Pengungkapan misteri hilangnya B777-200ER Malaysia Airlines yang
lenyap dalam penerbangan Kuala Lumpur-Beijing, 8 Maret 2014, seperti
dikejar waktu. Pemerintah Malaysia telah mengembangkan pencarian ke
berbagai kemungkinan. Temuan puing yang tertangkap satelit DigitalGlobe
yang diumumkan Pemerintah Australia, 20 Maret lalu, diharapkan bisa
memberi titik terang. Jika pesawat benar-benar mengalami kecelakaan,
berarti tim pencari yang melibatkan 26 negara tinggal memiliki waktu
kurang dari dua minggu. Hal ini didasarkan pada daya pancar sinyal
“ping” kotak hitam yang hanya bertahan sebulan. Peliputan media
internasional yang bertubi-tubi, tak ayal, menjadikan kasus hilangnya
pesawat dengan kode penerbangan MH370 ini peristiwa yang mendunia.
Berbagai pertanyaan besar pun mengemuka, tapi belum satu pun terjawab.
Di antaranya, kenapa pesawat memutuskan berbelok ke selatan, melintas
daratan Malaysia? Benarkah pesawat dibajak oleh awaknya sendiri?
Berikut laporan Reni Rohmawati, Dudi Sudibyo, dan A. Darmawan. Di dalamnya Angkasa
juga menghadirkan pandangan pilot Boeing B-777 dan sistem pelatihan
yang ditempuh, agar kupasan peristiwa terbuka dari berbagai sisi.
-------
Foto satelit berupa temuan dua puing yang diumumkan
Perdana Menteri Australia Tony Abbott di hadapan Parlemen Australia,
Kamis siang, 20 Maret 2014, terbilang menggembirakan sekaligus
mengagetkan. Dikatakan menggembirakan, karena puing tersebut boleh jadi
merupakan bagian dari MH370 dan ini berarti jejak pertama yang berhasil
didapat dalam dua minggu pencarian. Tapi juga mengagetkan, karena –
lagi-lagi jika puing ini benar merupakan bagian dari MH370 -- atas
alasan apa dan bagaimana bisa pesawat tersebut terbang sampai sejauh
itu?
Kedua puing persisnya tertangkap kamera resolusi
tinggi satelit DigitalGlobe pada tanggal 16 Maret 2014 di tengah
Samudera Hindia, sekitar 2.500 km sebelah Barat Daya Kota Perth,
Australia Barat. DigitalGlobe Co. yang bermarkas di Colorado, AS adalah
satu-satunya perusahaan jasa penyedia citra digital satelit yang
bersedia mengerahkan asetnya untuk ikut mencari jejak MH370. Puing
terbesar diperkirakan selebar 24 meter, sementara yang lebih kecil hanya
sekitar 5 meter.
Meski disebut sahih oleh PM Tony Abbott, foto kedua obyek masih
tampak buram untuk bisa dipastikan sebagai bagian pesawat Malaysia Air
yang hilang. Itu sebab, untuk verifikasi, sejumlah pesawat terbang dan
kapal perang telah dikerahkan ke lokasi. Kapal barang Hoegh St,
Petersburg asal Norwegia tujuan Australia yang kebetulan lewat situ
juga sudah diminta mendekat. Namun, sampai laporan ini turun cetak pada
23 Maret 2014, kedua puing tersebut belum berhasil ditemukan.
Lokasi tempat kedua obyek tertangkap kamera satelit DigitalGlobe
memang terpencil di tengah, susah dijangkau dan kerap dilanda cuaca
buruk dan ombak tinggi. Seperti dikatakan Menteri Pertahanan Malaysia
yang juga pejabat Menteri Transportasi Malaysia, Hishammuddin Hussein,
jika saja temuan itu bisa diverifikasi sebagai bagian dari MH370,
pencarian pesawat yang hilang ini akan menemukan titik terang.
Seperti diberitakan, pesawat badan besar yang ditumpangi 227
penumpang dan 12 awak tersebut, putus kontak dan dinyatakan hilang
sekitar dua jam setelah lepas landas dari Bandara Kuala Lumpur,
Malaysia, Sabtu (8/3) pukul 00.41 dini hari waktu setempat. Ketika itu
MH370 sudah terbang di ketinggian jelajah 35.000 kaki, di atas Laut
China Selatan – perairan kaya sumber daya alam yang kerap diperebutkan
negara-negara Asia .
Otoritas Malaysia menaruh kecurigaan pesawat dibajak orang yang
mengerti benar cara menerbangkan B777-200ER karena sesaat sebelum kontak
terputus, transponder yang biasa mengirim sinyal arah, kecepatan dan
ketinggian juga mati. Juga tak ada sinyal distress yang menandakan pesawat dalam keadaan bahaya.
Mengapa ke Samudera Hindia?
Menindaklanjuti adanya unsur pembajakan tersebut, Badan Intelijen
Federal AS (FBI) dan dinas kontra-intelijen AS pun ikut merespon.
Keterlibatan mereka mencuatkan berbagai spekulasi sehingga proses
pencarian yang melibatkan puluhan kapal dan pesawat dari 14 negara ini
pun kisruh. Terlebih karena isu pembajakan dikaitkan dengan keseharian
Kapten Pilot Zaharie Ahmad Shah (53 tahun) yang kerap berlatih simulator
pesawat dan merupakan simpatisan tokoh oposisi Ibrahim Anwar.
Titik-titik Terang Itu
Memasuki minggu kedua hilangnya B777-200ER Malaysia Airlines Flight
MH370, ditemukan titik-titik terang mengarah ke tempat hilangnya MH370.
Operasi pencarian multi-nasional besar-besaran di daerah 59.000 km2 di
Samudera Hindia bagian selatan, belum menemukan obyek yang diduga bagian
dari MH370 terekam oleh satelit Australia, China, dan terakhir
Perancis. Terakhir, 23 Maret sebuah pesawat sipil melihat palet kayu
terapung di area pencarian, di sekitarnya ada benda lain yang
diperkirakan adalah sabuk pengaman.
Meski belum dapat dipastikan dua benda mengambang di
atas Samudera Hindia tersebut berkaitan dengan Flight MH370, karena
belum berhasil diangkat dari laut untuk memastikannya, setidaknya
rekaman satelit dan temuan palet kayu dan sabuk pengaman ini jadi titik
terang mengarah lokasi hilangnya pesawat badan lebar Boeing 777-200ER
yang lenyap di angkasa, 8 Maret 2014 di atas Laut China Selatan.
Berbagai analisa bermunculan, tapi belum bisa menjawab lenyapnya B777 yang sedang mengangkut 239 orang enroute ke
Beijing, China dari Kuala Lumpur. Awalnya pihak Malaysia menyebutkan
pesawat hilang pada sekitar titik Flight MH370 akan memasuki ruang udara
yang dikontrol oleh Vietnam --- atau sekitar perbatasan FIR (Flight
Information Region) yang dikontrol Singapura dan Vietnam.
Sekitar seminggu Laut China Selatan ditelusuri oleh
SAR Vietnam dan Filipina membantu Malaysia mencari Boeing 777 yang
hilang tersebut. Hasilnya nihil, kemudian setelah sebelumnya membantah
keterangan bahwa pesawat berbelok U-turn kembali ke wilayah Malaysia,
tiba-tiba saja mengakui data AS yang menyebutkan pesawat ubah rutenya
dan kemungkinan dibajak terbang mengarah ke Samudera Hindia.
Dengan data baru tersebut, pencarian dialihkan ke
koridor utara dan selatan samudera maha luas tersebut. Ada spekulasi
pesawat dibajak oleh captain pilotnya sendiri, kemudian diarahkan menuju
Turkmenistan atau ke salah satu negara tetangganya. Dari sinyal yang
ditangkap satelit, dketahui pesawat masih terbang lima jam setelah
Flight MH370 dinyatakan hilang di atas Laut China Selatan. Diperkirakan
pesawat yang diisi bahan bakar untuk tujuh jam penerbangan, kehabisan
bahan bakar kemudian diduga hilang di Samudera Hindia.
Radar Thailand sempat menangkap jejaknya setelah
lepas dari titik U-turn, diketahui menanjak dari 35.000 kaki ke 45.000
kaki, yakni ambang batas ketinggian 777 saat kembali menuju wilayah
Malaysia. Pesawat kemudian diturunkan dratis ke ketinggian 25.000 kaki,
disusul ketinggian lebih rendah lagi 5.000 kaki –mungkin menghindari
deteksi radar saat terbang sekitar Pulau Langkawi menuju kota
Butterworth di pantai barat Malaysia. Dari kota ini terbang ke Kuala
Lumpur hanya hitungan puluhan menit terbang, bila pembajak misalnya
ingin melaksanakan repetisi peristiwa 911 World Trade Center New York,
AS, menabrakkan 777 ke ikon Menara Kembar Kuala Lumpur.
Tetapi yang dilakukan MH370 mengubah lagi arahnya seolah re-track
penerbangan menuju utara di Selat Malaka mengarah ke Pulau Andaman di
Samudera Hindia. Nelayan Aceh sempat menyatakan melihat pesawat besar
terbang rendah sebelum hilang dari pemandangannya. Bila memang dibajak,
siapa pun yang bertanggungjawab atas pembajakannya, ingin memperlihatkan
ke dunia bahwa dia lebih hebat.
Ditching di Samudera Hindia?
Menurut analisa Angkasa, yang tentunya harus
verifikasi dengan data kotak hitam MH370 bila sudah ditemukan, ada dua
kemungkinan --- setelah bahan bakar habis, pesawat setelah beberapa
menit meluncur ibarat pesawat glider raksasa, terus nyemplung
ke laut, saat impak dengan permukaan air pesawat pecah, pecahannya ikut
tersedot dengan sisa badannya ke dasar samudera. Bila ini terjadi,
tentunya serpihan pesawat serta benda-benda ringan lainnya tak lama
kemudian mengapung di permukaan air laut, seperti yang terjadi pada
kecelakaan Airbus A330 Air France tak lama setelah lepas landas dari Rio
de Janeiro, Brasil tahun 2009.
Atau kasus Boeing 737-400 AdamAir Flight 574 yang jatuh di perairan
lepas pantai Majene, Sulawesi Selatan 1 Januari 2007, 10 hari kemudian horizontal stabilizer pesawat ditemukan nelayan di selatan Pare-Pare, ditemukan juga kursi, jaket keselamatan dan KTP penumpangnya.
Sejumlah Kejanggalan di Mata Pilot
Berita hilangnya Boeing B777-200ER Malaysia Airlines
tak luput dari perhatian penerbang, terlebih dari pilot pesawat sejenis.
Mereka mencermati banyak hal, mulai dari aspek operasional penerbangan,
sistem tanggap darurat, hingga berbagai analisa terkait peristiwa
hilangnya pesawat ini. Di mata mereka, pesawat terbang adalah moda
transportasi yang kompleks, rawan kesalahan, namun tetap (masih) paling
aman dibanding moda transportasi lain.
Insiden bisa terjadi dimana saja dan kapan saja,
namun hal ini bisa dihindari dengan mematuhi semua prosedur dan
regulasi. Semua penerbang telah dilatih untuk mengikuti aturan dan
selalu menempatkan keselamatan penerbangan sebagai prioritas utama.
Tanggung jawab dan etika keprofesian tak ayal menggiring mereka ke
sejumlah kejanggalan atau setidaknya masalah yang mungkin dihadapi pilot
pesawat berkode penerbangan MH370 itu.
Capt. Novianto Herupratomo, Direktur Operasi Garuda
Indonesia, misalnya, menyatakan MH370 tak bisa begitu saja keluar jalur.
Setiap penerbang pasti tahu ada banyak penerbangan point to point di sekitar situ dengan jalur yang sempit, sehingga keluar jalur tanpa memberi tahu ATC (Air Traffic Control)
bisa membahayakan penerbangan lain. Di lain pihak, pihak Malaysia
Airlines semestinya juga tahu, karena mereka seharusnya juga memantau
pergerakan setiap pesawatnya, termasuk MH370.
Seperti diberitakan berbagai media, berbagai
pertanyaan muncul ketika komunikasi dari pesawat terputus dan radar
sekunder penerbangan sipil tiba-tiba kehilangan jejak pesawat yang
ditumpangi 227 penumpang dan 12 awak ini. Katakan jika benar last contact dengan radar militer Malaysia terjadi pada pukul 02.40 (Sabtu, 8 Maret 2014), dan lost contact
dengan ATC Malaysia pada 01.30. “Pertanyaannya yang paling mendasar
adalah apa yang terjadi di pesawat selama satu jam sepuluh menit itu?”
ungkap Capt. Novianto kepada Angkasa.
Menurutnya, lost contact sendiri tidak selalu berarti kecelakaan atau telah terjadi katastropi di pesawat. Lost contact
juga bisa terjadi jika radar pemantau rusak, atau sebaliknya:
transponder di pesawat mati atau dimatikan untuk alasan yang tidak kita
tahu. Lost contact juga bisa terjadi jika pesawat terbang di luar jangkauan radar.
Akan tetapi layaknya sistem penerbangan masa kini yang telah didukung berbagai back-up systems; lost contact bisa dihindari jika bagian operasi Malaysia Airlines memiliki Flight Operation Quality Assurance (FOQA) atau Flight Data Monitoring
(FDM). Dengan sistem yang terhubung via satelit ini, di ruang
operasional, mereka masih bisa memantau pergerakan pesawat lewat layar
monitor. Pesawat akan secara otomatis mengirim sinyal ke perangkat ini
dan operator bisa mengikuti kemana pesawat itu bergerak, bahkan sejak start engine.
“Maka agak aneh jika bagian operasi Malaysia Airlines tidak memiliki data pergerakan MH370 sejak last contact?”
timpal Capt. Lucky Luksmono, Chief Pilot B777-200ER Garuda Indonesia
coba menanggapi. FOQA sendiri tidak dirancang untuk “menguntit” ke mana
pilot akan membawa pesawat, tetapi semata-mata dibuat untuk memantau
kondisi pesawat selama penerbangan. Jika saja ada potensi kerusakan atau
hazard, awak darat akan langsung menanganinya segera setelah pesawat mendarat.
Human center
Tentang B777 sendiri, Capt. Lucky Luksmono menjelaskan pesawat telah menggunakan kemudian fly-by-wire
dan telah dilengkapi berbagai fitur penjamin keselamatan terbang.
Perlengkapan ini disediakan untuk mempertinggi toleransi terhadap
kesalahan atau error. Tak hanya Boeing, pabrik pesawat
komersial badan lebar lain juga berupaya menyediakannya karena “beban
kerja” pesawat masa kini yang kian kompleks. Pesawat masa kini harus
terbang lebih jauh dalam kondisi lalu-lintas udara yang makin padat, dan
selalu dibayangi cuaca ekstrem.
Dituntun Sinyal “Ping”
Kalau saja ada teknologi penerbangan yang dalam dua minggu belakangan ini mendadak terkenal, itu pastilah Aircraft Communications Addressing and Reporting System atau ACARS. Sistem satelit pemantau data teknis antara pesawat dengan stasiun darat ini sebenarnya sudah jadul, telah
digunakan sejak 1978. Namun, dalam pencarian pesawat Malaysia Air yang
hilang, ia tiba-tiba jadi tumpuan gara-gara telah menangkap satu sinyal
“ping” yang diyakini sebagai jejak pembuka.
Di awal pencarian, ACARS sempat disinggung. Namun
hanya sebatas penerima data ketinggian, kecepatan, dan arah pesawat yang
disampaikan secara otomatis dari pesawat ke pabrik mesin Rolls Royce di
Derby, Inggris. Data rutin ini dikatakan terakhir dikirim pada pukul
01.07, dan setelah itu tak pernah ada lagi karena transponder MH370
mati. Duabelas menit sebelum radar sekunder ATC Subang, Malaysia hilang
kontak dengan pesawat ini.
ACARS tiba-tiba dibicarakan kembali, ketika di tengah
kebingungan yang dialami tim pencari, ia dilaporkan telah menangkap
sebuah sinyal yang diduga berasal dari MH370. Sinyal yang ditangkap
tidak berisi informasi kecepatan, ketinggian, dan arah pesawat,
melainkan hanya berupa bunyi “ping”. Begitu pun, di tengah
gulita misteri yang menyelimuti MH370 dan tak kunjung munculnya sinyal
Kotak Hitam pesawat, sinyal sederhana tersebut bak pelita yang
menjanjikan misteri ini terbuka.
Sinyal tersebut dirilis ke media oleh stasiun
televisi CNN mengutip laporan terbatas yang dimiliki pemerintah Malaysia
dan AS. Tak diketahui secara jelas, mengapa mereka menyimpannya. Namun,
yang jelas, sinyal itu tertangkap tujuh jam 31 menit setelah MH370
lepas landas dari Bandara Kuala Lumpur. Persisnya yakni pada pukul 8.11
waktu Malaysia.
Dari waktu dan posisi satelit, posisi pancaran sinyal itu akhirnya
bisa diekstrapolasi. Layaknya sapuan antena satelit, bentuknya berupa
lingkaran. Tak heran, jika kemudian dinyatakan ada dua kemungkinan
koridor yang boleh jadi merupakan perlintasan pesawat asing ini. Koridor
pertama ke arah utara, menuju Khazakhtan. Sedang yang kedua, ke arah
Selatan, menuju Samudera Hindia.
Tak heran, jika kemudian Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional,
Indonesia, dimintai keterangan apakah radarnya menangkap adanya
penerbangan asing kala itu, TNI AU menjawabnya dengan tegas tidak ada.
Sejumlah negara di sekitar Malaysia juga dimintai konfirmasi atas
pertanyaan yang sama, dan jawabannya pun sama. Tentang penelusuran yang
seolah tertutup ini, Menteri Pertahanan Malaysia yang juga merangkap
Menteri Transportasi, Hishammuddin Hussein akhirnya mengungkap, tak
mudah mengungkap informasi yang berkaitan dengan radar pertahanan udara.
Dari berbagai temuan, termasuk dua obyek yang tertangkap satelit
DigitalGlobe pada Minggu, 16 Maret 2014 tengah terapung-apung di
Samudera Hindia, Otoritas Keselamatan Maritim Australia pun coba membuat
pola irisan geometri antara asal pesawat yang tertangkap radar militer
Malaysia dengan koridor selatan yang dibuat berdasar teori “ping”. Rupanya, lokasi temuan obyek yang tertangkap kamera satelit DigitalGlobe itu dinilai masuk akal.
Demikianlah, kira-kira dasar analisa yang melatari pengumuman yang
disampaikan PM Australia Tony Abbott dalam jumpa pers, Kamis, 20 Maret
di Carnberra. “Lokasinya memang sangat jauh, ekstrem dan sulit
dijangkau. Tetapi ini adalah data yang sangat dipercaya.”
Pengumuman tersebut selanjutnya ditimpali Presiden AS Barack Obama
dengan kata-kata: “Pencarian pesawat Malaysia Airlines yang hilang
adalah prioritas utama.”
Itu sebabnya mengapa selanjutnya sejumlah pesawat intai dan kapal
perang milik Angkatan Bersenjata Australia, AS, Jepang, New Zealand,
dan China seolah tumplek-blek di posisi 2.500 kilometer
sebelah Barat Daya kota Perth, Australia Barat. Terlebih karena belum
lama ini satelit milik China dan Perancis menemukan obyek serupa di
lokasi yang hampir sama.
Para pelaut dan penerbang pencari dari berbagai negara itu seolah
tak mengenal lagi bahaya yang diam-diam juga mengincar oleh karena
ganasnya cuaca dan ombak ekstrem di tengah lautan yang amat sepi. Apa
pun itu, kita tentu sama-sama berharap semoga pencarian ini menemukan
titik yang lebih terang sehingga kesedihan keluarga yang ditinggalkan
bisa berkurang.