Jumat, 18 April 2014

Uji coba pesawat kepresidenan dari Aceh-Papua

Uji coba pesawat kepresidenan dari Aceh-Papua
 Pesawat Kepresidenan RI 1 Boeing Business Jett (BBJ2) mendarat mulus di Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh, Rabu (16/4). Pesawat RI 1 yang membawa 27 pejabat negara, terdiri dari Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi, Wakil Menteri Pertahanan, Letjen TNI (purn)Syafrie Syamsuddin, Kepala Badan Intelijen Negara, Letjen TNI (Purn) Marciano Norman dan Kasau, Marsekal TNI, Ida Bagus Putu Dunia , 13 orang kru pesawaat dan 5 orang staf dan media itu dalam rangka uji penerbangan dari Jakarta, Aceh, Manado dan Merauke. (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi menjelaskan uji coba pesawat baru kepresidenan dilakukan dari Provinsi Aceh hingga ke Papua.

"Ini merupakan uji coba penerbangan perdana dari Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta ke Aceh, dan kita lanjutkan sampai ke Papua dengan melintasi beberapa pulau di bagian utara dan selatan Indonesia," katanya di Banda Aceh, Rabu.

Ia menjelaskan, rute penerbangan perdana uji coba pesawat kepresidenan itu telah dirancang yakni pertama dari Sabang (ujung barat Indonesia), kemudian melintasi Pulau Miangas dibagian utara hingga Merauke (Papua), ujung paling timur Indonesia.

Sebagai pesawat kepresiden pertama sekali dalam sejarah dimiliki Indonesia, maka untuk memastikan segala sesuatunya baik saat presiden menggunakannya maka semuanya sudah teruji dan bisa berjalan lancar seperti diharapkan, kata Sudi Silalahi.

Pesawat Kepresidenan RI dengan nomor penerbangan A-001 itu mendarat mulus di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda Blang Bintang, Aceh Besar, Rabu pekitar pukul 11.30 WIB. Selanjutnya, pesawat akan terbang ke Manado.

Mensesneg menjelaskan, rombongan yang ikut dalam uji coba tersebut adalah pihak terkait dengan penerbangan pesawat kepresidenan, kru, tim teknis, ahli dan pejabat dilingkungan Sekretariat negara yang berkaitan dengan tugas-tugas perjalanan dinas Kepala Negara baik di dalam maupun luar negeri.

Dalam uji coba tersebut, Wamen Pertahanan Letjen TNI (Purn) Sjafrie Syamsuddin, Kasau Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia, dan Kepala BIN Letjen TNI (Purn) Marciano Norman juga tercatat sebagai salah satu penumpang pesawat kepresiden RI.

Pesawat baru kepresidenan berwarna biru itu memiliki dua mesin CFM56-7, dan tahun manufakturnya adalah pada 2013 tersebut memiliki kemampuan terbang dengan ketinggian maksimum dapat mencapai hingga setinggi 41.000 kaki.

Sedangkan tingkat ketahanan pesawat bisa mencapai sekitar 10 jam dengan kecepatan jelajah maksimum 0,785 mach dan kecepatan maksimum 0,85 mach.

Sementara jangkauan jelajah maksimal dari pesawat kepresidenan RI itu dapat menjangkau hingga sekitar 4.620 nautical miles atau 8.556 kilometer.

Ukuran pesawat tersebut memiliki panjang badan 38 meter dan tinggi pesawat 12,5 meter serta rentang sayap hingga 35,79 meter.

Pesawat kepresidenan bisa memuat hingga mencakup 2 VVIP Class (State Room), 4 VVIP Clas Meeting Room, 12 Executive Area, serta 44 Staff Area.

Pembelian pesawat itu diperkirakan mencapai hingga sekitar 91,2 juta dolar AS atau sekitar Rp820 miliar.(*)

TNI AD Akusisi Black Hawk dan Chinook

UH 60 Black Hawk
UH 60 Black Hawk

Setelah membeli helikopter serang Apache, TNI AD berencana mengakusisi helikopter serbu Black Hawk buatan Sikorsky Aircraft dan Chinook Ch-47 yang dibuat Boeing Rotorcraft Systems dari Amerika Serikat.
Pembelian ini melalui skema kredit ekspor melalui Kementerian Pertahanan. “Pembelian ini merupakan usulan TNI AD (berdasarkan surat KASAD No. B/455/II/2013),” tulis Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Andika Perkasa kepada Liputan6.com di Jakarta Selasa (15/4/2014).
Mantan Komandan Korem 023/Kawal Samudera Sibolga ini menambahkan, rencana membeli 2 tipe helikopter itu untuk menambah armada helikopter TNI AD yang dirasa masih kurang. Pembelian ini dimasukkan pada perencanaan strategis atau Renstra 2015-2019.

grafik: Jalo
grafik : Jalo

“Rencana pembelian helikopter Chinook dan Black Hawk oleh Kementerian Pertahanan adalah Black Hawk sebanyak 17 unit dan Chinook 3 unit,” ucap pria murah senyum itu.
Sikorsky UH-60 Black Hawk adalah helikopter serba guna angkut menengah bermesin ganda yang diproduksi oleh Sikorsky Aircraft. Helikopter yang terkenal dalam film “Black Hawk Down” ini dapat mengangkut 11 tentara atau 6 tandu.
Helikopter Black Hawk dapat juga dipersenjatai dengan 2 x GAU-19 gatling senjata, 70 mm (2,75 in) Hydra 70 roket dan AGM-114 Hellfire laser yang dipandu rudal. Dengan mesin 2 x General Electric T700-GE-701C turboshaft, helikopter Black Hawk dapat melaju dengan kecepatan maksimum 159 kt (183 mph, 295 km/jam).
Chinook heavy lift helicopters (photo:Boeing)
Chinook heavy lift helicopters (photo:Boeing)

Sedangkan, CH-47 Chinook adalah sebuah helikopter Amerika bermesin ganda, tandem rotor dan heavy-lift buatan Boeing Rotorcraft Systems. Helikopter Chinook dapat memuat 3 kru dan 33 hingga 55 tentara.
Dari data yang didapat Liputan6.com, harga total kedua tipe helikopter Amerika Serikat itu berkisar Rp 3 triliun. (Fahrizal Lubis/EYK. liputan6.com).

Selasa, 15 April 2014

Perwira tinggi TNI AU tempuh tradisi pembaretan Korps Paskhas

Perwira tinggi TNI AU tempuh tradisi pembaretan Korps Paskhas
Ilustrasi saat Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Timur Pradopo, menerima pengangkatan dia sebagai warga kehormatan Korps Pasukan Khas TNI AU, oleh komandan korps itu, Marsekal Muda TNI Amarullah, di Pangkalan Udara TNI AU Sulaeman, Bandung. Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Pramono Edhie (kiri), Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Soeparno (empat kanan), Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Imam Sufaat (tiga kanan), dan Panglima TNI, Laksamana TNI Agus Suhartono (dua kanan), juga diangkat. (FOTO ANTARA/Fahrul Jayadiputra)

Korps Pasukan Khas TNI AU melantik lagi 136 prajurit siswanya, ditandai upacara mengenakan baret jingga kebanggaan korps itu, di Pantai Sancang, Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat.

Selain mereka, 12 perwira tinggi dan tiga perwira menengah TNI AU juga menempuh secara langsung tradisi pembaretan ini.

"Dengan begitu, para perwira tinggi TNI AU ini bersama tiga perwira menengah, resmi menjadi warga kehormatan Korps Pasukan Khas TNI AU," kata Kepala Penerangan Korps Pasukan Khas TNI AU, Mayor Khusus Rifaid, dari Bandung, Selasa. 

Upacara pengenaan baret, penyematan brevet komando Korps Pasukan Khas TNI AU, dan pemberian pisau komando, dipimpin Komandan Korps Pasukan Khas TNI AU, Marsekal Muda TNI Herpin Ondeh.

Di antara 12 perwira tinggi TNI AU itu adalah Marsekal Pertama TNI Dody Trisunu (Komandan Pangkalan Udara Utama TNI AU Hasanuddin, Makassar) dan Marsekal Pertama TNI Adis Banjere (Kepala Dinas Hukum TNI AU). 

Laiknya seorang prajurit komando, para perwira tinggi dan menengah itu harus menempuh jalan jauh lintas alam militer sepanjang 20 kilometer melewati 14 pos pendidikan komando dengan beban cukup berat di ransel masing-masing. 

Di setiap pos, mereka harus mampu memakai persenjataan personel dan kelengkapan navigasi perorangan setelah ditunjukkan cara menggunakan. 

"Di antara pos itu adalah pos peta dan kompas, peralatan komunikasi, senjata lintas lengkung, penyeberangan basah, patroli pantai, penyeberangan kering, KSPT, pengetahuan kesehatan lapangan, penembakan SPG, lempar granat, titian dua tali, menembak laras panjang, menembak pistol, dan diakhiri lempar pisau," kata Rifaid.

Korps Pasukan Khas TNI AU dahulu bernama Pasukan Gerak Tjepat AURI yang lalu berubah nama menjadi Korps Pasukan Gerak Cepat TNI AU. Secara asasi, dia merupakan pasukan ber-habitus tempur di darat bagi TNI AU, dengan fungsi pokok pada pengendalian pangkalan udara, pertahanan pangkalan udara, dan SAR tempur. 

Seiring perkembangan jaman, Korps Pasukan Khas TNI AU juga memiliki pasukan khusus anti teror bernama Satuan B-90 Bravo. Pasukan ini akan mengoperasikan meriam titik anti serangan udara masif --mirip close-in weapon system-- buatan Oerlikon, Jerman, dalam waktu tidak lama lagi. 

Pusat Pengendalian Operasi TNI AL berfungsi sempurna

Pusat Pengendalian Operasi TNI AL berfungsi sempurna
Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Marsetio (tengah, duduk), menyimak keterangan di Pusat Informasi Operasi Pusat Komando Pengendalian TNI AL, di Markas Besar TNI AL, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (14/4). (Dinas Penerangan TNI AL)
 
Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Marsetio, meninjau kesiapan dan kemampuan operasional Pusat Pengendalian Operasi TNI AL di Markas Besar TNI AL, Cilangkap, Jakarta Timur, untuk memastikan kelancaran persiapan Latihan Gabungan TNI 2014 nanti.

Satuan yang dipimpin Kolonel Pelaut Mintoro Yulianto ini bertanggung jawab atas operasionalisasi teknis seluruh peralatan perang dan personel di lingkungan TNI AL, berbasis teknologi informatika dan teknologi canggih lain.

Beberapa di antara fasilitas pokok Pusat Pengendalian Operasi TNI AL itu adalah Ruang Olah Yudha (War Game Room) dan Pusat Informasi Operasi. 

Dari ruang terakhir inilah Marsetio dapat berkomunikasi secara audio-visual dengan semua jajaran TNI AL, termasuk ber-telekonferensi dengan personel Korps Marinir TNI AL yang tengah bertugas di pulau-pulau terluar Indonesia. 

Menurut Mintoro, seturut keterangan Dinas Penerangan TNI AL, ada tiga aplikasi utama pendukung satuannya, yaitu Command And Control Management System (C2MS), Web Portal Info Sharing Pusat Informasi Operasi (PIO), dan aplikasi pendukung lain. 

Aplikasi yang dia maksud ini termasuk Web Link CCTV Pangkalan TNI AL, Vicon, Radio Over Internet Protocol (ROIP), Web Link Cuaca, Web Link AIS Bakorkamla, Web Link BMKG, Web Link VMS KKP, dan Air Dependent Surveillance-Broadcast (ADS-B).

Sebagai misal, pergerakan sepanjang waktu dan grafis lintasan olahgerak kapal-kapal perang TNI AL bisa dimonitor melalui aplikasi AIS. Dari ruang kendali, operasionalisasi mereka bisa dilakukan secara mudah.

Kekuatan Udara VS Gerilyawan


Question: Bagaimana kekuatan udara menghadapi lawan dengan taktik gerilya namun berkemampuan pertahanan udara  seperti di Suriah dan Libanon?

Answer:
Berbagai macam konflik terbaru khususnya di Timur tengah sangat mengubah strategi kekuatan udara. Baik yang dihadapi oleh AU Suriah, Irak atau Mesir dimana lawan merupakan gerilyawan dengan peralatan dan komunikasi yang semakin canggih dan berdaya hancur tinggi. Jatuhnya beberapa pemerintahan lewat revolusi seperti di Libya bahkan memaksa militer Israel mengubah strategi. Pasalnya berbagai persenjataan canggih, sebagian hasil jarahan dari konflik Libya, bermigrasi lewat Mesir dan masuk ke Gaza melalui jalur penyelundupan.

Bahkan dikabarkan dari Afrika beberapa rudal SA-18 antipesawat (dari arsenal militer Eritrea) dan rudal-rudal SA-24 (eks militer Libya). Beberapa SA-18 terbukti telah jatuh ke pemberontak Somalia. Sementara rudal SA-24 telah lenyap dan mungkin di antaranya pindah ke luar negeri oleh penjual ilegal. Sementara rudal pertahanan udara portabel SA-7 telah berada ditangan kelompok pejuang Hamas di Gaza.

Sistem rudal antipesawat yang lebih berat dan canggih lainnya sudah dimiliki Suriah dan Iran, meskipun dikabarkan penjualan SA-20 kepada Teheran telah ditunda, namun dalam kenyataan mungkin sudah dikirimkan. Meski demikian, fakta bahwa senjata antipesawat canggih ini sudah berada di pasar dunia berpotensi mengancam kekuatan udara siapapun termasuk pesawat yang memiliki kemampuan siluman (stealth).

Brigjen (Pur) Shmuel Yachin, pejabat Israel Aerospace Industries menyebutkan bahwa semua senjata antipesawat ini, dari yang portabel hingga jarak jauh, membuat pasukan darat dan laut tidak bisa lagi mengandalkan bantuan angkatan udara seperti sebelumnya. Pesawat-pesawat militer seperti pesawat tempur, transpor dan helikopter tidak bisa lagi mengklaim memiliki keunggulan udara dengan mudah. Kekuatan udara akan lebih sibuk memikirkan keamanan misinya menghapi senjata antipesawat sebelum bisa membantu memecahkan masalah pasukan taktis darat yang sedang bertempur menghadapi kelompok gerilyawan dalam perang kota, perang gunung dan perang hutan. Saat ini adalah era pertama dimana pertahanan udara kaum gerilyawan jauh lebih kuat dibandingkan satuan tentara kecil pasukan regular pemerintah pada posisi yang paling rentan.

Yachin menyebutkan berdasarkan pengalaman bertempur melawan gerilyawan Hisbullah di Lebanon selatan, saat ini pasukan militer reguler harus meningkatkan kemampuan satuan taktis sehingga mereka dapat melakukan lebih banyak misi dengan lebih sedikit bantuan dari luar. Karena pertempuran mulai berubah ke perang intensitas rendah melawan pasukan tidak terkoordinasi, sehingga hasil pertempuran ditentukan pada level kompi dan batalion, tidak akan  lebih dari level brigade. Militer masa kini harus menggunakan semua teknologi canggih yang dikembangkan untuk angkatan udara, laut dan diadopsi  ke dalam sistem senjata yang lebih baik untuk satuan tingkat taktis.

Terkait hal ini adalah peran perang elektronika dan perang cyber di arena operasional dan taktis. Panglima Strategic Command AS, Jenderal Robert Kehler yang bertanggung jawab untuk pembinaan operasi intelijen, pengawasan dan pengintaian (ISR), serangan global dan cyber operations menyebutkan pentingnya pemahaman akan perang asimetris modern. Perang masa depan banyak belajar dari metode yang dikembangkan negara seperti Israel. Seperti  pengembangan di bidang kemanan jaringan komunikasi, khususnya penggunaan wahana robotik udara dan darat.

Wahana robotik masa depan akan mulai terlibat dalam pertempuran darat pada kurun waktu lima tahun mendatang dan mampu bertempur bersama sebagai kelompok. Hal ini merupakan tantangan teknologi dan sebuah revolusi besar untuk mengoperasikan sejumlah wahana tanpa awak robotik dalam sebuah sistem operasi perang secara bersama-sama.

Jenderal Kehler menambahkan bahwa pertahanan masa depan akan berlapis-lapis, termasuk perlindungan oleh robot dan pesawat tanpa awak sepanjang tahun. Dalam network centric warfare memerlukan kemampuan mengirimkan dan menerima informasi menggunakan peralatan komunikasi berspektrum lebar. Dalam situasi saat ini kita harus mampu memberikan kemampuan itu pada eselon pasukan terbawah dimana dua wahana perang bisa berkomunikasi satu sama lain dengan aman tanpa gangguan.

Sebagai hasil dari beberapa ancaman baru ini, maka dua kekuatan utama militer Israel yaitu pesawat close air support dan helikopter (pengangkut pasukan dan helikopter serang)  terpaksa harus mengurangi perannya di medan perang untuk bisa survive dari ancaman rudal hanud lawan. Pergeseran kekuatan akan lebih pada jenis kendaraan darat lapis baja yang lebih berat, wahana robotik darat otonom serta lebih mengintensifkan penggunaan peralatan pengawasan taktis medan dengan area pergerakan pasukan setingkat brigade (sekitar lima kilometer persegi).

Paket surveillance taktis ini bisa meliputi peralatan radar pemindaian elektronik taktis, pengindra sinyal intelijen dan sensor electro-optical/infrared. Sensor ini dapat mengirimkan data, memetakan medan dan menyajikan informasi terkini bagi satuan-satuan yang sedang bertempur di garis depan.

Dukungan udara akan terus bergeser pada senjata udara jarak jauh (stand off weapon), baik bersenjata dan tidak bersenjata, pesawat tak berawak, roket artileri panduan presisi dengan model serangan vertikal untuk digunakan di daerah berbukit dan kota dan sebuah peralatan teknologi baru yang memungkinkan pasukan setingkat kompi, peleton atau regu untuk mampu mencari dan menghancurkan target tanpa bantuan sepenuhnya dari udara.

Pertempuran modern akan lebih menantang dan peran udara masih terus dibutuhkan namun dalam format yang lain dan strategi serta taktik berbeda. (Kol Pnb. Agung “ Sharky” Sasongkojati)

Jejak Langkah Laksamana Udara S. Soerjadarma


Sebagai Perintis dan Pendiri AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) Soerjadarma tidak hanya berperan dalam mengembangkan TNI AU  atau dunia kedirgantaraan nasional pada bidang kemiliteran, namun juga sebagai pelopor pada penerbangan komersial. Tidaklah berlebihan jika dikatakan, Soerjadarma telah menjadikan dirgantara sebagai bagian dari jiwa dan kehidupannya

Soerjadarma merupakan tokoh besar dalam catatan sejarah TNI Angkatan Udara (TNI AU).  Ia merupakan tokoh perintis sekaligus pendiri AURI, yang selama 16 tahun - dari 9 April 1946 sampai Februari 1962 - menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU). Pada 18 Februari 1960 jabatannnya ditingkatkan menjadi Menteri Kepala Staf Angkatan Perang/KASAP (setingkat Panglima TNI saat ini). Ketika dilantik sebagai KASAU pada 9 April 1946, Soerjadarma berusia 33 tahun 4 bulan dengan pangkat Komodor Udara (pangkat Angkatan Udara setingkat Brigadir Jendral pada TNI Angkatan Darat).  

Sejak awal kelahirannya, tokoh AURI yang dikenal dengan mottonya “Kembangkan Terus Sayapmu Demi Kejayaan Tanah Air Tercinta, Jadilah Perwira Sejati Pembela Tanah Air”, mungkin telah ditakdirkan sebagai warga negara Indonesia yang bertugas merintis tumbuh kembangnya AURI. Hal ini terbukti dari semangat juang dan pengorbanannya nya dalam mengatasi berbagai tantangan dan hambatan, dalam meraih cita-citanya serta kemauan keras hatinya untuk menjadi penerbang militer sebagai profesi hidupnya.

Asal-usul meniti karier
Soerjadarma yang dilahirkan di Banyuwangi pada 6 Desember 1912 merupakan anak R. Suryaka Soerjadarma, yang memiliki garis keturunan Keraton Kanoman Cirebon. Pendidikan Umum dijalani di Europese Lagere School (ELS) dan Hagere Burgere School (HBS) di Bandung, kemudian pindah ke Koning Willem School (KWS) III di Batavia sampai lulus. Sejak kecil Soerjadarma bercita-cita menjadi penerbang. Namun  pada waktu  itu di Indonesia belum ada sekolah penerbang sipil, yang ada adalah sekolah penerbang militer. Sedangkan persyaratan untuk dapat mengikuti pendidikan penerbang harus seorang Opsir lulusan Koniklijke Militaire Academie (KMA) Breda, Belanda.

Tahun 1931, Soerjadarma mengikuti pendidikan di Akademi Militer Belanda (KMA) Breda. Ia merupakan salah satu dari empat puluh bumiputera yang diterima di KMA pada era Hindia Belanda. September 1934 ia lulus dan dilantik sebagai perwira pertama dengan pangkat Letnan Dua. Pada awalnya Soerjadarma ditugaskan di Nijmigem Belanda kemudian pada Oktober 1934 dipindahkan ke Batalyon Infanteri-I di Magelang. Dua tahun kemudian, tepatnya Desember 1936 dipindahkan ke Luchtvaart Afdeling (bagian penerbangan) KNIL di Bandung. Selanjutnya mengikuti pendidikan afiliasi kursus persenjataan. Pada Desember 1937, pangkatnya naik menjadi Letnan Satu dan masuk Sekolah Penerbang KNIL.

            Juli 1938, Letnan Satu Soerjadarma mengikuti pendidikan Warnamer School dan ditugaskan sebagai navigator pada Vliegtuing Group Glenn Martin di Lanud Andir, Bandung. Januari 1941 ditugaskan sebagai instruktur pada Vliegen Waarnemer School di Kalijati, dan setahun kemudian menjabat sebagai Wakil Komandan Satuan 2 VLG pada Grup 7 kesatuan pengebom di Lanud “Z” (Vlieg Baziz Z) Sumatera. Tugas utamanya mengamankan iring-iringan armada kapal perang Belanda dari serangan kapal selam Jepang, melakukan pengintaian terhadap kapal-kapal selam Jepang dan menyerang iring-iringan armada kapal perang Jepang serta Angkatan Laut Jepang yang dipusatkan di sebelah barat Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

Pengalaman Operasi Udara
Soerjadarma memiliki segudang pengalaman  dalam operasi-operasi udara Angkatan Udara Belanda, terutama ketika Belanda terdesak oleh invasi Jepang. Ia terkenal akan keberaniannya sebagai navigator dengan tiga pesawat pengebom Glenn Martin B-10, yang mengebom armada Jepang di Tarakan tanpa disertai fighter escort. Pada 13 Februari 1942 bersama kawan-kawannya berhasil memimpin pengeboman atas kapal penjelajah (cruiser) Jepang. Namun kemudian mereka diserang balik pesawat-pesawat Zero, sehingga hanya pesawat pengebom yang dipiloti Soerjadarma yang berhasil kembali ke homebase meskipun dalam keadaan rusak.

Karena jasanya tersebut, Pemerintah Belanda menganugerahi Medals for Distinguished Service During Combat untuk Jan Lukkien Sang Komandan Skadron sungguhpun sebetulnya peran Soerjadarma sangat besar dalam mengambil keputusan bersama Kapten Lukkien. Waktu itu Soerjadarma berusia 30 tahun dengan pangkat Kapten. Atas jasanya, kerajaan Belanda juga memberikan anugerah bintang Willems Orde, namun penghargaan itu ditolaknya dengan alasan kawan-kawan yang gugur dalam operasi itulah sebenarnya yang lebih berhak menerimanya.

            Tugas di kesatuan 2VLG Grup 7 dilaksanakan secara gemilang dan tuntas sampai dengan pendaratan tentara Jepang di Indonesia pada 8 Maret 1942. Pada saat Jepang melakukan invasi, Soerjadarma tidak ikut tentara Belanda mengungsi menuju Australia. Untuk “mengamankan dirinya” dari kemungkinan ditangkap Jepang, dengan bantuan Komisaris Polisi Yusuf teman baiknya, Soerjadarma diterima menjadi anggota Kepolisian Bandung dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Administrasi Kantor Pusat Bandung.

Tugas di kepolisian ia jalani sampai Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Pada awalnya Soerjadarma ragu dengan tawaran ini, mengigat ia telah banyak menjatuhkan bom terhadap kapal-kapal Jepang selama Perang Dunia II. Sehingga jika pihak Jepang mengetahui bahwa dia dulu adalah perwira Belanda dan pernah menjatuhkan bom di atas kapal-kapal Jepang pasti tidak akan diterima bahkan mungkin dipenjara. Namun ternyata Soerjadarma berhasil lolos dari lubang jarum. Ia lolos dari penelitian Jepang yang cukup ketat dan ia diterima sebagai polisi Jepang pada bagian Ekonomi.

Merintis AURI dan Kedirgantaraan
Pada awal masa kemerdekaan, Soerjadarma bersama Arudji Kartawinata, diperintah Bung Karno untuk membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Bandung, sekaligus sebagai ketuanya. Usaha pertama yang ditempuh BKR  bersama rakyat adalah merebut pangkalan-pangkalan udara Jepang dan berbagai bekas pangkalan udara Jepang tersebut, terutama di Pulau Jawa, dan dibentuk organisasi-organisasi BKR-Oedara (BKR-O). Tidak lama kemudian, pada September 1945, Soerjadarma di panggil Jenderal Oerip Soemohardjo ke Markas Tertinggi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) di Yogyakarta untuk mereorganisasi BKR dan BKR-Oedara. (Kolonel Sus M. Akbar Linggaprana)

Sukhoi TNI AU: Siap Tempur!



Berbagai persenjataan Sukhoi telah datang dan akan terus ditambah lagi. Jet tempur Su-27/30 kini menjadi alutsista paling berbahaya di barisan arsenal TNI AU.

                Kunjungan Angkasa ke Makassar bulan lalu untuk menghadiri upacara serah terima jabatan Panglima Komando Operasi Angkatan Udara II dari Marsda TNI Agus Supriatna kepada Marsma TNI Abdul Muis menjadi momen yang sangat berharga. Pasalnya, sehari sebelum pelaksanaan sertijab pada 25 Maret 2014 itu, Angkasa mendapatkan kesempatan eksklusif dari KSAU Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia untuk melihat langsung beragam persenjataan yang telah dibeli Pemerintah Indonesia untuk armada Su-27/30 Skadron Udara 11. Pesan KSAU sederhana, agar masyarakat Indonesia tahu bahwa Sukhoi TNI AU kini sudah bersenjata lengkap.

                Komandan Lanud Sultan Hasanuddin Marsma TNI Dody Trisunu mengungkapkan, beragam persenjataan yang telah datang saat ini menjadikan armada Su-27/30 siap tempur. Kelengkapan persenjataan ini kemudian disempurnakan dengan kemampuan para penerbang Skadron Udara 11 yang sudah diasah langsung oleh para instruktur senjata dan penerbang tempur AU Rusia. Setiap tahun TNI AU rutin mengirimkan para penerbangnya ke negeri Beruang Merah untuk memperdalam ilmu dan kemahiran bertempur. Tahun ini saja, ada empat gelombang pengiriman penerbang ke Rusia.

                Komandan Skadron Udara 11 Letkol Pnb Dedy Ilham S. Salam menerangkan, di Rusia para penerbang Sukhoi TNI AU mendapat selama empat bulan dari para suhu senjata dan pertempuran udara yang sudah sangat mumpuni sehingga mereka dijuluki profesor. “Mereka adalah para penerbang tempur AU Rusia yang sudah mencoba segala macam persenjataan Sukhoi,” ujarnya. “Bahkan, ketika kami di sana, ada satu profesor yang ilmunya sangat tinggi didatangkan khusus dari Siberika ke Moskwa, hanya untuk melatih kami,” ujarnya.

                Para guru AU Rusia tak segan-segan mewariskan ilmu perang udaranya kepada para penerbang TNI AU. “Semakin lama mengakrabi para profesor, maka semakin banyak ilmu yang mereka turunkan kepada kami,” lanjutnya. Bahkan mereka pun memberikan tanda khusus kepada para penerbang Sukhoi TNI AU yang sudah berhasil melaksanakan penembakan maupun pengeboman munisi live. “Ya, begitulah, kodrat mereka bertempur, sehingga mereka pun sangat mengapresiasi kami yang sudah pernah mencoba senjata Rusia,” tambah Dedy yang sudah memiliki lebih 1.000 jam terbang di Su-27/30.

                Dedy menguraikan, pakem tempur Rusia adalah pertempuran jarak jauh (BVR). “Nah, di situlah mereka juga menurunkan ilmu dan teknik bertempur jarak jauh. “Bagi mereka, close formation tidak lagi berguna karena itu hanya dibutuhkan oleh tim aerobatik,” urai alumni AAU 1995 ini.

Gelar senjata
                Atas permintaan KSAU, sebagian senjata Sukhoi Skadron Udara 11 lalu ditarik dari gudang senjata dan digelar untuk Angkasa publikasikan. Di antara yang didisplay saat itu adalah rudal udara ke udara short-medium RVV berdaya jangkau 80 km, rudal udara ke udara jarak pendek R-73, rudal udara ke permukaan antikapal Kh-29PE dan Kh-31PE, serta bom OFAB 250. Melihat langsung senjata-senjata mematikan itu di depan mata, rasanya badan langsung gemetar sekaligus membayangkan kalau Flanker TNI AU kini telah berubah jadi burung besi ganas yang sangat berbahaya bagi lawan demi tugas menegakkan kedaulatan NKRI.

                Uraian secara detail dari persenjataan ini mungkin akan dibahas dalam kesempatan berikutnya. Namun para pecinta kedirgantaraan sekiranya dapat memahami bahwa keseriusan pemerintah menjadikan TNI AU yang kuat, telah menjadi program bertahap dalam skema MEF (minimum essential force) yang telah dicanangkan pemerintah hingga tahun 2004. Mari kita sambut dengan gembira sambil menunggu arsenal-arsenal berikutnya, untuk semua alutsista yang dipercayakan pengoperasiannya kepada TNI Angkatan Udara. (Roni Sontani)