Minggu, 23 Maret 2014

KSAU Tinjau Kesiapan Skadron Pesawat Tempur F-16

 
DELAPAN unit pesawat tempur F-16 diharapkan sudah datang tahun ini di Indonesia sebelum Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI), 5 Oktober 2014. Kedatangan pesawat F-16 itu akan bertahap hingga selesai Rencana Strategis (Renstra) II pembangunan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) menjadi satu skadron dengan 16 unit pesawat.

Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia kepada Wartawan saat kunjungan kerjanya, di Lanud Roesmin Nurjadi, Pekanbaru, Rabu (19/3) lalu.

Dalam siaran pers Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau), Marsekal Pertama TNI Hadi Tjahjanto, S.IP, mengatakan kunjungan KSAU tersebut untuk melihat kebijakan Markas Besar Angkatan Udara (Mabesau) bisa terealisasi sesuai dengan kebijakan tersebut, seperti pembangunan alutsista, perawatan alutsista apa sudah sesuai dengan direncanakan. Demikian juga fasilitas pembangunan Skadron sehingga perencanaan untuk menempatkan Skadron 16 di Pekanbaru sesuai dengan rencana.

Pada kesempatan itu, KSAU juga kembali menekankan tentang netralitas TNI AU dalam pelaksanaan pemilihan anggota legislatif maupun Pemilihan Presiden RI 2014. "Netralitas harus benar-benar dikawal oleh Lanud-Lanud agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik,” kata KSAU mengingatkan.

KSAU juga mengingatkan pentingnya Keselamatan Terbang dan Kerja agar harus mencapai zero accident. Menurutnya, sebelum melaksanakan tugas harus selalu melakukan check and recheck kelaikan terbang.

KSAU juga meminta agar pengamanan aset yang sudah disertifikat dapat segera dimanfaatkan, baik dikerjasamakan maupun dikelola sendiri. Ia juga berharap agar aset yang masih dikuasai masyarakat dapat diselesaikan dengan baik melalui kerohiman maupun melalui jalur hukum. “Jangan membuat permasalahan baru,” tegas KSAU.

Memperkuat Hankam


Salah satu elemen esensial dalam sebuah negara adalah pertahanan dan keamanan (hankam). Sebuah negara akan mampu mempertahankan kedaulatannya jika memiliki hankam yang kuat. Pembangunan hankam tentu saja harus menitikberatkan pada aspek kesinambungan. Di masa menjelang pergantian kepemimpinan nasional saat ini, kita patut mengingatkan agar hal tersebut menjadi perhatian siapa pun yang akan menjadi presiden di masa mendatang.
Terkait pembangunan hankam adagium ci vis pacem para bellum yang dikemukakan penulis militer Romawi, Publius Flavius Vegetius Renatus, telah disepakati semua negara berdaulat. Adagium itu bermakna, jika ingin damai bersiaplah perang.
Penyiapan perang bukanlah upaya perlombaan senjata dan provokasi untuk menciptakan perang. Menyiapkan perang adalah perbaikan dan peningkatan kualitas sistem hankam, baik mencakup aspek sumber daya manusia maupun persenjataan, untuk menjaga kedaulatan negara. Kementerian Pertahanan telah memiliki blue print mengenai rencana pembangunan pertahanan hingga tahun 2029. Dalam blue print itu sudah memuat doktrin, strategi dan target pertahanan bangsa ini. Dengan adanya blue print itu maka pemerintah berikutnya tinggal meneruskan sistem pertahanan yang ada dan ditambahkan sesuai kebutuhan zaman. Dengan demikian, kesinambungan pembangunan hankam dapat terjaga.
Saat ini, Indonesia tengah membangun industri persenjataan. Sebab, kita yakin tidak ada satu negara pun di dunia yang memiliki kekuatan pertahanan tanpa dukungan industri persenjataan. Hanya dengan industri persenjataan yang kuat, sebuah negara mampu meningkatkan kekuatan pertahanannya.
Sesuai UU 16/2012 tentang Industri Pertahanan, semua alutsista harus diproduksi di dalam negeri. Impor hanya untuk senjata dan alutsista yang tidak bisa diproduksi di dalam ngeri. Itu pun dengan syarat ada alih teknologi agar satu saat bisa diproduksi di dalam negeri. Indonesia kini sudah mampu memproduksi berbagai jenis senjata, panser, kapal laut, dan pesawat. Bersama Korsel, Indonesia menjajaki pembuatan kapal selam dan pesawat tempur.
Sebagai kekuatan utama hankam, salah satu persoalan klasik yang dihadapi TNI adalah pemenuhan alutsista, sebagai elemen paling penting bagi TNI untuk mengemban tugas menjaga kedaulatan dan integritas NKRI. Itulah mengapa, dalam berbagai kesempatan, semua kalangan, termasuk presiden, selalu menyerukan pentingnya TNI memodernisasi alutsistanya. Apalagi, kecelakaan hingga merenggut nyawa prajurit kerap terjadi, yang umumnya dipicu usia alutsista yang sudah uzur atau derajat keandalan dan keselamatan yang rendah akibat minimnya biaya perawatan.
Kebergantungan alutsista impor tentu tidak menguntungkan, dan bisa membahayakan kedaulatan kita sebagai bangsa. Sebab, sudah kerap terjadi negara produsen mengembargo pengiriman alutsista termasuk suku cadangnya, sebagai cara mendikte pemerintah untuk memenuhi apa yang mereka kehendaki. Hal tersebut tentu memperlemah kekuatan hankam nasional, mengingat aktivitas kemiliteran banyak dilakukan di medan berat dengan intensitas operasional yang tinggi, termasuk untuk latihan guna meningkatkan keahlian dan profesionalisme prajurit. Tidak ada pilihan lain, kondisi alutsista harus prima, dan itu menuntut perawatan dan ketersediaan suku cadang.
Itulah mengapa dari tahun ke tahun pemerintah selalu meningkatkan anggaran pertahanan. Tahun lalu pemerintah mengalokasikan Rp 77 triliun dan tahun ini bertambah menjadi Rp 83 triliun. Tentu tidak semua anggaran itu diserap untuk belanja alutsista, tetapi juga untuk gaji prajurit dan kebutuhan lainnya. Namun, dipastikan peningkatan anggaran tersebut juga untuk merespons kebutuhan alutsista menuju essential minimum force.
Dalam jangka panjang, seiring dengan tren pertumbuhan ekonomi yang membaik, Indonesia diharapkan menjadi negara dengan militer yang kuat. Ditargetkan, pada 2045, bertepatan dengan satu abad usai Republik ini, belanja alutsista bisa mencapai minimal 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), ditetapkan salah satu kegiatan utama di koridor ekonomi Jawa adalah industri alutsista. Saat ini, pemerintah sudah memiliki modal tiga BUMN strategis yang diberi mandat untuk menyiapkan alutsista TNI. Ketiganya adalah pertama, PT Dirgantara Indonesia (DI) yang diarahkan untuk menyokong alutsista TNI Angkatan Udara dan angkatan lainnya yang berhubungan dengan angkutan udara. Kedua, PT Pindad yang diarahkan untuk menyokong alutsista TNI Angkatan Darat dan angkatan lainnya yang berhubungan dengan persenjataan. Ketiga, PT PAL diarahkan untuk menyokong kebutuhan alutsista TNI Angkatan Laut. Dengan modal industri strategis untuk menopang alutsista ditambah peningkatan sumber daya manusia, diharapkan dapat menopang penguatan hankam.

Sabtu, 22 Maret 2014

Eurocopter AS 550 Fennec: Generasi Anyar Helikopter Serbu Ringan TNI AD

as550fennec_3
Bila Puspenerbal TNI AL mendapatkan ‘kado’ AS 565 MB Panther untuk melengkapi sistem senjata pada kapal perang, maka di matra udara dan darat pun turut kebagian jatah modernisasi di lini helikopter. Di lingkungan TNI AD, Puspenerbad seperti banyak diwartakan, bakal menerima heli serbu AH-64 Apache yang akan datang mulai tahun 2015 hingga 2017. Selain itu, korps kavaleri udara ini juga mendapatkan heli tempur serbaguna NBell-412EP buatan PT Dirgantara Indonesia (DI).
Nah, masih terkait dengan peran PT. DI, Penerbad TNI AD juga dijadwalkan akan menerima ‘barang baru’ untuk memperkuat lini heli serbunya. Kali ini yang digadang bukan heli tempur sangar kelas berat macam Mi-35P, tapi TNI AD juga melirik segmen heli serbaguna ringan. Dan, untuk segmen heli serbaguna ringan yang punya kemampuan serbu, tentu bukan cerita baru buat TNI AD yang telah mengoperasikan heli NBO-105 sejak tahun 70-an. Mungkin melihat tipikal medan di Indonesia, kebutuhan heli ringan serbaguna berkemapuan serbu nyatanya masih cukup besar, sementara NBO-105 sudah dihentikan produksinya pada tahun 2011.




Fennec011
Meski karir NBO-105 di lingkungan TNI AD belum bakal diakhiri dalam waktu dekat, TNI AD sudah menyiapkan ‘kawan’ yang sepadan, yaitu AS 550 Fennec buatan Eurocopter. Walau saat tulisan ini dibuat, belum terlihat penampakan Fennec di muka publik, tapi bakal hadirnya heli ini sudah mendapat konfirmasi dari pihak operator. TNI AD dijadwalkan mulai akan menerima Fennec pada tahun 2014 ini. Jumlah yang dipesan memang hanya untuk jatah melengkapi satu skadron, yaitu 12 heli dengan rencana kedatangan mulai periode 2014 hingga 2015. Disebut terkait dengan PT DI, karena helikopter ini nantinya akan dirakit di Bandung, sama halnya dengan AS 565 Panther yang juga produksi Eurocopter.
AS 550 Fennec berangkat dari rancangan heli sipil AS 350 Squirel, jadi jangan bayangkan sosok heli ini punya tampang sangar, malah tampangnya terbilang imut dengan sumber tenaga hanya dari satu mesin. Meski begitu, heli ringan dengan bobot kosong hanya 1,2 ton ini dapat membawa persenjataan yang mematikan berikut perangkat avionik canggih. Manuvernya yang lincah dengan mobilitas tinggi, menjadikan heli ini bakal disiapkan untuk memperkuat Skadron 12/Serbu Waytuba, Lampung dan Skadron 12/Serbu Tanjungredep, Kalimantan Timur. Untuk gelaran heli ini pun sudah dirilis ke publik, 8 unit akan ditempatkan pada Skadron 12 dan 3 unit di Skadron 13, dan sisanya 1 unit akan memperkuat Pusdik Penerbad TNI AD di Semarang, Jawa Tengah. Untuk menyiapkan operasional AS 550 Fennec, TNI AD menyiapkan 23 penerbang dan 31 teknisi.
OLYMPUS DIGITAL CAMERA
maxresdefault
Pilihan TNI AD mengadopsi Fennec tentunya bukan sekedar ‘coba-coba,’ Fennec sendiri kini sudah dioperasikan oleh AU Singapura, AU Australia, AU dan AD Brazil, AD Denmark, AD Perancis, dan AD Uni Emirate Arab. Fennec beroperasi dengan mesin tunggal, sosoknya terbilang tangguh , dan dapat dioperasikan untuk misi anti tank, pertempuran di udara, close air support bagi pasukan di darat, transpor pasukan, logistik, dan ambulan udara. Untuk operasi tempur, Fennec punya kode tersendiri, yaitu AS 550 C3.Untuk keperluan tempur, AS 550 C3 dapat menggotong aneka persenjataan, sebut saja senapan mesin, senapan mesin laras ganda dalam pod, hingga rudal anti tank TOW.
Bicara soal ketangguhan, Fennec disokong desain airframe dan fuselage dari bahan fiberglass khusus, sehingga bobot total helikopter ini jauh lebih ringan dibanding heli lain dikelasnya. Rotor utama Fennec dibuat dari bahan khusus Starflex , demikian pula untuk blade rotor, dibalut bahan komposit yang kuat dan mampu mereduksi kebisingan akibat putaran rotor. Sementara untuk urusan mesin, mengadopsi jenis Turbomeca Arril B agar mampu menahan tembakan senapan mesin kaliber besar, mesin diberi lapisan baja yang cukup tebal.
3851878343_0bf1c52fe9_o
1679012
Tak hanya mesin yang mendapat porsi perlindungan khusus dari ancaman tembakan musuh, kursi pilot dan penumpang juga dilapisi baja. Saat digunakan sebagai heli transpor, Fennec sanggup membawa lebih dari lima orang pasukan dengan senjata lengkap. Sementara saat difungsikan sebagai ambulan udara, ruang kabin Fennec dapat memuat satu tandu pasien dan dua dokter. Desain pintu belakang Fennec dirancang dengan model buka tutup dengan cara sliding (geser) memudahkan penumpang atau kargo yang dimuat serta dikeluarkan dari heli. Pola yang sama juga digunakan oleh heli ringan BO-105. Muatan kargo yang bisa dimuat sebanyak 1.160 kg dan barang yang dibawa dengan hoist atau sling seberat 204 kg.
Kokpit Fennec dilengkapi dengan peralatan canggih dan berfungsi secara single control dan sanggup dioperasikan saat gelap karena dbekali dengan alat penglihatan malam. Perangkat navigasi yang ada di dalam kokpit mencakup GPS, VHF omni directional radio ranger dan instrument landing system (VOR/ILS), penentu arah dan target yang bekerja secara otomatis, dan masih banyak lainnya. Saat menerbangkan Fennec, pilot juga dapat memonitor kondisi mesin dan putaran rotor menggunakan layar khusus di dalam kokpit.
Berangkat dari platform heli sipil, untuk paket persenjataan tentunya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kocek dari negara pembeli. Misalnya, Fennec yang dioperasikan militer Denmark, dibekali dengan pemandu rudal anti tank yang dapat bekerja secara elektronik. Perangkat yang dimiliki heli diantaranya rudal TOW, pembidik yang bisa dioperasikan siang dan malam yang ditambahkan pelacak target berpemandu laser atau laser range finder.
Beragam varian senjata Fennec, selain dilengkapi FLIR, heli ini pun sanggup meladeni duel di udara dengan rudal Mistral
Beragam varian senjata Fennec, selain dilengkapi FLIR, heli ini pun sanggup meladeni duel di udara dengan rudal Mistral
Tampilan kokpit
Tampilan kokpit

Kendati punya kemampuan serbu, Fennec tidak memiliki senjata internal. Sistem persenjataan yang dimiliki Fennec antara lain peluncur roket Forges de Zeebrugge yang sanggup memuat roket kaliber 2,75 inchi (roket FFAR) atau peluncur roket Thales Brandt yang dapat diisi dengan 12 roket kaliber 68 mm, senapan mesin M621 Giat kaliber 20 mm, dan senapan mesin laras ganda FN Herstal kaliber 7,62 mm atau 12,7 mm dalam wadah pod. Sementara untuk mencari target, Fennec masih dilengkapi dengan sistem perangkat pengintai infra merah, kamera canggih pencari sasaran, FLIR (forward looking infra red), radar peringatan dini EWR-99, dan dispenser pengecoh rudal.
Dirunut dari misinya, Fennec memang mirip BO-105 yang jadi helikopter standar TNI Polri, termasuk kemampuan heli ini untuk beroperasi di lautan, Fennec juga dilengkapi landing gear yang bisa difungsikan untuk mendarat di laut. Dengan berbagai kemampuan yang dimiliki, tidak mengherankan jika Fennec terbilang heli ringan yang laris untuk keperluan militer, meski sosoknya jauh dari kesan sangar, tapi nyatanya Fennec telah dibeli oleh 70 negara.
fennec
AS 550 Fennec milik AL Malaysia, dilengkapi dengan radar intai maritim, heli ini turut aktif dilibatkan dalam operasi pencarian pesawat Boeing 777 Malaysia Airlines yang hilang di Laut Cina Selatan.
AS 550 Fennec milik AL Malaysia, dilengkapi dengan radar intai maritim, heli ini turut aktif dilibatkan dalam operasi pencarian pesawat Boeing 777 Malaysia Airlines yang hilang di Laut Cina Selatan.

Bicara tentang keterlibatannya dalam operasi tempur, pada 20 Januari 2011, satu unit Fennec milik AL Malaysia (TLDM) ikut ambil peran dalam operasi pembebasan sandera di kapal tanker kimia yang dibajak pera perompak asal Somalia. Dalam misi tersebut, Fennec membawa pasukan komando Paskal yang melakukan misi intai hingga tembakan dari udara ke sasaran perompak. (Sam)

Spesifikasi AS 550 Fennec
Crew: 2
Capacity: 4 passengers
Length: 10.93 m (fuselage length), 12.94 m (overall length)
Height: 3.34 m
Empty weight: 1,220 kg
Max takeoff weight: 2,250 kg
Fuel capacity: 540 liter
Powerplant: 1 × Turbomeca Arriel 2B turboshaft, 632 kW (847 shp)
Main rotor diameter: 10.69 m
Maximum speed: 246 km/h
Range: 648 km
Service ceiling: 5,280 m
Rate of climb: 10.30 m/s

Provokasi di Lepas Pantai Dili



Meski kebanyakan kegiatan operasi Seroja berlangsung di wilayah daratan, tapi tidak bisa dipungkiri dukungan operasi lintas laut dan udara juga memegang peranan yang vital. Dari serangkain babak operasi Seroja, awal pendaratan pasukan TNI menjadi momen yang krusial, disinilah peran dari unsur armada kapal perang sebagai elemen pelindung dan kapal pendarat/LST (landing ship tank) mengambil porsi yang menentukan. Disadur dari buku Perjuangan Integrasi Timor Timur, karya Hendro Subroto, berikut disarikan beberapa kejadian yang melibatkan peran artileri kapal perang.
25 Agustus 1975 – Mengingat gawatnya situasi di Dili. Lepas tengah malam di pagi buta, KRI Monginsidi 343 dibawah Mayor (Laut) Harinto selaku Komandan, membawa satu kontingen yang dipimpin oleh Kolonel (Art) Soebijakto untuk melaksanakan perintah menjemput pengungsi di Dili memenuhi permintaan Pemerintah Portugal.
KRI Monginsidi 343 dengan awak 175 personel diikuti empat kapal dagang yang diperbantukan dari Indonesia Timur untuk mengangkut pengungsi. Semula Mayor Harianto akan membuang sauh agak jauh dari pelabuhan untuk menghindari kemungkinan terjadinya serangan mortir, tetapi Kolonel Soebijakto lulusan Artillery Advanced Course Amerika Serikat tahun 1962, memerintahkan kepadanya aga lego jangkar di dekat pelabuhan.
Menurut Kolonel Soebijakto, mortir sebagai senjata lengkung, sulit untuk menembak sasaran secara tepat (pin point). Menurut teori, kemungkinan perkenaan tembakkan mortir sebagai senjata lengkung untuk dapat mengenai sasaran adalah 2.500 berbanding 1.
Akhirnya KRI Monginsidi lego jangkar pada jarak kira-kira satu kilometer dari dermaga Dili dan menutup jalur keluar masuk ke pelabuhan menjelang pukul 03.00 pagi. Saat itu ancaman yang potensial diwaspadai adalah mortir kaliber sedang 80 mm milik Fretilin.

USS Claude Jones (DE-1033). Sebelum berubah nama menjadi KRI Monginsidi, destroyer escort ini bernama USS Claude Jones
USS Claude Jones (DE-1033). Sebelum berubah nama menjadi KRI Monginsidi, destroyer escort ini bernama USS Claude Jones

29 Agustus 1975 – KRI Monginsidi beserta empat kapal dagang yang mengangkut Konsulat RI dan Konsultan Taiwan beserta keluarganya. Arah pengungsian mengambil tujuan ke Kupang, Makassar, dan Denpasar. Setelah KRI Monginsidi meninggalkan Dili, maka Ibu Kota Timor Timur itu pecah petempuran kembali.
21 November 1975- Pukul 20.00, KRI Ratulangi melakukan penembakkan kanon 100 mm (3,9 inchi) ke arah Atabae, Tailaco, dan Bebao. Lalu pada pukul 04.00 keesolah harinya, KRI Ratulangi melakukan bantuan tembakkan kapal gelombang kedua.
Dalam pelayaran menuju Dili, Letnan Kolonel Laut (P) Pramono Sumantri selaku komandan kapal tender kapal selam KRI Ratulangi, Kolonel Laut (P) Rudolf Kasenda dan Kolonel Laut (P) Gatot Suwardi berkumpul di ruang radar, setelah menerima laporan bahwa pada layar radar tampak dua echo yang sangat tajam. Echo itu dapat dipastikan berasal dari kapal perang. Hal ini sesuai dengan laporan kapten pesawat AC-47 Gunship TNI AU yang mengatakan bahwa dua kapal perang tidak dikenal menuju ke perairan Timor. Salah satu kapal perang itu kemudian diketahui bernama Alfonso de Albuquerque.
KRI Ratulangi. Kapal komando ini memiliki 4 pucuk kanon 100 mm dan kanon 8 pucuk kanon 57 mm
KRI Ratulangi. Kapal komando ini memiliki 4 pucuk kanon 100 mm dan kanon 8 pucuk kanon 57 mm

Dalam buku Jane’s Fighting Ships 1974-1975 yang menjadi patokan petunjuk bagi kapal-kapal perang AL Dunia menyebutkan bahwa Alfonso de Albuquerque (A526) adalah eks frigat HMS Dalrymple dan HMS Luce Bay dari AL Inggris kelas Bay. Frigat ini diluncurkan di galangan kapal Devenport, Inggris pada tahun 1945, dibeli oleh Portugal pada tahun 1966, kemudian dimodifikasi menjadi kapal survei yang dibekali radar dan sonar.
Sebuah kapal perang AL Portugal lainnya, mungkin dari kelas Comandante Joao Belo yang dipersenjatai dengan tiga kanon kaliber 100 mm atau frigat kelas Almirante Pereira da Silva dengan empat kanon kaliber 76 mm. Baik kapal perang Alfonso de Albuquerque maupun sebuah frigat AL Portugal telah diketahui keberadaannya di sekitar Laut Timor sejak 1 Oktober 1975.
Bahkan ketika salah satu kapal perang Portugal itu berpapasan dengan KRI Ratulangi pada 23 Oktober 1975, komandan frigat AL Portugal menyampaikan ucapan, “Have a Nice Stay” kepada komandan KRI Ratulangi yang dikirim dalam bentuk morse. Kedua kapal perang AL Portugal itu masuk ke area lepas pantai Dili pada 7 Desember 1975 pagi bertepatan dengan berlangsungnya pendaratan amfibi dan penerjunan operasi lintas udara.
Menengok sejarah Perang Pasifik, armada AL Kerajaan Jepang di bawah pimpinan Laksamana Nagamo menyerang Pearl Harbour pada 7 Desember 1941. Hari H yang dipilih oleh Laksamana Nagamo adalah hari Minggu pagi, ketika AL AS tidak bersiaga. Uniknya tanggal 7 Desember 1975 juga bertepatan dengan hari Minggu. Melihat pertimbangan diatas, dan dikaitakan dengan suhu politik yang memanas, maka cukup alasan bagi Laksamana J.B Pinheiro de Azwedo, mantan KSAL Portugal baru tiga bulan menjabat sebagai Perdana Menteri untuk mewaspadai tanggal 7 Desember sebagai hari yang mungkin dipilih sebagai H penyerbuan.
Jika tanggal 7 Desember diproyeksikan sebagai “Hari-H”, maka kemungkinan besar, “Jam-J” akan dimulai menjelang fajar untuk memanfaatkan pendadakan di pagi hari dan melakukan konsolidasi pada siang hari.
7 Dsember 1975 – Saat melakukan persiapan pendaratan amfibi di Kampung Alor, Dili. Komando Tugas Amfibi Operasi Seroja di bawah pimpinan Kolonel Laut (P) Gatot Suwardi dibanyang-bayangi oleh dua kapal perang Portugal. Menjelang fajar kedua kapal Portugal itu nampak samar-samar, ternyata kanon kapal perangnya ditutup dengan terpal sebagai tanda tidak bermusuhan.
NRP Alfonso de Albuquerque,frigat milik AL Portugal yang dilengkapi beragam kanon dan bom laut.
NRP Alfonso de Albuquerque,frigat milik AL Portugal yang dilengkapi beragam kanon dan bom laut.

“Seandainya kapal perang Portugal itu tidak menutup kanonnya dengan terpal, mungkin kami terpaksa menembak lebih dahulu,” ujar Laksamana TNI (Purn) Rudol Kasenda. Letnan Kolonel Laut (P) Pramono Sumantri, memproyeksikan 4 kanon kaliber 100 mm untuk menghadapi kapal perang Portugal dan 8 kanon kaliber 57 mm untuk mendukung pendaratan amfibi. Menjelang pukul 05.00 BTP-5/Infantri Marinir melakukan pendaratan amfibi di Kampung Alor, didukung tembakkan kanon dari KRI Ratulangi. Jarak antara KRI Ratulangi dan frigat AL Portugal hanya 4 mil atau sekitar 7 km, suatu jarak yang sangat dekat untuk pertempuran laut.
Bila dilihat dari perimbangan jangkauan tembakkan dan bobot proyektil, maka kapal perang TNI AL jauh lebih unggul. Kanon kaliber 100 mm pada KRI Ratulangi mempunyai jangkauan tembakkan 30 persen lebih besar ketimbang dengan kanon berkaliber yang sama buatan Barat. KRI Ratulangi eks kapal tender kapal selam Uni Soviet kelas Don, dipersenjatai dengan 4 kanon 100 mm dan 8 kanon kaliber 57 mm. Sedangkan korvet KRI Barakuda dalam komando Tugas Amfibi dipersenjatai kanon 37 mm juga merupakan kapal perang eks Uni Soviet dari kelas Kronstadt.
Kanon 100 mm pada KRI Ratulangi maupun pada dua frigat eks Soviet kelas Riga, masing-masing KRI Lambung Mangkurat dan KRI Nuku, memiliki jarak tembak sejauh 18 km. Kanon berkaliber yang sama buatan Barat umumnya hanya memiliki jarak tembak maksimal 11.000 sampai 12.000 meter. Selain itu, proyektil kanon buatan Uni Soviet berbobot 16 kg, yang berarti lebih berat dibanding proyektil kanon kaliber yang sama buatan Barat. Kanon kaliber 100 mm pada frigat kelas Commandante Joao Belo milik AL Portugal, sejenis dengan kanon Creusot Loure 100 mm pada destroyer kelas La Galissonniere milik AL Perancis, yaitu berjarak tembak maksimal 11.000 meter dengan proyektil seberat 13,5 kg.
Mungkin berdasarkan pada perbedaan jarak tembak itu, maka frigat AL Portugal memilih mendekat pada Komando Tugas Amfibi Operasi seroja, agar tembakkan kanon perangnya dapat menjangkau sasaran. Langkah itu diambil sebagai tindakan berjaga-jaga seandainya pecah pertempuran laut.
Laksamana (Purn) Rudolf Kasenda, mantan KSAL menambahkan, “Jika sebuah saja peluru kanon 100 mm pada kapal perangnya tepat mengenai sasaran frigat Portugal, maka akan dapat melumpuhkannya.”
Gambar-8
NRP Commandante Joao Belo, frigat berbobot 1.750 ton buatan Perancis ini dilengkapi peralatan elektronik canggih pada masanya. Senjata utamanya 3 pucuk kanon kaliber 100 mm. Saat ini sudah dimodifikasi agar mampu membawa rudal MM-38 Exocet.
Kanon Creusot Loure 100 mm buatan GIAT, Perancis, dapat dioperasikan secara otomatis, memilki kecepatan tembak 78 peluru per menit.
Kanon Creusot Loure 100 mm buatan GIAT, Perancis, dapat dioperasikan secara otomatis, memilki kecepatan tembak 78 peluru per menit.

Tapi disisi lain, kekurangan suku cadang pada kapal-kapal perang eks Uni Soviet dalam jajaran TNI AL dapat mempengaruhi jalannya pertempuran laut. Misalnya jika gyro stabilizer, yaitu suatu bagian pada alat pengendali tembakkan untuk mempertahankan elevasi kanon sesuai dengan sudut yang telah diprogram tidak bekerja dengan baik, maka akan mengakibatkan perkenaan tembakkan kanon yang dioperasikan secara manual itu akan melenceng dari sasaran.
Seperti telah diketahui sejak tahun 1965, Uni Soviet enggan menjual suku cadang peralatan militernya kepada Indonesia. Sebaliknya kanon 100 mm pada frigat kelas Commandate Joao Belo milik AL Portugal merupakan kanon jenis baru buaatan tahun 1969 yang memiliki peralatan serba otomatis dan kubahnya dioperasikan tanpa awak. Kanon 100 mm standar AL Perancis yang pembuatannya berdasar pada program Director Techloque des Constructions Navale ini mampu menembakkan 60 proyektil per menit.
Jika frigat AL Portugal itu adalah kelas Almirante Pereira da Silva, maka persenjataanya berupa empat kanon kaliber 76 mm dan dua kanon Bofors kaliber 40 mm, masing-masing dengan 4 laras.
Pukul 02.00, kapal-kapal Komando Tugas Amfibi TNI AL tiba di lepas pantai Dili. Tiba-tiba pada pukul 03.00, seluruh listrik kota dipadamkan. Berarti Fretilin telah mengetahui kedatangan kapal-kapal perang TNI AL, sehingga faktor pendadakan dalam suatu serangan telah hilang. Malam itu seluruh kapal menyalakan lampu. Pada jarak lebih dari 10 km dari Dili maupun dari Pulau Atauro, kapal-kapal perang itu tidak akan terlihat dengan mata telanjang pada malam gelap. Di Dili tidak terdapat radar, satu-satunya kemungkinan yang dapat melihat keberadaan konvoi TNI AL adalah radar kapal perang AL yang memang sejak awal membayang-bayangi.
Laksamana (Purn) Rudolf Kasenda memastikan bahwa frigat AL Portugal telah memberikan informasi kedatangan Komando Tugas Amfibi Operasi Seroja kepada Fretilin di Dili. Informasi itu dapat disampaikan lewat markas Pasukan Para Portugal di Pulau Atauro atau langsung ke markas besar Fretilin di Dili. Sebenarnya pemadaman lampu kota Dili dapat juga terjadi secara kebetulan. Misalnya Fretilin sedang melakukan latihan, tetapi kemungkinan itu sangat kecil dan dapat diabaikan. Nyatanya di kemudian hari memang dapat dibuktikan bahwa terjadi komunikasi radio ‘segi tiga’ antara Pasukan Para Portugal di Pulau Atauro, Markas Besar Fretilin di Dili dengan kapal perang AL Portugal.
Menurut R. Kasenda, dalam rapat gabungan di Kupang pada 4 Desember 1975, telah diputuskan bahwa kapal perang TNI AL tidak melakukan penembakkan dari laut. Namun demikian karena faktor kerahasiaan dan pendadakan kedatangan Komando Tugas Amfibi telah diketahui lawan, akhirnya Brigjen TNI Suweno selaku Pangkosgasgab memerintahkan penembakkan ke pantai, atau popular dengan istilah BTK (bantuan tembakkan kapal).
USS Askari, sesudah menjadi milik TNI AL pada tahun 1971, berganti nama menjadi KRI Jaya Wiaya. Repair ship kelas Achelous ini digunakan AS pada perang Korea dan perang Vietnam.
USS Askari, sesudah menjadi milik TNI AL pada tahun 1971, berganti nama menjadi KRI Jaya Wiaya. Repair ship kelas Achelous ini digunakan AS pada perang Korea dan perang Vietnam.

Pertimbangan penembakan ini dilakukan untuk menurunkan moril lawan dan mengangkat moril pasukan pendarat. KRI Ratulangi menembak dengan kanon 57 mm, KRI Barakuda dan KRI Martadinata menembak dengan kanon kaliber 76 mm. Sedangkan KRI Jaya Wijaya, eks USS Askari menembakkan 4 kanon laras ganda Bofors dengan proyektil high explosive seberat 0,96 kg. Sasaran tembakkan adalah daerah pantai yang akan menjadi lokasi pendaratan dan markas Fretilin. Tembakkan dari kapal perang TNI AL itu bukan saja membuat kalang kabut warga kota Dili, tetapi juga mencemaskan pengungsi Portugal di kampong Makadade di Pulau Atauro. Dua pleton pasukan elite dan warga Portugal yang sedang menantikan kedatangan kapal perang AL Portugal yang akan mengungsi ke Australia, buru-buru menuju ke dermaga untuk kemudian diangkut dengan LCM menuju frigat.
Dengan demikian, dimulailah operasi pendaratan amfibi terbesar yang dilakukan Korps Marinir TNI AL. Unsur pendaratan yang tegabung dalam BTP-5 terdiri dari unsur pasukan tempur juga dilengkapi tank amfibi PT-76 dan pansam BTR-50. Selain pendaratan lewat laut, pada hari yang sama, elemen TNI AD (Kopassus/Kostrad) dan Paskhas TNI AU juga melakukan penerjunan pasukan lintas udara untuk menduduki posisi-posisi strategis di Dili.

Kisah Kapal Selam RI Pasopati - 410 yang membuat panik TLD Malaysia

Tahun 1974 GUSPURLA (Gugus Tempur Laut) ALRI mendapat perintah dari Mabes ABRI untuk operasi pengamanan Selat Malaka bekerja sama dengan TLDM (Tentera Laut Diraja Malaysia), dalam Gugus Tempur tersebut terdapat KS (Kapal Selam) RI Pasopati dengan komandan Kapten (P) Soentoro dengan Komandan Guspurla Laksamana Pertama Mardiono.  


 

Pada saat pembicaraan Rencana Operasi dengan perwira TLDM di Belawan, Medan mereka sudah tidak suka ada unsur Kapal Selam yang ikut dalam operasi itu "untuk apa...!?"kata mereka.

Mungkin mereka khawatir KS kita bisa dengan mudah menyelinap kedaerah mereka karena dalam rencana operasi tsb setiap armada tempur masing-masing negara berpatroli di wilayahnya masing masing setelah itu baru berkumpul disuatu titik kumpul dan berkonvomasuk ke Penang, Malaysia pada etape I dan Sabang, Indonesia pada etape II.  

Dengan penolakan secara tidak etis tersebut komandan KS RI Pasopati dengan nomer lambung 410 merasa panas, tetapi 
diredakan oleh Dan Guspurla demi persahabatan kedua negara, tapi diam - diam Komandan KS ingin memberi pelajaran kepada TLDM.

Pada etape I setelah selesai berpatroli maka semua kapal perang berkumpul di titik kumpul 
dan berkonvoi menuju Penang ... dan menjelang pintu masuk pelabuhan Penang, tiba - tiba KS RI Pasopati sudah muncul dulu disana dan membuat panik rombongan konvoi yang dipimpin oleh TLDM. Hal tersebut membuat kesal Panglima TLDM Kolonel Laut Sidiq dan berkata KS tidak usah ikut campur urusan patroli dan agar keluar dari formasi dan area patroli.


Pada etape II KS KRI Pasopati kelakukan free hunting (tidak mengikuti) pola patroli tetapi bebas menentukan sasaran sendiri dan setelah selesai seluruh kapal berpatroli masuk ke pelabuhan Sabang. Di sini awak KS KRI Pasopati ingin memberikan kejutan dan sekedar pamer kepada TLDM.

Dengan ketelitian yang tinggi KS masuk alur pelabuhan dengan cara menyelam padahal kedalam alur pelabuhan hanya 20 m, dari periskop terlihat awak Kapal TLDM jenis LST yang menjadi kapal komando tidak menyadari disekati oleh KS secara diam diam dan setelah tinggal jarak beberapa meter dari lambung kapal mereka, maka muncullah dengan tiba-tiba KS RI Pasopati dan membunyikan gauk (sirine) tanda kedatangan mereka, sehingga gemparlah pelabuhan Sabang terutama awak kapal TLDM yang kapalnya sudah ditempel sama KS RI Pasopati. 
 
Malamnya Komandan Guspurla datang kepada Komandan KS RI Pasopati dan menyalaminya sambil tersenyum dan berkata "Jangan Sembrono lagi ya", dijawab "Siap Laksamana".
 

Kisah RPKAD pernah pecundangi Serdadu SAS Inggris

Ini adalah cerita tentang pertempuran antara pasukan khusus Inggris yg diwakili oleh SAS dan pasukan khusus Indonesia yg tentu saja diwakili oleh prajurit dari RPKAD/Kopassus. Setting ceritanya adalah bulan April tahun 1965, ketika Indonesia sedang berkonfrontasi dengan Malaysia. Lokasi pertempuran di desa Mapu, Long Bawan, perbatasan Kalimantan Barat dan Sabah.


Saat itu batalion 2 RPKAD (sekarang Grup 2 Kopassus) baru saja terbentuk. batalion baru ini segera dikirim untuk misi khusus ke kalimantan barat. Mereka mendarat di Pontianak bulan Februari 1965, dan segera setelah itu mereka berjalan kaki menuju posnya di Balai Karangan yang jaraknya puluhan kilometer dari lapangan terbang.

Pos Balai Karangan merupakan pos terdepan TNI yang sebelum kedatangan RPKAD dijaga oleh infanteri dari batalion asal Jatim. Sekitar 1 km di depan pos Balai Karangan adalah pos terdepan tentara Inggris di desa Mapu yang dijaga oleh satu kompi British paratrooper dan beberapa orang SAS. Menyerang pos inilah yang menjadi misi khusus batalion RPKAD. Pos Mapu tersebut sering digunakan sebagai transit bagi personel SAS yang akan menyusup ke wilayah Indonesia. TNI ingin hal ini dihentikan dengan langsung melenyapkan pos tersebut.

Pos Inggris di Mapu tersebut terletak di puncak sebuah bukit kecil yang dikelilingi lembah, sehingga pos ini sangat mudah diamati dari jarak jauh. Selain itu, pos tersebut juga cukup jauh dari pasukan induknya yang kira-kira terpisah sejauh 32 km.

Pasukan RPKAD yang baru datang segera mempersiapkan setiap detail untuk melakukan penyerangan. Prajurit RPKAD yang terpilih kemudian ditugaskan untuk melakukan misi reconnaisance untuk memastikan kondisi medan secara lebih jelas. Mereka juga memetakan pos tersebut dengan detail sehingga bisa menjadi panduan bagi penyusunan strategi penyerangan, termasuk detail jalur keluar masuknya.

Tugas recon ini sangat berbahaya, mengingat SAS juga secara rutin melakukan pengamatan ke posisi-posisi TNI. Jika kedua recon tersebut berpapasan tanpa sengaja, bisa jadi akan terjadi kotak tembak yang akan membuyarkan rencana penyerangan. Oleh karena itu, recon RPKAD sangat berhati-hati dalam menjalankan misinya. Bahkan mereka menggunakan seragam milik prajurit zeni TNI AD untuk mengelabui musuh apabila terjadi kemungkinan mereka tertangkap atau tertembak dalam misi recon tersebut.

Setelah sebulan mempersiapkan penyerangan, pada 25 April 1965 gladi bersih dilakukan. Dari tiga kompi RPKAD yang ada di pos Balai Karangan. Komandan batalion, Mayor Sri Tamigen, akhirnya memutuskan hanya kompi B (Ben Hur) yang akan melakukan penyerangan. Sementara 2 kompi lainnya tetap berada di wilayah Indonesia untuk berjaga-jaga bila terjadi sesuatu.

Dalam penyerangan ini, kompi B diharuskan membawa persenjataan lengkap. Mulai dari senapan serbu AK-47, senapan mesin Bren, peluncur roket buatan Yugoslavia, dan Bangalore torpedoes, mainan terbaru RPKAD waktu itu, yang biasanya digunakan untuk menyingkirkan kawat berduri atau ranjau.

Selesai mengatur perbekalan, Ben Hur mulai bergerak melintasi perbatasan selepas Maghrib. Karena sangat berhati-hati, mereka baru sampai di desa Mapu pada pukul 0200 dini hari. Setelah itu mereka segera mengatur posisi seperti strategi yang telah disusun dan dilatih sebelumnya.

Pos Mapu berbentuk lingkaran yang dibagi ke dalam empat bagian yang masing-masing terdapat sarang senapan mesin. Perimeter luar dilindungi oleh kawat berduri, punji, dan ranjau claymore. Satu-satunya cara untuk merebut pos ini adalah dengan merangsek masuk kedalam perimeter tersebut dan bertarung jarak dekat. Menghujani pos ini dengan peluru dari luar perimeter tidak akan menghasilkan apa-apa karena didalam pos tersedia lubang-ubang perlindungan yang sangat kuat.

Beruntung, malam itu hujan turun dengan deras seolah alam merestui penyerangan tersebut, karena bunyi hujan menyamarkan langkah kaki dan gerakan puluhan prajurit komando RPKAD yang mengatur posisi di sekitar pos tersebut.

Setelah dibagi ke dalam tiga kelompok, prajurit komando RPKAD berpencar ke tiga arah yang telah ditetapkan. Peleton pertama akan menjadi pembuka serangan sekaligus penarik perhatian. Kedua peleton lainnya akan bergerak dari samping/rusuk dan akan menjebol perimeter dengan bagalore torpedoes agar para prajurit RPKAD bisa masuk ke dalam dan melakukan close combat.

Pada jam 04.30 saat yang dinanti-nanti tiba, peleton tengah membuka serangan dengan menembakkan senapan mesin Bren ke posisi pertahanan musuh. Segera setelah itu, dua peleton lainnya meledakkan bangalore torpedoes mereka dan terbukalah perimeter di kedua rusuk pertahanan pos tersebut. Puluhan prajurit RPKAD dengan gagah berani masuk menerjang ke dalam pos untuk mencari musuh.

Prajurit Inggris berada pada posisi yang tidak menguntungkan karena tidak siap dan sangat terkejut karena mereka tidak menduga akan diserang pada jarak dekat. Apalagi saat itu sebagian rekan mereka sedang keluar dari pos untuk berpatroli. Yang tersisa adalah 34 prajurit Inggris. Hal ini memang telah dipelajari recon RPKAD, bahwa ada hari-hari tertentu dimana 2/3 kekuatan di pos tersebut keluar untuk melakukan patroli atau misi lainnya. Dan hari itulah yang dipilih untuk hari penyerangan.

Dengan susah payah, akhirnya ke-34 orang tersebut berhasil menyusun pertahanan. Beberapa prajurit RPKAD yang sudah masuk ke pos harus melakukan pertempuran jarak dekat yang menegangkan. Dua prajurit RPKAD terkena tembakan dan gugur. Namun rekan mereka terus merangsek masuk dan berhasil menewaskan beberapa tentara Inggris dan melukai sebagian besar lainnya. Tentara Inggris yang tersisa hanya bisa bertahan sampai peluru terakhir mereka habis karena mereka telah terkepung.

Diantara yang terbunuh dalam pertempuran jarak dekat yang brutal tersebut adalah seorang anggota SAS. Ini adalah korban SAS pertama yang tewas ditangan tentara dari ASEAN. Namun sayangnya Inggris membantah hal ini. Bahkan dalam buku karangan Peter Harclerode berjudul "Para! Fifty Years of the Parachute Regiment halaman 261 pemerintah Inggris malah mengklaim mereka berhasil menewaskan 300 prajurit RPKAD dalam pertempuran brutal tersebut. Lucunya klaim pemerintah Inggris ini kemudian dibantah sendiri oleh penulis buku tersebut di halaman 265, ia menyebutkan bahwa casualties RPKAD hanya 2 orang. 
Secara logis memang angka 300 tidak mungkin karena pasukan yang menyerang hanya satu kompi. Pemerintah Inggris melakukan hal tersebut untuk menutupi rasa malu mereka karena dipecundangi tentara dari dunia ketiga, bahkan salah satu prajurit dari kesatuan terbaik mereka ikut terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Pertempuran itu sendiri berakhir saat matahari mulai meninggi. Prajurit RPKAD yang sudah menguasai sepenuhnya pos Mapu segera menyingkir karena mereka mengetahui pasukan Inggris yang berpatroli sudah kembali beserta bala bantuan Inggris yang diturunkan dari helikopter. Mereka tidak sempat mengambil tawanan karena dikhawatirkan akan menghambat gerak laju mereka.

Sekembali di pos Balai Karangan, kompi Ben Hur disambut dengan suka cita oleh rekan-rekannya. Para prajurit yang terlibat dalam pertempuran mendapatkan promosi kenaikan pangkat luar biasa. Mereka juga diberi hadiah pemotongan masa tugas dan diberi kehormatan berbaris di depan Presiden Soekarno pada upacara peringatan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1965.

Itulah cerita heroik batalion 2 RPKAD, cikal bakal Grup 2 Kopassus.
 

Kisah Pasukan Gabungan Kopassus-Marinir-Paskhas menyerbu Hotel Wijaya II Ambon

Tanggal 5 januari 2001 tim Kopassus, bersama-sama Marinir dan Paskhas dalam satuan tugas gabungan Komando Sektor (Kosektor)-1/gabungan TNI Maluku/Maluku Utara yang dipimpin Asisten Intelejen Danjen Kopassus Kolonel N.G Sugihartha, berangkat ke Ambon setelah mendapat perintah tugas mendadak pada tanggal 1 januari 2001.
Wakil Asisten Intelejen Danjen Kopassus Letkol I Nyoman Cantiasa (waktu itu berpangkat kapten) yang menjadi anggota tim Kosektor-1 melihat bagaimana warga kehilangan nyawa saat berjalan diruangg terbuka akibat gangguan para “sniper” yang disebar oleh pihak bertikai digedung2 kosong untuk menteror kota ambon. Ambon Manise sejenak menjadi Sarajevo.

Setiap hari ada laporan warga dari dua komunitas yang mengadukan kerabatnya menjadi korban sniper terus masuk.Situasi bertambah parah setelah kelompok separatis Republik Maluku Selatan (RMS) dan milisi luar ambon terutama dari pulau jawa ikut memperkeruh suasana disertai pasokan senjata dan bahan peledak yang juga membanjiri dari luar maluku dan dari luar negeri.
Maraknya peredaran senjata organic dipicu oleh pembobolan gudang senjata Polri di desa Tantui semasa konflik tahun 1999-2000. Kelompok bertikai menjebol lalu menjarah gudang senjata beserta amunisinya. Sekurangnya 900 pucuk senapan dan pistol serta granat tangan raib dari gudang. Yang lebih mengerikan lagi, saat sweeping ke daerah perusuh, ditemukan bom rakitan seukuran televise 17 inch. Bayangkan bila bom digunakan untuk menyerang keramaian masyarakat.

Para perusuh langsung menguji nyali aparat gabungan yang baru tiba dari Jakarta dengan serangang sporadis. Tembakan sporadic dan serangan bom rakitan silih berganti menghantam pos-pos aparat untuk memancing kerusuhan antar warga.

“Kami terkejut karena mendengar jenis letusan senjata yang digunakan sangat bervariasi. Peluru ukuran 9mm, 5,56mm, rentetan senapan mesin 7,62mm dan mortar terdengar bersautan. Belum lagi serangan panah,tombak,parang,golok,klewang hingga letupan letupan bom Molotov. Perusuh juga menggunakan alat polontar bom yang bias menjangkau jarak 250 meter,” kata Nyoman.
Tim Kosektor-1 segera menganalisa situasi untuk dapat meredakan konflik secepat mungkin berbekal pengalaman tugas di Timor Timur, Aceh dan Papua. Malam hari tanggal 19 januari saat tim berpatroli menggunakan panser tua Saraccen dan Saladin di deket pos keamanan Hotel Aman, tiba-tiba serangan bom dan tembakan muncuk kembali. Melalui komunikasi HT diketahui posisi musuh berada disekitar Hotel Wijaya II. Beberapa pos aparat yang diserang segera mendapat bantuan pada saat bersamaan.
Naluri seorang Prajurit Kopassus mendorong Nyoman untuk menganalisa sepat situasi lapangan. Sepuluh prajurit diperintahkan untuk naik ke gedung-gedung untuk memantau asal pancaran senjata api ditengah kegelapan. Setelah posisi diketahui, perintah serangan diberikan dan tembakan gencar aparat selama 5 menit menghantam posisi perusuh berhasil membungkam mereka untuk smementara waktu. Tiba-tiba disaluran HT terdengar makian perusuh, “arjuna-2, Arjuna-2, anjing, babi kamu!!”Rupanya saluran komunikasi TNI-Polri telah disadap oleh perusuh. (Arjuna-2 : Panggilan sandi Nyoman Cantasiana sebagai Kepala Seksi Operasi Kosektor-1).
Situasi kemudian mereda selama dua hari yang ternyata digunakan perusuh untuk menggalang kekuatan kembali. Menjelang malam 21 januari 2010, mereka menyerang lagi pos-pos dari berbagai arah. Dari hasil observasi para perusuh menempati gedung-gedung kosong yang telah rusak dikoyak kerusuhan.
Aparat setempat yang pada umumnya lebih mengedepankan kegiatan pembinaan warga, belum menguasai teknik perang kota. Tetapi, rapat tetap segera digelar Kosektor-1 dengan aparat setempat untuk menyerang perusuh di gedung-gedung kosong.
Tanggal 22 januari 2001, pukul 02.00 dini hari Nyoman Cantiasa segera menghadap Panglima Kodam XVI Pattimura Mayor Jenderal M Yasa untuk melaporkan perkembangan situasi terakhir karena perusuh semakin berani dan brutal. Ketika itu Kodam sedang mendapat bantuan Batalyon Gabungan (Yongab) Kopassus-Marinir-Paskhas di bawah pimpinan perwira Kopassus Mayor Ricky Samuel. Kosektor-1 segera mendapat bantuan satu kompi Yon Gab dengan unsur utama Kopassus dibantu Marinir dan Paskhas. 
Sasaran utama Hotel Wijaya II yang menjadi sarang perusuh dan sniper. Batalyon Pemukul Sektor juga diperbantukan untuk mengamankan lingkaran luar hotel yang akan diserbu. (Mayor Ricky Samuel: telah gugur dalam tugas medio tahun 2009 akibat kecelakaan helicopter saat menjabat Komandan Pusdikpassus Batujajar, Bandung).
Setelah Pangdam memberi lampu hijau untuk menyerang perusuh, pukul 05.00 WIT pasukan langsung bergerak kearah Hotel Wijaya II. Serangan pembukan dilakukan dengan granat kejut dan rentetan tembakan. Dengan cepat pasukan masuk dan menyerbu ruangan demi ruangan. Ledakan granat kejut dan rentetan tembakan terdengar dimana-mana. Sungguh pertempuran kota seperti pertempuran Stalinggrad di uni Soviet semasa perang dunia II. Pada saat bersamaan, patroli kapal Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Ambon berpatroli memblokir laut mencegah kaburnya perusuh atau datangnya bantuan dari laut.
Pembersihan hotel berlangsung hingga pukul 07.00. Aparat bertekad menangkap mereka hidup-hidup. Beberapa mencoba lari tapi berhasil dikejar disekitar hotel dan banyak juga yang menyerah tanpa syarat. Para perusuh sudah setahun menempati hotel wijaya II itu dan tidak pernah mengira aparat akan berani masuk menyerbu. Banyak dari mereka yang ditangkap ternyata dalam keadaan mabuk dan sisa-sisa pesta ditemukan didalam hotel. Tak disangka bahwa disaat masyarakat ambon dicekam ketakutan, ternyata para perusuh justru berpesta pora. Sebagian dari perusuh yang ditangkap adalah warga sipil, mantan tentara dan polisi yang ditangkap atau desersi.
Tim gabungan di lokasi juga menyita revolver, pistol FN 46, Colt 38, serta beragam senapan seperti AK 101, AK 102, Lee Enfield (LE), SKS, MK-1, MK-3, SS-1, M-16, SPR, US Carabine 30mm, Ruger mini, Mauser, senapan dan bom rakitan disertai dokumen berisi catatan serangan dan rencana serangan.