Selasa, 22 Oktober 2013

JFK, Indonesia, CIA & Freeport Sulphur

“Masa lalu adalah Prolog” (Tertulis di Arsip Nasional, Washington, DC)
Dalam Bagian Satu dari artikel ini (Probe, Maret-April, 1996) kami telah bicarakan tentang Freeport melalui tahun-tahun awal pengambilalihan tambang mereka oleh pemerintah Kuba yang berpotensi menguntungkan di Teluk Moa Bay, sebagaimana pelarian mereka bersama Presiden Kennedy mengenai masalah penimbunan ini. Namun konflik terbesar yang akan dihadapi Freeport Sulphur adalah mengenai perumahan di satu negara menghasil cadangan emas terbesar di dunia dan cadangan tembaga:ketiga terbesar, yaitu: Indonesia. Untuk memahami kerusuhan terakhir di pabrik Perusahaan Freeport (Maret, 1996), kita perlu melihat kepada akar dari perusahaan ini, untuk menunjukkan bagaimana hal-hal yang mungkin sangat berbeda harus Kennedy jalani untuk melaksanakan rencananya bagi Indonesia.
Cerita Lalar Belakang Indonesia
Negeri Indonesia ditemukan Belanda pada akhir tahun 1500-an. Selama tahun 1600-an awal mereka dikuasai oleh Perusahaan Hindia Belanda, perusahaan swasta, selama hampir 200 tahun. Pada 1798, kekuasaan atas Indonesia dipindahkan kepada Pemerintah Kerajaan Belanda, yang mempertahankan kekuasaan atas negeri terbesar kelima di dunia ini sampai tahun 1941, di mana saat itu Jepang datang selama Perang Dunia II. Pada tahun 1945 Jepang dikalahkan di Indonesia, dan Achmad Soekarno dan Mohammad Hatta lalu naik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang baru merdeka. Tapi dalam waktu satu bulan dari proklamasi kemerdekaan Soekarno-Hatta, tentara Inggris mulai mendaratkan pasukannya di Jakarta untuk membantu memulihkan pemerintahan kolonial Belanda. Perang selama empat tahun terjadi. Pada tahun 1949, Belanda resmi menyerahkan kedaulatan kembali ke Indonesia, dengan pengecualian satu wilayah kunci – yaitu hotspot yang sekarang dikenal sebagai Irian Jaya atau Papua Barat.
Penulis Gerard Colby dan Charlotte Dennett, dalam buku mereka Thy Will Be Done, menjelaskan situasi dalam apa yang kemudian disebut Nugini Belanda:
Untuk orang Barat, New Guinea seperti anak berbakat yang ditarik ke arah yang saling berlawanan oleh orangtua walinya yang tamak. Belanda menguasai bagian barat Papua Nugini, sebagai sisa kerajaan-kerajaan Hindia Timur mereka yang besar sekali. Sekutu lama mereka, Inggris, yang bertindak melalui Australia, menguasai bagian timurnya. Tetangganya, Indonesia di sisi lain, berpikiran bahwa semua New Guinea merupakan bagian dari wilayah nasional mereka, bahkan jika itu masih dijajah oleh orang Eropa.
Nugini Belanda, atau Irian Barat sebagaimana orang Indonesia menyebutnya, dihuni oleh suku-suku asli yang dekat dengan budaya zaman batu, seperti suku Dani dan suku Amungme. Ketika Indonesia berjuang untuk merebut kemerdekaan dari Belanda, Irian Barat menjadi simbol bagi kedua belah pihak yang tidak ingin melepaskannya. Hal ini akhirnya memaksa upaya Presiden Kennedy untuk melewatkan kontrol daerah ini untuk orang Indonesia yang baru medeka, dan menyingkirkan penjajahan Belanda.
Indonesia mengalami berbagai jenis pemerintahan. Ketika Soekarno pertama kali naik ke tampuk kekuasaan pada 1945, orang asing menunjukkan bahwa pemerintahan Sukarno muncul sebagai “fasis,” karena ia memegang kendali tunggal atas begitu banyak unsur pemerintahan.Tunduk pada tekanan asing untuk tampil lebih demokratis, Indonesia menerapkan sistem pemerintahan parlementer dan membuka pemerintahan dengan sistem multipartai. Soekarno, terkait apa yang diikuti penulis biografinya (sekarang menjadi pembawa acara kabel gosip) Cindy Adams, mengatakan:
Dalam sebuah negara yang sebelumnya menolak kegiatan politik, hasilnya sangat langsung. Lebih dari 40 partai yang berbeda bermunculan. Begitu takut kita dicap sebagai “sebuah kediktatoran yang disponsori fasisme Jepang.” Sehingga seorang individu dapat membentuk organisasi sempalan yang ditoleransi sebagai partai politik yang menjadi “corong demokrasi.” Tumbuh seperti gulma dengan akar yang dangkal dan berat dengan kepentingan agak egois dan pengumpulan suara, sehingga perselisihan internal tumbuh. Kami menghadapi bencana, konflik tak berujung, kebingungan yang mendirikan bulu kuduk. Indonesia sebelumnya ada dalam kebersamaan, sekarang ditarik terpisah-pisah. Mereka berpecah-belah ke dalam kotak-kotak keagamaan dan geografis, sesuatu yang aku perjuangkan sepanjang hidup untuk mengeluarkan bangsa Indonesia dari perpecahan kepada persatuan Nasional…
Soekarno mengaitkan kenyataan bahwa hampir setiap enam bulan, kabinet jatuh, dan pemerintahan baru akan memulai, hanya untuk mengulangi siklus. Pada 17 Oktober 1952 suatu hal datang ke kepalanya. Ribuan tentara dari tentara Indonesia menyerbu gerbang istana dengan tuntutan “Bubarkan Parlemen.” Soekarno menghadapi pasukan itu secara langsung, dengan tegas menolak untuk membubarkan parlemen hanya karena tekanan militer, dan para prajurit pun mundur. Akibat dari peristiwa ini adalah tentara Indonesia terpecah-belah. Ada militer yang “pro-demo 17 Oktober 1952″ dan militer “anti-Demo 17 Oktober 1952.”  Pada tahun 1955, Pemilu diadakan dan sistem pemerintahan parlementer diakhiri dengan voting. Orang komunis, yang paling telah berbuat banyak untuk orang-orang yang menderita akibat perubahan dari pemerintahan kolonial ke masa kemerdekaan, mendapatkan banyak kemenangan dan simpati pada tahun 1955 dan 1956. Pada tahun 1955, Sukarno menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung di mana tokoh Komunis Cina yang terkenal Chou En Lai adalah figur tamu utama. Selama pemilihan umum 1955, CIA telah memberikan uang satu juta dolar kepada partai Masyumi, partai oposisi untuk partai Nasionalis Sukarno dan Partai Komunis di Indonesia (disebut PKI)-dalam upaya untuk mendapatkan kontrol atas politik negara. Tapi partai Masyumi gagal untuk memenangkan hati dan pikiran rakyat.
Pada tahun 1957, sebuah percobaan pembunuhan dilakukan terhadap Sukarno.Meskipun pelaku yang sebenarnya tidak diketahui pada waktu itu, baik Soekarno dan CIA, melompat menggunakan hal ini untuk tujuan propaganda. CIA dengan cepat menyalahkan PKI. Soekarno, bagaimanapun, segera menyalahkan Belanda, dan menggunakan ini sebagai alasan untuk merebut semua kepemilikan dan bekas aset Belanda, termasuk Armada Pelayaran dan Perusahaan Penerbangan. Soekarno bersumpah untuk mengusir Belanda dari Irian Barat. Dia telah mencoba penyelesaian sengketa yang berdiri lama di atas wilayah tersebut melalui PBB, tetapi ketok palu suara  dari mayoritas dua pertiga dibutuhkan untuk menyusun sebuah komisi yang memaksa Belanda untuk duduk dengan Indonesia. Percobaan pembunuhan terhadap Sukarno memberikan alasan yang sangat dibutuhkan untuk tindakan.
Kemenangan kaum Komunis, pertikaian di ketentaraan, dan nasionalisasi  kepemilikan eks Belanda 1957, menyebabkan situasi memprihatinkan untuk kepentingan bisnis Amerika, terutama industri minyak dan karet. CIA dengan penuh semangat, membantu memicu pemberontakan daerah luar pulau Jawa, yang kaya sumber daya alam terhadap pemerintah pusat yang berbasis di Jakarta, Jawa.
Kepentingan  Rockefeller di Indonesia
Dua perusahaan minyak terkemuka berbasis di Amerika melakukan bisnis di Indonesia pada saat itu adalah keluarga Rockefeller yang mengendalikan Standar Oil: Stanvac (perusahaan patungan antara Standard Oil of New Jersey dan Socony Mobil-Socony menjadi Standard Oil of New York), dan Caltex, (perusahaan patungan Standard Oil of California dan Texaco). Dalam Bagian I dari artikel ini kita menunjukkan seberapa banyak Dewan Freeport Sulphur diisi oleh keluarga Rockefeller dan sekutunya. Ingat bahwa Augustus C. Long anggota dewan Freeport saat menjabat sebagai Ketua Texaco selama bertahun-tahun. Long menjadi lebih dan lebih menarik karena cerita berkembang.
1958: CIA vs Soekarno
“Saya pikir inilah waktunya kami  menggiring kaki Sukarno ke api,” kata Frank Wisner, yang kemudian menjadi Deputi Direktur Perencanaan CIA, pada tahun 1956. Pada 1958, setelah gagal membeli pemerintahan Indonesia melalui proses pemilu 1955, CIA mengobarkan operasi penuh di Indonesia. Operasi Hike, seperti yang disebut, melibatkan persenjataan dan puluhan ribu warga Indonesia terlatih serta “tentara bayaran” untuk memulai serangan dengan target untuk menjatuhkan Soekarno.
Joseph Burkholder Smith adalah seorang mantan agen CIA yang terlibat dengan operasi di Indonesia selama periode ini. Dalam bukunya, Potraits of a Cold War (Potret Perang Dingin), dia menggambarkan bagaimana CIA berperan langsung membuat, tidak hanya sekedar memberlakukan, kebijakan di daerah ini:
sebelum melakukan tindakan langsung terhadap posisi Sukarno bisa diambil, kita harus mendapatkan persetujuan dari Kelompok Khusus — kelompok kecil pimpinan pejabat puncak Dewan Keamanan Nasional yang setuju menutupi rencana aksi rahasia ini. Penyebutan prematur ide seperti ini mungkin akan mendapatkannya ditembak jatuh …
Jadi kita mulai memberi masukan intelijen kepada Departemen Luar Negeri dan departemen Pertahanan … Ketika mereka telah cukup membaca laporan yang mengkhawatirkan, kami berencana untuk memunculkan saran bahwa kita harus mendukung rencana Sang Kolonel (Suharto) untuk mengurangi kekuasaan Sukarno. Ini adalah metode operasi yang menjadi dasar dari banyak aksi petualangan politik tahun 1960-an dan 1970-an. Dengan kata lain, mengaburkan fakta, bahwa CIA melakukan campur tangan (intervensi) dalam urusan negara-negara seperti Chili hanya setelah diperintahkan untuk melakukannya … Dalam banyak kasus, kami membuat program aksi sampai diri kita sendiri setelah kami telah mengumpulkan cukup intelijen untuk membuat mereka tampil diperlukan oleh situasiKegiatan kami di Indonesia pada 1957-1958 adalah salah satu contoh tersebut.
Ketika Duta Besar USA di Indonesia menulis surat kepada Washington mengenai ketidaksetujuannya secara eksplisit mengenai penanganan situas oleh CIA, Allen Dulles mendapatkan saudaranya John Foster menunjuk seorang Duta Besar yang berbeda untuk Indonesia, seseorang yang lebih menerima kegiatan CIA.
Selain kegiatan paramiliter, CIA mencoba trik perang psikologis untuk mendiskreditkan Sukarno, seperti lewat desas-desus bahwa ia (Sukarno) telah tergoda berselingkuh dengan seorang pramugari Soviet. Untuk itu, Sheffield Edwards, Kepala Keamanan Kantor CIA, meminta Kepala Departemen Kepolisian Los Angeles untuk membantu dengan proyek pembuatan film porno, yang CIA putuskan untuk digunakan terhadap Sukarno, seolah-olah menampilkan Soekarno berperan porno. Orang lain yang terlibat dalam upaya ini adalah Robert Maheu, dan Bing Crosby dan saudaranya.
Badan Intelejen (Agency) berusaha untuk menjaga rahasia partisipasi kudeta, akan tetapi salah satu “tentara bayaran” menemui ketidakberuntungan di awal. Dia ditembak jatuh dan ditangkap selama menjalankan pemboman, Allen Lawrence Pope membawa semua jenis ID (Identity Card) pada dirinya yang menunjukkan bahwa ia adalah seorang agen CIA. Pemerintah AS, sampai ke Presiden Eisenhower, mencoba menyangkal bahwa CIA sama sekali tidak terlibat kudeta, tetapi tersingkapnya AL Pope mengolok-olok sangakalan ini. Tidak takut oleh memicu, seperti Arbenz telah alami di Guatemala, Soekarno membariskan pasukan yang setia kepadanya dan menghancurkan pemberontakan yang dibantu CIA. Sebelum skandal Bay of Pigs (Teluk Babi), ini adalah operasi terbesar Agency gagal.
1959: Gunung Tembaga
Pada titik ini, Freeport Sulphur memasuki gambaran Indonesia. Pada bulan Juli, 1959, Charles Wight, yang kemudian jadi Presiden Freeport dan dilaporkan mengobarkan plot anti-Castro dan terbang ke Kanada dan/atau Kuba dengan Clay Shaw (lihat Bagian I dari artikel ini) – sibuk membela perusahaannya, melawan tuduhan Komite Senat (House Committee), yang membayar berlebihan kepada Pemerintah untuk proses pengolahan bijih nikel di pabrik milik pemerintah di Nicaro, Kuba.  Komite merekomendasikan agar Departemen Kehakiman harus melanjutkan investigasi.  Perusahaan Pertambangan Freeport Moa Bay baru saja dibuka, dan masa depan di Kuba sudah tampak suram. Pada bulan Agustus, 1959, Direktur Freeport dan insinyur tertinggi Forbes Wilson bertemu dengan Jan van Gruisen, managing director dari Perusahaan Kalimantan Timur (East Borneo Company), yang fokus di pertambangan. Gruisen baru saja menemukan sebuah laporan yang berdebu yang pertama dibuat pada 1936 mengenai sebuah gunung yang disebut “Ertsberg” (“Gunung Tembaga”) di Papua Nugini Belanda, yang ditulis oleh Jean Jacques Dozy.Tersembunyi jauh selama bertahun-tahun di perpustakaan Belanda selama serangan Nazi, laporan itu baru saja muncul kembali. Dozy melaporkan adanya gunung penuh dengan bijih tembaga. Jika benar, ini bisa membenarkan upaya diversifikasi baru Freeport ke pertambangan tembaga. Wilson mengirim berita kabel markas Freeport New York meminta izin dan uang untuk melakukan upaya eksplorasi bersama dengan East Borneo Company (Perusahaan Kalimantan Timur). Kontrak tersebut ditandatangani 1 Februari 1960.
Dengan bantuan panduan penduduk asli, Wilson menghabiskan beberapa bulan berikutnya di tengah penduduk pribumi yang dekat dengan kehidupan Zaman Batu, melalui perjalanan di daerah yang hampir tak dapat dilewati ke Ertsberg. Wilson menulis sebuah buku tentang perjalanan ini, berjudul The Conquest of Copper Mountain. Ketika ia akhirnya tiba, ia sangat senang pada apa yang ia temukan:
Suatu derajat yang sangat tinggi dari mineralisasi … The Ertsberg ternyatamengandung 40% sampai 50% besi dan tembaga … 3% … Tiga persen cukup kaya untuk deposit tembaga … Ertsberg ini juga mengandung sejumlah tertentu perak bahkan lebih dan emas.
Dia mengirim pesan kabel kembali dalam kode yang telah diatur ulang sebelumnya untuk dapat segera diterima Presiden Freeport, Bob Hills di New York:
… Tiga belas hektar bebatuan di atas tanah 14 hektar masing-masing pengambilan sampel pada kedalaman 100 meter, memunculkan warna progresif di antara warna tampak gelap egress tangguh, semua tangan juga sebaik saran Sextant.
“Tiga belas hektar” berarti 13 juta ton bijih di atas tanah. ”Warna tampak gelap” berarti bahwa derajat bijih ore sangatlah baik. ”Sextant” adalah kode untuk Perusahaan Kalimantan Timur. Ekspedisi sudah berakhir pada bulan Juli 1960. Dewan Freeport tidak ingin melangkah ke depan dengan usaha baru dan diduga berbiaya mahal pada usaha pengambilalihan fasilitas tambang mereka di Kuba. Tapi dewan memutuskan untuk setidaknya menekan maju dengan tahapan eksplorasi berikutnya: penyelidikan lebih rinci sampel bijih dan potensi komersial. Wilson menggambarkan hasil dari upaya ini:
Konsultan pertambangan mengkonfirmasi perkiraan kami dari 13 juta ton bijih di atas tanah dan 14 juta lain di bawah tanah untuk setiap 100 meter kedalaman. Konsultan lain memperkirakan bahwa biaya pabrik untuk memproses 5.000 ton bijih per hari akan menjadi sekitar $ 60 juta dan biaya produksi tembaga akan menjadi 16,5 pound setelah kredit untuk sejumlah kecil emas dan perak yang terkait dengan tembaga. Pada saat itu, penjualan tembaga di pasar dunia adalah sekitar 35,5  untuk satu pound. Dari data ini, departemen keuangan Freeport menghitung bahwa perusahaan dapat memulihkan investasi (kembali modal) dalam tiga tahun dan kemudian mulai mendapatkan keuntungan yang menarik.
Operasi terbukti secara teknis sulit, yang melibatkan helikopter yang baru ditemukan dan mata bor berlian. Situasi rumit adalah pecahnya perang dekat antara Belanda, yang masih menduduki Irian Barat, dan Tentara Indonesia Sukarno yang mendarat di sana untuk merebut kembali tanah sebagai milik mereka. Bahkan pertempuran pecah di dekat jalan akses ke usaha Freeport. Pada pertengahan tahun 1961, insinyur Freeport sangat merasa bahwa proyek harus dikejar. Tapi saat itu, John F. Kennedy telah mengambil alih kantor Presiden. Dan ia mengejar tentu saja jauh berbeda dari pemerintahan sebelumnya.
Kennedy dan Soekarno
Jangan heran Soekarno seperti begiitu tidak menyukai kita. Dia harus duduk bersama dengan orang-orang yang mencoba menggulingkan dia “-. Presiden Kennedy, 1961
Sampai saat Kennedy, terutama bantuan yang ditawarkan ke Indonesia dari negara ini kebanyakan datang dalam bentuk dukungan militer. Kennedy ide lain. Setelah pertemuan dengan Sukarno 1961 yang positif di Amerika Serikat, Kennedy menunjuk tim ekonom untuk mempelajari cara bahwa bantuan ekonomi dapat membantu Indonesia mengembangkan cara-cara yang konstruktif. Kennedy memahami bahwa Sukarno mengambil bantuan dan senjata dari Soviet dan Cina karena dia membutuhkan bantuan, bukan karena ia ingin jatuh di bawah kekuasaan komunis. Bantuan Amerika akan mencegah Sukarno dari menjadi tergantung pada pasokan Komunis. Dan Sukarno sudah meletakkan pemberontakan komunis pada tahun 1948. Bahkan Departemen Luar Negeri di Amerika Serikat mengakui bahwa Sukarno lebih nasionalis daripada komunis.
Namun masalah yang mendesak selama jangka pendek Kennedy adalah masalah Irian Barat. Belanda telah mengambil sikap yang lebih agresif, dan Sukarno telah menyiapkan pasukan militer untuk melawannya.  Amerika, sebagai sekutu untuk keduanya, terjebak di posisi tengah. Kennedy meminta Ellsworth Bunker untuk mencoba untuk menengahi kesepakatan antara pemerintah Belanda dan Indonesia. ”Peran mediator,” kata Kennedy,
bukan sesuatu yang menyenangkan, kami siap untuk membuat semua orang marah dan gila, jika itu membuat beberapa kemajuan buat kita.”
Hal itu membuat semua orang gila. Tapi itu membuat kemajuan. Pada akhirnya, Amerika Serikat menekan Belanda di belakang layar untuk menyerah kepada Indonesia. Bobby Kennedy terdaftar dalam upaya ini, mengunjungi keduanya, Sukarno di Indonesia dan Belanda di Den Haag. Kata Roger Hilsman di buku To Move a Nation :
Soekarno mengenali di dalam diri Robert Kennedy integritas dan loyalitas tangguh yang sama,  yang telah dia lihat pada saudaranya: Presiden, dikombinasikan dengan pemahaman yang benar tentang apa nasionalisme baru yang benar-benar disadari semua.
Jadi dengan tawaran awal yang telah dibuat untuk Soekarno dan Den Haag, Bunker mengambil alih seluk beluk masing-masing pihak untuk dapat berbicara satu sama lain. Belanda, tidak mau mengakui sisa-sisa terakhir dari kerajaan mereka yang besar sekali kepada musuh mereka, bukan menekan Irian Barat untuk menjadi sebuah negara yang merdeka. Tapi Sukarno tahu itu simbol untuk rakyatnya meraih kemerdekaan final dari Belanda. Dan semua orang tahu bahwa dari penduduk asli Papua tidak ada harapan apapun membentuk pemerintahan yang berfungsi, hanya memiliki harapan telah didorong dari kehidupan  primitif ke dunia modern. PBB memilih untuk menyerahkan Irian Barat sepenuhnya kepada Indonesia, dengan ketentuan bahwa, tahun 1969, rakyat Irian Barat akan diberikan kesempatan untuk memilih apakah akan tetap dengan atau memisahkan diri dari Indonesia. Kennedy menangkap momen itu, menerbitkan Nota Keamanan Aksi Nasional (NSAM) 179, tanggal 16 Agustus 1962:
Dengan penyelesaian damai sengketa, Irian Barat sekarang punya prospek, saya ingin melihat kami memanfaatkan peran AS dalam mempromosikan penyelesaian ini untuk bergerak menuju hubungan baru dan lebih baik dengan Indonesia. Aku mengumpulkan bahwa dengan masalah ini diselesaikan orang Indonesia juga ingin bergerak ke arah ini dan akan menyajikan kita dengan banyak permintaan.
Untuk merebut kesempatan ini, akankah semua instansi terkait disilakan membaca program mereka untuk Indonesia dan menilai tindakan lebih lanjut apa yang mungkin berguna. Ada di benak saya kemungkinan perluasan civic action, bantuan militer, dan stabilisasi ekonomi dan program pengembangan serta inisiatif diplomatik.
Roger Hilsman mengelaborasi apa yang dimaksud dengan Kennedy civic action: ” merehabilitasi kanal,  pengeringan rawa untuk membuat sawah baru, membangun jembatan dan jalan, dan sebagainya.”
Freeport dan Irian Barat
Bantuan Kennedy dalam kedaulatan Indonesia atas makelar Irian Barat hanya bisa datang sebagai pukulan ke papan Freeport Sulphur itu. Freeport sudah memiliki hubungan positif dengan Belanda, yang telah resmi misi eksplorasi awal di sana. Selama periode negosiasi, Freeport mendekati PBB, tetapi PBB mengatakan Freeport harus mendiskusikan rencana mereka dengan pejabat Indonesia. Ketika Freeport pergi ke Kedutaan Indonesia di Washington, mereka tidak mendapat tanggapan.
Keluhan Forbes Wilson:
Tidak lama setelah Indonesia memperoleh kendali atas Irian Barat pada tahun 1963, kemudian Presiden Soekarno, yang telah mengkonsolidasikan kekuasaan eksekutif-nya, membuat serangkaian langkah yang akan membuat putus asa, bahkan buat investor Barat yang bersemangat paling prospekti.  Dia mengambil alih hampir semua investasi asing di Indonesia. Ia memerintahkan agen-agen Amerika, termasuk Agen Pembangunan Internasional, untuk meninggalkan negara itu. Dia menanam hubungan dekat dengan Cina Komunis dan Partai Komunis Indonesia dengan, yang dikenal sebagai PKI.
1962 telah menjadi tahun yang sulit bagi Freeport. Mereka berada di bawah serangan terhadap isu penimbunan. Freeport masih belum pulih dari memiliki fasilitas yang menguntungkan mereka disita di Kuba. Dan sekarang mereka duduk, menatap kekayaan potensial di Indonesia. Tapi dengan Kennedy memberikan dukungan diam-diam untuk Soekarno, harapan mereka tampak suram.
Berbaliknya Nasib
Kennedy ingin meningkatkan paket bantuan untuk Indonesia, menawarkan $ 11 juta. Selain itu, ia merencanakan sebuah kunjungan pribadi ada pada tahun 1964 awal. Sementara Kennedy mencoba untuk mendukung Sukarno, kekuatan lain ada yang melawan usaha mereka. Perbedaan pendapat publik di Senat bergolak apakah terus membantu Indonesia sementara Partai Komunis di Indonesia tetap kuat. Kennedy bertahan. Dia menyetujui paket bantuan khusus pada 19 November 1963. Tiga hari kemudian, Sukarno kehilangan sekutu terbaik di Barat. Kenedy mati terbunuh. Tak lama, ia akan kehilangan paket bantuan juga.
Soekarno sangat terguncang oleh berita kematian Kennedy. Padahal Bobby Kennedy awalnya membuat rencana perjalanan Presiden Jhon F Kennedy ke Indonesia dilakukan pada Januari, 1964. Cindy Adams bertanya Soekarno apa yang dia pikirkan tentang Bobby, dan mendapat lebih dari yang dia minta:
Wajah Sukarno menyala. ”Bob adalah sangat hangat. Dia seperti kakaknya. Aku mencintai kakaknya. Dia mengerti saya. Aku telah merancang dan membangun sebuah rumah tamu khusus di taman istana untuk John F. Kennedy, yang berjanji padaku bahwa ia datang ke sini dan menjadi Presiden Amerika pertama yang melakukan kunjungan kenegaraan ke negara ini “Dia terdiam.. ”Sekarang dia tidak akan datang.”
Sukarno sangat berkeringat. Ia berulang kali mengusap alisnya dan dada. ”Katakan padaku, mengapa mereka membunuh Kennedy?”
Soekarno mencatat dengan ironis bahwa persis pada hari Kennedy dibunuh, Kepala Pengawalnya berada di Washington untuk belajar bagaimana melindungi presiden. Melihat ke masa depan, ia tidak optimis:
Aku tahu Johnson … Aku bertemu dengannya ketika saya dengan Presiden Kennedy di Washington. Tapi aku bertanya-tanya apakah dia hangat seperti Yohanes. Aku ingin tahu apakah dia akan seperti Sukarno sebagai John Kennedy, teman saya, tidak.
LBJ dan Indonesia
Seperti yang orang lain telah catat, kebijakan luar negeri (USA) berubah dengan cepat setelah kematian Kennedy. Donald Gibson mengatakan dalam bukunya Battling Wall Street: “Dalam Kebijakan Luar negeri perubahan terjadi sangat cepat, dan sangat dramatis.” Gibson menguraikan lima perubahan jangka pendek dan beberapa perubahan jangka panjang yang mulai berlaku setelah kematian Kennedy. Salah satu perubahan jangka tiba-tiba, adalah pembatalan paket bantuan untuk Indonesia yang sudah disetujui Kennedy. Hilsman juga membuat peryataan tentang  poin ini:
Salah satu helai kertas pertama yang datang di meja Presiden Johnson adalah tekad presiden … di mana Presiden harus menyatakan bahwa bahkan bantuan ekonomi terus [ke Indonesia] adalah penting bagi kepentingan nasional (Amerika). Karena setiap orang di lini itu tahu bahwa Presiden Kennedy akan menandatangani tekad secara rutin, kami semua terkejut ketika Presiden Johnson menolak.
Seseorang di Freeport sangat senang dengan perilaku Johnson sehingga ia mendukung dijalankannya presidensial pada tahun 1964: Augustus C. “Gus” Long.
C. “Gus” Long, telah menjadi Pemimpin di Texas Company (Texaco) selama bertahun-tahun. Pada tahun 1964, ia dan sekelompok konservatif lain, sebagian besar mogul bisnis Republikan, bergabung bersama untuk mendukung Johnson mengenai Goldwater. Kelompok ini, yang menyebut diri mereka Komite Independen Nasional untuk Johnson, termasuk orang-orang seperti Thomas Lamont, Edgar Kaiser dari Kaiser Aluminium, Robert Lehman Lehman Brothers, Thomas Cabot dari Cabot Corporation dari Boston, dan tokoh-tokoh terkemuka lain dari dunia bisnis.
Long memiliki dua kaki keributan di Indonesia -satu untuk Freeport, satu untuk Texaco.Pada tahun 1961, Caltex-bersama-sama dimiliki oleh Standard Oil of California (Socal) dan Texas Company (Texaco) – adalah salah satu dari tiga perusahaan minyak besar di Indonesia yang dipaksa untuk beroperasi di bawah kontrak baru dengan pemerintah Sukarno. Menurut ketentuan baru, 60% dari seluruh keuntungan harus diberikan kepada pemerintah Indonesia. Jadi dia punya dua alasan untuk khawatir dengan dukungan Kennedy terhadap brand nasionalisme Sukarno, yang mengancam kepentingan kedua perusahaan di mana ia memiliki saham substansial.
Dalam Bagian I, kami menyebutkan bahwa Long telah melakukan “pekerjaan sukarela yang luar biasa” untuk Presbyterian Hospital di New York, dikatakan oleh seorang mantan karyawan perusahaan Public Relation mereka, Mullen Company, untuk menjadi “sarang kegiatan CIA.” Sekarang kita tambahkan bahwa Long terpilih menjadi Presiden dari Rumah Sakit Presbyterian dua tahun berjalan, 1961 dan 1962. Pada tahun 1964, Long pensiun perannya sebagai Ketua Texaco. Dia akan kembali sebagai Ketua pada tahun 1970. Apa yang dia lakukan untuk sementara?
Pada bulan Maret tahun 1965, Long terpilih sebagai direktur Chemical Bank, perusahaan lain yang dikendalikan Rockefeller.
Pada bulan Agustus tahun 1965, Long diangkat menjadi Dewan Penasehat Presiden urusan Intelijen Luar Negeri, di mana ia akan menyetujui dan menyarankan kegiatan rahasia.
Pada bulan Oktober 1965, kegiatan rahasia intelejen Amerika mengakhiri nasib Sukarno.
1965: Tahun Vivere Pericoloso (Tahun Kehidupan yang Berbahaya)
Setelah kematian Kennedy, Sukarno menjadi tumbuh semakin agresif terhadap Barat. Inggris sedang sibuk membentuk sebuah negara baru mantan mitra dagang Indonesia: Malaya dan Singapura, yang disebut Malaysia. Karena daerah itu termasuk wilayah dari mana CIA telah meluncurkan beberapa kegiatan-kegiatan “Malaysia.” tahun 1958, Sukarno benar-benar prihatin dengan apa yang ia rasakan berupa pengetatan jerat buat Indonesia. Pada tanggal 1 Januari 1965, Soekarno mengancam untuk menarik Indonesia keluar dari PBB jika Negara Malaysia ini diakui. Dan itu dia lakukan, menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang keluar dari PBB. Menanggapi tekanan AS terhadap Sukarno untuk mendukung Malaysia, dia berteriak, “Persetan dengan bantuan Anda.” Dia membangun pasukannya di sepanjang perbatasan Malaysia . Malaysia, takut invasi, meminta PBB untuk dukungan.
Pada Februari, Sukarno bisa melihat tulisan di dinding:
JAKARTA, Indonesia, Feb 23 (UPI)-Presiden Sukarno menyatakan saat ini bahwa Indonesia tidak mampu lagi membiarkan kebebasan pers. Dia memerintahkan pelarangan koran anti-Komunis. …
Saya memiliki informasi rahasia yang mengungkapkan bahwa CIA  itu menggunakan Badan untuk Promosi Sukarnoisme untuk membunuh Sukarnoisme dan Sukarno, “katanya. ”Itulah mengapa saya melarang itu.” (New York Times, 2/24/65)
Negara itu berantakan. demonstrasi Anti-Amerika sering terjadi. Indonesia keluar dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Pers melaporkan bahwa Sukarno bergerak lebih dekat ke Cina dan Soviet. Soekarno mengancam akan menasionalisasi properti AS yang tersisa., karena telah diambil alih, misalnya, salah satu operasi Amerika terbesar di Indonesia, pabrik ban Goodyear Tire dan Rubber Company. Dan kemudian, dalam sebuah langkah tak terduga, Singapura memisahkan diri dari Malaysia, melemahnya negara yang baru terbentuk berbatasan dengan Indonesia.
Dengan kepentingan uang Amerika yang terancam, semua “iming-iming wortel yang biasa” berupa bantuan asing didorong, tidak memanfaatkan melalui IMF atau Bank Dunia, dan Freeport Gus Long Intelijen Luar Negeri Dewan Presiden Penasehat, itu hanya masalah waktu, dan tidak banyak, pada saat itu.
1 Oktober 1965: Kudeta ATAU COUNTER-KUDETA?
INDONESIA MENGATAKAN PLOT UNTUK MENGGULINGKAN SOEKARNO DIGAGALKAN OLEH KEPALA TENTARA; PERTARUNGAN KEKUASAAN DIPERCAYA BERLANJUT.
KUALA LUMPUR, Malaysia. 1 Oktober-Sebuah usaha untuk menggulingkan Presiden Sukarno malam digagalkan oleh satuan-satuan tentara yang setia kepada Jenderal Abdul Haris Nasution, radio Indonesia mengumumkan. …
Di Washington, juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan hari Jumat bahwa situasi di Indonesia adalah “sangat membingungkan.” Kata Robert J. McCloskey dalam sebuah konferensi pers Departemen Luar Negeri telah mendapatkan laporan dari Kedutaan Besar Amerika di Jakarta, tetapi “saat ini tidak mungkin untuk upaya evaluasi apapun, penjelasan, atau komentar. “
Akhir kemarin, sebuah kelompok misterius yang menamakan dirinya Gerakan 30 September menguasai Jakarta.
Kolonel Untung, yang telah mengumumkan melalui radio Indonesia bahwa ia adalah pemimpin gerakan itu, mengatakan kelompok itu merebut kekuasaan Pemerintah untuk mencegah kudeta “kontrarevolusi” oleh Dewan Jenderal. (New York Times, 10/2-3/65, International Edition)
Dalam keanehan, bergerak berbelit-belit, sekelompok pemimpin militer muda membunuh sekelompok (jendral) tua, para pemimpin moderat yang, menurut klaim mereka, akan melakukan tahap kudeta, dengan bantuan CIA, terhadap Sukarno. Namun apa yang terjadi di Indonesia ini setelah berubah menjadi salah satu mimpi buruk paling berdarah di dunia yang pernah dilihat.  Kontra-kudeta yang asli Ini dicap upaya kudeta sebagai gantinya, dan dilukiskan mungkin sebagai Merah terang. Kemudian, dalam kemarahan tersamar, bahwa otoritas Sukarno telah terancam, Nasution bergabung dengan Jenderal Soeharto untuk menggulingkan “Pemberontak”. Apa yang dimulai seolah-olah untuk melindungi otoritas Sukarno yang berakhir dengan pelucutan Sukarno sepenuhnya. Setelah ini terlalu ngeri untuk menggambarkannya dalam beberapa kata. Angka korban bervariasi, tetapi konsensus pada kisaran 200.000 sampai lebih dari 500.000 orang tewas pada peristiwa “kontra-kudeta” ini. Siapapun yang pernah memiliki hubungan dengan Komunis PKI ditargetkan untuk dimusnahkan. Bahkan majalah Time memberikan satu deskripsi akurat tanda apa yang terjadi:
Menurut perhitungan yang dibawa keluar dari Indonesia oleh diplomat Barat dan wisatawan independen, orang Komunis, simpatisan Merah dan keluarga mereka sedang dibantai oleh ribuan orang.  Unit tentara infanteri (Backland) dilaporkan telah mengeksekusi ribuan komunis setelah interogasi di penjara-penjara desa terpencil. … Berbekal pisau berbilah lebar disebut parang, sekelompok Muslim merayap di malam hari ke dalam rumah Komunis, membunuh seluruh keluarga dan mengubur mayat-mayat di kuburan dangkal. … Kampanye pembunuhan menjadi begitu berani di bagian pedesaan Jawa Timur di mana Kelompok Muslim menempatkan kepala korban di ujung tombak dan mengarak mereka melalui desa-desa.
Pembunuhan massal sampai pada skala tertentu sehingga pembuangan mayat telah menciptakan masalah sanitasi yang serius di Jawa Timur dan Sumatra bagian utara, di mana udara lembab berbau daging yang membusuk. Wisatawan dari daerah menceritakan tentang sungai-sungai kecil yang telah benar-benar tersumbat dengan tubuh; transportasi sungai di tempat yang telah terhambat.
Hari-hari selanjutnya, thumbnail sejarah orang sering digambarkan aksi seperti ini: “Sebuah kudeta komunis yang gagal pada tahun 1965 menyebabkan pengambilalihan anti-Komunis oleh militer, di bawah pimpinan Jenderal Suharto.” (Sumber: The Concise Columbia Encyclopedia) Tapi sebenarnya jauh lebih kompleks. Sebuah indikator persuasif untuk ini terletak pada item berikut, dikutip dalam sebuah artikel yang luar biasa yang ditulis oleh Peter Dale Scott yang diterbitkan dalam jurnal Inggris Lobster (Fall, 1990). Scott mengutip seorang penulis yang mengutip seorang peneliti yang, karena telah diberikan akses ke file dari kementerian luar negeri di Pakistan, berlari di sebuah surat dari seorang mantan duta besar yang melaporkan percakapan dengan seorang perwira intelijen Belanda dengan NATO, yang mengatakan, menurut catatan peneliti,
“Indonesia akan jatuh ke pangkuan Barat seperti sebuah apel busuk.” Badan-badan intelijen Barat, kata dia, akan mengorganisir sebuah kudeta “komunis prematur … [yang akan] ditakdirkan untuk gagal, memberikan kesempatan yang sah dan selamat datang kepada tentara untuk menghancurkan komunis dan membuat Soekarno tawanan niat baik tentara.” Laporan duta. bertanggal Desember 1964.
Kemudian dalam artikel ini, kutipan dari buku Scott File CIA:
“Yang aku tahu,” kata salah seorang mantan perwira intelijen dari peristiwa Indonesia, “adalah bahwa Agency berguling di beberapa orang bagian atas (Top) dan bahwa hal-hal besar pecah dan sangat menguntungkan, sejauh yang kita peduli.”
Ralph McGehee, seorang veteran agen CIA selama 25-tahun, juga menyebut keterlibatan agensi dalam sebuah artikel, sebagian masih disensor oleh CIA, yang diterbitkan dalam The Nation (April 11, 1981):
Untuk menyembunyikan perannya dalam pembantaian orang-orang yang tidak bersalah, CIA, pada tahun 1968, mengarang sebuah penjelasan palsu tentang apa yang terjadi (yang kemudian diterbitkan oleh CIA sebagai sebuah buku, Indonesia-1965: The Coup That Backfired). Buku tersebut adalah hanya studi tentang politik Indonesia yang pernah dirilis kepada publik atas inisiatif CIA sendiri. Pada saat yang sama CIA menulis buku, itu juga terdiri sebuah penelitian rahasia tentang apa yang sebenarnya terjadi……. [Satu kalimat dihapus.] CIA sangat bangga dengan suksesnya ….. [satu kata dihapus] dan direkomendasikan sebagai model untuk operasi masa depan ………. [satu setengah kalimat dihapus].
Freeport Setelah Soekarno
Menurut Forbes Wilson, Freeport memiliki semuanya tetapi mengingat harapan untuk mengembangkan penemuan yang menakjubkan di Irian Barat. Tapi sementara sebagian pers dunia masih berusaha untuk mengungkap informasi yang rumit tentang siapa yang benar-benar berkuasa, Freeport tampaknya memiliki track sisi dalam. Dalam esai yang disebutkan sebelumnya, Scott mengutip berita kabel (delegasi AS untuk PBB) yang menyatakan bahwa Freeport Sulphur telah mencapai “kesepakatan” pendahuluan dengan para pejabat Indonesia mengenai Ertsberg pada bulan April 1965, sebelum ada perjanjian sah yang bisa saja ada harapan di depan mata.
Secara resmi, Freeport tidak punya rencana seperti itu sampai setelah peristiwa Oktober 1965. Tetapi bahkan cerita resmi tampak aneh bagi Wilson. Pada awal November, hanya sebulan setelah peristiwa Oktober, pimpinan Freeport untuk waktu yang lama, Langbourne Williams, memanggil Direktur Wilson ke rumahnya, menanyakan apakah waktunya kini telah datang untuk mengejar proyek mereka di Irian Barat. Reaksi Wilson menyebut ini menarik:
Aku begitu kaget aku tidak tahu harus berkata apa.
Bagaimana Williams tahu, dengan begitu cepat, bahwa rezim baru akan berkuasa? Soekarno masih Presiden, dan akan tetap demikian secara resmi hingga tahun 1967. Hanya orang dalam yang tahu dari awal bahwa hari-hari terakhir Sukarno bisa dihitung, dan kekuasaannya melemah. Wilson menjelaskan bahwa Williams punya beberapa “informasi pribadi yang menantang” dari “dua eksekutif Texaco” Perusahaannya Long berhasil mempertahankan hubungan dekat dengan seorang pejabat tinggi rezim Soekarno, Julius Tahija.  Tahija ini yang menjadi broker pertemuan antara Freeport dan Ibnu Sutowo, Menteri Pertambangan dan Perminyakan. Majalah Fortune mengatakan ini tentang Sutowo (Juli 1973):
Sebagai presiden-direktur dari [perusahaan minyak milik Pemerintah/negara] Pertamina, Letnan Jenderal Ibnu Sutowo menerima gaji hanya $ 250 per bulan, tetapi kehidupannya seperti pada skala pangeran Kerajaan. Dia bergerak di sekitar Jakarta dengan mobil pribadinya Rolls-Royce Silver Cloud. Dia telah membangun sebuah kompleks rumah-rumah beberapa keluarga yang begitu besar sehingga para tamu di pesta pernikahan putrinya bisa mengikuti seluruh pertunjukan hanya pada televisi sirkuit tertutup.
… Garis batas antara kegiatan publik dan swasta Ibnu Sutowo akan tampak kabur di mata orang Barat.Restoran Ramayana di New York [di Rockefeller Center, dalam catatan-penulis], misalnya, telah didanai  oleh eksekutif berbagai perusahaan minyak AS, yang menempatkan lebih dari  $ 500.000 untuk masuk ke semacam bisnis terkenal berisiko. Agaknya para pendukungnya termotivasi setidaknya sebagian oleh keinginan untuk diakui ramah dengan umum.
Tapi di luar ini penghargaan meragukan, sesuatu yang sedikit lain, juga terungkap:
Perusahaan minyak Sutowo yang masih kecil itu memainkan bagian penting dalam mendanai operasi-operasi penting [selama peristiwa Oktober 1965.]
Mengingat banyaknya bukti bahwa CIA terlibat dalam operasi ini, tampaknya mungkin bahwa Ibnu Sutowo sama bertindak sebagai penyalur untuk dana mereka.
Setelah jatuhnya Soekarno dari kekuasaan, Sutowo membangun sebuah perjanjian baru yang memungkinkan perusahaan-perusahaan minyak untuk menjaga persentase keuntungan secara substansial lebih besar buat mereka. Dalam sebuah artikel berjudul “Oil and Nationalism Mix Beatifully in Indonesia” (Juli, 1973), Fortune melabel kesepakatan pasca-Sukarno sebagai sesuatu yang  ”sangat menguntungkan bagi perusahaan minyak.”
Pada tahun 1967, saat Undang-Undang Penanaman Modal Asing di Indonesia disahkan, kontrak Freeport adalah yang pertama yang akan ditandatangani. Dengan Kennedy, Soekarno, dan setiap dukungan yang layak untuk nasionalisme Indonesia yang keluar dari jalanan, Freeport mulai beroperasi.
Pada tahun 1969, pemungutan suara diamanatkan kepada Kennedy oleh perjanjian yang ditengahi PBB pada pertanyaan apakah kemerdekaan Irian Barat telah jatuh tempo. Di bawah intimidasi berat dan kehadiran viseral militer, Irian “memilih” untuk tetap menjadi bagian dari Indonesia. Freeport menjadi jelas posisinya.
Koneksi The Bechtel
Gus Long, yang  sering menjadi mitra makan malam Steve Bechtel, Sr, pemilik dengan Direktur CIA, John McCone, Bechtel-McCone di Los Angeles pada tahun tiga puluhan. McCone dan Bechtel, Senior,  membuat bundel laporan “Keluar dari Perang Dunia II”, berpisah, dan mereka pergi melalui jalan tidak begitu terpisah. tulis Laton McCartney di Friend in High Place: The Bechtel Story:
Pada tahun 1964 dan 1965, direktur CIA John McCone dan Dubes AS untuk Indonesia Howard Jones Steve memberi penjelasan kepada Bechtel Sr tentang situasi yang memburuk dengan cepat di Indonesia. Bechtel, SoCal, Texaco … pernah berurusan luas di bagian dunia dan prihatin karena Presiden Indonesia Soekarno telah menasionalisasi kepentingan bisnis Amerika di sana. … Pada Oktober 1965, Sukarno digulingkan, dalam kudeta yang didukung oleh sejumlah alumni CIA, dan digantikan oleh Presiden Soeharto, yang terbukti jauh lebih menerima kepentingan bisnis AS dibanding pendahulunya.
Bechtel tidaklah asing buat CIA. Bechtel Sr telah menjadi anggota Charter dari CIA saluran Asia Foundation dari awal sebagai gagasan Allen Dulles. Mantan Direktur CIA Richard Helms sendiri bergabung dengan Bechtel, sebagai “konsultan internasional” pada tahun 1978. Kata seorang mantan eksekutif, Bechtel:
sarat dengan muatan CIA … Badan/Agency ini tidak perlu meminta mereka untuk menempatkan agen-agennya di Freeport… Bechtel senang untuk membawa mereka dan memberi mereka bantuan apa pun yang mereka butuhkan.
“Teman tertua dan terdekat di industri minyak” Bechtel Sr:  Gus Long, punya masalah. Proyek Freeport ternyata jauh lebih sulit daripada yang mereka telah ramalkan, dan mereka membutuhkan bantuan dari luar. Jalan pegunungan ke “gunung tembaga” memjadikan ekstraksi hampir mustahil. Freeport mempekerjakan Bechtel untuk membantu mereka membangun infrastruktur yang tepat untuk mengubah mimpi mereka menjadi kenyataan.
Bechtel datang dengan ekstra. Freeport membutuhkan pembiayaan tambahan untuk proyek mahal mereka di Indonesia. Bechtel Sr telah mendapatkan dirinya ditunjuk menjadi komite penasihat bank Ekspor-Impor (Exim) setelah periode bersahabat yang panjang dan nyaman, hingga Presiden Bank Exim Henry Kearns. Freeport tidak senang dengan kurangnya kemajuan dan biaya operasi Bechtel. Forbes Wilson mengancam untuk menjatuhkan mereka dari proyek tersebut. Bechtel Sr melompat, mengatakan ia akan membuat prioritas atas proyek Bechtel. Dia juga menjamin mereka $ 20 juta pinjaman dari bank Exim. Ketika insinyur bank Exim tidak berpikir bahwa proyek Freeport tampaknya cukup komersial dan tidak akan menyetujui pinjaman mereka, Bechtel Sr memanggil Kearns, dan pinjaman cair melampaui keberatan insinyur bank. Tiga tahun kemudian, Kearns ingin mengundurkan diri dari bank ketika terungkap bank telah memberikan pinjaman yang terlalu dermawan untuk beberapa proyek di mana Kearns secara pribadi berinvestasi.  Meskipun Senator Proxmire menyebutnya sebagai “konflik kepentingan terburuk” yang pernah dia lihat selama tujuh belas tahun di Senat, Departemen Kehakiman menolak untuk mengadili. Proxmire berkata:
Akan muncul pada jutaan warga Amerika fakta bahwa ada standar ganda dalam penerapan hukum, satu untuk warga negara biasa dan yang lain cukup untuk mereka yang memegang posisi tinggi di pemerintahan dan membuat ribuan dolar untuk keuntungan pribadi sebagai hasil dari tindakan resmi pemerintah.
Bechtel membantah tuduhan dari mantan karyawanya yang telah menyebarkab lebih dari $ 3 juta dalam bentuk tunai di seluruh Indonesia di awal 70-an.
Penyesalan selalu Terlambat
Tragedi pembunuhan Kennedy terletak pada warisan yang tertinggal setelah ketidakhadirannya. Tanpa dukungannya itu, bayi Indonesia melangkah menuju kenyataan, kemerdekaan ekonomi hancur. Soekarno, memang bukan orang suci dan banyak masalah, namun ia tetap berusaha untuk memastikan bahwa transaksi bisnis Negara Indonesia dengan orang asing harus meninggalkan beberapa manfaat bagi orang Indonesia. Soeharto, dalam kontras yang mengerikan, malah memungkinkan orang asing untuk memperkosa dan menjarah Indonesia untuk keuntungan pribadi mereka, dengan gaya hidup mewah dan kebanggaan, merampok sumber daya berharga yang tak tergantikan milik Indonesia. Cindy Adams yang menulis buku tentang pengalamannya dengan Sukarno, yang menyebut My Friend the Dictator. Jika Sukarno disebut diktator, apa istilah ada untuk Soeharto?
Pertambangan Grasberg Freeport di Indonesia adalah salah satu dari cadangan tembaga dan emas terbesar di dunia. Tetapi perusahaan yang berbasis di Amerika itu memiliki 82% saham keuntungan perusahaaan, sementara pemerintah Indonesia dan perusahaan swasta  Indonesia hannya berbagi sedikit persen yang tersisa.
Seberapa besar Freeport membawa pengaruh di Indonesia? Dapatkah mereka benar-benar mengatakan bahwa mereka memiliki kepentingan terbaik Indonesia di hati?
Kissinger dan Timor Timur
Pada tahun 1975, tambang Freeport berproduksi dengan baik dan sangat menguntungkan. Direktur Freeport Masa Depan dan pelobi Henry Kissinger dan Presiden dan mantan anggota Komisi Warren Gerald Ford terbang keluar dari Jakarta setelah  Pemerintah Indonesia di bawah Soeharto  memberi pejabat Departemen Luar Negeri “kedipan besar.”  Soeharto kemudian digambarkan sebagai menggunakan militer Indonesia untuk mengambil alih wilayah Timor Timur Portugis, diikuti dengan pembantaian massal yang menyaingi pertumpahan darah 1965.
Kata seorang mantan perwira operasi CIA yang ditempatkan di sana pada waktu itu, Philip C. Liechty:
Soeharto diberi lampu hijau [oleh AS] untuk melakukan apa yang dia lakukan. Ada diskusi di kedutaan dan di lalu lintas perjalanan dengan Departemen Luar Negeri tentang masalah yang akan dibuat bagi kita  jika publik dan Kongres menyadari tingkat dan jenis bantuan militer yang akan diberikan ke Indonesia pada waktu itu. … Tanpa dukungan logistik besar-besaran militer AS di Indonesia mungkin belum mampu menarik jika off.
Pada tahun 1980, Freeport bergabung dengan perusahaan eksplorasi minyak dan pengembangan McMoRan, yang dipimpin oleh James “Jim Bob” Moffett.  Dua “Mo” menjadi satu, dan Moffett  (“Mo” di McMoRan) akhirnya menjadi Presiden Freeport McMoran.
Teman di Tempat Tinggi
Pada tahun 1995, Freeport McMoRan berhasil melakukan spin off  Freeport McMoRan Copper & Gold Inc menjadi sebuah entitas anak perusahaan yang terpisah. Para Overseas Private Investment Corporation (OPIC) menulis  kepada  Freeport McMoRan Copper and Gold bahwa mereka berencana untuk membatalkan asuransi investasi mereka berdasarkan catatan buruk pengelolaan lingkungan mereka di proyek Irian mereka, yang menyatakan bahawa Freeport telah  “membahayakan suatu lingkungan secara tidak masuk akal atau besar bagi kesehatan, atau bahaya bagi keselamatan di Irian Jaya. “
Freeport masih tidak duduk di atas pembatalan ini. Kissinger telah mengeksekusi upaya lobi utama (di mana dia dibayar $ 400.000 setahun), pertemuan dengan pejabat di Departemen Luar Negeri dan bekerja di lorong-lorong Capitol Hill. Sumber dekat dengan masalah, menurut Robert Bryce dalam edisi terbaru dari Texas Observer, yang mengatakan Freeport mempekerjakan mantan direktur CIA James Woolsey dalam memerangi OPIC.
Freeport, sekarang berkantor pusat di New Orleans, berhasil menjaga teman-temannya di tempat-tempat tinggi. Pada tahun 1993, kepala lobi pro-Soeharto adalah Senator kongres dari Louisiana, Bennett Johnson. Perwakilan Robert Livingston, dari Louisiana, melakukan investasi di Freeport Copper and Gold, sementara DPR memperdebatkan dan memilih HR 322-the Mineral Exploration and Development Act.. Dan ketika Jeffery Shafer, salah satu direktur OPIC, baru-baru ini dinominasikan untuk  ditunjuk menjadi Undersecretary Nasional Urusan, itu pol Louisiana lain, kali ini Senator John Breaux, yang memilih untuk memblokir penunjukan sampai Shafer memberikan penjelasan tentang pembatalan OPIC tentang asuransi Freeport. Jim Bob Moffett, kepala Freeport McMoRan, terdaftar dalam survei online Mother Jones Online ‘”Mojo Wire Coin-Op Congres” sebagai yang tertinggi dari 400 orang  yang memberikan uang paling banyak dalam kontribusi kampanye.
Tindakan buruk Freeport di luar negeri bukan hanya pelacakan seseorang saja. Di Louisiana itu sendiri, Freeport dan tiga perusahaan lain (dua Freeport di antaranya kemudian diakuisisi) mengajukan petisi untuk pembebasan khusus untuk UU Air Bersih (Clean Water Act) dalam rangka untuk membuang 25 trilyun pon limbah beracun ke sungai Mississipp secara legal. Warga memprotes, dan petisi Freeport ditolak. Freeport kemudian melobi untuk melemahkan pembatasan dari Clean Water Act.
Warga Austin, Texas, telah berjuang untuk memblokir rencana Freeport untuk pengembangan real estat yang akan mmembuat busuk Barton Springs, sebuah taman air yang populer di alam terbuka di sana.
Menurut sebuah artikel baru-baru dalam Nation (Juli 31/August 7, 1995), Freeport adalah bagian dari Koalisi Nasional Wetlands, sebuah kelompok yang menulis dengan banyak bahasa mengenai tagihan yang dirancang untuk menghilangkan pengawasan  daerah lahan basah EPA, membebaskan mereka untuk eksploitasi sumber daya alam. Koalisi yang sama juga telah melobi untuk melemahkan Endangered Species ActThe Nation mengungkap bahwa aksi politik komite Freeport sejak tahun 1983 telah membayar anggota kongres lebih dari $ 730.000.
Skandal di UT
Catatan Freeport telah menyebabkan kegemparan di University of Texas di Austin baru-baru ini. Departemen Geologi universitas, yang telah melakukan penelitian di bawah kontrak untuk Freeport, baru-baru ini diberi $ 2 juta dolar oleh Jim Bob Moffett untuk sebuah bangunan baru. Dewan Penasehat sekolah, William Cunningham, ingin memberi nama gedung tersebut dengan nama  Moffett, temannya dan rekan kerjanya (Cunningham juga merupakan Direktur Freeport).  Banyak orang di kampus memprotes pembangunan gedung ini. Profesor Antropologi Stephen Feld mengundurkan diri dari posisinya di universitas karena masalah ini, ia mengatakan bahwa UT tak dapat lagi diterima secara secara moral sebagai tempat bagi pegawai. Protes terhadap konflik kepentingan Cunningham dalam melayani UT dan Freeport, menyebabkan pengunduran diri Cunningham Desember lalu. Dia mengundurkan diri sehari setelah Freeport mengancam akan menggugat tiga profesor  yang telah protes paling keras di Universitas.
Siap di Brink  (Poised on The Brink)
Sementara kemenangan moral dipuji di Texas, teror yang nyata terus berlangsung di pabrik Freeport di Indonesia.
Pada bulan Maret 1996, persis ketika terakhir masalah ini akan kami publikasi ke pers, kerusuhan pecah di pabrik Freeport di Irian Jaya (nama saat ini Irian Barat). Ribuan orang berbaris di jalan-jalan di sekitar pabrik Freeport, di mana militer telah baru-baru ini Desember menangkap dan menyiksa orang-orang yang protes dan tinggal di daerah pertambangan Freeport itu. Protes-protes yang berakar dalam dari keinginan untuk kemerdekaan Papua, Amungme, dan banyak penduduk asli Irian Jaya yang tidak pernah menjadi rakyat Belanda, dan juga tidak pernah benar-benar Indonesia.
Ketika kita pergi untuk mencetak, sumber-sumber Indonesia melaporkan bahwa militer telah mengambil alih sejumlah stasiun Keamanan di sekitar tambang Freeport. ”Latihan Militer” untuk mengintimidasi orang-orang yang Maret lalu buat kerusuhan di Freeport, menyebabkan pabrik Freeport kehilangan dua hari kerja dan jutaan dolar. Meskipun tidak ada jam malam telah disebut, orang melaporkan takut keluar di malam hari.
Suku-suku Amungme asli, Papua, dan lain-lain masih berharap untuk mempertahankan kemerdekaan dari apa yang mereka lihat hanya sebagai bentuk baru kolonialisme: tunduk kepada kepentingan Freeport. Menurut New York Times (4/4/96), Freeport adalah investor terbesar di Indonesia.
Dengan dukungan Kennedy, Indonesia memiliki kesempatan untuk kemandirian ekonomi yang nyata. Rakyat Irian dijanjikan pemungutan suara nyata bagi pemerintahan sendiri. Tapi ketika Kennedy dibunuh, sebuah kediktatoran militer terinstal dan dilengkapi sehingga kepentingan bisnis seperti Freeport telah diberi prioritas lebih tinggi daripada tuntutan penduduk asli yang sumber daya alamnya masih sedang dijarah.
Kadang-kadang, apa yang tidak kita mengerti tentang berita hari ini adalah apa yang kita tidak tahu tentang pembunuhan Kennedy.
Referensi :
Sejarah. 
  •  
  •  

Intel Dilarang Mengurus Hal yang Bukan Urusannya

BANYAK urusan yang bisa dikerjakan intel. Karena itu, sebaiknya aparat intelijen kita tak mengurusi masalah di tugas pokok dan fungsinya.

 Tubagus Hasanuddin



Semarak menjelang Pemilu 2014 telah dimulai. Tak hanya kampanye, namun penguasa mulai menunjukkan tajinya dengan memanfaatkan aparat negara untuk mendukung kelanggengan kekuasaan. Benarkah?


Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin mengungkapkan sinyalemen itu. Menurut dia, akhir-akhir ini pemerintah cenderung mudah sekali memanfaatkan aparat intelijen untuk tugas-tugas yang tidak menjadi tanggungjawab mereka. Misalnya dalam kasus Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) yang akan ikut campur dalam urusan pemilu dengan masuk ke lembaga KPU.

"Pemerintah membiarkan lembaga sandi/intel ini terlalu masuk dalam ranah publik yang bukan menjadi tanggungjawab lembaga itu," ujar Hasanuddin, Senin (21/10) .

Kata Hasanuddin, Lemsaneg yang di Singapura bernama Internal Security Departement,  di Amerika bernama National Security Agency, dan di Australia bernama Australia Security Internal Organisation, tidak pernah ikut campur urusan-urusan pemilu .

"Sehingga apa pandangan publik internasional nanti kalau pemilu di Indonesia melibatkan aparat intel (Lemsaneg) tersebut?" ujarnya .

Sementara  dalam hal rumor penculikan Prof. Subur Budisantoso oleh BIN, kata Hasanuudin, seharusnya BIN melakukan kroscek lebih dulu terhadap panitia PPI soal apa sesungguhnya yang terjadi. Terlebih persoalan ini bukan masalah negara, melainkan internal partai penguasa, Partai Demokrat, dengan PPI.

Ia menyesalkan jika lembaga negara seperti Kepala BIN, Menko Polkam bahkan Juru Bicara Presiden diorganisir oleh Istana untuk melawan panitia sebuah diskusi. Lembaga-lembaga itu mestinya fokus pada peran masing-masing sesuai tupoksinya.

"Seyogianya Menkopolkam dan BIN sekarang ini menangani masalah-masalah penting seperti sengketa tanah di daerah yang semakin menghawatirkan. Atau masalah kriminalitas bersenjata yang semakin marak daripada mengurusi konflik intern partai," tegasnya.

Pembentukan Skadron F-16 di Sumatera

F16C Block 25 s/n 84-1281 saat masih berada di Skuadron 62nd FS [Frank Ertl collection]
 
Jajaran TNI AU segera menambah 24 pesawat tempur jenis F-16 yang menjadi bagian dari upaya melengkapi alusista (alat utama sistem persenjataan) di skadron Sumatera, serta dalam kiat meningkatkan kekuatan pengamanan negara di wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia.
“Penambahan 24 pesawat itu, bukan pada tahun ini, tapi tahun 2014″, ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, usai meresmikan Gedong Pusaka Padepokan Sangga Langit di Wonogiri, Jawa Tengah, 21/10/2013.
Penambahan 24 pesawat F-I6 itu, akan melengkapi alusista pertahanan udara Indonesia, disamping penambahan pesawat tempur Sukhoi, Hawk dan pesawat angkut pasukan jenis Hercules. Penambahan pesawat bukan untuk tujuan ekspansi, tapi untuk meningkatkan pertahanan kedaulatan negara Indonesia, ujar Menteri Pertahanan.
Penambahan pesawat tempur tersebut merupakan bagian dari program penambahan dan modernisasi alusista Indonesia, yang dalam program lima tahun terakhir dianggarkan dana Rp 150 triliun. Anggaran itu digunakan untuk penambahan alusista di jajaran TNI-AD, TNI-AL dan TNI-AU. Saat ini, kekuatan militer Indonesia berada di rangking 15 sampai 19 besar di tingkat dunia. ”Di kawasan Asia Pasific, Indonesia menempati di level menengah, sebab di sana ada kekuatan tinggi yakni Amerika dan Rusia,” ujar Purnomo Yusgiantoro.
F-16C block 32 yang akan dihibahkan ke Indonesia saat masih bergabung dengan Skuadron 113th TFS parkir di pangkalannya Terre Haute IAP, Oktober 1991 [Photo by Gary Chambers]
 
Menyinggung soal wajib militer, Menhan, menandaskan, tidak ada wajib militer di Indonesia. Yang ada, adalah tentara cadangan. Rencananya, Indonesia akan merekrut sekitar 1.000 sampai 2.000 calon tentara cadangan. Mereka akan dilatih kemiliteran, dan menandatangani kontrak. Penyiapan tentara cadangan ini, diperlukan untuk tugas-tugas saat negara membutuhkan tenaga mereka dalam penanganan bencana alam bukan perang. Inti kekuatan perang, tandas Menhan, yakni untuk mempertahankan kedaulatan negara, tetap berada di pundak TNI.
Upacara peresmian Gedong Pusaka Padepokan Songgo Langit, ditandai penandatanganan prasasti oleh Menteri Pertahan, dan diteruskan dengan pengguntingan untaian bunga melati yang dipadu dengan daun rontal, oleh Raja Surakarta, Ingkang Sinuhun Susuhunan Paku Buwono (PB) Ke 13 Hangabei.(suaramerdeka.com).


Sikumbang Pesawat Pengintai Ringan Bersenjata Buatan Nurtanio

Jauh sebelum hingar-bingar rencana pembuatan jet tempur KFX/IFX, tepatnya 1 Agustus 1954, sebuah pesawat ringan berkategori tempur sejatinya telah mengudara di tanah air. Itulah pesawat yang kemudian diberi nama NU-200 Sikumbang. Saat ini, monumen pesawat rancangan Mayor Udara Nurtanio ini dapat dilihat di kawasan pabrik PT. Dirgantara Indonesia di Bandung Jawa barat. Mungkin banyak pembaca telah mengetahui tentang pesawat ini. Tapi tahukah anda, filosofi dan hasil uji terbang Sikumbang sesungguhnya? Ternyata Mayor Udara Nurtanio sebagai perancang dan pembuat pesawat ini pernah menulisnya dalam Majalah Angkasa edisi TH.VI Oktober 1955. Berikut ini adalah intisarinya.

Ada salah kaprah dalam penggolongan jenis pesawat Sikumbang. Dalam literatur masa kini, disebutkan Sikumbang adalah jenis pesawat anti gerilya (Counter Insurgency). Namun pada kenyataannya, Nurtanio merancang Sikumbang sebagai pesawat pengintai ringan bersenjata. Dalam benak Nurtanio, pesawat-pesawat yang dioperasikan AURI medio 1950an belum ada yang tepat untuk melakukan misi pengintaian bersenjata. AURI memang sudah mengoperasikan pesawat intai Auster atau L-4J. Namun pesawat itu dinilai terlalu lamban, serta tidak dilengkapi senjata. Alhasil sasaran-sasaran yang telah ditemukan akan dibiarkan terlebih dahulu. Namun, dengan pesawat semacam Sikumbang, maka sasaran bisa langsung ditindak. Sementara, jika pengintaian menggunakan pesawat Mustang atau Jet, maka hasilnya tidak optimal lantaran dinilai terlalu cepat. Lebih daripada itu, Nurtanio juga membayangkan, Sikumbang ini nanti bisa menembak jatuh pesawat intai yang terbang sangat pelan, dimana pesawat sejenis itu justru sukar ditembak pesawat pemburu berkecepatan tinggi.
Selanjutnya, dalam hal perancangan, Nurtanio juga memikirkan banyak hal terkait proses produksi nantinya serta operasional. Nurtanio sangat menggaris bawahi, bahwa pesawat ini harus dapat dibuat sendiri oleh AURI, meski mesin tetap beli dari luar negeri. Lalu ongkos operasional yang lebih murah dari pesawat Harvard atau Mustang. Desain pesawat Sikumbang akan dibuat dengan sederhana, sehingga penerbang-penerbang AURI dapat mudah mengemudikan, tanpa perlu latihan transisi yang panjang dari pesawat lain. Kesederhanaan pesawat juga diperlukan agar pesawar bisa operasional di garis depan tanpa dukungan memadai.  Untuk misi pengintaian, kanopi akan dibuat lebar dan leluasa, sehingga pilot mempunyai bidang pandang yang baik untuk misi pengintaian dan penyerangan. Selain itu, Sikumbang juga bisa digunakan untuk Gerilya Udara maupun Lawan Gerilya. Filosofi demikian ini tentu mengingatkan kita pada pesawat OV-1 Mohawk  atau OV-10 Bronco yang muncul beberapa dekade setelahnya. Sungguh luar biasa pemikiran para pendahulu kita itu.
Untuk memenuhi hal tersebut maka Sikumbang harus memenuhi beberapa syarat.  Diantaranya, konstruksi pesawat musti amat sederhana namun kuat, sehingga bisa mendarat di lapangan kecil dan kasar seukuran 30x350 meter, serta gampang diperbaiki meski di garis depan. Untuk misi pengintaian, pesawat diharapkan dapat terbang cukup pelan dan stabil dengan kecepatan sekitar 80 mil/jam.  Namun demikian, untuk pertahanan diri, serta memburu pesawat intai (capung) musuh, Sikumbang mampu melaju hingga 160 mil/jam. Sikumbang juga dipersyaratkan mudah dikemudikan dan manuverability-nya bagus. Untuk eksekusi sasaran darat dan udara, nantinya Sikumbang akan dilengkapi dengan 2 buah senapan mesin kaliber 7,7mm dan tambahan 4 buah roket atau 2 buah bom napalm. Komunikasi dengan pasukan di darat pun sudah dipikirkan dengan menempatkan radio secukupnya.
Namun demikian, pada saat proses pembuatannya ternyata tidak lah mudah. Hambatan utama datang dari material dan bahan pembuatan pesawat. Untuk membuat prototipe pertama ini, Nurtanio dan kawan-kawan menggunakan bahan-bahan yang sudah tak terpakai oleh AURI, alias rongsokan. Hal ini bisa diduga lantaran situasi negara yang belum benar-benar stabil, sehingga dukungan keuangan untuk mencari bahan ke luar pun sangat terbatas.
Kesulitan utama yang dihadapi tim perancang adalah dari mesin. Menurut literaturnya mesin De Havilland Gipsy Six mampu menyemburkan tenaga sebanyak 200HP. Namun kenyataannya, mungkin lantaran sudah tua dan bekas, saat dipasangkan mesin hanya mampu menggenjot hingga 175HP saja. Ditambah bobot mesin yang cukup berat, yaitu sekitar 450 lbs, maka kemampuan Sikumbang pun melorot jauh dari persyaratan yang diminta. Namun Nurtanio sendiri sudah mencatat kelemahan itu. Ia berharap, pada seri produksi akan digunakan mesin Continental  470-A yang memiliki daya 225HP namun beratnya hanya 350lbs.
Selain mesin, bahan baku body pesawat juga menjadi masalah. Lantaran terbatasnya material, bagian sayap dan bidang ekor harus dibuat menggunakan kayu. Hal ini justru menambah bobot pesawat serta menjadikannya tidak tahan iklim. Selain itu, konstruksi alat pendarat juga lebih berat, lantaran hanya itu yang ada di gudang AURI. Akibatnya, pesawat prototipe mengalami pembengkakan bobot mencapai 200 lbs.
Hasil Uji Terbang
Meski mengalami banyak kekurangan, kesaksian para pilot yang menguji terbang ternyata cukup memuaskan bagi Nurtanio. Karakteristik STOL bisa dilaksanakan dengan baik. Dilaporkan Sikumbang pernah mendarat hanya dalam jarak kurang dari 150 meter dengan muatan secukupnya. Namun untuk take off dengan jarak 350 meter dengan muatan penuh dan tanpa angin masih dirasa berat. Bila mesin Gypsi diganti dengan yang lebih kuat, Nurtanio yakin masalah itu bisa diatasi.
Demikian pula dengan kecepatan terbang. Untuk terbang pelan yaitu sekitar 80 mil/jam, tidak ada masalah berarti. Apalagi stall speed  Sikumbang hanya 55 mil/jam, sehingga dengan kecepatan 80 mil/jam pesawat dapat dikemudikan dengan baik dan stabil. Namun untuk kecepatan maksimum mendatar yaitu 160 mil/jam masih berat dicapai lantaran kurangnya daya mesin. Demikian pula dengan Rate of Climb pesawat. Awalnya Nurtanio menginginkan pesawat memiliki daya tanjak hingga 1200ft/min, namun pada uji terbang, maksimal yang bisa dicapai hanya 650 ft/min.
Sementara untuk persenjataan, belum semuanya bisa dipasang dan diuji coba. Hanya 2 senapan mesin 7,7 mm yang telah dipasang dan diuji dengan hasil cukup memuaskan. Namun demikian, alat pembidik masih harus disempurnakan. Sementara untuk penempatan roket dan bom, baru akan diuji coba pada seri produksi.
Selanjutnya Nurtanio dan kawan-kawan memang mengembangkan Sikumbang menjadi Nu-225. Pada seri ini, terlihat kanopi makin lebar. Namun tidak diketahui mengenai performa pesawat ini. Penulis sendiri belum menemukan catatan mengenai pembuatan dan uji terbang Nu-225. Sayangnya, hingga kini juga belum diketahui apa penyebab dibatalkannya seri produksi Sikumbang. Situasi negara yang masih rawan, kesibukan AURI dimasa itu dimana terjadi banyak pemberontakan, hingga masalah keuangan negara ditengarai menjadi penyebabnya.
Di masa kini, pesawat seperti Sikumbang boleh dibilang jauh ketinggalan jaman. Namun fillosofi dan pemikiran dibalik pembuatannya oleh Mayor Udara Nurtanio dan kawan-kawan, sungguh mengagumkan. Dimasa itu, ia bukan hanya memikirkan sebuah pesawat yang cocok untuk misi-misi AURI namun juga jauh ke depan.
Spesifikasi NU-200 Sikumbang
Data dari  Jane's All The World's Aircraft 1955–56
General characteristics
·    Crew: 1
·    Length: 8.16 m (26 ft 9 in)
·    Wingspan: 10.61 m (34 ft 10 in)
·    Height: 3.35 m (11 ft 0 in)
·    Wing area: 16.9 m2 (182 sq ft)
·    Aspect ratio: 6.6:1
·    Airfoil: NACA 23015 at root, NACA 23009 at tip
·    Empty weight: 795 kg (1,753 lb)
·    Gross weight: 1,090 kg (2,403 lb)
·    Fuel capacity: 205 L (54 US gal; 45 imp gal)
·    Powerplant: 1 × de Havilland Gipsy Six air-cooled inverted six-cyliner inline engine, 150 kW (200 hp)
·    Propellers: 2-bladed fixed pitch
Performance
·    Maximum speed: 256 km/h (159 mph; 138 kn)
·    Cruising speed: 224 km/h (139 mph; 121 kn)
·    Range: 960 km (597 mi; 518 nmi)
·    Service ceiling: 5,030 m (16,503 ft)
·    Rate of climb: 5.1 m/s (1,000 ft/min)

TNI Jamin Keamanan Presiden Saat Kunker ke Kalimantan Selatan

DALAM rangka mendukung rencana kunjungan kerja (Kunker) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), tanggal 22 sampai 24 Oktober 2013, Komandan Lanud Sjamsudin Noor, Letnan Kolonel Pnb. Esron S.B. Sinaga, telah melaksanakan berbagai persiapan guna menjamin keamanan dan keselamatan Presiden.


Persiapan dimulai pada hari Minggu, 20 Oktober 2013 dengan kedatangan pesawat Hercules TNI AU C-130. Pesawat ini membawa Kendaraan Khusus RI 1 beserta peralatan pendukungnya serta Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU BKO dari Batalyon 466 Makassar.

“Pasukan Khas TNI AU akan bertugas melaksanakan pengamanan dan penyelamatan Presiden selama melakukan kunker di wilayah Kalimantan Selatan bersama dengan Kompi Pasukan Lanud Sjamsudin Noor,” kata Komandan Pangkalan TNI AU Sjamsudin Noor, Letkol Pnb. Esron S.B. Sinaga seperti dilansir dalam siaran pers Dinas Penerangan TNI AU yang diterima Jurnas.com, Senin (21/10).


Esron menjelaskan untuk mendukung kegiatan kunjungan kerja Presiden di wilayah Kalsel, telah tiba Helly Super Puma H-3206 milik TNI AU di Lanud Sjamsudin Noor. Selain itu, juga telah melaksanakan patroli Cek Spot di wilayah Kantor Gubernur Kalimantan Selatan, di Banjarbaru dan di wilayah Kota Banjarmasin.

Danlanud Sjamsudin Noor selaku Komandan Satgas Pengamanan Bandara Syamsudin Noor, meminta personel Lanud Sjamsudin Noor untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap daerah atau tempat yang menjadi tanggung jawabnya, seperti pengamanan wilayah Bandara Syamsudin Noor sebagai salah satu obyek vital.

“Jangan lengah sedikitpun. Tingkatkan kepedulian terhadap orang atau benda yang mencurigakan. Masing-masing anggota pengamanan harus tahu tanggung jawabnya sehingga tidak ada lagi anggota yang bertanya-tanya tentang tugas pokoknya. Ini untuk menghindari keragu-raguan pada waktu bertugas,” tegas Esron.

Menurut Esron, penerbangan di Bandara Syamsudin Noor akan tetap berjalan dengan normal, namun pada saat mendekati kedatangan dan keberangkatan RI 1 (VVIP) akan ada prioritas. Untuk penerbangan yang lain menunggu, dan setelah itu penerbangan akan kembali normal.

Esron berharap TNI/Polri, unsur Pemda beserta masyarakat Kalimantan Selatan dapat bersama-sama mendukung kunjungan kerja RI 1 ke wilayah Kalsel dengan aman, lancar dan sukses.
Jurnas 

Minggu, 20 Oktober 2013

Kisah Intel CIA di Bogor


DIA jauh dari sosok agen rahasia dalam film spy Amerika yang kerap kita tonton. Robert Marshall Read tidaklah gagah. Usianya 56 tahun. Badannya ringkih, dan rambutnya putih perak. Hidungnya khas: tinggi berlengkung tajam.

Sudah sepekan lelaki itu meringkuk di sel pojok kanan lantai satu gedung Badan Reserse Kriminal Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Tapi dia memang agak istimewa. Selama ditahan, selnya kerap dikunjungi warga asing.

Siapa Marshall? Dua informasi berbeda mencuat tentang lelaki ini. Ada yang bilang dia agen Central Intelligence Agency (CIA) yang bermarkas di Washington DC, Amerika. Sebaliknya, dia disebut-sebut buronan lembaga mata-mata kelas wahid itu.

Tapi mari berpegang pada keterangan resmi Mabes Polri, bahwa Marshall adalah bekas CIA, dan sekaligus buronan lembaga mata-mata itu. Dia dituduh terlibat perdagangan senjata api gelap, dan sejumlah kejahatan lain di Amerika, Inggris, dan Rusia.

Kata polisi, Marshall agen yang licin. CIA memburunya sejak 1974. Mengantongi 50 paspor berbagai negara, dia bisa melanggang ke pelbagai penjuru dunia.

Pada Agustus 2007, dari Johor, Malaysia, dia menyeberang ke Batam.  Di Indonesia, petualangannya lebih seru. Dia jatuh cinta dengan Lisna Herawati saat berada di Jakarta. Dia pun menikah dengan gadis 32 tahun itu. Mereka menetap di Cianjur. Lengkap dengan KTP dan paspor setempat.

Enam bulan kemudian, Marshall hendak meninggalkan Indonesia. Bersama Lisna, dia mengurus paspor di Kota Bogor, pada Januari 2008. Tapi, entah salah pada bagian apa, petugas Imigrasi di Bogor curiga. Kepala Imigrasi Bogor meneruskan informasi ini ke Kedutaan Besar Amerika. Lalu kedutaan itu mengutus tiga petugasnya. Di sinilah pertama kali muncul cerita Marshall adalah buronan CIA itu.

Setelah penangkapan itu, tak jelas di mana Marshall berada. Cerita soal dia simpang-siur. Informasi dari petugas Imigrasi saat itu, Marshall segera dideportasi ke Amerika.

***

Senin 14 Januari 2010. Seorang calo paspor, R. Simbolon, datang ke kantor Imigrasi Bogor di Jalan Ahmad Yani, Tanah Sareal, Kota Bogor. Simbolon membawa dokumen atas nama Robert Marshall Reid. Tujuannya mengurus paspor. “Dia menempuh prosedur normal,” kata Kepala Imigrasi Bogor, Ahmad Hasaf.

Petugas pun meminta Simbolon membawa Marshall pada Selasa 15 Januari 2010. Lelaki itu tiba pukul 10.30 WIB, bersama istrinya Lisna Herawati. Petugas mewawancarainya kembali. Aneh memang. Petugas imigrasi seperti tak punya data pemeriksaan Marshall dua tahun silam.

Tapi toh tetap ada yang mencurigakan. Marshal mengaku warga Indonesia keturunan Inggris. Namun gagap bicara Indonesia. “Padahal seluruh dokumennya menunjukkan dia Indonesia asli,” kata Ahmad.

Marshall punya kartu tanda penduduk bernomor 09.5005020352.0248 yang diteken Lurah Cempaka Putih Timur, Rugan M. Faisal. Di dalam KTP itu tertulis Robert beragama Islam, lahir di Jakarta, dan beralamat di Jalan Cempaka Putih Tengah XV/6 RT 01/08, Jakarta Pusat.

Selain KTP, ada juga buku nikah bernomor 134/52/III/2006, diteken H. Damar yang disebut petugas Kantor Urusan Agama Mampangprapatan, Jakarta Selatan. Di kolom isteri tertera nama Lisna dengan wali nikah Badang, seorang purnawirawan TNI.

Dokumen itu diduga palsu. Untuk kedua kalinya Marshall digiring ke ruang Pengawas dan Penindak Keimigrasian. Sayangnya, si calo Simbolon yang hendak diperiksa sudah kabur duluan. Lisna juga tak bisa menjawab soal status kewarganegaraan Marshall. ”Selanjutnya, saya melaporkannya ke Kedutaan Amerika,” kata Ahmad.

Hari itu juga tiga petugas Kedutaan Amerika datang ke Bogor. Setelah berbicara dengan Marshall dan meneliti data-datanya, tiga petugas itu mengakui Marshall warga negara mereka. “Disebutkan, Marshall pelaku tindak kriminal dan buronan tiga negara yakni AS, Inggris dan Rusia,” katanya.

Menurut informasi dari Kedutaan Amerika yang masuk ke Ahmad, Marshall terlibat kasus cek kosong, pemalsuan dokumen, dan senjata illegal. Cerita ini persis seperti disampaikan petugas Kedutaan Amerika dua tahun lalu.

Sehari kemudian, Marshall dititipkan ke tahanan Mabes Polri. Di sinilah muncul informasi Marshall adalah agen CIA. “Kami mencari tahu apa motifnya berada di Indonesia,” kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Ito Sumardi.

***

Jejak CIA di Indonesia, sepertinya juga bukan hal baru. Setidaknya, cerita itu sudah muncul sejak lembaga intel berdiri 1947. Pada masa itu, Harry S. Truman memimpin Amerika (1945-1953), dan dia membuat doktrin mengisolasi Uni Sovyet secara politik dan ideologi. Amerika lalu rajin menghadang komunisme di seluruh dunia.

Pada masa Sukarno, yang anti imperialisme, dan condong ke Partai Komunis Indonesia, Indonesia menjadi intaian CIA. Tercatat sejumlah pemberontakan dalam negeri, disebut-sebut berkait dengan intelijen Amerika. Sepak terjang lembaga intel Abang Sam ini pernah diulas tajam dalam Legacy of Ashes, the History of CIA, karya Tim Weiner, wartawan The New York Times, pemenang Pulitzer.

Setelah Sukarno tumbang, cerita soal intel Amerika beraksi di Indonesia muncul samar-samar. Layaknya organisasi intel, tak tercium geraknya. Paling banter, tudingan diarahkan ke jaringan Amerika di lingkaran elit teknokrat. Pada awal orde baru, sempat mencuat sebutan Mafia Berkeley, semacam koneksi elit pendukung orde baru, yang dididik di Universitas Berkeley, California, Amerika.

Nama CIA juga timbul tenggelam. Terakhir, misalnya, ada tudingan Laboratorium Namru-2 di Departemen Kesehatan bekerja untuk kepentingan intelijen Amerika. Namru adalah kerjasama Departemen Kesehatan RI dan Angkatan Laut Amerika sejak 1975. Dua lembaga swadaya masyarakat, An Nashr Institute dan Medical Emergency Rescue Committee menuding lab itu bekerja untuk intelijen Amerika. Para peneliti Namru, kata mereka, boleh membawa penelitian ke luar Indonesia tanpa diperiksa.

Terakhir, nama CIA mencuat tatkala penangkapan Umar al Faruq di Bogor pada 2002. Dicokoknya al-Faruq adalah bagian “perang melawan teror” yang digelorakan George W Bush setelah serangan al-Qaidah pimpinan Usamah bin Ladin, ke dua menara WTC di New York, 11 September 2001.

Amerika menuding Al-Faruq kaki tangan jaringan bin Ladin di Asia Tenggara.  Persembunyian Umar terbongkar setelah polisi mendapat bisikan informasi dari  CIA. Al-Faruq lalu dijebloskan ke penjara Amerika Serikat di Bagram, Afghanistan. Memang, ada cerita dia berhasil kabur, dan kembali ke Irak, negara kelahirannya. Lalu, Al-Faruq diberitakan tewas dalam pertempuran di Basra, Irak Selatan, pada Oktober 2006.

Sejak itu, nama intel Amerika kerap muncul dalam aksi anti teroris di nusantara. Tentu saja, semua dalam format kerjasama Amerika-Indonesia.

***

Lalu apa tugas si ‘agen’ Marshall yang tertangkap di Bogor ini? Pemeriksaan pun dilakukan intensif oleh berbagai lembaga. Selain polisi, Marshall juga ditelisik oleh aparat Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Luar Negeri, dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Tapi jawabannya toh sama. Kepada penyidik, Marshal menampik bahwa dirinya adalah CIA. Sayangnya, tak banyak informasi keluar dari mulutnya.  Dari Kedutaan Besar Amerika juga tak ada komentar soal ini.

Sampai lelaki berhidung tinggi dengan lengkung tajam itu dipaksa pulang ke negerinya, Marshall hanya dinyatakan bersalah karena satu hal: melanggar aturan imigrasi. “Soal intelijen saya belum tahu,” kata Ito Sumardi.

Bahaya Bermain Agen Ganda

– Badan intelijen Amerika Serikat (CIA) untuk kesekian kalinya mendapat tamparan yang memalukan. Kali ini sumbernya datang dari insiden yang menyebabkan tujuh agen lapangan CIA dan seorang intel Yordania tewas. Peristiwa naas itu bahkan terjadi di kantor perwakilan CIA di Afganistan, akhir Desember 2009 lalu.
Kendati dibantah oleh CIA dan pihak berwenang Amerika, banyak pengamat meyakini bahwa insiden itu terjadi akibat gegabahnya CIA dalam merekrut agen ganda.
Alkisah, seorang simpatisan al-Qaidah bernama Humam Khalil Abu-Mulal al-Balawi berhasil mengelabui para agen CIA di Afganistan. Caranya, dia berpura-pura sudah beralih kiblat ke Amerika dan berhasil meyakinkan mereka bahwa dia memiliki informasi tentang keberadaan pimpinan al-Qaidah.
Melalui perantara seorang intel dari Yordania, CIA lalu mengundang al-Balawi datang ke markas mereka. Yang fatal, al-Balawi dipersilakan masuk tanpa melalui pemeriksaan keamanan.
Para agen lapangan CIA sudah hakulyakin bahwa al-Balawi termasuk orang yang bisa dipercaya berkat rekomendasi agen dari Yordania itu, yang telah menangkap dan mengindoktrinasi al-Balawi sejak tahun lalu.
Alhasil, bukan informasi penting yang didapat, nyawa mereka yang melayang. Buat al-Balawi, undangan dari CIA ini adalah peluang emas yang tak dia sia-siakan untuk menunaikan misi penting dari pimpinan al-Qaidah: menjadi pengebom bunuh diri.
Para pejabat tinggi Amerika, termasuk Presiden Barack Obama, diam seribu bahasa tentang insiden itu. Apalagi, tak lama kemudian Amerika kembali diteror upaya pengeboman pesawat Northwest Airlines yang gagal dilakukan seorang penumpang asal Nigeria, pada 25 Desember lalu. Sama seperti al-Balawi dia juga merupakan simpatisan al-Qaidah di Yaman.
***
Menurut sejumlah pengamat, mengoperasikan agen ganda merupakan salah satu taktik andalan CIA dalam beroperasi di wilayah-wilayah yang sulit ditembus. Dengan mengandalkan tenaga lokal, CIA berharap bisa mendapatkan informasi intelijen yang lebih akurat dan lengkap. Itulah pula harapan CIA kepada al-Balawi, yang dikenal memiliki jaringan yang cukup luas di Afganistan.
Namun, seperti diakui CIA, bermain agen ganda memiliki resiko tersendiri. Menurut buku panduan CIA yang ditulis pada 1960an, itu merupakan operasi kontra intelijen yang rumit dan membutuhkan perhatian khusus.
Amerika dan Inggris pernah dengan cemerlang memanfaatkan agen ganda saat berperang dengan Nazi di Perang Dunia Kedua. Mereka mengetahui bahwa Nazi menempatkan seorang intel asal Spanyol di Inggris bernama Juan Pujol Garcia, yang memiliki kode sandi “Garbo.”
Garcia berhasil diciduk, namun penangkapannya tidak diketahui dinas intelijen Jerman, Abwehr. Berkat imbalan dan ampunan dari pimpinan intelijen Amerika dan Inggris, Garcia sepakat bekerja sama dan sengaja dibiarkan bekerja untuk Abwehr.
Sembari mengumpulkan data-data intelijen dari Jerman, Garcia lalu ditugasi menyuplai informasi sesat kepada Nazi mengenai kekuatan dan pergerakan pasukan sekutu di Inggris.
Operasi pengecohan Garcia yang terkenal terjadi saat Sekutu mempersiapkan penyerbuan ke Prancis. Garcia berhasil meyakinkan para penghubungnya dari Jerman bahwa Sekutu akan melancarkan serangan menuju Norwegia. Mendengar, informasi itu,
Nazi menumpuk kekuatan di Norwegia sekaligus mengurangi kekuatannya di Prancis. Hitler dan pimpinan militer Jerman termakan informasi sesat yang dikirim Garbo. Sekutu tidak pernah menyerang Norwegia, melainkan menggempur Prancis di Pantai Normandy, pada 6 Juni 1944, yang menjadi titik balik kemenangan pasukan Sekutu.
Berkat informasi yang didapat Garcia dari Jerman, Sekutu berhasil mengantisipasi serangan roket Nazi. Garbo pun terus menyuplai informasi sesat kepada Jerman hingga berakhirnya Perang Dunia II.
Atas jasanya itu, Garcia mendapat penghargaan Iron First Class dari pemerintah Inggris. Padahal, penghargaan prestisius itu selama ini hanya diberikan kepada mereka yang bertempur di medan perang. Menyusul kesuksesan Garbo, pada Perang Dingin Amerika gencar mengerahkan agen-agen ganda mereka.
***
Kolonel John Hughes-Wilson, mantan pejabat intelijen Inggris, mewanti-wanti agen ganda harus terus dikendalikan dan selalu diawasi dengan ketat. Lengah sedikit, kata Hughes-Wilson bayarannya adalah insiden fatal seperti di Afganistan itu.
“Di sinilah kesalahan Yordania. Mereka merekrut seseorang yang pada dasarnya adalah jihadis dan berpikir bisa dengan gampang mengubah pendiriannya selama di penjara.”
 VIVAnews

Zulkifli Lubis Komandan Intelijen Pertama …

Dilahirkan pada tahun 1923, Kolonel Zulkifli Lubis adalah peletak batu dan komandan pertama badan intelijen Indonesia. Dia bergerilya di Sumatera dalam perang kemerdekaan. Pemimpin Gerakan Anti 17 Oktober 1952 Deputi Kepala Staf dan Penjabat Kepala Staf Angkatan Darat selama beberapa tahun dengan pangkat kolonel hingga meletakkan jabatan pada tahun 1956 salah satu gembong dalam pemberontakan PRRI – Permesta (1958). Kini tinggal di Bogor sebagai pengusaha. Atas permintaan TEMPO, tokoh yang pernah didongengkan bisa menghilang ini menceritakan panjang lebar sebagian dari perjalanan hidupnya pada wartawan kami, Muchsin Lubis.
(Dimuat dalam Majalah Tempo Edisi 29 Juli 1989)
SAYA dari kakak beradik bersaudara ada sepuluh orang. Tujuh wanita, tiga laki-laki. Kakak saya laki-laki nomor dua tertua sudah meninggal dan adik saya laki-laki yang terkecil, juga sudah meninggal. Jadi, kami dari tiga laki-laki itu, tinggal saya saja yang hidup.

Jadi, kalau jatuh pada acara warisan, tinggal saya yang mengaturnya. Dari saudara wanita, yang paling bungsu meninggal waktu lahir di Tapaktuan. Saya lahir di Banda Aceh yang dulu disebut Kutaraja pada tanggal 26 Desember 1923. Sehari lebih muda dari Natalan. Kalau yang hidup sekarang ini, ada adik di Banda Aceh, kemudian kakak saya di Medan, kemudian kakak saya di Magelang. Saya anak nomor lima.
Saya merasa, saya termasuk putera yang disayangi oleh kakek-nenek saya dan ayah-ibu saya. Mungkin karena laki-laki sedikit sekali di keluarga saya. Kemudian, rupa saya memang agak lain. Rupa saya waktu kecil, seperti orang Barat. Muka putih, rambut pirang dan mata biru, waktu kecil. Maka itu, ketika masih di sekolah rendah, di HIS, saya oleh guru Belanda – saya sampai sekarang tidak tahu sebabnya – saya satu-satunya murid yang didudukkan bersama-sama perempuan, sampai kelas tiga.
Orangtua saya bernama Aden Lubis gelar Sutan Sanalam. Ibu saya, Siti Rewan bermarga Nasution, tapi lahir dan besar di Aceh. Maka itu, kami itu lebih merasa sebagai orang Aceh daripada orang Tapanuli. Saya tahu bahasa Tapanuli, bahasa Mandailing, tapi tidak bisa membicarakan. Hanya mengerti. Kalau boleh dibilang, lahir di Aceh, saya lebih merasa sebagai orang Aceh dan besarnya bersama masyarakat, di Yogya. Tapi bahasa Jawa pun saya tidak pandai, cuma mengerti.
Selama saya sekolah itu, memang saya merasa disayangi orangtua saya maupun kakek-nenek, namun saya lebih dekat dengan ibu. Orangtua saya kedua-duanya guru di sekolah guru, normal school. Tapi ibu saya itu kawin muda, lalu berhenti jadi guru. Ayah saya sesudah 25 tahun kemudian berhenti lalu jadi pamong raja.
Waktu itu ayah saya jadi klerk di Banda Aceh, di kantor gubernur, kemudian pindah ke Tapaktuan. Di Tapaktuan itulah lahir adik saya yang laki-laki paling kecil dan adik saya perempuan paling kecil yang meninggal waktu lahir. Ibu saya pun meninggal dunia di Tapaktuan.
Kalau saya ingat kembali, saya banyak belajar bermacam-macam segi dari orangtua saya. Kalau dari ibu saya, saya belajar tentang kebersihan. Ibu saya itu sangat suka bersih. Kami bersaudara itu, kaki kami semua hanya boleh kena tanah pada hari Minggu saja. Selebihnya itu harus pakai sandal. Selain itu, ibu saya suka membaca dan menyukai sajak. Hingga saya juga ada bawaan suka sajak. Puisi. Dengan sajak Chairil Anwar, saya sangat tertarik, lalu Amir Hamzah, walaupun tidak sampai mendalami.
Kalau dari ayah saya, disiplin. Disiplin waktu dan kemauan kerja. Bapak saya, walaupun masih klerk di zaman Belanda, dia naik sepeda dari Kutaraja ke Lho’ Nga sekitar 14 kilometer, sebagai kontroleur. Pulang balik, mulanya. Karena saya disayanginya, dan belum sekolah, saya diboncengnya. Sampai di Lho’ Nga saya dititipkan ke pesanggrahan, lalu dia pergi ke kantor. Nanti sore hari, pulang naik sepeda lagi. Sampai begitu rupa – mungkin lelah karena usia lanjut – baru kira-kira seminggu sekali pulang ke Kutaraja. Itu tahun 1920-an. Saya memang selalu dibawa Ayah ke mana-mana. Dari dia saya dapat kesungguhan kerja dan pegang waktu.
Kalau dari kakek saya, Angku saya, dia hakim agama di Pengadilan Agama Kutaraja, saya belajar agama, sembahyang. Nama beliau Raja Imbang Nasution. Beliau kakek dari pihak Ibu. Saya adalah cucu yang paling disayangi. Sedang nenek dari pihak Ibu, istri angku saya. orangnya besar tinggi dan gemuk. Waktu kecil, saya sering tidur dengan dia. Kalau dia menumbuk sirih, saya sering ngelon ke dadanya. Karena dia gemuk, jadi hangat.
Saya sekolah dari HIS sampai ke MULO, di Aceh semuanya, sampai tahun 1940-an, sebelum perang. Karena orangtua saya menganggap saya cukup cerdas, pada umur empat tahun lebih sedikit, saya sudah sekolah. Di sekolah saya maju, hingga semua guru sayang pada saya. Baik guru Belanda atau guru Indonesia. Sava sekolah di HIS ke-II di Kutaraja. Pandai berhitung. Cepat. Semua pelajaran, saya senang, cuma pelajaran bahasa yang kurang. Kalau berhitung dan sejarah, saya mendapat nilai sepuluh. Apalagi berhitung luar kepala, saya tetap nomor satu. Ketika sekolah itu saya dipanggil Kifli, bukan Lubis. Nama panggilan ini sampai saya di AMS-B di Yogya. Baru zaman Jepang saya dipanggil Lubis, karena Lubis lebih mudah disebut dalam bahasa Jepang. Saya tamat MULO sekitar tahun 1941.
Saya orang suka membaca. Sewaktu di MULO itu, saya sudah mendengar dan mempunyai kesempatan membaca. Saya setiap hari membaca surat kabar Deli Blaad berbahasa Belanda, terbitan Medan. Kebetulan, anak tetangga saya di Kampung Atuk, dekat Makam Pahlawan, penjual surat kabar, termasuk’ Deli Blaad. Teman itu sering memberikan koran itu pada saya satu lembar. Dari situ saya tahu pidato-pidato Bung Karno, Hatta, Thamrin, dan Volksraad. Sungguhpun surat kabar itu dari modal perkebunan di Sumatera Timur, jadi sebenarnya kapitalistis, itu menaikkan semangat nasional kami sebagai pelajar MULO.
Dari situ saya mengetahui adanya pergerakan-pergerakan, walaupun tak bisa ikut aktif. Kami tak punya kesempatan. Cuma, di antara teman-teman kami punya perkumpulan di MULO. Namanya Patriot. Kumpulan Patriot ini merupakan kumpulan yang tidak mengikuti kehendak kolonial, kehendak Belanda. Kami, termasuk sebagian guru, terbilang masuk golongan oposisi, walaupun secara diam-diam. Ketuanya, waktu itu? Yahya Bahram Rangkuti. Misalnya, kalau ada upacara, kami tidak mau melagukan lagu kebangsaan Belanda, Wilhelmus. Kami diam saja, kaki kami geser-geserkan ke teman lain, untuk mengajak agar diam saja.
Tamat MULO saya ke Yogya masuk AMS-B. Karena wajah saya seperti orang Belanda, di rumah saya dipanggil Yan. Itu panggilan kecil orang Belanda. Ketika saya mau ke Jawa, ibu saya bertanya, “Yan mau ke Jawa. Yan tahu apa yang paling utama?” Saya tidak tahu. “Yang paling utama adalah mencari nasihat. Bukan memberi nasihat,” kata ibu saya.
Kebetulan, ada peminta-minta yang cacat datang. Kemudian saya ditanya emak saya itu. Saya memang memanggilnya emak. “Kalau tadi Yan sudah menanggapi Emak bilang yang penting mencari nasihat, bukan memberi nasihat. Nah, sekarang Emak mau tanya. Nasihat apa Yan bisa dapat dari orang minta-minta itu?” Saya tidak bisa menjawab. Emak saya lalu menjawab, “Leven geduldig. Kesabaran hidup. Fitrah manusia bukan untuk mintaminta. Toh dia minta-minta. Satu segi baiknya, dia betah hidup. Dia sabar.”
Waktu sekolah di Yogya, ucapan emak itu terus terpikir. Kalau teringat kembali, mencari nasihat berarti kita itu harus demokratis. Kalau tidak, tidak bisa. Kita harus merendah diri. Sama dengan cara intelijen. Harus ramah, baru bisa mencari nasihat. Kalau kita sombong, tidak bisa mencari nasihat. Satu segi dari nilai demokrasi itu adalah mampu mengendalikan diri menjadi mencari nasihat.
“Yan harus datangi, kenalkan diri, satu, pada orang yang tertua umurnya di tempat itu. Artinya, pengalamannya. Kedua orang yang alim ulama. Ketiga, guru. Keempat, orang yang dermawan yang kaya. Bukan orang kaya yang kikir. Minta nasihat pada orang-orang ini,” kata ibu saya. Semua nasihat ini, dalam intelijen juga banyak dipakai, terutama dalam intelijen teritorial.
Kalau nasihat ayah saya lain lagi, karena seorang pamong praja. “Met de hoet in de hand, komt ye in de gang in de wereld,” artinya. “Dengan topi di tangan, kau bisa datang ke seluruh dunia.” Maksudnya, dengan hormat, sopan, tidak sombong, kau bisa kunjungi seluruh dunia. Itulah semua ajaran ibu dan ayah saya. Sama dengan ajaran intelijen. Dan itu yang saya praktekkan. Karena itu, waktu punya jabatan dulu, saya tidak membatasi tamu-tamu. Semua bisa menemui saya. Karena dari tamu-tamu itu saya – mungkin tamu itu cuma minta duit atau minta apa – saya dapat informasi gratis. Paling tidak dari lingkungannya. Maka itu, sampai sekarang, saya tidak mau membatasi orang yang mau bertemu saya. Saya tidak seperti pejabat sekarang. Susah sekali ditemui orang. Orangtua saya menasihatkan, “Kalau kau mencari nasihat, kau tidak akan bisa sombong. Kau harus mendengar bicara orang lain. Hargai pendapat orang lain.” Kalau dari segi politik, itu adalah benih demokrasi.
Pertama kali di Yogya saya tinggal di rumah seorang famili guru HIS di Tapaktuan. Dia punya famili di Yogya. Dengan surat guru itu, saya tinggal beberapa hari di situ, untuk orientasi. Setelah itu, kami dapat rumah di Gowongan Lor, Yogyakarta, di tempat Ibu Sastro. Ibu itu punya warung. Dia sangat baik. Sekitar 15 orang yang indekos di situ. Ada yang dan Bugis, ada yang dari Tapanuli, ada yang dari Medan dan lain-lain. Tapi saya tidak lama di situ. Bersama delapan teman dari AMS-B dan AMS-A, kami mengontrak rumah sendiri di Jetis.
Di AMS itu, Belanda memang teliti. Kita tidak dididik seperti robot. Tapi ilmu kita kita kembangkan. Kalau di MULO, masih dituntun dalam belajar, di AMS, kita baca sendiri. Seluruh cabang mata pelajaran ilmu pasti diajarkan di situ, ditambah sedikit dengan sejarah dan biologi serta bahasa yang tidak begitu mendalam.
Di AMS-B saya pelajar sedang saja. Masih orang Cina yang jadi nomor satu. Memang, di AMS-B Yogya itu, kebanyakan orang Cina. Tapi dalam pelajaran Aljabar, saya nomor satu. Di sana ada sistem, sewaktu-waktu kami disuruh ke depan kelas untuk mencoba mengajar. Misalnya untuk pelajaran llmu Tata Negara dan Sejarah. Pelajar diajar agar punya inisiatif, tidak hanya sebagai alat mati. Memang berbeda dengan zaman sekarang. Guru-guru kami tua-tua semua dan sarjana semua. Rata-rata doktor dan insinyur. Jarang yang satu titel. Kebanyakan dua atau tiga titel. Usia mereka rata-rata di atas 40 tahun.
Di AMS-B itu, perasaan kebangsaan tetap ada, walaupun tidak ada perkumpulan tertentu. Kami sering diskusidiskusi antarteman, termasuk teman dari Parindra. Kami sering mencemoohkan Belanda. Di AMS itu kami punya semangat tidak mau kalah dengan Belanda. Kita tak mau kalah angka dengan pelajar Belanda, sungguhpun dalam bahasa Belanda. Jadi, boleh dikatakan, belum terorganisasi secara nasional. Tapi pada umumnya perasaan nasional berkembang. Jadi, betul kata Bung Karno dalam Manipol itu, bahwa kemerdekaan itu adalah conscious men. Fitrah manusia.
Dalam pelajaran sejarah di AMS itu, walaupun gurunya Belanda, mereka tidak menjelek-jelekkan pergerakan nasional Indonesia. Disebutkan adanya Parindra, Taman Siswa, tapi mereka tak menjelekkan. Termasuk tidak menjelekkan Bung Karno. Saya di AMS hanya sampai kelas 2, karena Jepang masuk.
Ada teman saya di AMS-B, lain kelas, Pawoko namanya, yang tinggal di Gowongan Kidul, bilang, “Kif, ini Jepang ada buka latihan untuk pemuda. Bagaimana Kif, daripada kita ini anak muda tidak kerja dan sekolah tidak buka, kita ikut saja.” Saya lupa waktunya. Ya, sekitar tahun 1942. Jepang baru 1-2 bulan di situ. Umur saya sekitar 18-19 tahun. Saya lalu ikut. Namanya Seinen Kurenso. Tempat Latihan Pemuda. Pesertanya banyak dari AMS dan MULO. Di situ kami diberi pelajaran pokok-pokok kemiliteran.