Selasa, 08 April 2014

KH-179 Howitzer 155mm: Meriam Tarik Kaliber Terbesar Armed TNI AD

kh179d
Guna memenuhi elemen fire power dalam MEF (minimum essential force), satuan Artileri Medan TNI AD pada tahun ini mulai kedatangan alutsista andalannya yang telah dipesan pada tahun lalu. Sebut saja ada ASTROS II MK6 Self Propelled MLRS, lalu di lini meriam ada TRF-1 CAESAR Self Propelled Howitzer 155 mm yang berkaliber besar. Meremajakan lini meriam berkaliber sedang, yang puluhan tahun mengandalkan M2A2 Howitzer 105 mm, TNI AD pun bakal mendapatkan 54 pucuk meriam KH-178 dari Korea Selatan untuk melengkapi 3 batalyon.
Tapi gado-gado sista Armed TNI AD tak cuma itu saja, di tahun ini pula, kabarnya TNI AD juga akan diperkuat 18 pucuk heavy gun kaliber 155 mm, untuk melengkapi 1 batalyon Armed. Merujuk dari sejarahnya, meski agak telat, TNI AD sudah mengenal Howitzer 155 mm sejak 2008 lewat tipe FH-2000 buatan Singapura. Jumlah FH-2000 yang minim secara kuantitas, menjadikan kinerjanya kurang maksimal. Baru kemudian ada terobosan menghadirkan heavy gun Howitzer 155 mm lewat TRF-1 CAESAR buatan Perancis. Namun, perlu dicatat, baik FH-2000 dan TRF-1 CAESAR masuk kategori self propelled, alias bergerak sendiri karena dilengkapi platform kendaraan untuk mobilitas independent.
4393
2ce423b
Mungkin atas pertimbangan kebutuhan operasi, TNI AD masih merasa perlu menghadirkan Howtizer 155 mm dalam platform lain, yakni dalam towed Howitzer, yang berarti mobilitasnya ditarik oleh suatu kendaraan. Meski sekilas self propelled Howitzer punya adopsi lebih maju dalam mobilitas, tapi dalam beberapa hal towed juga punya keunggulan, seperti kemudahan untuk dipindahkan lewat udara (lewat sling dari helikopter). Dan, pilihan TNI AD untuk towed Howitzer telah jatuh pada KH-179 buatan KIA Heavy Industries Corporation, Korea Selatan.
KH-179 dikembangkan berdasarkan sistem howitzer tarik M114A1, yang banyak dipergunakan dalam Perang Vietnam. Korea Selatan memiliki lebih kurang 1.700 pucuk M114A1. KIA memodifikasi sistem pembawa M114A1 agar dapat dipasangi meriam 155mm/L39 baru yang memiliki jarak jangkau yang lebih jauh. Meriam L39 ini terbuat dari baja monoblok yang menawarkan ketahanan panas yang lebih baik, sehingga dapat memperpanjang umur laras.
Gelar persiapan KH-179 oleh militer Korea Selatan
Gelar persiapan KH-179 oleh militer Korea Selatan
f0205060_5166864103259
f0205060_5166864198589
f0205060_516686422c71a
Dari segi pengoperasian meriam ini tak banyak berubah dari versi M114A1, dimana butuh dua awak untuk mengubah arah meriam, prajurit awak penembak di kiri memutar roda untuk mengubah arah horizontal (traverse), sementara prajurit di kanan sebagai asisten penembak memutar roda untuk mengubah elevasi vertikal moncong meriam. Sementara satu prajurit lagi bertugas sebagai pengarah dan membidik melalui teleskop dengan pembesaran 4x dan dial sight, atau bila diperlukan, mengoperasikan KH-179 untuk dukungan tembakan langsung (direct fire) menggunakan teleskop khusus yang memiliki pembesaran 3,5x.
Sistem KH-179 menerapkan dua tabung yang berbeda untuk penahan kejut (hydraulic dampers/ hydropneumatic shock absorber) dan satu tabung lain untuk pengembali kedepan (recuperator), yang dianggap mampu memperpanjang umur pakai meriam. Pada saat penembakan, ada pasak yang bisa diturunkan untuk ditanam dan menambah kestabilan penembakan.
pcpdownloadphpfhandlen2
Proyektil melesar dari laras
Breech pada pangkal laras
Breech pada pangkal laras
Tampil dalam sebuah pameran persenjataan
Tampil dalam sebuah pameran persenjataan

Bicara tentang amunisi, sebagai sekutu AS, KH-179 yang buatan Negeri K-Pop ini menikmati kompatibilitas dengan munisi NATO. Hal ini berarti KH-179 mampu menembakkan seluruh munisi 155 mm termasuk munisi khusus berpendorong roket (RAP: Rocket Assisted Projectiles). Dari segi jangkauan tembak, jarak jangkaunya adalah 22 km atau 30 km apabila menggunakan munisi RAP. Kecepatan tembaknya (rate of fire) apabila digunakan secara kontinyu maksimal 4 peluru per menit. Agar laras awet, penembakan bisanya dilakukan 2 peluru per menit. Militer Korea Selatan sendiri menjadikan KH-179 sebagai elemen kekuatan pemukul utama dalam menghadapi serangan artileri Korea Utara.
Tampak KH-179 ditarik truk KIA KM500 dalam Latgab TNI AD di Baturaja, Sumatera Selatan.
Tampak KH-179 ditarik truk KIA KM500 dalam Latgab TNI AD di Baturaja, Sumatera Selatan.

Meriam dengan bobot 6,8 ton ini dilengkapi sistem carriage yang dilengkapi APU (Auxillary Power Unit) sehingga dapat bergerak dengan tenaga sendiri. Saat ini Korea Selatan tercatat menawarkan dua varian kaliber untuk KH-179, yaitu L39 dan L45, dengan varian ketiga, yaitu L52. Di Indonesia, penampakan KH-179 belum dipublikasi secara umum, hanya sosoknya sempat terlihat dalam Latihan Gabungan (Latgab) TNI AD 2012 di Baturaja, Sumatera Selatan. Menimbang bobotnya yang heavy, KH-179 minimal ditarik truk Reo, atau dalam Latgab nampak meriam ini ditarik truk KM500 buatan KIA. Untuk mobilitas lewat udara, pesawat angkut berat C-130 Hercules dapat membawa 1 pucuk meriam ini dalam ruang kargo. (Diolah dari berbagai sumber)

Spesifikasi KH-179
Rancangan Pertama : 1979
Resmi operasional : 1982
Kaliber : 155/39 mm
Jarak recoil : 1.524 mm
Bobot : 6.890 kg
Panjang : 10.389 mm
Tinggi : 2.770 mm
Ground clearance : 280 mm
Sudut Elevasi : 68,6 derajat
Kecepatan maksimum ditarik : 70 km/jam

Senin, 07 April 2014

Canggihnya Radar Buatan Indonesia: Tak Terdeteksi Musuh

Di Asia belum ada (produsen), apalagi di Asia Tenggara. Rata-rata mereka menggunakan produk negara maju,

Kecanggihan dan nilai battle proven kapal  perang modern tidak terlepas dari persenjataan dan teknologi radarnya. Seperti radar Low Probability of Interference (LPI), radar yang dirancang untuk menjadikan kapal sulit dideteksi kapal musuh. Rata-rata teknologinya dari negara besar seperti Scout MK2 buatan Thales Eropa, SPN 730 buatan Selex ES Inggris, dan negara-negara besar lainnya.

Meski tertinggal dalam teknologi persenjataan, Indonesia ternyata sejak 2009 telah membuat radar canggih ini. Namanya LPI Radar-IRCS, radar buatan PT Infra RCS Indonesia ini menggunakan teknologi Frequency Modulated Continuous Wave (FM-CW).

"Dengan teknologi ini maka daya pancar yang digunakan sangat rendah yaitu di bawah 10 watt untuk dapat memperoleh jarak jangkauan radar yang luas. Di Asia belum ada (produsen), apalagi di Asia Tenggara. Rata-rata mereka menggunakan produk negara maju," ucap Technical Advisor PT Infra RCS Indonesia, Dr Mashruri Wahab di Plaza Aminta, Jakarta Selatan.

Dengan menggunakan frekuensi X-band, Doopler speed bisa mencapai maksimal 40 knot membuat radar LPI semakin penting untuk pengawasan rahasia, pelacakan target, dan operasi siluman. Selain radar LPI, PT Infra RCS Indonesia juga telah memproduksi Electronic Chart Display and Information System (ECDIS) dan Electronik Support Measures (ESM).

"Radar kami bersifat Low Probability of Intercept kita jual satu paket dengan ECDIS bisa juga dengan ESM. Alat ini cocok untuk electronic warfare. Radar LPI dia hidup tapi tidak bisa dideteksi oleh musuh menggunakan detektor yang disebut ESM. Keunggulan radar LPI, musuh akan melihat kita sebagai kapal sipil," tutur Mashruri.

Selain untuk kapal laut, Radar LPI juga dikembangkan untuk wilayah perairan seperti portable coastal radar yang bisa digunakan secara mobile. Radar ini memiliki keunggulan yaitu ukuran lebih kecil, jangkauan deteksi cukup jauh, dengan probabilitas rendah membuat radar ini tidak mudah diketahui pihak lain.

"Sementara untuk di wilayah pantai  untuk tahun ini kita sedang mengetes radar coastal kerjasama dengan Dislitbang AL. Seperti kita tahu garis pantai kita kan panjang jadi perlu sekali radar pengawas pantai. Karena wilayah kita banyak lalu lintas kapal asing, lalu juga illegal fishing, kecelakaan, penyelundupan dan lain-lain. Seperti di Maluku, Kalimantan, dan lain-lain," ungkap pria lulusan sebuah universitas Australia ini.

Untuk komponen radar, menurut Mashruri, ada beberapa material masih impor dari negara lain karena belum tersedia di dalam negeri. Ia berharap adanya kebijakan dari pemerintah agar nilai komponen lokal pembuatan radar tanah air bisa meningkat.

"Ada yang kita buat sendiri seperti software dan beberapa hardware. Dan memang untuk material ada yang kita impor ya karena di dalam negeri nggak ada," keluhnya.

Sementara di tempat yang sama, Direktur PT Infra RCS Indonesia, Wiwiek Sarwi Astuti, mengatakan saat ini timnya masih berfokus untuk mengembangkan radar Coastal dan ke depan akan mengembangkan Warship Electronic Chart Display and Information System (WECDIS).

"Untuk Infra ini kan punya misi  untuk mendukung kemandirian bangsa dalam produk-produk yang sifatnya strategis jadi produk seperti ini kita usung untuk pelanggan atau end user di Indonesia. Sehingga kita support lebih baik dan kita berikan pelatihan tentang penggunaan," jelas Wiwiek.

Apakah akan mencoba menjual ke luar negeri? "Rencana ada, tapi masih fokus untuk kebutuhan dalam negeri dulu. Kalau nggak kita akan bergantung dengan negara lain terus dan ini menjadi tantangan bagi kami untuk memajukan teknologi bangsa," jawab wanita berkerudung ini.

Liputan6.

KSAD: Tangkap Kelompok Separatis di PNG Butuh Jalur Diplomatik


Kelompok separatis kabur ke jalur perbatasan PNG setelah baku tembak.

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman saat berkunjung ke redaksi ANTV di Jakarta
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman saat berkunjung ke redaksi ANTV di Jakarta (VIVAnews/Muhamad Solihin)
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Budiman, Senin 7 April 2014, mengakui bahwa pihaknya memiliki kendala menangkap kelompok separatis OPM yang menurunkan bendera merah putih di Perbatasan RI-PNG, tepatnya di Pos Skow Jayapura, dua hari lalu. 

Sebab, kelompok bersenjata itu melarikan diri memasuki wilayah negara Papua Nugini, sehingga TNI yang mengejar tidak bisa masuk wilayah tersebut lantaran sudah masuk daerah kekuasaan negara setempat. Dalam pengejaran itu sempat terjadi kontak senjata antara TNI dengan kelompok separatis tersebut.

"Karena mereka menembak di luar perbatasan, di luar wilayah Indonesia, kami tidak bisa mengejar masuk ke wilayah itu. Jika TNI berbuat salah (masuk wilayah PNG) itu bisa diekspos Internasional dan dunia luar bisa menekan kita, itu salah satu bahayanya," kata Budiman di Mabes TNI AD, Jakarta.

Menurut Budiman, sebelumnya dia sempat memerintahkan anggotanya untuk mengejar pelaku sampai tertangkap. Namun, berhubung kelompok separatis itu lari ke wilayah kekuasaan negera tetangga, sehingga TNI tidak bisa bertindak lebih jauh.

"Memang saya perintahkan agar pelaku dikejar sampai dapat, tapi situasi disana ternyata tidak bisa seperti itu. Jadi harus hati-hati dan gunakan strategi yang tepat," terangnya.

Untuk menangkap pelaku yang bersembunyi di wilayah PNG, lanjut Budiman, perlu koordinasi secara diplomatik dengan otoritas setempat, yakni Pemerintah PNG. Menurutnya, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih (Pangdam) telah melapor kepada Panglima TNI untuk meminta Menteri Luar Negeri mengkoordinasikan hal itu dengan Pemerintah PNG.

"Pencarian pelaku perlu komunikasi diplomatik," tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, pada Sabtu 5 April lalu terjadi baku tembak antara aparat keamanan dengan sekitar 40-an kelompok separatis. Mereka menembaki tower serta membakar papan reklame di sekitar pos TNI Skow. Bendera merah putih diturunkan dan menaikan bendera bintang kejora sebagai simbol bendera OPM.

Korban dilaporkan berjumlah tiga orang diduga sebagai anggota kelompok sipil bersenjata. Satu korban di antaranya tewas dan dua lainnya belum diketahui kondisinya.

TNI AD Kembangkan 15 Teknologi Alutsista Buatan Sendiri

Sehingga militer Indonesia tak lagi bergantung pada teknologi asing.

Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman dalam launching hasil riset berbasis teknologi tinggi di Mabes Angkatan Darat, Jakarta, Senin 7 Maret 2014.
Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman dalam launching hasil riset berbasis teknologi tinggi di Mabes Angkatan Darat, Jakarta, Senin 7 Maret 2014. (VIVAnews/Erick Tanjung)
TNI Angkatan Darat mulai mengembangkan riset teknologi guna alat utama sistem pertahanan (alutsista) sendiri. Sehingga militer Indonesia tidak lagi bergantung pada teknologi pabrikan negara-negara asing.

"Hasil riset ini untuk meningkatkan alutsista demi kemandirian bangsa," kata Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman dalam launching hasil riset berbasis teknologi tinggi di Mabes Angkatan Darat, Jakarta, Senin 7 Maret 2014.

Pengembangan riset ini kerjasama TNI AD dengan Universitas Surya. Sehingga TNI AD memiliki senjata berbasis teknologi lebih unggul. Menurut Budiman, jika membeli dari asing, tidak mendapatkan barang terbaik. Pasalnya, produk terbaik pabrikan suatu negara tentu digunakan sendiri.

"Kalau kita beli dari negara luar, pasti alat terhebatnya dipakai sendiri. Layer (lapisan) kedua tentu dia berikan kepada sekutunya, dan layer ketiga baru diberikan kepada kita jika mereka menganggap sahabat," ujarnya.

Budiman menjelaskan, biaya riset pengembangan teknologi alutsista ini tak memakan biaya mahal. Hal ini, menurutnya, juga merupakan salah satu upaya menghemat pengeluaran negara untuk membangun pertahanan.

"Dengan memproduksi sendiri, banyak keuangan negara yang dihemat. Total biaya riset ini hanya mengeluarkan biaya Rp 31 miliar, ini jauh lebih murah dari pada membeli produk asing," tandasnya.

Sedikitnya ada 15 program riset teknologi alutsista yang dibuat oleh TNI AD kerjasama dengan Universitas Surya. Diantaranya adalah:

1. Superdrone, yakni pesawat tanpa awak untuk pemantauan suatu daerah. Dibeberapa negara digunakan sebagai pesawat pembom.

2. Alat konvensi BBM ke BBG, dengan ini sepeda motor TNI AD akan menggunakan bahan bakar hibrid; bensin dan gas. Subsidi gas lebih murah dibandingkan subsidi bensin. Motor menggunakan gas 3 kg bisa menempuh jarak 240-300km. Jika alat ini di jual ke publik, maka akan sangat membantu tukang ojek dan pengendara motor lain.

3. Bioetanol dari sorgum, dilengkapi dengan genset yang sudah dimodifikasi sehingga cocok dengan bioetanol ini. Harganya lebih murah dan memungkinkan masyarakat bisa membuat sendiri bahan bakar tuk rumahan.

4. Laser gun, senjata untuk latihan menembak. Hanya saja pelurunya diganti dengan berkas sinar laser. Kompoter membuat tembakannya seperti tembakan peluru. Hal ini untuk menghemat penggunaan peluru.

5. Open BTS. Dengan BTS ini, TNI AD bisa membuat jaringan selular sendiri. Alat ini cocok untuk daerah-daerah pedalaman.

6. VOIP Based MESH network, sistem jaringan yang tidak tergantung pada salah satu point (self healing).

7. APRS and MESH Network, sistem untuk mengatur alutsista dan tentara ketika berada dilapangan. Dilengkapi dengan sistem tracking GPS.

8. Nanosatelit, satelit yang beratnya hanya 1 kg. Untuk tahap ini baru bisa dipakai untuk komunikasi saja.

9. Integrated Optronic Defense System, sistem pertahanan dengan memanfaatkan sistem optik dan elektronika.

10. Simulasi komputer 1, software yang dikembangkan untuk menganalisa tank atau alat perang lainnya dan mempelajari kekurangan dan kelemahan alat ini ketika dipakai di Indonesia.

11. Simulasi komputer 2, software untuk menganalisa berbagai senapan.

12. Gyrocopter, prototipe motor terbang, diharapkan dapat membantu transportasi antar pulau-pulau kecil di Indonesia.

13. IPv6, tiap komputer punya alamat yang disebut IP.

14. Multirotor, dipakai untuk pengintaian dan pemantauan daerah.

15. Frapping bird, dipakai untuk pengintaian dan pemantauan daerah.


Tak Mau Bergantung Asing, TNI AD Kembangkan Alutsista Sendiri


TNI AD mulai mandiri dalam mengembangkan alat utama sistem pertahanan (alutsista). Pengembangan ini sebagai bukti militer Indonesia tak perlu bergantung dengan negara lain.

"6 Bulan lalu saya pernah berjanji, bahwa TNI AD akan riset berbagai peralatan dalam rangka meningkatkan alutsista. Ini untuk kemandirian bangsa," ujar Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman di Mabes AD, Jakarta, Senin (7/4/2014).

Pengembangan riset ini juga bekerja sama dengan Universitas Surya. Dengan mampu memproduksi alutsista sendiri, risiko pembelian persenjataan yang dibeli dari asing dapat diminimalisasi.

"Risiko kalau kita beli di luar, pasti alat terhebatnya dipakai sendiri, layer kedua dia berikan kepada sekutunya, dan layer ketiga baru diberikan kepada kita," imbuhnya.

Budiman juga menerangkan, harga riset dan pengembangan alutsista yang bekerja sama dengan Universitas Surya tak terlalu mahal. Hal ini juga salah satu langkah penghematan pada negara.

"Dengan memproduksi sendiri, banyak keuangan negara yang kita hemat. Ini perkembangan Litbang TNI dengan Universitas Surya, untuk mendorong para prajurit untuk mengembangkan, untuk memperbesar hasil. Sehingga tidak harus membeli di luar, bahwa ternyata kita bisa membuat sendiri dalam negeri," tuturnya.

Budiman mengungkapkan, total riset dan pengembangan alutsista itu memakan biaya Rp 31 miliar. Total biaya tersebut dinilai jauh lebih murah daripada membeli produk asing.

"Misal radio manpack, 1 radio hanya Rp 80 juta. Kalau beli dari luar di atas Rp 200 juta. Kerenlah nantinya," jelas Budiman

Berikut teknologi alutsista yang dipamerkan TNI AD hari ini:
  1. Pusat Penerbangan Angkatan Darat: Gyrocopter
  2. Direktorat Perhubungan Angkatan Darat: nano satelit, open BTS, mesh networking communication system, radio VHF produk PT CMI Teknologi, dan battle management system
  3. Direktorat Peralatan Angkatan Darat: konversi BBM ke BBG, simulasi modifikasi mobil tempur anti panas, simulasi senjata ani panas
  4. Direktorat Perbekalan dan Angkutan Angkatan Darat melaksanakan kegiatan litbang energi mandiri
  5. Direktorat Topografi Angkatan Darat: GPS Tracking System Automatic Package Reporting System,  multirotor, dan flapping wing air vehicle
  6. Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Darat: Unmanned Aerial Vehicles (UAV) autopilot, simulasi menembak laser gun, dan integrated optronics defence system
  7. Dinas Informasi dan Pengolahan Data: migrasi jaringan IPV 4 ke IPV 6.
  8. Direktorad Zeni Angkatan Darat: jammer perusak sinyal, penyala ledakan fungsi ganda, alat koreksi perkenaan senapan lapangan, aplikasi Garjas dan pola hidup sehat, serta alat pengendali senjata jarak jauh.
 Liputan6.

Hindari Baku Tembak, TNI AD Gunakan Alutsista `Pengintai`

Alutsista terbaru milik TNI AD ini dapat mengetahui gerak-gerik musuh.



Baku tembak antara kelompok separatis dan aparat keamanan yang belakangan kerap terjadi di Papua kini dapat diantisipasi. Tak akan terjadi bila gerak-gerik kelompok separatis itu sudah diketahui. Hal itu bisa dicegah dengan teknologi alat utama sistem pertahanan (alutsista) TNI AD yang baru.

Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman mengatakan, sudah ada permintaan alutsista hasil pengembangan bersama Universitas Surya itu, dari Panglima Kodam XVII/Cenderawasih (Pangdam) Mayjen TNI Christian Zebua.

"Kodam XVII sudah meminta alat-alat baru ini beberapa buah, Kodam perbatasan minta VHF dan open base transceiver station (BTS)," terang Budiman, di Mabes AD, Jakarta, Senin (7/4/2014).

Tak hanya 2 alat itu, Budiman juga mengatakan ada permintaan alat lain seperti flapping bird (alat berbentuk burung yang berfungsi mengintai dan memantau situasi daerah) dan unmanned aerial vehicles autopilot atau pesawat tanpa awak.

"Alat yang digunakan topografi itu untuk survailance (pengawasan) di daerah tertentu dengan teknologi, maka akan lebih tahu pergerakan musuh," jelas Budiman.

Rektor Universitas Surya Profesor Yohanes Surya juga menjamin kualitas alutsista yang dikembangkannya bersama TNI AD. Menurutnya, alat ini tak kalah dengan kualitas alutsista militer asing. "Ambil contoh pembuatan nano satelit. Hanya ada beberapa negara yang mampu membuat. (Alutsista kita) pasti bisa bersaing," ujar Yohanes.

Sempat terjadi baku tembak antara aparat keamanan dengan sekitar 40 anggota kelompok sipil bersenjata di Papua. Korban dilaporkan berjumlah 3 orang yang diduga sebagai anggota kelompok sipil bersenjata.

Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Christian Zebua mengatakan, 1 korban di antaranya tewas dan 2 lainnya belum diketahui kondisinya.

Anggota Intelijen Kodim 1701/Jayapura Serma Tugino menjadi korban baku tembak ini. Kini ia masih dirawat di Rumah Sakit TNI Marthen Indey, Aryoko, Kota Jayapura, Papua. Kapolresta Jayapura AKBP Alfred Papare juga menjadi korban, namun tidak mengalami luka serius.

Jelang Pemilu, TNI Perketat Perbatasan RI-Malaysia

Penyitaan senjata illegal merupakan yang pertama kalinya dari 9 kasus.

TNI sedang berjaga di pos perbatasan.
TNI sedang berjaga di pos perbatasan. (Antara/ Dian Kandipi)
Jelang pemilu legislatif 9 April 2014 mendatang, Satuan Tugas (Satgas) Pasukan Perbatasan lebih intens melakukan patroli dan pengawasan dipintu perbatasan Indonesia - Malaysia.

Dalam Razia, Satgas Pamtas Yonif 100/Raider berhasil menahan mobil Toyota Figo bernomor polisi QMW 8505, yang berasal dari Kampung Lawas, Malaysia dengan tujuan Long Bawan, Krayan Indonesia.
Setelah dilaksanakan pemeriksaan secara mendetail terhadap kendaraan tersebut, ditemukan satu pucuk senjata laras panjang dengan tiga butir amunisi dan 624 kaleng miras illegal dengan merk Carlsberg di Desa Long Midang, Kecamatan Krayan Induk, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.
Sopir mobil tersebut atas nama Amir Ating (30 tahun), berjenis kelamin laki-laki berasal dari Kampung Lawas Malaysia, ikut diamankan sementara beserta barang bukti ke Pos Long Midang.

Ini merupakan prestasi selama tiga bulan yang ditunjukkan Satgas Pamtas Yonif 100/Raider, yang bertugas menjaga perbatasan Indonesia -Malaysia.
Dihubungi melalui telepon, Pasiter Satgas Lettu Inf Abraham Prihadi, Minggu 6 April 2014, mengatakan bahwa penangkapan minuman keras ini adalah yang kelima kalinya dalam masa penugasan yang sudah berlangsung tepat selama tiga bulan.
Penangkapan pertama di Sei Ular, Simanggaris, kemudian dua kali penangkapan di Pos Long Midang, Krayan, dan satu kali penangkapan di Nunukan. Namun, penyitaan senjata illegal merupakan yang pertama kalinya dari sembilan kali kasus kegiatan illegal yang berhasil digagalkan Satgas.
Di tempat terpisah, Dansatgas Pamtas Yonif 100/Raider Letkol Inf Safta Feryansyah menegaskan bahwa selain fokus dalam mengamankan patok-patok perbatasan negara, Satgas Pamtas Yonif 100/Raider juga akan selalu berusaha keras mencegah mencegah terjadinya penyelundupan dan kegiatan illegal di perbatasan kedua negara.