Bagi Anda yang pernah menyimak kunjungan mantan Presiden Soeharto di era 90-an, mungkin bakal teringat dengan sosok pesawat jet transport bermesin empat BAe-146 200. Meski tak resmi disebut sebagai pesawat kepresidenan, BAe-146 200 Pelita Air Service ini lumayan sering digunakan Soeharto untuk bersafari ke pelosok Tanah Air. BAe-146 kini tak lagi diproduksi, namun AU Inggris masih tetap menggunakannya sebagai pesawat angkut andalan jarak pendek – menengah. Bahkan Inggris menggunakannya dalam operasi militer di Afghanistan.
Boleh dibilang tak sedikit juga maskapai di Indonesia yang pernah atau sampai saat ini masih mengoperasikan keluarga BAe-146. Selain Pelita Air Service (PAS), sebut saja ada Merpati Nusantara Airlines (MNA), Metro Group, Aviastar, Linus Airways, Riau Airlines dan Manunggal Air Service. Untuk kebutuhan kepresidenan, Pelita Air Service mendatangkan BAe-146 200 ke Indonesia pada tahun 1992. Umumnya, pesawat buatan British Aerospace ini kerap ditumpangi Pak Harto guna menyambagi wilayah pelosok yang hanya memiliki basis landasan udara sederhana.
Nah, pasca Soeharto lengser di tahun 1998, kemudian BAe-146 200 kepresidenan ini menjadi redup, pesawat ini tak lagi digunakan oleh presiden sesudahnya. Dan kabarnya pada tahun 1999, BAe-146 200 Seoharto dijual ke Eropa.
Dari beberapa catatan yang dihimpun, untuk kebutuhan VVIP (Very Very Important Person), BAe-146 200 PAS dilakukan konfigurasi pada sisi interior, dari yang tadinya dapat membawa 109 penumpang, versi BAe-146 200 Soeharto disulap untuk maksimal membawa 30 penumpang saja. Sejak pesawat Kepresidenan ditangani sepenuhnya oleh PAS, maka para awaknya juga adalah orang-orang sipil. Hanya saja setiap kali Presiden pergi selalu ada awak cadangan yang ikut dan seorang perwira penerbang senior TNI AU yang bertindak sebagai liason officer duduk di kokpit. Sementara untuk Untuk perjalanan ke luar negeri, Soeharto selalu memilih pesawat DC-10/MD-11 milik Garuda Indonesia. Pesawat itu sebelum digunakan selalu diperiksa dengan teliti seluruh frame dan mesin diperiksa ulang.
Tentu menjadi pertanyaan menarik, mengapa level kepresidenan tertarik dengan BAe-146? Dari sisi performa, pesawat ini sanggup mendarat dan lepas landas dari lapangan terbang yang sederhana, dan tak perlu landasan yang terlalu panjang, pasalnya dengan sokongan empat mesin, dorongan tenaga yang dihasilkan lumayan besar. Sementara dari aspek keamanan, bekal empat unit mesin tentu memberi level safety lebih baik, tatkala ada satu atau dua mesin yang gagal berfungsi.
Secara umum, BAe-146 dirilis dalam tiga versi, yakni versi penumpang, versi kargo, dan versi quick change. Yang disebut terakhir adalah versi yang dapat diubah dengan cepat dari versi penumpang ke kargo, begitu juga sebaliknya. Sementara dari serinya, BAe-146 diluncurkan dari seri 100, 200 dan 300. BAe-146 100 (70 – 80 kursi), BAe-146 200 (85 – 100 kursi), dan BAe-146 300 (100 – 112 kursi). Ketiga seri menggunakan jenis mesin yang sama, yaitu 4x Honeywell ALF 502R-5, yang membedakan diantara ketiga seri sudah barang tentu adalah panjang pesawat.
Keunggulan BAe-146 diantaranya pesawat telah dilengkapi EFIS (Electronic Flight Instument System) yang modern. Adopsi empat mesin ini kabarnya dibuat untuk mengurangi kebisingan, pasalnya jenis mesin yang digunakan berukuran kecil dan di saat yang bersamaan mempunyai tenaga cukup besar untuk lepas landas di landasan pendek, kemampuan ini disebut STOL (Short Take Off and Landing). Pihak pabrikan menggunakan lapisan peredam suara tambahan yang dipasang ke dalam mesin.
BAe-146 200 sebagai fire bomber.
Untuk kepentingan navigasi ada bekal EGPWS (Enhanced Ground Proximity Warning System). EGPWS adalah alat hasil pengembangan yang lebih canggih dari GPWS, yakni alat untuk memberikan peringatan pada penerbang jika pesawat mendekati/akan menabrak daratan/terrain.
Menurut Kepala Desainer BAe 146, Bob Grigg, sejak awal proses desain, pesawat ini dirancang untuk mudah dioperasikan dan menawarkan biaya operasional bagi operator serendah mungkin. BAE Systems menegaskan, keuntungan mengadopsi empat mesin di antaranya termasuk kinerja yang unggul saat lepas landas dari landasan pacu pendek. Daya listrik terutama disediakan oleh generator yang terletak pada masing-masing mesin.
Terjun di Afghanistan
Produksi BAe-146 telah dihentikan pada tahun 2001, meski begitu AU Inggris masih menaruh kepercayaan pesawat ini sebagai pesawat transport taktis. Seperti di bulan April 2013, dua unit BAe-146 C MK3 dikerahkan untuk mendukung misi angkot kargo dan personel di Camp Bastion, propinsi Helmand, Afghanistan. BAe-146 dapat beroperasi dengan kombinasi yang apik bersama C-130 Hercules.
BAe-146 C MK3
BAe-146 C MK3 memang dirancang khusus oleh BAE Systems untuk kebutuhan AU. Basis yang digunakan adalah BAe-146 200QC (Quick Change), dan uniknya AU Inggris mendapatkan pesawat ini bukan dengan beli baru, kedua BAe-146 200QC justru dibeli dari maskapai Belgia TNT Airways, kedua pesawat telah beroperasi sejak tahun 2006. Lewat modifikasi dari BAE System, usia pakai pesawat dapat optimal digunakan sampai tahun 2020.
Karene telah disulap sebagai pesawat militer, BAe-146 C MK3 memang siap diajak ke medan perang, modifikasi yang dilakukan BAE Systems mencakup pemasangan lapisan tahan peluru pada komponen-komponen penting, diantaranya pada kokpit. Kemudian tanki bahan bakar.yang dibekali fasilitas fire protection D-C system. Sementara dari sisi mesin, versi militer BAe-146 Inggris tidak berbeda dengan versi sipil. BAe-146 C MK3 juga dilengkapi perangkat pengecoh rudal.
BAe-146 STK di Paris Airshow 1989.
BAe-146 STK
Diluar versi militer yang dibuat untuk AU Inggris, British Aerospace pernah menghadirkan versi militer khusus, dan diberi label BAe-146 STK. Pada versi STK dilengkapi pintu loading kargo disisi samping belakang, kemudian ada versi tanker udara dan versi onboard delivery. Pada versi STK, dilengkapi dengan refuelling probe untuk pengisian bahan bakar di udara. Versi demonstrator BAe-146 STK pernah dipamerkan dalam ajang Pair Airshow 1989. (Bayu Pamungkas)
Spesifikasi BAe-146 200
– Length: 28,55 meter
– Wingspan: 26,34 meter
– Height: 8,61 meter
– Wing area: 77,3 m2
– Maximum take-off weight: 42. 184 kg
– Maximum landing weight: 36.741 kg
– Operating empty weight: 23.800
– Maximum payload: 8.075 kg
– Standard fuel capacity: 11.728 liter
– Range with max payload: 2 365 km
– Cruise speed: 750 km/jam
– Maximum speed: 890 km/jam
– Maximum operating altitude: 9.500 meter
– Engines: Honeywell ALF 502R-5, 4 x 6970 lb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar