Jumat, 01 November 2013

KSAU: Udara Natuna Kini Milik Singapura

KSAU: Udara Natuna Kini Milik Singapura
Kapala Staf Angkatan Udara, I B Putu Dunia. TEMPO/Dasril Roszandi

Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Ida Bagus Putu Dunia mengatakan bahwa Pulau Natuna merupakan salah satu dari 12 pulau terluar milik Indonesia. Natuna memang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Vietnam.

Karena berada di Laut Cina Selatan, posisi Natuna juga terbilang strategis. "Untuk menjaga Natuna, TNI AU punya Landasan Udara Rinai dan juga radar pengawas," kata Putu Dunia kepada wartawan di Lanud Rinai, Natuna, Rabu, 30 Oktober 2013.

Meski begitu, Putu Dunia menyebut ada fakta unik dari Natuna. Berdasarkan wilayah darat, Natuna memang milik Indonesia. Namun, wilayah udara Natuna masuk dalam kontrol Singapura.

Bahkan, ketika TNI AU mengadakan latihan tempur bertajuk Angkasa Yuda 2013, mereka harus melaporkan kegiatan udara ke Singapura. Tujuannya agar lalu lintas pesawat-pesawat tempur Indonesia tidak bersinggungan dengan pesawat komersil yang diatur oleh Singapura.

Putu Dunia sendiri optimistis hal ini bukanlah gangguan latihan TNI AU. Sebab, koordinasi antara Indonesia dan Singapura cukup lancar.

Meski begitu, dia tetap punya harapan suatu saat nanti pengaturan wilayah udara di Natuna dan sekitanya berada di bawah Indonesia. "Sebab, dari sisi pertahanan juga lebih aman untuk kita," kata dia.

Dihubungi terpisah, Panglima Komando Operasi TNI AU I Marsekal Muda M. Syaugi  menjelaskan bahwa saat ini sudah ada aturan berupa FIR atau flight information regions untuk memperjelas batas kewenangan Indonesia dan Singapura di langit Natuna. "Intinya udara milik Indonesia tetap menjadi kuasa Indonesia. Begitu pula dengan negara Singapura. Jadi ada batas antarnegara," kata dia.

Menurut Syaugi, istilah pengendali udara Natuna dan sekitarnya di tangan Singapura hanya masalah radar semata. Singapura, kata dia, punya radar udara, baik militer maupun komersil hingga wilayah Natuna. "Jadi, intinya tetap NKRI harga mati," kata dia.

Meski begitu, Syaugi berharap pemerintah lebih memperhatikan Natuna. Semisal dengan memperbaiki infrastruktur dan bandar udara. "Supaya makin banyak yang datang ke sini, biar makin ramai Natuna," kata dia.

Sementara itu, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro tak mau berkomentar banyak soal kekuasaan Singapura di wilayah udara Natuna. Dia hanya mengatakan bahwa untuk urusan penerbangan komersil sepenuhnya urusan Kementerian Perhubungan.

Menurut Purnomo, Kementerian Perhubungan belum siap mengatur lalu lintas udara di sekitar Natuna, baik dari sisi sumber daya manusia hingga peralatan. "Itu yang kami tangkap dari Kementerian Perhubungan," kata dia. "Tapi kalau dari sisi kedaulatan, Natuna kami jaga setiap waktu."

TNI AD minta izin Jokowi pasang meriam di gedung tinggi


TNI AD minta izin Jokowi pasang meriam di gedung tinggi
Rudal anti pesawat terbang. shutterstock
 
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Tri Budiman mengatakan pihaknya akan memasang sejumlah Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) atau Senjata Penangkis Serangan Udara di atas gedung-gedung tinggi di Jakarta.

"Pada gedung tinggi bisa digunakan. Gedung yang ditentukan tempatnya bisa buat rata, sehingga bisa ditempatkan senjata penangkis udara," ujar Jenderal Budiman dalam acara operasi katarak dan bibir sumbing gratis memperingati hari Juang Kartika di Silang Monas, Jakarta Pusat, Jumat (01/11).

Namun tidak hanya Senjata Penangkis Serangan Udara, Budiman berharap di gedung-gedung tertentu dapat juga digunakan sebagai zona pendaratan helikopter logistik yang membawa alat berat seperti radar dan sebagainya.

"Sehingga gedung tinggi ini harus dibuat kokoh, bisa dilandasi helikopter radar dan penembakan penangkis serangan udara," kata dia.

Menurut dia, sistem pertahanan nasional bukan hanya di daerah-daerah perbatasan dan daerah-daerah hutan tetapi daerah pada penduduk seperti DKI Jakarta juga harus dijaga ketat. Alasannya, Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian nasional.

"Jadi perang masa depan tidak seperti dulu, di hutan atau ditentukan di suatu daerah. Oleh sebab itu, Jakarta sebagai pusat pemerintahan perlu dijaga," kata dia.

Budiman menambahkan saat ini TNI AD telah melakukan kerjasama dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo terkait tata ruang wilayah pertahanan di Jakarta. Selain itu, TNI AD juga akan menempatkan alat pertahanan di kota-kota besar sesuai dengan demografis wilayahnya.

Australia Awasi Indonesia Dari Pos Di Cocos Island

Agen mata-mata elektronik Australia, Defence Signals Directorate (DSD), mencegat komunikasi militer dan Angkatan Laut Indonesia melalui stasiun pendengaran rahasia yang berada di daerah terpencil di Kepulauan Cocos.
 
Menurut mantan pejabat pertahanan Australia, DSD mengoperasikan pencegatan sinyal dan fasilitas pemantauan yang berada di wilayah Samudera Hindia Australia, 1100 kilometer barat daya Jawa.
 
Menurut media Australia, Sydney Morning Herald edisi 1 November 2013, stasiun pemantauan ini tidak pernah diakui secara terbuka oleh pemerintah Australia, atau dilaporkan di media, meskipun beroperasi selama lebih dari dua dekade.
 
Lebih terkenal sebagai Shoal Bay Receiving Station dekat Darwin, fasilitas di Cocos Island dilaporkan sebelumnya merupakan bagian penting dari upaya pengumpulan sinyal intelijen Australia yang menargetkan Indonesia. Fasilitas ini meliputi radio pemantauan dan peralatan pencari arah dan dan stasiun satelit bumi.
 
Departemen Pertahanan Australia tidak akan mengomentari soal fasilitas itu dan hanya mengatakan bahwa Kepulauan Cocos adalah tempat "stasiun komunikasi" dan itu "merupakan bagian dari jaringan yang lebih luas komunikasi bidang Pertahanan."
 
Mantan perwira Departemen Pertahanan Australia telah mengkonfirmasi bahwa stasiun itu adalah fasilitas Defence Signals Directorate (DSD) yang dikhususkan untuk mengawasi maritim dan militer, khususnya angkatan laut, angkatan udara, dan komunikasi militer Indonesia.
 
Profesor dan ahli bidang intelijen di Australian National University, Des Ball mengatakan, fasilitas itu dioperasikan dari jarak jauh, dari kantor pusat DSD di Bukit Russell di Canberra.
Sinyal yang dicegat lalu dienkripsi dan diteruskan ke Canberra. Persiapan untuk mendirikan fasilitas di Cocos itu dimulai pada akhir 1980-an.
 
Stasiun intelijen sinyal di Cocos Island merupakan bagian dari upaya spionase Australia yang lebih luas yang diarahkan terhadap Indonesia. Seperti dilansir Fairfax Media, Kamis 31 Oktober 2013, program ini mencakup pusat pengawasan rahasia DSD yang terletak di Kedutaan Besar Australia di Jakarta.
IndoDefence. 

Penyadapan AS Di Indonesia Bisa Jadi Skandal Politik Besar

Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menegaskan sangat mungkin pihak Amerika Serikat (AS) memang meakukan penyadapan komunikasi di Indonesia.

"Apalagi pihak pemerintah AS pernah nyatakan bahwa mereka lakukan hal yang lazim dilakukan di dunia intelijen," kata Mahfudz ketika dikonfirmasi, Kamis (31/10/2013).
Informasi mengenai aksi AS  memata-matai Asia Tenggara termasuk Indonesia dilansir  media Australia, Sydney Morning Herald (SMH) mengutip data yang dibocorkan Edward Snowden.

Disebutkan aksi penyadapan dilakukan gabungan dua badan rahasia AS yakni CIA dan NSA  yang dikenal dengan nama "Special Collection Service".


Amerika Serikat diketahui menyadap dan memantau komunikasi elektronik di Asia Tenggara melalui fasilitas mata-mata yang tersebar di kedutaan besarnya di beberapa negara di kawasan itu, termasuk kedutaan AS  di Jalan Medan Merdeka Jakarta Pusat, seperti dilaporkan media Australia, Sydney Morning Herald (SMH) mengutip data yang dibocorkan Edward Snowden.

Menurut Mahfudz penyadapan ilegal oleh pihak AS ini bisa menjadi skandal politik besar di Indonesia jika terbongkar siapa-siapa  saja pihak Indonesia yang disadap oleh Amerika.

Masalah ini telah dilaporkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa   kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Yang saya ketahui Menlu telah melaporkan ke Bapak Presiden bahwa Menlu telah berkomunikasi dengan Kuasa Usaha Kedubes AS di Jakarta yang intinya menyampaikan protes dan keprihatinan yang mendalam atas berita adanya fasilitas pemantauan komunikasi intelejen di Kedubes AS di Jakarta," kata Staf Khusus Presiden bidang Luar Negeri,Teuku Faizasyah, ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Rabu (30/10/2013).

Menurut Teuku, posisi pemerintah Indonesia sudah disampaikan Menlu dalam pembicaraan tersebut bahwa apabila berita termaksud benar, maka tindakan tersebut tidaklah bersahabat.

"Dan ini bertentangan dengann hubungan baik Indonesia dengan AS," ujar Teuku.

BIN Dalami Informasi Fasilitas Penyadapan Di Kedubes AS Di Jakarta

Badan Intelijen Negara (BIN) mendalami informasi soal fasilitas penyadapan yang ada di Kedubes Amerika Serikat (AS) di Jakarta. BIN akan mengkroscek langsung kepada pihak Kedubes AS.

"Terkait kemungkinan penyadapan oleh Amerika Serikat, BIN sedang melakukan pendalaman informasi tersebut dengan meminta penjelasan counterpart Amerika Serikat yang ada di Jakarta," ujar Kepala BIN Marciano Norman dalam pernyataannya, Kamis (31/10/2013).

Marciano mengatakan pihaknya juga sedang mencari bukti dari berbagai sumber lainnya. "Sebab, informasi dari sumber terbuka harus dikroscek dengan sumber lainnya, sehingga hasilnya akan dapat memberikan gambaran mengenai ada tidaknya penyadapan tersebut," jelasnya.

BIN, lanjut Marciano, mendukung kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri dengan memanggil Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) Kedubes Amerika Serikat di Jakarta untuk memperoleh klarifikasi resmi. Apabila klarifikasi tersebut menunjukkan indikasi positif, maka pemerintah Indonesia akan mengajukan protes keras terhadap pemerintah Amerika Serikat atas keberadaan fasilitas penyadapan tersebut.

"Karena hal ini merupakan pelanggaran terhadap etika diplomasi dan kedaulatan Indonesia yang tidak selaras dengan hubungan baik yang selama ini telah dibina oleh kedua negara. Diharapkan masyarakat memberikan kepercayaan kepada pemerintah untuk melakukan pendalaman terhadap isu ini," ungkapanya.

The Sydney Morning Herald sebelumnya menulis,Amerika Serikat (AS) menyadap sambungan telepon dan memata-matai komunikasi dari kedutaannya di Asia, termasuk Indonesia. Dikabarkan, Kedutaan Besar AS di Jakarta menjadi salah satu basis aktivitas penyadapan di Indonesia.

Informasi aktivitas spionase ini berhembus dari Edward Snowden. Sang whistleblower internasional itu mengungkap peta 90 fasilitas mata-mata AS di seluruh dunia. Dari jumlah itu, tersebutlah nama kota Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh, dan Yangon.

Penyadapan Oleh AS Sungguh Mengecewakan

Penyadapan  itu jelas meriusaukan pejabat pemerintah Indonesia. Karena itu sudah selayaknya Kemenlu protes keras.
JAKARTA-(IDB) : Informasi aksi spionase yang dilakukan Pemerintah Amerika Serikat di Indonesia mendapat perhatian luas dari publik dalam negeri. Publik menuding AS telah melanggar tata krama diplomasi internasional untuk hubungan dua negara yang selama ini berjalan baik. 
Kali ini giliran Wakil Ketua  MPR Hajriyanto Y Thohari yang mengecam perilaku intelejen AS itu. Ia  menegaskan, jika informasi penyadapan yang dilakukan AS di Indonesia itu betul,  maka pemerintah memang harus memprotes tindakan tersebut.


Karena itu, Kedutaan Besar AS di Indonesia harus segera mengklarifikasi masalah ini. Dan jika informasi itu benar, "Pemerintah Indonesia tentu berhak kecewa dan marah atas penyadapan pembicaraan para pejabat negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Kedubes AS," ujar Hajriyanto Y Thohari di Jakarta, Kamis (31/10).
Menurut Hajriyanto, tidak selayaknya kedutaan besar, apalagi AS yang memiliki hubungan baik dengan Indonesia, melakukan hal-hal yang tak terpuji tersebut. "Karena itu saya juga berharap, agar Kementerian Luar Negeri segera meminta mengklarifikasi," tegasnya.
Menghadapi aksi penyadapan itu, aparat keamanan dalam negeri juga perlu segera mengevaluasi atas sistem keamanan negara dari upaya penerobosan dan spionase pihak lain.
"Setelah kejadian ini, mestinya ada evalusi serius dari aparat keamanan kita, untuk lebih memproteksi dalam menjaga keamanan negara. Termasuk menelusuri dugaan aksi mata-mata yang dilakukan negara lain," tegasnya.

Seperti diberitakan, Kedutaan Besar Amerika di Jakarta masuk dalam daftar 90 pos yang disebut memiliki fasilitas penyadapan. Informasi ini berdasarkan keterangan mantan analis Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Edward Snowden. Bangkok, Kuala Lumpur, dan Yangon adalah lokasi lain di Asia yang disebut dalam daftar itu sebagai pos penyadapan Amerika.
Antisipasi Penyadapan, Intelijen Harus Kerja Optimal
Isu penyadapan telepon oleh AS juga terjadi di Indonesia. Aparat intelijen pun diminta kewaspadaannya.
Anggota Komisi I DPR RI Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mendukung langkah  Kemenlu sampaikan  protes keras terhadap pihak Amerika Serikat (AS). Negeri adidaya itu memang layak dikecam lantaran menyadap sambungan telepon di Tanah Air. 
Susaningtyas menilai, aksi sadap itu jelas tidak sejalan dengan nilai-nilai persahabatan kedua negara dan prinsip saling menghargai sebagai sesama negara berdaulat. 

"Tentunya kita sebagai negara berdaulat harus mengantisipasi adanya spionase tersebut. Jadi early warning harus dilakukan secara lebih luas," ujar Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati di Jakarta Kamis (31/10).

Paska terungkapnya informasi aktivitas spionase yang dilakukan AS di Indonesia, maka aparat negara seperti BIN, Bais TNI dan intelejen Polri, mesti meningkatkan kewaspadaannya. "Bukan hanya Kementerian Luar Negeri(Kemenlu) yang harus mengantisipasi. Harus terintegrasi BIN, Baintelkam Polri, Kemenlu dan lainnya," imbuhnya, panjang lebar.

Seperti diketahui Kedutaan Besar AS di Jakarta masuk dalam daftar 90 pos yang disebut memiliki fasilitas penyadapan, berdasarkan keterangan mantan analis Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Edward Snowden. Bangkok, Kuala Lumpur, dan Yangon adalah lokasi lain di Asia yang disebut dalam daftar pos penyadapan Amerika.

Kabar soal daftar tersebut dikutip antara lain oleh koran terbitan Australia Sydney Morning Herald dan beberapa media lainnya. Namun sampai saat ini belum ada konfirmasi dari Kedutaan Besar AS terkait hal ini. 

Sementara itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa, menyatakan, bahwa Indonesia tidak dapat menerima dan memprotes keberadaaan fasilitas penyadapan di Kedutaan Besar AS di Jakarta.
"Indonesia mengajukan protes keras terhadap berita tentang keberadaan fasilitas penyadapan di Kedubes AS di Jakarta," ujar  Marty Natalegawa, Rabu (30/10).

Hibah Kapal Selam Rusia, Menunggu Kepastian

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan pemerintah sedang menunggu kepastian hibah kapal selam dari Rusia. “Saat ini kami menunggu surat resmi dari Rusia,” ujar Purnomo kepada wartawan di Landasan Udara Ranai, Natuna, Rabu, 30/10/2013.
Surat itu, dia melanjutkan, berisi kepastian berapa kapal selam yang akan dihibahkan Rusia. Termasuk bagaimana keadaan fisik kapal selam itu dan seberapa banyak perbaikan yang diperlukan. Sebab dalam hibah alat utama sistem persenjataan, negara pemberi pasti menyaratkan seberapa besar perbaikannya. “Tapi katanya masih bagus kondisinya,” kata dia.
Soal berapa pagu anggaran untuk biaya ‘up-grade’ kapal selam ini, Purnomo belum mau menjawab, sebab saat ini yang ditunggu oleh pemerintah adalah kepastian jadi atau tidaknya hibah kapal selam dari Rusia.
Menurut informasi awal yang Purnomo peroleh dari Duta Besar Rusia di Indonesia, negara Beruang Merah itu akan menghibahkan 10 kapal selam jenis Killo Class, namun hal itu bisa saja berubah. “Sebab negara tetangga, Myanmar juga mendapat satu (kapal selam) hibah dari Rusia.”
Purnomo sendiri menyatakan bahwa TNI memerlukan hibah kapal selam dari Rusia itu. Sebab, kapal selam merupakan alutsista strategis untuk menjaga arus laut kepulauan Indonesia. Saat ini Indonesia baru punya dua unit kapal selam, KRI Cakra dan KRI Nanggala. Pemerintah telah memesan tiga unit kapal selam Changbogo dari Korea Selatan. “Kami butuhnya lebih dari lima itu,” kata Purnomo.
Terlebih, dia melanjutkan, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Marsetyo menyatakan bahwa dia membutuhkan kapal selam yang mampu meluncurkan rudal dari bawah permukaan air ke udara. Kemampuan itu merupakan salah satu kelebihan kapal selam Killo Class milik Rusia.
Kapal Selam Kilo Class Proyek 877 EKM, Angkatan Laut Iran
Kapal Selam Kilo Class Proyek 877 EKM, Angkatan Laut Iran

Sebelumnya, Sumber Tempo di Kementerian Pertahanan menyebutkan bahwa pemerintah Rusia tak serius menghibahkan kapal selam. Buktinya, perwakilan Indonesia yang dipimpin KSAL Laksamana Marsetyo tak mendapat jawaban yang pasti soal hibah ini saat bertandang ke Rusia.
Menurut Sumber Tempo, pemerintah Rusia mengaku tak punya rencana untuk memberikan hibah kapal selam ke Indonesia. Bahkan Sumber Tempo menyebut KSAL Indonesia tak bisa bertemu dengan KSAL Rusia.
Menanggapi hal ini, Menteri Purnomo tak mau berkomentar berlebihan. Dia mengaku tak tahu persis apa yang terjadi di sana. Menurut dia, setiap pejabat pasti punya kesibukan masing-masing. Bisa saja KSAL Rusia sedang sibuk hingga tak bisa temui perwakilan Indonesia.
Bahkan Purnomo menyebut perwakilan Indonesia sudah bertemu dengan pejabat penting Rusia. Termasuk pihak yang mengurus segala urusan jual-beli senjata Rusia, Rosoboron. “Pokoknya tunggu dulu surat resmi dari Rusia”. (Tempo.co).
JKGR.