dapat dipasang setting dari berbagai jenis senjata, seperti kanon laras tunggal kaliber 37, atau dua buah kanon kaliber 25mm. Tentu spesifikasi senjata disesuaikan dengan budget dan kebutuhan misi dari user.


KRI Teluk Sabang 544, merupakan jenis Frosch Tipe II yang dibekali crane pada haluan.



 Frosch class saat digunanakan oleh Volksmarine, nampak masig menggunakan meriam laras ganda AK-725 kaliber 57mm




Sebagai elemen perlindungan (decoy) dari serangan rudal udara, Frosch class juga dibekali dengan dua dispenser chaff PK-16, masing-masing tabung terdiri dari 16 tabung peluncur. Kemampuan elektronik Frosch class ditunjang  satu radar navigasi TSR-333, satu radar MR-302 Rubka untuk identifikasi obyek di udara dan permukaan.
Insiden KRI Teluk Lampung 540
Pada 4 Juni 1994, KRI Teluk Lampung nyaris tenggelam di Teluk Biscay, lokasinya berada di sebelah utara Spanyol. Peristiwa itu terjadi Jumat dinihari pukul 01.26 waktu setempat atau pukul 08.26 waktu Jakarta. Segera saja ihwal KRI Teluk Lampung ini mendapat perhatian besar karena LST ini adalah salah satu dari 30 kapal perang yang dibeli oleh B.J. Habibie (saat itu menjabat Menteri Negara Riset dan Teknologi).
Dikutip dari ulasan di Majalah Tempo (Juni 1994). Awal kisahnya, sesusah direparasi di galangan Peenemunde, Wolgast – Jerman, kapal itu berlayar dari Laut Baltik melewati Belanda dan Perancis. Nah, ketika memasuki perairan Spanyol, KRI Teluk Lampung dihadang taifun dank abut tebal. Haluannya yang datar dan rendah dihajar ombak besar yang kemudian menerjang pintu (ramp) hingga jebol. Air laut pun masuk sehingga kapal terencam tenggelam.

 KRI Teluk Lampung 540



Tampilan ramp di Frosch class, pada insiden di KRI Teluk Lampung, ramp ini jebol akibat hamtaman gelombang.


 KRI Teluk Cendrawasih 533 saat membuka ramp untuk jalur keluar tank amfibi.

Ramp juga dimanfaatkan sebagai jalur embarkasi pasukan marinir ke dalam kapal.




Di saat gawat itu, kapal tersebut mengirimkan SOS, yang kemudian didengar oleh tim SAR (search and rescue) Perancis, SAR Perancis lalu meneruskan ke SAR Spanyol, yang segera mengirimkan dua helikopter untuk menyelamatkan 51 awak kapal KRI Teluk Lampung. Kemudian, sebuah kapal tunda milik Spanyol melego jangkar dekat KRI Teluk Lampung dan berupaya menyeret LST itu dari tempat kejadian. “Ya, mesti ditarik agar posisinya kembali seimbang. Posko penyelamatan kapal ini sudah dibentuk dan dipimpin langsung oleh Presiden Soeharto dari kediamannya di Jalan Cendana. Tim dari Jerman pun segera diberangkatkan,” ungkap sebuah sumber dari majalah Tempo yang mengikuti proses pembelian kapal itu.
Kalau sempat tenggelam, LST itu kan sulit ditarik ke permukaan laut. Di kedalaman 100 meter saja sudah sulit, apalagi kedalaman air di lokasi kejadian mencapai 4.000 meter. Syukurlah, kapal yang tidak diasuransikan itu akhirnya bisa diselamatkan, begitu juga dengan seluruh awaknya.


 Salah satu Frosch-II saat masih berada di Jerman

Habibie menuding ombak setinggi 10 meter yang menghantam pintu kapal selama berjam-jam sebagai penyebab musibah. “Akibatnya, pintu terbuka karena memang tidak dilas mati, kata Habibie. Air pun masuk tanpa bisa dicegah.  Tapi, Deputi Analisis Industri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Sulaeman Wiriadidjaja berpendat bahwa sebab musibah karean titik berat kapal bertumpu pada satu sisi. Hal itu dimungkinkan karena bertumpuknya kargo disitu –milik TNI AL – padahal kargo itu mestinya tidak bergeser kalau dicantelkan ke tubuh kapal. Ternyata, prosedur ini tidak dipenuhi, hingga akhirnya mengubah titik berat kapal. Sebagai informasi, perpindahan titik berat kapal bisa berbahaya, terutama saat kapal dihantam ombak terus-menerus, akibatnya kapal bisa terguling.
Pada insiden di Teluk Biscay, KRI Teluk Lampung yang dikomandani Letkol Laut Jospeh Sutrasman itu masih bisa dilaso oleh kapal Spanyol. Menurut Dinas Penerangan TNI AL, pada Sabtu pagi KRI Teluk Lampung dapat diamankan di Gijion, Spanyol.
Sebagai kapal bekas pakai, satu unit Frosch yang dibeli Indonesia dihargai US$346.500, dan setelah melalui tahap renovasi dan perlengkapan senjata, maklum saat keluar dari Jerman, parlemen negara itu mengharuskan armada kapal yang dibeli RI harus dipreteli senjatanya, maka kemudian harga satu unit LST Frosch melambung jadi US$10 juta.


Dansatgas Indo FPC Menghadiri Medal Parade Italia



PUSPEN TNI (27/9),-  Sebanyak 850 orang personil kontingen Italia menerima medali kehormatan PBB dari UNIFIL bertempat di UN Posn 2-3, Shama Libanon Selatan, Kamis (26/9). Kontigen Italia sudah bertugas 5 bulan sejak 17 Mei, terdiri dari Italbatt yang dipimpin oleh Col Giovanbattista D' Alessio bermarkas di UN Posn 1-26, Al Mansouri dengan tugas pokok patroli di sepanjang blue line, Combat Service Support bermarkas di Head Quarter (HQ) Sec West sebagai unit logistik Battalion dengan pimpinan Col Gerardo Capezzuto bertugas memastikan sarana transport, pengisian bahan bakar, perawatan kendaraan, pemberian kesehatan bagi masyarakat.
Combat Support Battalion bermarkas di HQ Sec West dengan Lt Col Emiliano Vigorita selaku pimpinan kompi enginering melakukan kontrol demolisi, pembuatan batas blue line dan pembangunan infrastruktur serta perhubungan. Sector Mobile Reserve dengan pimpinan Capt Filippo Gallo berasal dari skuadron kavaleri bertugas sebagai pasukan cadangan serta kontingen terakhir Military Police atau Carabineiri.
Deputy Force Commander (DFC) Brigjen Patrick Phelan diawal upacara meletakkan karangan bunga ditugu Cenotaph Sec West bertujuan untuk menghormati rekan-rekan Peacekeeper yang telah gugur selama penugasan UNIFIL.
DFC ditemani Deputy Mission Support Mr Girsh Sinha, Dubes Italia untuk Libanon Mr Ricardo, Komandan Sec East Brigjen Fernando Lopes Del Poso, Komandan Sec West Brigjen Vasco Angelotti, Komandan MTF Brigjen Bandera Leandro serta Komandan LAF sektor Litani Brigjen George menyematkan medali penghargaan PBB kepada seluruh kontingen Italia serta 32 personil kontingen Slovenia.
Dalam amanatnya Brigjen Patrick Phelan mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada 850 personil kontingen Italia atas kerja keras menjaga perdamaian di Libanon sesuai resolusi 1701. 5 bulan bekerja dengan Libanese Armed Forces baik patroli bersama di Area Operasi maupun latihan gabungan. Kompi enginering telah mendukung dan menyelesaikan 50 tugas pokok CIMIC dan membuat tanda blue line batas antara Israel dan Libanon. Kontingen kesehatan Italia memberikan bantuan kepada warga Libanon pelayanan kesehatan secara gratis.
Ditengah acara refreshment Dansatgas Indo FPC Letkol Inf Yuri Elias Mamahi memberikan ucapan selamat kepada komandan Italbatt Col Gerardo Capezzuto atas penyematan medali penghargaan PBB, Letkol Inf Yuri Elias Mamahi berharap kerjasama yang terjalin selama ini dalam pengamanan HQ UNIFIL dapat terus ditingkatkan.
TNI. 

ADEN 30mm: Senjata Utama Hawk 100/200 TNI AU

Sudah lumrah bila pesawat  tempur punya senjata internal, alias senjata yang secara embedded melekat di dalam struktur body-nya. Jenis senjata yang dimaksud adalah kanon yang disiapkan untuk multi fungsi, mulai dari tugas meladeni dog fight hingga misi serangan ke target di permukaan. Banyak keuntungan yang didapat dari pola penempatan senjata internal, diantaranya kemampuan pesawat bakal lebih banyak dan bervariasi dalam membawa jenis senjata.
Armada jet tempur TNI AU, mulai dari era Uni Soviet seperti MiG-21 Fishbed, hingga terus ke era jet tempur Barat, seperti F-86 Sabre, A-4E Skyhawk, F-5E/F Tiger II, F-16 A/B Fighting Falcon, dan Sukhoi Su-27/30 Flanker dari Rusia, kesemua pesawat tempur tadi dibekali yang namanya kanon internal. Tapi ada satu pesawat tempur yang unik, pesawat yang berangkat dari platform jet latih ini tidak punya senjata internal, bisa disebut alutsista yang satu ini sebagai pesawat tempur ringan. Yang dimaksud tak lain varian jet Hawk 100/200 yang memperkuat dua skadron tempur TNI AU.
Hawk 100 tak lain adalah jet latih lanjut dengan kemampuan serang darat, sementara Hawk 200 yang berkursi tunggal dan avionic lebih canggih, lebih difokuskan sebagai pesawat tempur ringan yang punya kemampuan multirole. Pesawat buatan British Aerospace ini menjadi alutsista pada skadron 1 Elang Khatulistiwa yang punya home base di lanud Supadio, Pontianak – Kalimantan Barat. Dan skadron 12 Black Panthers di lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru – Riau. Oleh pihak pabriknya, Hawk Indonesia diberi kode 9. Hingga kemudian penulisan kode pesawat ini menjadi Hawk 109/209 bila menyebut Hawk Indonesia.

Pod ADEN 30mm pada Hawk 100




Tampilan belakang pod
Tampilan laras ADEN 30mm

Meski masuk kelas pesawat tempur ringan, dan disebut-sebut sebagai armada jet tempur lapis kedua TNI AU, pada kenyataan Hawk 100/200 pada tahun 1999 sempat menjadi andalan utama jet tempur TNI AU, dimana saat itu Indonesia terkena embargo suku cadang militer dari AS. Karena jadi tumpuan sista, Hawk 100/200 pun lumayan banyak terlibat dalam penugasan, selain ikutan dalam operasi Darurat Militer di Nanggroe Aceh Darussalam, Mei 2003, sebelumnya Hawk 100/200 juga dilibatkan dalam operasi di Timor Timur, terutama pasca referendum. Bahkan dalam operasi di Timor Timur inilah jet Hawk 100/200 sempat ‘menantang’ duel F/A-18 Hornet AU Australia yang terbang selaku black flight.
Kombinasi Senjata Hawk 100/200
Dalam paket jualnya, Hawk 100/200, terutama Hawk 200 punya beragam pilihan konfigurasi senjata. Untuk Hawk Indonesia, kombinasi senjata untuk misi combat air patrol yakni kanon ADEN 30mm dan dua rudal AIM-9 P4 Sidewinder. Rudal ini dipasang pada rel di ujung sayap. Selebihnya dapat dicantelkan pada gantungan terluar di sayap.Kemudian untuk kanon ADEN 30mm, berjenis pod dan dipasang secara portable di bawah body bagian tengah.

Hawk 100 dengan pod ADEN 30mm

 
Hawk 100 AU Emirat Arab dengan pod ADEN 30mm

Sementara untuk misi serangan ke permukaan, selain keberadaan ADEN 30mm, kombinasi senjata favoritnya adalah varian bom konvensional dan roket FFAR. Untuk sasaran yang lebih advance pun Hawk TNI AU dapat melepaskan rudal jenis AGM-65G Maverick.
ADEN 30mm
Bobot dan dimensi Hawk 100/200 yang  terbilang ringan, berimbas positif pada kemampuan manuver yang unggul di kelasnya. Tapi disisi lain juga membawa konsekuensi pada jenis senjata yang dapat dibawa. Salah satu efek negatifnya, jet tempur ini tak punya kanon internal. Rencana British Aerospace untuk menambahi kanon internal pupus begitu tahu dimensi ruang tak mencukupi. Bila dipaksakan, maka Hawk 200 hanya mampu dipasangi sebuah kanon saja. Itupun dengan konsekuensi cantelan bagian dalam pada sayap kanan harus dikosongkan untuk menjaga stabilitas pesawat. Apa boleh buat, kini Hawk 200 harus beropersi tanpa bekal kanon internal.
Dan jadilah kemudian ADEN 30mm sista portable yang diandalkan untuk Hawk 100/200 TNI AU, pasalnya kanon adalah senjata yang efektif untuk misi perang di udara dan perang misi tempur ke permukaan. Bahkan, bila dilirik lebih lama lagi, Hawk MK.53 yang sejak tahun 1980-an menjadi jet latih lanjut skadron 15 TNI AU, juga punya kemampuan membawa ADEN 30mm.

 Hawk 200 TNI AU dengan pod ADEN 30mm



 
 Pesawat lawas, Hawk MK.53 skadron 15 TNI AU juga bisa dipasangkan ADEN 30mm

 Hawk 100 denngan konfigurasi ADEN 30mm plus rudal Sidewinder



ADEN (Air Defence Enfield) dikembangkan atas dasar spesifikasi British Air 1424 (standar sista pesawat AU Inggris) pada tahun 1950. Sista ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan sistem senjata pada pesawat tempur AU Inggris. Atas dasar konsep ini maka munculah kanon ADEN MK.I dengan kaliber 30mm, model senjata ini dibuat sederhana, kompak dan mudah dioperasikan oleh pilot. Senjata ini dibuat oleh pabrik Enfield, yang merupakan salah satu divisi dari pabrik senjata dan amunisi Royal Ordnance (sekarang telah bernanung di bawah grup British Aerospace).
ADEN dipasang di dalam suatu tempat berupa tabung (pod), dimana di dalam tabung tersebut dipasang komponen senjata berikut amunisinya. Kemudian pod tersebut dipasang pada bagian bawah badan pesawat. Untuk tempat kemasan senjata, dibuat dalam dua pilihan, yakni Pylon dan Blister. Cara kerja senjata ini adalah, rotasi amunisi ke laras dilakukan dengan sistem silinder (drum berputar) yang memiliki lima kamar peluru dengan berpedoman pada pergerakan gas yang dioperasikan dengan sistem slide. Sementara pengokangan dilakukan dengan sistem angin, yakni dengan ketentuan pengoperasian manual.
Sebagai hasil pengembangan dari versi sebelumnya, pada ADEN MK.V dimutakhirkan dengan modifikasi pada sistem dudukan senjata, dimana telah dibuat dengan bahan alumunium alloy. Pemilihan bahan tersebut dengan pertimbangan untuk melawan residual tinggi yang terjadi akibat tekanan beban yang tinggi. Dengan penggunaan metarial ini, diharapkan usia pakai senjata akan lebih tinggi. Kemudian ada modifikasi pada sistem gas, hal ini untuk meningkatkan performa rata-rata tembakan mulai dari 1.200 hingga 1.400 proyektil per menit.
Walau spesifikasi resmi ADEN 30mm punya kecepatan tembak 1.200 hingga 1.400 proyektil per menit dengan jangkauan tembak efektif 1.510 meter, namum hasil modifikasi pada versi MK.V menunjukkan kemampuan kinerja yang dapat ditingkatkan menjadi 1.500 sampai 1.700 proyektil per menit. Secara umum, amunisi ADEN dibuat dalam tiga kategori standar, mulai dari amunisi untuk latihan (practice), amunisi jenis ledakan tinggi (high explosive), dan amunisi anti lapis baja (armour piercing). Dengan kombinasi amunisi yang disiapkan, maka kanon ini dapat menghadapi target sasaran di udara dan tentunya juga efektif menghajar target berupa kendaraan tempur lapis baja.


Amunisi ADEN 30mm
 
Proses reload amunisi pada pod ADEN 30mm di pesawat Hawk
 
Jet Sea Harrier pun mengusung pod ADEN, nampak dua pod pada bawah body
 
 Kendali penembakan ADEN 30mm oleh pilot Hawk dapat dilakukan lewat HOTAS (Hands on Thorttle and Stick). Tapi konsep kanon dalam pod ini juga punya titik lemah, semisal kapasitas muat amunisi yang terbilang terbatas, dimana setia pod ADEN 30mm hanya bisa membawa 100 – 200 amunisi. Bisa dibayangkan, betapa harus iritnya seorang pilot Hawk dalam melepas tembakan ke suatu permukaan. Tapi model ADEN dalam kemasan pod bukan hanya untuk Hawk semata, jet tempur legendaris Sea Harrier pun menganut kanon model pod yang sama.
Selain dibuat dalam kaliber 30mm, ADEN juga ditawarkan dalam kaliber 25mm. Bobot ADEN 25mm lebih ringan 10% dari bobot ADEN 30mm, namun tenaga geraknya tiga kali lebih besar, dan bisa melontarkan proyektil hingga 1.850 per menit. 
Spesifikasi ADEN 30mm:
  • Kaliber                  : 30mm
  • Panjang pod       : 1,59 meter
  • Panjang laras     : 1,080 meter
  • Berat Senjata (pod)        : 87 kg
  • Berat Senjata berikut 200 amunisi    : 200 kg
  • Berat Laras                                          : 12,25 kg
  • Kecepatan Proyektil                       :  790 meter per detik
  • Jangkauan Tembak  Efektif          : 1.510 meter
  • Kecepatan tembak                          : 1.200 – 1.400 proyektil per menit
  • Tenaga Sistem penembakan       : Electrical 26 volt DC
Indo.