Kamis, 10 April 2014

Pesawat Kepresidenan: Tiba Kamis, Tapi SBY Tak Bisa Langsung Pakai

Replika Boeing Business Jet/Reuters
Replika Boeing Business Jet

Pesawat Kepresidenan RI dijadwalkan tiba Kamis pekan ini. Namun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus menunggu minimal seminggu sebelum menggunakan pesawat tersebut.
Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengatakan Pesawat Kepresidenan harus terlebih dulu disertifikasi oleh Kementerian Pertahanan sebelum bisa digunakan oleh Presiden.
Kementerian Pertahanan diperkirakan membutuhkan seminggu untuk menyelesaikan proses sertifikasi pesawat tersebut.
“Sertifikasi dulu dari Kemenhan setelah itu kita baru serahkan ke TNI-AU baru siap beroperasi. dalam waktu dekat, mungkin paling lama 1 minggu,” kata Sudi di Kantor Presiden, Selasa (8/4/2014).
Pembelian pesawat kepresidenan dianggarkan pemerintah di dalam APBN 2011. Pesawat itu dipesan dari produsen pesawat Amerika Serikat, Boeing dengan perkiraan nilai pembelian US$91 juta.
Pemerintah telah 2 kali menunda jadwal penerimaan pesawat yang berjenis Boeing Business Jet 2 tersebut dari Agustus 2013 menuju Desember 2013 sampai akhirnya terealisasi pada April 2014.
Sudi mengatakan Pesawat Kepresidenan RI terlambat datang karena pemasok pesawat tidak bisa menyelesaikan proses uji coba sesuai jadwal yang disepakati akibat gangguan cuaca.
Akibat keterlambatan tersebut, lanjutnya, pemerintah mengenakan denda kepada produsen pesawat. Namun, Sudi mengaku tidak ingat secara pasti berapa besar denda yang dikenakan pemerintah atas keterlambatan itu.
“Kemarin ada masalah cuaca dan sebagainya ketika uji coba di sana dan itu juga kita denda sebagai kewajiban mereka,” papar Mensesneg.( info.bisnis.com)

Selasa, 08 April 2014

Respon Cepat, Nilai Keunggulan Tentara

Kecepatan respon tentara Rusia menganeksasi semenanjung Crimea kepunyaan Ukraina membuat AS “terpaku terpana” dan tak mampu berbuat banyak kecuali mengadu kepada PBB dan menjatuhkan sanksi kepada Papa Bear. Dengan belajar dari kasus kecepatan respon tadi AS lalu memperingatkan Tiongkok untuk tidak bermain api terhadap keinginan mencaplok Taiwan atau teritori lain yang diklaimnya. Soalnya bisa saja Tiongkok tersulut “birahi” militernya melihat kesuksesan jiran utaranya menduduki Crimea, lalu ingin pula “memeluk” Taiwan.
Kecepatan respon Indonesia ditunjukkan ketika sebuah pesawat asing melintas dari Malaysia menuju PNG tanggal 29 Nopember 2011 yang lalu.  Pesawat yang ternyata berisi PM Papua Nugini dan rombongan itu tertangkap radar militer di Banjarmasin lalu diintersep oleh 2 jet tempur Sukhoi dari Makassar untuk melakukan identifikasi visual.  Meski diprotes oleh PNG namun penyergapan itu membuktikan adanya kecepatan respon militer Indonesia terhadap adanya gangguan dan ancaman teritori.
Kesiapsiagaan Pasukan Marinir TNI AL
Ketidakcepatan respon militer ditunjukkan negara jiran Malaysia ketika pesawat MH370 rute KL-Beijing berbalik arah dan terpantau di radar militer Kota Bahru dan Butterworth. Dalam kondisi apa pun di setiap negara ada sejumlah jet tempur yang disiagakan untuk melakukan penyergapan terhadap pesawat tak beridentitas atau yang berperilaku nyeleneh di teritori udaranya.  Malaysia sebenarnya menyiagakan 3 F-18 Hornet di pangkalan Butterworth namun ketidakcepatan respon militernya mengakibatkan pesawat sipil dengan 239 penumpang dan awak hilang di telan laut dalam.
Meski didukung oleh keunggulan teknologi militer, namun nilai keunggulan tentara sesungguhnya terletak pada kecepatan respon personelnya. Teknologi militer adalah alat bantu untuk mempermudah dan memperindah tugas atau amanah. Teknologi militer adalah instrumen untuk mengabarkan dan memberitahu, kecepatan memutuskan adalah nilai keunggulan personelnya.  Dalam kasus MH370 ternyata ada pembohongan informasi yang menyebabkan Vietnam sempat marah dan menarik kapal perangnya dari lokasi yang diduga jatuhnya pesawat Malaysia itu. Selama 3 hari pertama negara-negara tetangga disibukkan pencarian di Laut Cina Selatan, baru kemudian diumumkan ternyata pesawat itu berbalik arah berdasarkan pantauan radar militer Malaysia.  Begitu lambatnya respon mereka dalam manajemen krisis.
Indonesia sudah lama memiliki satuan tempur berkualifikasi pemukul reaksi cepat untuk merespon setiap gangguan dan ancaman terhadap pertahanan dan keamanan teritori NKRI. Satuan ini dikenal dengan istilah PPRC yang selalu siaga sepanjang penugasan.  Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) adalah gabungan satuan tempur light infantry dari Kostrad, Marinir dan Paskhas bersama sejumlah alutsista yang disiagakan untuk merespon cepat.  Meskipun begitu tetap saja pemusatan kekuatan ada di pulau Jawa.
Skuadron Hercules TNI AU, bagian dari respon cepat
Implementasi pembentukan Kogabwilhan (Komando Gabungan Wilayah Pertahanan) tahun ini adalah bagian dari respon cepat situasi kawasan yang dinamis untuk merubah formula “masuk dulu baru digebuk” menjadi “berani masuk digebuk”. Kogabwilhan juga ingin menghapus paradigma pemusatan kekuatan militer di pulau Jawa.  Lihat saja penempatan skuadron baru F16 blok 52 di Pekanbaru, perluasan skuadron intai di Medan, penempatan skuadron heli tempur di Berau Kaltim, Papua dan Sumsel.  Kemudian pembangunan 1 divisi Marinir di Papua dan 1 batalyon di Batam.  Rencana penempatan skuadron jet tempur di Biak dan Natuna.  Juga pembentukan batalyon-batalyon baru di Kalimantan, NTT dan Papua adalah bagian dari upaya untuk respon cepat karakter militer.
Tentu saja gelar kekuatan militer dan alutsista ini kita dukung sebagai bagian dari hakekat bernegara dan gengsi bernegara.  Sebagaimana disampaikan oleh Panglima TNI Jendral Moeldoko dalam acara Dialog Kebangsaan di Metro TV Minggu malam 06 April 2014, bahwa Kopassus TNI AD adalah pasukan elite yang berada di urutan ketiga pasukan elite dunia. Tentu ini membangkitkan semangat dan gengsi bernegara. 
AS juga mengakui bahwa soal performansi, daya tahan dan daya juang, prajurit TNI sangat tegar. Sebagaimana dibuktikan ketika latihan bersama pasukan Marinir kedua negara di hutan Banyuwangi beberapa tahun lalu, Marinir AS harus mengakui keunggulan Marinir Indonesia dalam latihan daya tahan survival di hutan.  Demikian juga dalam setiap lomba ketangkasan prajurit di kawasan regional tradisi juara umum selalu dipegang oleh TNI. Performasi, ketegasan, daya tahan dan daya juang sangat menentukan kualitas respon atau reaksi cepat.
Keunggulan yang dimiliki prajurit TNI akan semakin bernilai bangga manakala dilengkapi dengan sejumlah alutsista berteknologi tinggi.  Itu sebabnya ruang modernisasi persenjataan TNI yang saat ini sedang diperhebat diniscayakan akan memberikan efek multiflier yang bergema ke segala arah.  Salah satu efek multiflier itu adalah respon reaksi cepat dengan dukungan alutsista pemukul dan pembanting.  Pembagian ruang Kogabwilhan dengan dukungan  alutsista gahar merupakan payung respon cepat dan tegas penjunjung kedaulatan. Kogabwilhan mengintegrasikan kekuatan darat, laut dan udara dengan dukungan alutsista segala matra di wilayah pertahanan masing-masing.
Jangan diabaikan, bahwa kesejahteraan prajurit merupakan bagian integral dari semua komponen pencipta respon reaksi cepat dan profesional. Oleh sebab itu penghebatan kekuatan alutsista dan performansi prajurit akan semakin sempurna jika diselaraskan dengan peningkatan kesejahteraan prajurit.  Kita meyakini bahwa pengucuran anggaran militer membawa pesan dan nilai untuk peningkatan kesejahteraan prajurit.  Maka bisa dibayangkan di depan mata kehebatan performansi prajurit TNI digabung dengan dukungan alutsista berteknologi dan kesejahteraan yang setara, betapa sempurnanya keunggulan tentara kita.
 

Kronologi Tewasnya 2 Anggota TNI AL Oleh Nelayan Thailand

Dua anggota TNI AL dibunuh dan jasadnya dibuang ke laut.

Seorang prajurit TNI AL berjaga di depan 32 nelayan Thailand yang tertangkap karena melakukan ilegal fishing.
Seorang prajurit TNI AL berjaga di depan 32 nelayan Thailand yang tertangkap karena melakukan ilegal fishing. (Antara/Feri) (Antara/Feri)
Dua anggota TNI Angkatan Laut dibunuh oleh nelayan Thailand pada 8 Maret 2014. Mereka dibunuh saat berada di dalam kapal pukat harimau bernama Sor Nattaya 7 yang tengah berlayar ke Pulau Talampa, sebelah selatan Selat Malaka.

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama Untung Suropati menjelaskan ikhwal keberadaan anggotanya bertemu nelayan Thailand.

Kata Untung, saat itu anggotanya memergoki para nelayan Thailand tengah melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan Natuna. Empat anggota TNI AL melihat dua kapal milik nelayan Thailand.

Untung menjelaskan, satu kapal yang digunakan oleh dua nelayan Thailand itu berbendera Indonesia dan bernama KM Laut Jaya 05.

"Sementara satu kapal lagi tidak diketahui namanya, karena ketika dicek kapalnya, nama kapal samar dan tidak terlihat jelas. Lalu, ketika anggota kami ingin meminta dokumen, mereka tidak memilikinya. Oleh sebab itu, kami anggap mereka melakukan tindakan ilegal," ujar Untung saat dihubungi VIVAnews Senin malam, 7 April 2014.

Empat anggota TNI AL yang saat itu memergoki kedua kapal Thailand, kata Untung, yakni Serda Mes Syamsul Alam, Bujang, Sersan Mayor Afriansyah dan Edi. Keempatnya lalu ingin membawa kedua kapal itu ke Landasan AL di Tarempa, Kabupaten Anambas di Kepulauan Riau.

"Mereka dibagi menjadi dua tim. Serda Mes Syamsul Alam dan Bujang naik dan mengawal kapal KM Laut Jaya 05. Sementara Sersan Mayor Afriansyah dan Edi, naik kapal yang tidak bernama itu," papar Untung.

Ternyata di tengah jalan saat menuju ke Tarempa, kapal yang tidak bernama itu, lanjut Untung mematikan lampu, sehingga KM Laut Jaya 05 yang berada di depannya kesulitan mencari. Suasana di sekeliling gelap.

"Kami saat itu terus berupaya mencari, namun hingga kini belum ketemu," kata Untung.

Kapal yang di dalamnya terdapat dua anggota TNI itu dinyatakan hilang pada Sabtu, 8 Maret 2014. Sementara KM Laut Jaya 05 tiba di Tarempa Minggu, 9 Maret 2014.

Untung menjelaskan pihak TNI AL sudah meminta bantuan kepada Pemerintah Thailand untuk mencari keberadaan kapal tak bernama itu. Namun, hingga saat ini, dia mengatakan belum ada laporan apa pun yang dikirimkan oleh Polisi Kerajaan Thailand.

Dia pun mengetahui soal adanya laporan dari media di Bangkok dan dalam negeri, bahwa dua anggota TNI AL telah dibunuh oleh nelayan Thailand itu. Tetapi, kata Untung, TNI AL belum berani menyimpulkan demikian, karena belum ada laporan dari polisi Kerajaan Thailand bahwa anggota TNI AL telah dibunuh dan jasadnya dibuang ke laut.

"Hingga saat ini belum ada konfirmasi dari Polisi Kerajaan Thailand. Kami masih terus berkoordinasi untuk mencari keberadaan kapal tersebut," kata Untung.

TNI AL, lanjut Untung, masih memiliki harapan yang besar anggotanya masih hidup, karena jasad keduanya apabila benar dibunuh, belum ditemukan sampai saat ini. Dia mengaku telah mendesak Polisi Kerajaan Thailand agar memberi informasi terkait perkembangan kasus ini, namun belum ada masukan resmi dari mereka.

Menurut laporan harian Bangkok Post, yang mengutip seorang sumber, kedua anggota TNI AL itu telah dibunuh dengan cara kepalanya dipukul menggunakan palu, lalu tubuh keduanya ditusuk hingga tewas.

Jasad keduanya lalu dibuang begitu saja ke laut lepas. Polisi Kerajaan Thailand hingga saat ini telah menahan sembilan tersangka terkait peristiwa pembunuhan itu.

Sementara kapal yang disebut TNI AL tidak bernama, menurut Bangkok Post diketahui bernama  Sor Nattaya 7. Kapal tersebut berhasil ditemukan polisi tanggal 13 Maret 2014. Pelaku diduga sengaja mengecat ulang kapal yang mereka gunakan untuk mencari ikan.

Vivanews.

KH-179 Howitzer 155mm: Meriam Tarik Kaliber Terbesar Armed TNI AD

kh179d
Guna memenuhi elemen fire power dalam MEF (minimum essential force), satuan Artileri Medan TNI AD pada tahun ini mulai kedatangan alutsista andalannya yang telah dipesan pada tahun lalu. Sebut saja ada ASTROS II MK6 Self Propelled MLRS, lalu di lini meriam ada TRF-1 CAESAR Self Propelled Howitzer 155 mm yang berkaliber besar. Meremajakan lini meriam berkaliber sedang, yang puluhan tahun mengandalkan M2A2 Howitzer 105 mm, TNI AD pun bakal mendapatkan 54 pucuk meriam KH-178 dari Korea Selatan untuk melengkapi 3 batalyon.
Tapi gado-gado sista Armed TNI AD tak cuma itu saja, di tahun ini pula, kabarnya TNI AD juga akan diperkuat 18 pucuk heavy gun kaliber 155 mm, untuk melengkapi 1 batalyon Armed. Merujuk dari sejarahnya, meski agak telat, TNI AD sudah mengenal Howitzer 155 mm sejak 2008 lewat tipe FH-2000 buatan Singapura. Jumlah FH-2000 yang minim secara kuantitas, menjadikan kinerjanya kurang maksimal. Baru kemudian ada terobosan menghadirkan heavy gun Howitzer 155 mm lewat TRF-1 CAESAR buatan Perancis. Namun, perlu dicatat, baik FH-2000 dan TRF-1 CAESAR masuk kategori self propelled, alias bergerak sendiri karena dilengkapi platform kendaraan untuk mobilitas independent.
4393
2ce423b
Mungkin atas pertimbangan kebutuhan operasi, TNI AD masih merasa perlu menghadirkan Howtizer 155 mm dalam platform lain, yakni dalam towed Howitzer, yang berarti mobilitasnya ditarik oleh suatu kendaraan. Meski sekilas self propelled Howitzer punya adopsi lebih maju dalam mobilitas, tapi dalam beberapa hal towed juga punya keunggulan, seperti kemudahan untuk dipindahkan lewat udara (lewat sling dari helikopter). Dan, pilihan TNI AD untuk towed Howitzer telah jatuh pada KH-179 buatan KIA Heavy Industries Corporation, Korea Selatan.
KH-179 dikembangkan berdasarkan sistem howitzer tarik M114A1, yang banyak dipergunakan dalam Perang Vietnam. Korea Selatan memiliki lebih kurang 1.700 pucuk M114A1. KIA memodifikasi sistem pembawa M114A1 agar dapat dipasangi meriam 155mm/L39 baru yang memiliki jarak jangkau yang lebih jauh. Meriam L39 ini terbuat dari baja monoblok yang menawarkan ketahanan panas yang lebih baik, sehingga dapat memperpanjang umur laras.
Gelar persiapan KH-179 oleh militer Korea Selatan
Gelar persiapan KH-179 oleh militer Korea Selatan
f0205060_5166864103259
f0205060_5166864198589
f0205060_516686422c71a
Dari segi pengoperasian meriam ini tak banyak berubah dari versi M114A1, dimana butuh dua awak untuk mengubah arah meriam, prajurit awak penembak di kiri memutar roda untuk mengubah arah horizontal (traverse), sementara prajurit di kanan sebagai asisten penembak memutar roda untuk mengubah elevasi vertikal moncong meriam. Sementara satu prajurit lagi bertugas sebagai pengarah dan membidik melalui teleskop dengan pembesaran 4x dan dial sight, atau bila diperlukan, mengoperasikan KH-179 untuk dukungan tembakan langsung (direct fire) menggunakan teleskop khusus yang memiliki pembesaran 3,5x.
Sistem KH-179 menerapkan dua tabung yang berbeda untuk penahan kejut (hydraulic dampers/ hydropneumatic shock absorber) dan satu tabung lain untuk pengembali kedepan (recuperator), yang dianggap mampu memperpanjang umur pakai meriam. Pada saat penembakan, ada pasak yang bisa diturunkan untuk ditanam dan menambah kestabilan penembakan.
pcpdownloadphpfhandlen2
Proyektil melesar dari laras
Breech pada pangkal laras
Breech pada pangkal laras
Tampil dalam sebuah pameran persenjataan
Tampil dalam sebuah pameran persenjataan

Bicara tentang amunisi, sebagai sekutu AS, KH-179 yang buatan Negeri K-Pop ini menikmati kompatibilitas dengan munisi NATO. Hal ini berarti KH-179 mampu menembakkan seluruh munisi 155 mm termasuk munisi khusus berpendorong roket (RAP: Rocket Assisted Projectiles). Dari segi jangkauan tembak, jarak jangkaunya adalah 22 km atau 30 km apabila menggunakan munisi RAP. Kecepatan tembaknya (rate of fire) apabila digunakan secara kontinyu maksimal 4 peluru per menit. Agar laras awet, penembakan bisanya dilakukan 2 peluru per menit. Militer Korea Selatan sendiri menjadikan KH-179 sebagai elemen kekuatan pemukul utama dalam menghadapi serangan artileri Korea Utara.
Tampak KH-179 ditarik truk KIA KM500 dalam Latgab TNI AD di Baturaja, Sumatera Selatan.
Tampak KH-179 ditarik truk KIA KM500 dalam Latgab TNI AD di Baturaja, Sumatera Selatan.

Meriam dengan bobot 6,8 ton ini dilengkapi sistem carriage yang dilengkapi APU (Auxillary Power Unit) sehingga dapat bergerak dengan tenaga sendiri. Saat ini Korea Selatan tercatat menawarkan dua varian kaliber untuk KH-179, yaitu L39 dan L45, dengan varian ketiga, yaitu L52. Di Indonesia, penampakan KH-179 belum dipublikasi secara umum, hanya sosoknya sempat terlihat dalam Latihan Gabungan (Latgab) TNI AD 2012 di Baturaja, Sumatera Selatan. Menimbang bobotnya yang heavy, KH-179 minimal ditarik truk Reo, atau dalam Latgab nampak meriam ini ditarik truk KM500 buatan KIA. Untuk mobilitas lewat udara, pesawat angkut berat C-130 Hercules dapat membawa 1 pucuk meriam ini dalam ruang kargo. (Diolah dari berbagai sumber)

Spesifikasi KH-179
Rancangan Pertama : 1979
Resmi operasional : 1982
Kaliber : 155/39 mm
Jarak recoil : 1.524 mm
Bobot : 6.890 kg
Panjang : 10.389 mm
Tinggi : 2.770 mm
Ground clearance : 280 mm
Sudut Elevasi : 68,6 derajat
Kecepatan maksimum ditarik : 70 km/jam

Senin, 07 April 2014

Canggihnya Radar Buatan Indonesia: Tak Terdeteksi Musuh

Di Asia belum ada (produsen), apalagi di Asia Tenggara. Rata-rata mereka menggunakan produk negara maju,

Kecanggihan dan nilai battle proven kapal  perang modern tidak terlepas dari persenjataan dan teknologi radarnya. Seperti radar Low Probability of Interference (LPI), radar yang dirancang untuk menjadikan kapal sulit dideteksi kapal musuh. Rata-rata teknologinya dari negara besar seperti Scout MK2 buatan Thales Eropa, SPN 730 buatan Selex ES Inggris, dan negara-negara besar lainnya.

Meski tertinggal dalam teknologi persenjataan, Indonesia ternyata sejak 2009 telah membuat radar canggih ini. Namanya LPI Radar-IRCS, radar buatan PT Infra RCS Indonesia ini menggunakan teknologi Frequency Modulated Continuous Wave (FM-CW).

"Dengan teknologi ini maka daya pancar yang digunakan sangat rendah yaitu di bawah 10 watt untuk dapat memperoleh jarak jangkauan radar yang luas. Di Asia belum ada (produsen), apalagi di Asia Tenggara. Rata-rata mereka menggunakan produk negara maju," ucap Technical Advisor PT Infra RCS Indonesia, Dr Mashruri Wahab di Plaza Aminta, Jakarta Selatan.

Dengan menggunakan frekuensi X-band, Doopler speed bisa mencapai maksimal 40 knot membuat radar LPI semakin penting untuk pengawasan rahasia, pelacakan target, dan operasi siluman. Selain radar LPI, PT Infra RCS Indonesia juga telah memproduksi Electronic Chart Display and Information System (ECDIS) dan Electronik Support Measures (ESM).

"Radar kami bersifat Low Probability of Intercept kita jual satu paket dengan ECDIS bisa juga dengan ESM. Alat ini cocok untuk electronic warfare. Radar LPI dia hidup tapi tidak bisa dideteksi oleh musuh menggunakan detektor yang disebut ESM. Keunggulan radar LPI, musuh akan melihat kita sebagai kapal sipil," tutur Mashruri.

Selain untuk kapal laut, Radar LPI juga dikembangkan untuk wilayah perairan seperti portable coastal radar yang bisa digunakan secara mobile. Radar ini memiliki keunggulan yaitu ukuran lebih kecil, jangkauan deteksi cukup jauh, dengan probabilitas rendah membuat radar ini tidak mudah diketahui pihak lain.

"Sementara untuk di wilayah pantai  untuk tahun ini kita sedang mengetes radar coastal kerjasama dengan Dislitbang AL. Seperti kita tahu garis pantai kita kan panjang jadi perlu sekali radar pengawas pantai. Karena wilayah kita banyak lalu lintas kapal asing, lalu juga illegal fishing, kecelakaan, penyelundupan dan lain-lain. Seperti di Maluku, Kalimantan, dan lain-lain," ungkap pria lulusan sebuah universitas Australia ini.

Untuk komponen radar, menurut Mashruri, ada beberapa material masih impor dari negara lain karena belum tersedia di dalam negeri. Ia berharap adanya kebijakan dari pemerintah agar nilai komponen lokal pembuatan radar tanah air bisa meningkat.

"Ada yang kita buat sendiri seperti software dan beberapa hardware. Dan memang untuk material ada yang kita impor ya karena di dalam negeri nggak ada," keluhnya.

Sementara di tempat yang sama, Direktur PT Infra RCS Indonesia, Wiwiek Sarwi Astuti, mengatakan saat ini timnya masih berfokus untuk mengembangkan radar Coastal dan ke depan akan mengembangkan Warship Electronic Chart Display and Information System (WECDIS).

"Untuk Infra ini kan punya misi  untuk mendukung kemandirian bangsa dalam produk-produk yang sifatnya strategis jadi produk seperti ini kita usung untuk pelanggan atau end user di Indonesia. Sehingga kita support lebih baik dan kita berikan pelatihan tentang penggunaan," jelas Wiwiek.

Apakah akan mencoba menjual ke luar negeri? "Rencana ada, tapi masih fokus untuk kebutuhan dalam negeri dulu. Kalau nggak kita akan bergantung dengan negara lain terus dan ini menjadi tantangan bagi kami untuk memajukan teknologi bangsa," jawab wanita berkerudung ini.

Liputan6.

KSAD: Tangkap Kelompok Separatis di PNG Butuh Jalur Diplomatik


Kelompok separatis kabur ke jalur perbatasan PNG setelah baku tembak.

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman saat berkunjung ke redaksi ANTV di Jakarta
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman saat berkunjung ke redaksi ANTV di Jakarta (VIVAnews/Muhamad Solihin)
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Budiman, Senin 7 April 2014, mengakui bahwa pihaknya memiliki kendala menangkap kelompok separatis OPM yang menurunkan bendera merah putih di Perbatasan RI-PNG, tepatnya di Pos Skow Jayapura, dua hari lalu. 

Sebab, kelompok bersenjata itu melarikan diri memasuki wilayah negara Papua Nugini, sehingga TNI yang mengejar tidak bisa masuk wilayah tersebut lantaran sudah masuk daerah kekuasaan negara setempat. Dalam pengejaran itu sempat terjadi kontak senjata antara TNI dengan kelompok separatis tersebut.

"Karena mereka menembak di luar perbatasan, di luar wilayah Indonesia, kami tidak bisa mengejar masuk ke wilayah itu. Jika TNI berbuat salah (masuk wilayah PNG) itu bisa diekspos Internasional dan dunia luar bisa menekan kita, itu salah satu bahayanya," kata Budiman di Mabes TNI AD, Jakarta.

Menurut Budiman, sebelumnya dia sempat memerintahkan anggotanya untuk mengejar pelaku sampai tertangkap. Namun, berhubung kelompok separatis itu lari ke wilayah kekuasaan negera tetangga, sehingga TNI tidak bisa bertindak lebih jauh.

"Memang saya perintahkan agar pelaku dikejar sampai dapat, tapi situasi disana ternyata tidak bisa seperti itu. Jadi harus hati-hati dan gunakan strategi yang tepat," terangnya.

Untuk menangkap pelaku yang bersembunyi di wilayah PNG, lanjut Budiman, perlu koordinasi secara diplomatik dengan otoritas setempat, yakni Pemerintah PNG. Menurutnya, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih (Pangdam) telah melapor kepada Panglima TNI untuk meminta Menteri Luar Negeri mengkoordinasikan hal itu dengan Pemerintah PNG.

"Pencarian pelaku perlu komunikasi diplomatik," tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, pada Sabtu 5 April lalu terjadi baku tembak antara aparat keamanan dengan sekitar 40-an kelompok separatis. Mereka menembaki tower serta membakar papan reklame di sekitar pos TNI Skow. Bendera merah putih diturunkan dan menaikan bendera bintang kejora sebagai simbol bendera OPM.

Korban dilaporkan berjumlah tiga orang diduga sebagai anggota kelompok sipil bersenjata. Satu korban di antaranya tewas dan dua lainnya belum diketahui kondisinya.

TNI AD Kembangkan 15 Teknologi Alutsista Buatan Sendiri

Sehingga militer Indonesia tak lagi bergantung pada teknologi asing.

Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman dalam launching hasil riset berbasis teknologi tinggi di Mabes Angkatan Darat, Jakarta, Senin 7 Maret 2014.
Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman dalam launching hasil riset berbasis teknologi tinggi di Mabes Angkatan Darat, Jakarta, Senin 7 Maret 2014. (VIVAnews/Erick Tanjung)
TNI Angkatan Darat mulai mengembangkan riset teknologi guna alat utama sistem pertahanan (alutsista) sendiri. Sehingga militer Indonesia tidak lagi bergantung pada teknologi pabrikan negara-negara asing.

"Hasil riset ini untuk meningkatkan alutsista demi kemandirian bangsa," kata Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman dalam launching hasil riset berbasis teknologi tinggi di Mabes Angkatan Darat, Jakarta, Senin 7 Maret 2014.

Pengembangan riset ini kerjasama TNI AD dengan Universitas Surya. Sehingga TNI AD memiliki senjata berbasis teknologi lebih unggul. Menurut Budiman, jika membeli dari asing, tidak mendapatkan barang terbaik. Pasalnya, produk terbaik pabrikan suatu negara tentu digunakan sendiri.

"Kalau kita beli dari negara luar, pasti alat terhebatnya dipakai sendiri. Layer (lapisan) kedua tentu dia berikan kepada sekutunya, dan layer ketiga baru diberikan kepada kita jika mereka menganggap sahabat," ujarnya.

Budiman menjelaskan, biaya riset pengembangan teknologi alutsista ini tak memakan biaya mahal. Hal ini, menurutnya, juga merupakan salah satu upaya menghemat pengeluaran negara untuk membangun pertahanan.

"Dengan memproduksi sendiri, banyak keuangan negara yang dihemat. Total biaya riset ini hanya mengeluarkan biaya Rp 31 miliar, ini jauh lebih murah dari pada membeli produk asing," tandasnya.

Sedikitnya ada 15 program riset teknologi alutsista yang dibuat oleh TNI AD kerjasama dengan Universitas Surya. Diantaranya adalah:

1. Superdrone, yakni pesawat tanpa awak untuk pemantauan suatu daerah. Dibeberapa negara digunakan sebagai pesawat pembom.

2. Alat konvensi BBM ke BBG, dengan ini sepeda motor TNI AD akan menggunakan bahan bakar hibrid; bensin dan gas. Subsidi gas lebih murah dibandingkan subsidi bensin. Motor menggunakan gas 3 kg bisa menempuh jarak 240-300km. Jika alat ini di jual ke publik, maka akan sangat membantu tukang ojek dan pengendara motor lain.

3. Bioetanol dari sorgum, dilengkapi dengan genset yang sudah dimodifikasi sehingga cocok dengan bioetanol ini. Harganya lebih murah dan memungkinkan masyarakat bisa membuat sendiri bahan bakar tuk rumahan.

4. Laser gun, senjata untuk latihan menembak. Hanya saja pelurunya diganti dengan berkas sinar laser. Kompoter membuat tembakannya seperti tembakan peluru. Hal ini untuk menghemat penggunaan peluru.

5. Open BTS. Dengan BTS ini, TNI AD bisa membuat jaringan selular sendiri. Alat ini cocok untuk daerah-daerah pedalaman.

6. VOIP Based MESH network, sistem jaringan yang tidak tergantung pada salah satu point (self healing).

7. APRS and MESH Network, sistem untuk mengatur alutsista dan tentara ketika berada dilapangan. Dilengkapi dengan sistem tracking GPS.

8. Nanosatelit, satelit yang beratnya hanya 1 kg. Untuk tahap ini baru bisa dipakai untuk komunikasi saja.

9. Integrated Optronic Defense System, sistem pertahanan dengan memanfaatkan sistem optik dan elektronika.

10. Simulasi komputer 1, software yang dikembangkan untuk menganalisa tank atau alat perang lainnya dan mempelajari kekurangan dan kelemahan alat ini ketika dipakai di Indonesia.

11. Simulasi komputer 2, software untuk menganalisa berbagai senapan.

12. Gyrocopter, prototipe motor terbang, diharapkan dapat membantu transportasi antar pulau-pulau kecil di Indonesia.

13. IPv6, tiap komputer punya alamat yang disebut IP.

14. Multirotor, dipakai untuk pengintaian dan pemantauan daerah.

15. Frapping bird, dipakai untuk pengintaian dan pemantauan daerah.