Kamis, 10 April 2014

[Gallery] Lebih Detil Dengan Indonesia Air Force-1

Inilah dia pesawat Kepresidenan RI yang baru. Pesawat berwarna dominan biru ini akhirnya mendarat di Lanud Halim Perdana Kusumah Jakarta pada kamis (10/04) pagi. Pesawa jenis Boeing Business Jet 2 ini dibelu pemerintah senilai lebih dari 91 juta dollar atau sekitar 847 Milyar Rupiah.


Sesuai peruntukannya, pesawat BBJ2 dirancang untuk memuat 4 VVIP class meeting room, 2 VVIP class state room, 12 executive area, dan 44 staff area. Interior pesawat dirancang untuk dapat mengakomodasi hingga 67 orang penumpang. Selain itu, Pesawat ini juga mampu terbang dengan ketinggian maksimal 41.000 feet, ketahanan terbang selama 10 jam, dan kecepatan maksimum 0,85 mach. Pesawat juga dilengkapi dengan perangkat keamanan, serta penambahan tangki bahan bakar sehingga mampu menjangkau sampai dengan 10.000 kilometer.
Nantinya pesawat ini akan dioperasikan oleh Skadron 17 TNI-AU, sementara untuk perawatan akan bekerja sama dengan Garuda. Nah, mari kita simak lebih dekat pesawat Kepresidenan ini.



 



ARC. 

Kasau : ASEAN Open Sky Policy 2015 Membawa Implikasi Terhadap Potensi Pelanggaran Wilayah Udara


Kasau : ASEAN Open Sky Policy 2015 Membawa Implikasi Terhadap Potensi Pelanggaran Wilayah Udara
Perkembangan lingkup regional membawa kompetisi kedaulatan wilayah dan akses ekonomi di kawasan Laut Cina Selatan yang dari waktu ke waktu cenderung meningkat, perlu mendapat perhatian dan kesiapan bersama. Demikian halnya dengan keamanan dirgantara di kawasan, dikarenakan Indonesia berada pada salah satu wilayah perlintasan transportasi dunia dan juga terkait dengan rencana pemberlakuan kebijakan ASEAN Open Sky Policy 2015. Kondisi ini membawa implikasi terhadap potensi pelanggaran wilayah udara yang harus kita sikapi dengan tingkat kewaspadaan tinggi. 
Demikian dikatakan Kasau Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia, dalam sambutannya pada Upacara Peringatan HUT ke-68 TNI Angkatan udara, di Lanud Halim Perdanakusuma, Rabu (9/4). HUT TNI Angkatan Udara kali ini tidak melibatkan Alutsista yang biasanya selalu menunjukkan atraksi udaranya di Langit Jakarta, karena bertepatan dengan hajat Nasional berupa pemilihan Legislatif (Pileg).
Dirgantara nasional sebagai wilayah kedaulatan yang memayungi kelangsungan hidup bangsa harus dipertahankan dan diamankan. Karenanya, Angkatan Udara sebagai komponen utama Pertahanan Negara aspek dirgantara harus dapat menjadi kekuatan udara Nasional (National air power) yang handal.
Kosekuensinya, TNI Angkatan Udara  harus memiliki kesiapan operasional yang tinggi,  yang didukung Alusista modern serta prajurit profesional,  agar selalu pada posisi siap siaga setiap saat.  Program penambahan, penggantian dan modernisasi Alutsista yang sudah berjalan selama ini patut kita sambut dengan gembira. 

TNI. 

Pesawat Kepresidenan RI Anti Serangan Rudal


Pesawat Kepresidenan Boeing Bussiness Jet 2 Green, telah tiba di Base Ops, Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Kedatangan pesawat tersebut disambut langsung oleh Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi dan pejabat Kementerian Pertahanan.

Pesawat senilai Rp820 miliar ini memiliki beberapa fitur keamanan yang canggih. Salah satunya anti serangan rudal.

"Pesawat ini mempunyai sensor yang mendeteksi panas. Jika ada benda asing atau rudal, maka pesawat itu dapat menghindar," kata seorang petugas Bandara Halim Perdana Kusuma yang enggan di sebutkan namanya, di lokasi, Kamis (10/4/2014).

Pesawat ini dibeli dengan harga US$ 91,2 juta atau sekitar Rp 820 miliar dengan rincian US$ 58,6 juta untuk badan pesawat, US$ 27 juta untuk interior kabin, US$ 4,5 juta untuk sistem keamanan, dan US$ 1,1 juta untuk biaya administrasi.

Pesawat ini memiliki panjang sekira 39,5 meter, panjang sayap 35,8 meter, tinggi ekor 12,5 meter, dan memiliki diameter 3,73 meter. Untuk interiornya, BBJ2 ini memiliki panjang 29,97 meter, dengan tinggi 2,16 meter dan lebar 3,53 meter.

Dengan daya tampung 39.539 liter bahan bakar, pesawat ini dapat terbang maksimal sejauh 10.334 kilometer. Namun jika pesawat berisi maksimal 50 orang, jarak tempuhnya mencapai 8.630

Berikut spesifikasi lengkap pesawat kepresidenan Boeing Bussiness Jet 2 Green.

Mesin : 2 Mesin CFM56-7
Sejarah pesawat : pembuatan dilakukan sejak tahun 2013 (Date Manufacture)
Kemampuan Terbang: Ketinggian Maksimum 41.000 Feet.
Endurance (Daya Jelajah) 10 Jam.
Kecepatan Jelajah Maksimum : 0,785 Mach.
Kecepatan Maksimum : 0,85 Mach
Jangkauan Jelajah Maksimum : 4.620 Nm / 8.556 Km

Ukuran pesawat
1. Rentan Sayap : 35,79 Meter
Panjang Badan : 38 Meter
Tinggi Pesawat : 12,50 Meter

Data Muat : 4 VVIP Clas Meeting Room,
2 VVIP Clas (State Room)
12 Executive Area
44 Staff Area 

Pesawat Kepresidenan Akan Dirawat TNI AU dan Garuda

Pemeliharaan dan perawatan dilakukan dengan standar internasional.

Pesawat kepresidenan Republik Indonesia yang dibeli dai Boeing seri 737-800 BBJ II akhirnya mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (10/4/2014).
Pesawat kepresidenan Republik Indonesia yang dibeli dai Boeing seri 737-800 BBJ II akhirnya mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (10/4/2014). (VIVAnews/Ikhwan Yanuar)
Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi menyerahkan perawatan pesawat kepresidenan kepada TNI Angkatan Udara dan pihak maskapai Garuda Indonesia. Mereka, kata Sudi, yang ditugaskan untuk merawat dan mengoperasikan pesawat kepresidenan ini.

"Saya minta TNI AU dan Garuda agar dapat menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Pastikan pemeliharaan dan perawatan berkala yang terbaik dan berstandar internasional," kata Sudi di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis 10 April 2014.

Sudi juga meminta kepada TNI AU dan Garuda Indonesia untuk melakukan komunikasi intensif dengan Boeing yang merupakan pabrik pesawat ini.

"Pedomani standardisasi yang berlaku. Pastikan pula pesawat ini memberikan tingkat keamanan, kenyamanan dan keselamatan yang tinggi bagi presiden dalam menunaikan tugas konstitusional," kata dia.

Tak hanya itu, TNI AU dan Garuda Indonesia juga diminta untuk melakukan komunikasi intensif dengan Kementerian Sekretariat Negara dan pemangku kepentingan lainnya agar pengelolaan anggaran untuk pengoperasionalan dan perawatan pesawat ini berjalan dengan lancar.

"Cegah semua bentuk pemborosan anggaran, upayakan agar anggaran operasional dan perawatan benar-benar efesien dan efektif," kata dia.

Sementara, Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar, mengatakan memang penggunaan pesawat kepresidenan akan banyak efisiensi. Selain itu, tidak lagi mengganggu jadwal pesawat komersial lainnya jika tiba-tiba presiden memerlukan pesawat itu.

"Biasanya kalau tiba-tiba (presiden) harus berangkat kita harus reschedule flight kita. Sekarang sudah nggak ada lagi kan begitu," kata dia.
 

Mensesneg: Miliki Pesawat Kepresidenan Jauh Lebih Banyak Kemaslahatannya



Setelah melalui proses kurang lebih 2 (dua) tahun, pagi ini, pesawat Kepresidenan Republik Indonesia jenis Boeing Business Jet 2 atau BBJ-2 737-800  mendarat di Base Ops Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (10/4). Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Sudi Silalahi menyambut kedatangan pesawat yang terbang langsung dari markas Boeing di Chicago, Amerika Serikat itu. Hadir dalam kesempatan ini antara lain Menko Kesra Agung Laksono dan Menhan Purnomo Yusgiantoro.
Mensesneg Sudi Silalahi menjelaskan, pesawat kepresidenan seharga Rp 820 miliar ini khusus didesain untuk digunakan Presiden Republik Indonesia dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan kenegaraan.
Mensesneg menilai, hadirnya pesawat Kepresidenan pada hari ini, membuka lembaran sejarah baru bagi kita, bangsa Indonesia. “Inilah pertama kalinya, setelah hampir 69 tahun Indonesia merdeka, kita memiliki pesawat Kepresidenan,” ungkapnya.
Sebelum ini, menurut Mensesneg, Presiden Republik Indonesia dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan kenegaraan baik di dalam maupun di luar negeri, selalu menyewa pesawat komersial, yang tentu saja tidak seefektif dan seefisien, bila dibanding dengan memiliki sendiri pesawat kepresidenan.
Insya Allah, setelah melalui perhitungan yang cermat dan sangat teliti, disertai  pertimbangan yang matang dan masukan dari berbagai pihak, utamanya dari DPR RI, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kepemilikan dan penggunaan pesawat khusus kepresidenan, jauh lebih banyak kemaslahatannya,” ucap Sudi.

Jauh Lebih Hemat
Secara rinci Mensesneg Sudi Silalahi menyampaikan beberapa manfaat yang bisa diperoleh dengan kepemilikan pesawat kepresidenan RI itu.  Pertama, dari sisi anggaran negara, kata Mensesneg, penggunaan pesawat kepresidenan jauh lebih hemat dibandingkan dengan menggunakan pesawat komersial.
“Dari perhitungan yang kita lakukan dengan cermat, penghematan anggaran negara, selama masa pakai pesawat ini di beberapa tahun ke depan, bisa mencapai di kisaran Rp 114,2 miliar setiap tahunnya,” papar Mensesneg.
Kedua, dari sisi efisiensi dan efektifitas, lanjut Mensesneg, penggunaan pesawat khusus kepresidenan tentu tidak mengganggu jadwal dan kinerja maskapai penerbangan komersial. “Selama ini, perusahaan  penerbangan harus mengatur ulang jadwal penerbangannya apabila ada tugas-tugas kenegaraan yang mengharuskan penggunaan   pesawat bagi perjalanan dinas Presiden,” ujarnya.
Ketiga, sebagai negara besar, kata Mensesneg Sudi Sialahi. kita tentu lebih bangga apabila Presiden Republik Indonesia menggunakan pesawat khusus kepresidenan yang canggih, modern, aman, dan benar-benar difungsikan untuk melayani tugas konstitusional Presiden Republik Indonesia.
Mensesneg berharap pihak TNI Angkatan Udara dan Garuda yang diberi tugas untuk menyimpan, merawat dan mengoperasikan pesawat kepresidenan ini, agar dapat menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya. “Pastikan pemeliharaan dan perawatan berkala yang terbaik dan berstandar internasional,” pintanya.
Mensesneg juga meminta TNI AU dan Garuda menjalin komunikasi intensif dengan Boeing sebagai pabrikan pesawat ini.  “Pedoman standardisasi yang berlaku. Pastikan pula pesawat ini dapat memberikan tingkat kenyamanan, keamanan, dan keselamatan yang paling tinggi bagi Presiden dalam menunaikan tugas konstitusionalnya,” tuturnya.
Adapun terkait dengan  pengelolaan anggaran untuk pengoperasian dan perawatan pesawat ini, Mensesneg Sudi Silalahi meminta kedua instansi itu melakukan komunikasi efektif dengan Kementerian Sekretariat Negara dan pemangku kepentingan.
“Pastikan anggaran itu dapat dikelola secara transparan dan akuntabel. Cegah semua bentuk pemborosan anggaran. Upayakan anggaran operasional dan perawatan pesawat ini, benar-benar efisien dan efektif,” pinta Sudi.
Pesawat Kepresidenan jenis BBJ II 737-800 itu berukuran panjang 39,5 meter, rentang sayap 35,8 meter, tinggi ekor 12,5 meter, dan diameter 3,73 meter. Sementara itu, interiornya, panjang 29,97 meter, tinggi 2,16 meter, dan lebar 3,53 meter.
Selain itu, 737-800 BBJ II juga memiliki kemampuan jarak tempuh maksimal 10.334 kilo meter (km), kapasitas penumpang 50 orang, jarak tempuhnya terjauhnya turun jadi 8.630 km, kecepatan 871 kilometer per jam, dan kapasitas bahan bakar 39.539 liter.
 

HUT TNI AU di Balikpapan diperingati sederhana



Prajurit Korps Pasukan Khas TNI AU mengikuti gladi bersih upacara peringatan HUT ke-68 TNI AU, di Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (7/4). Peringatan Hari Angkatan Udara yang jatuh pada 9 April 2014 mendatang, TNI AU meniadakan atraksi pesawat serta terjun payung karena bertepatan dengan Pemilu Legislatif. (ANTARA FOTO/. Agung Rajasa)

Balikpapan, Kalimantan Timur (ANTARA News) - Peringatan HUT ke-68 TNI AU di Pangkalan Udara TNI AU Balikpapan, Sepinggan, Kalimantan Timur, Rabu, dilaksanakan secara sederhana. 

"Sesuai instruksi Kepala Staf TNI AU, bahwa peringatannya cukup internal TNI AU dan sederhana," kata Komandan Pangkalan TNI AU Balikpapan, Kolonel Penerbang Tri Bowo.

Kesederhanaan itu terutama berkenaan dengan HUT TNI-AU tahun ini berbarengan dengan penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014.

Setelah upacara di halaman depan pangkalan, digelar syukuran di pantai, yang tak lain dari halaman belakang markas. Selain para prajurit, hadir juga para purnawirawan bersama keluarganya.

Bowo pun duduk bersama para tetua yang sebagian turut membangun Pangkalan TNI AU Balikpapan sejak pertama kali.

"Saya sudah bertugas sejak 1959 sebagai operator radar," cerita Pembantu Letnan Satu (Purnawirawan) Sarpan, yang kini berusia 80 tahun.

Pada masa itu, stasiun radar milik TNI AU ada di Pasir Ridge atau Gunung Pasir, di bukit yang kini menjadi kantor perusahaan migas Chevron Indonesia Company.

Pada masa itu juga dimulai konfrontasi dengan Malaysia dalam kampanye Dwikora atau Dwi Komando Rakyat.

Personel di Pangkalan TNI AU Balikpapan pun lebih kurang hanya 50 orang. Sarpan menjadi salah satu personel angkatan pertama.

Sarpan kemudian didaulat bersama Danlanud untuk memotong nasi tumpeng tanda syukuran.

Menurut Kapten Deni, perwira penerangan, panitia peringatan menggelar beberapa pertandingan olahraga, mulai pertandingan bulutangkis, bolavoli, hingga tarik tambang.

Kesempatan ini juga dijadikan sejumlah perwira yang ditugaskan ke tempat lain untuk berpamitan, minta maaf, dan minta diri.

"Walaupun sederhana, peringatan hari ini semoga berkah dan tetap dalam maknanya," kata Bowo, yang dalam perjalanan dari rumah jabatannya di Klandasan ke markas di Sepinggan, lebih kurang 10 km, sempat menciptakan sebuah puisi tentang pengabdian prajurit TNI Angkatan Udara kepada kesatuannya.

"Saya persembahkan untuk kita semua, terutama untuk para senior purnawiran," ujarnya takzim.


Memilih Pengganti F5 Tiger TNI AU


F-5 Tiger TNI AU (photo: Eddy Februanto Putra)
F-5 Tiger TNI AU (photo: Eddy Februanto Putra)

Kementerian Pertahanan dan TNI Angkatan Udara masih mengkaji calon pengganti pesawat tempur F-5 Tiger yang akan dikandangkan. Kepala Badan Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda Rachmad Lubis, mengatakan empat pesawat generasi 4,5 atau mendekati kemampuan pesawat siluman atau antiradar yang dilirik adalah Sukhoi Su-35 buatan Rusia, SAAB JAS Gripen produksi Swedia, Dassault Rafale dari Prancis, serta Boeing F/A-18E/F Super Hornet bikinan Amerika.
“Masih kami pertimbangkan dari sisi anggaran. Kami mempelajari yang paling menguntungkan pemerintah,” kata Rachmad kepada Tempo di kantornya, Rabu pekan lalu. Rachmad belum bisa memastikan jumlah anggaran untuk membeli pesawat baru.
Sumber Tempo di Kementerian Pertahanan mengatakan sebenarnya ada usulan baru pengganti F-5 Tiger. Yaitu Eurofighter Thyphoon yang diproduksi bersama oleh Inggris, Spanyol, Jerman, dan Italia. Usul pembelian Thyphoon diajukan oleh PT Dirgantara Indonesia.
Menurut sumber ini, PT DI beralasan para produsen Thyphoon lebih mau berbagi ilmu atau transfer teknologi. Bahkan, sangat mungkin PT DI diberi lisensi memproduksi beberapa suku cadang. “Kalau pesawat buatan Amerika dan Rusia tak ada transfer teknologi,” kata si sumber. Berdasarkan Undang-Undang Industri Strategis, pembelian alat utama sistem persenjataan dari luar negeri harus disertai dengan alih teknologi.
Direktur Teknologi Penerbangan PT DI Andi Alisjahbana tak mau berkomentar tentang usulan perusahaannya. Dia hanya mengatakan pengadaan persenjataan sebaiknya tak hanya melihat kecanggihannya. “Tapi diperhatikan pula kesediaan negara pembuat untuk membagi teknologi dengan industri dalam negeri,” katanya.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto menanggapi positif usulan Typhoon sebagai pengganti F-5 Tiger. Musababnya, Typhoon punya kemampuan relatif sama dengan calon pengganti lainnya. Hadi juga menilai pembelian Typhoon bakal menambah varian pesawat tempur Angkatan Udara. “Tapi keputusan pembeliannya berada di Kementerian Pertahanan.” Sejumlah pilot tempur yang ditemui Tempo justru menilai pemerintah seharusnya membeli Sukhoi Su-35. Pesawat ini dianggap superior di udara dan menimbulkan efek gentar bagi negara tetangga. Tempo.co / INDRA WIJAYA