Selasa, 11 Maret 2014

Presiden Inspeksi Alutsista Baru di Surabaya


Helikopter TNI AL
Helikopter Panther TNI AL

Presiden SBY didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono akan melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Timur mulai Selasa, 11 Maret 2014, hingga Kamis, 13 Maret 2014.
“Benar, Presiden akan melakukan kunjungan kerja di Jawa Timur,” kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat, Media, dan Dokumentasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur Anom Surahno, Senin, 10 Maret 2014.
Dalam kunjungannya ini, Presiden SBY akan menyaksikan alat utama sistem persenjataan (alutsista) baru. Hal ini sesuai dengan amanat SBY dalam acara Hari Ulang Tahun TNI ke-68 pada 5 Oktober 2013. Saat itu, SBY mengatakan pemerintah pusat akan mengganti dan menambah alutsista di semua matra dan lini. Hal ini untuk mencapai tahapan kekuatan esensial minimum.
SBY dijadwalkan berangkat dari Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, menuju Surabaya, Selasa siang. Tiba di Surabaya, SBY didampingi Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan rombongan menuju Markas Komando Armada Kawasan Timur TNI AL. Mereka akan menyaksikan penyerahan secara simbolis miniatur pesawat CN 235-220 N-61 MPA oleh Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso kepada Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksamana Muda TNI Rachmad Lubis.
panther-2
Korvet Sigma KRI Iskandar Muda Mengusung Helikopter Panther
Penyerahan miniatur diikuti dengan penandatanganan naskah serah-terima pesawat CN 235-220 N-61 MPA. Pesawat terbaru TNI AL ini sanggup melihat sasaran jarak jauh. Kekuatan pandangan jauh tersebut terletak pada forward looking infra red (FLIR) dan search radar yang diletakkan di bawah badan pesawat.
Adanya search radar dan FLIR dengan teknologi maju ini membantu TNI AL mendeteksi kapal nelayan dari ketinggian 13.000 kaki, sehingga dapat menindak aktivitas pencurian ikan oleh kapal asing. Pesawat ini juga dapat melakukan pemantauan terhadap kapal imigran gelap yang banyak memasuki area pantai selatan Pulau Jawa.
Selanjutnya, bersama dengan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, KSAL Laksamana TNI Marsetyo, dan Panglima Komando Armatim Laksamana Muda TNI Agung Pramono, Presiden SBY akan meninjau Dermaga Madura. Di sana akan digelar alutsista TNI AL.
Dalam acara ini akan diadakan demo berupa penyebaran ranjau dari pesawat udara, penembakan RBO dari kapal, demo pembebasan sandera dengan menggunakan sea rider, dan peperangan kapal selam dengan helikopter. Hal ini dilanjutkan dengan aksi sepuluh penerjun yang mendarat di geladak kapal. Rangkaian demo ini akan diakhiri dengan sailing pass kapal TNI AL dan flying pass helikopter Angkatan Laut.
Setelah menyaksikan demo alutsista, SBY selaku Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) akan membuka rapat KKIP di Gedung Candrasa, Surabaya. Rapat itu akan dihadiri sekitar 80 orang anggota KKIP dan pejabat terkait, termasuk Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
SBY juga diagendakan mengunjungi Wisata Bahari Lamongan, Kabupaten Lamongan, dan Kelola Mina Laut di Kabupaten Gresik. Rangkaian kunjungan kerja akan diakhiri dengan kunjungan ke pelabuhan pendaratan ikan Kecamatan Bulu, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur. Di sini, SBY beserta rombongan akan melakukan peninjauan. Setelah meninjau pelabuhan pendaratan ikan, SBY akan bertolak menuju Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. (tempo.co / AGITA SUKMA LISTYANTI)

Minggu, 09 Maret 2014

TNI AL kerahkan lima kapal perang cari MH370

 
Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Marsetio, menyatakan TNI AL segera mengerahkan lima kapal perang dan satu helikopter untuk membantu pencarian pesawat terbang Malaysia Airlines nomor penerbangan MH370 yang hilang kontak sejak kemarin pagi (8/3).

"Tadi saya berkomunikasi dengan Panglima Tentera Laut Diraja Malaysia, Laksamana Tan Sri Abdul Aziz. Intinya, mereka meminta kami membantu mencari pesawat terbang Malaysia Airlines yang dinyatakan hilang kontak itu," katanya kepada ANTARA News, di Jakarta, Minggu.

Lima kapal perang TNI AL yang segera ditugaskan itu, kata dia, semuanya tergabung dalam Komando Armada Indonesia Kawasan Barat Indonesia TNI AL. "Ada yang memang sedang tugas patroli dan ada yang langsung diperintahkan berlayar misi dari pangkalannya," kata dia.

Wilayah operasi pencarian bagi kapal-kapal perang TNI AL itu, kata dia, ada di wilayah perairan Indonesia di Selat Malaka.

"Kami kerahkan kekuatan agar misi pencarian ini segera menunjukkan hasil. Kami senantiasa berkoordinasi dan saling membagi informasi dengan rekan-rekan internasional kami dalam misi pencarian ini," kata Marsetio.

Informasi menyebutkan, radar Tentera Udara Diraja Malaysia dikabarkan "menangkap" pantulan gelombang radar satu wahana udara di sekitar ruang udara Penang, Semenanjung Malaka.

MH370 lepas landas dari Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur menuju Beijing pada pukul 00.41 waktu setempat, Sabtu (8/3). Seharusnya, dia mendarat di Beijing pada 06.40 waktu setempat pada hari sama dalam penerbangan tanpa henti itu.

Akan tetapi, radar Pengendali Ruang Udara Subang, Malaysia, kehilangan kontak --baik di layar monitor radar ataupun suara-- dengan MH370 pada pukul 02.41 waktu setempat. Di dalam MH370 yang memakai Boeing B-777-200ER itu terdapat tujuh warganegara Indonesia; semula dikabarkan ada 12. 

PT DI Teken Mou 100 Pesawat N219


Model Pesawat N-219 PTDI,  saat Pameran HUT BPPT di Jakarta (photo:Antara/Dhoni Setiawan)
Model Pesawat N-219 PTDI, saat Pameran HUT BPPT di Jakarta (photo:Antara/Dhoni Setiawan)

PT Dirgantara Indonesia (PT DI) meneken Memorandum of Understanding (MoU) pesanan 100 pesawat perintis N219. Nantinya, pesawat berkapasitas 19 kursi ini disebut mampu melayani kebutuhan komersial, khususnya di daerah Indonesia timur.
“Tahun ini desain selesai, tahun depan selesai dirakit, akhir 2015 prototipe bisa terbang,” ujar Budi Santoso, Direktur Utama PT DI di sela kunjungan kerja Kementerian Perindustrian dan Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, 7/03/2014.
Saat ini, PT DI tengah fokus untuk membuat 4 prototipe untuk flying dan starting test. Untuk membuat prototipe tersebut, Bappenas memberi dana Rp 310 miliar ke PT DI melalui Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
“Pemerintah fokus mengembangkan IPTEK dan mendukung pendalaman sektor industri penerbangan,” ujar Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Armida Alisjahbana.
PT DI menargetkan produksi minimum 100 pesawat, meski target penjualannya mencapai 300 pesawat. N219 disiapkan sebagai pesawat perintis untuk mengambil pangsa pasar Twin Otter dan Cessna Caravan.
“Kami mau buat pesawat yang cukup murah, sekitar 4,5-5 juta USD, tergantung konfigurasinya,” ujar VP Marketing PT DI, Arie Wibowo. Harga tersebut terbilang murah jika disandingkan dengan pesaingnya yang kini mematok harga 6-7 juta USD.
Menurut Menteri Perindustrian MS Hidayat, PT DI harus mempunyai visi jangka panjang untuk lebih melebarkan sayap ke dunia internasional. “Setelah domestik kuat, PT DI harus cari ekspansi lain misalnya ke Afrika atau Australia,” ujarnya.
N-219 PT DI (Photo: PT DI)
N-219 PT DI (Photo: PT DI)

Inalum Pasok Bahan Pesawat
Pemerintah membuat rencana besar terhadap PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) yang telah diambil alih dari tangan Jepang. Mulai dari peningkatan produksi, pengembangan kawasan, hingga hilirisasi alumunium menjadi komponen pembuatan pesawat terbang.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, hilirisasi akan dilakukan secara bertahap. Mulai dari bahan mentah, produk setengah jadi, hingga kualitas paling tinggi yang biasa digunakan untuk teknologi canggih.
“Kita akan gerakan hilirisasi atau downstream di sana (Inalum), yang menggunakan produk alumunium dari Inalum. Kualitasnya akan kita tingkatkan. Salah satunya adalah alumunium alloy yang digunakan untuk bahan pembuatan pesawat terbang,” ungkap Hidayat, di kantor Kemenko Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta, Kamis (6/3/2014)
Hidayat mengatakan, saat ini pemerintah tengah berkonsentrasi dalam pembuatan peraturan pemerintah (PP) untuk menjadikan Inalum sebagai BUMN. Kemudian adalah rancangan untuk penambahan modal terhadap Inalum.
Berlanjut Inalum akan ada penningkatan produksi menjadi 470 ribu ton per tahun. Saat ini produksi dari Inalum adalah 250.000 ton per tahun. Diharapkan pada tahun 2017 itu tercapai.
Untuk penambahan modalnya, dua opsi yang bisa dilakukan adalah Penyertaan Modal Negara (PMN) dan IPO. Namun Hidayat lebih optimistis untuk jangka panjang, Inalum dapat melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). (tribunnews.com/ KONTAN – Syarifah Nur Aida) / (Arifg/Diego).

Stemme S15: Pesawat Riset Lapan Terbaru


Pesawat terbang Hi-Altitude Long Endurance ini akan dimanfaatkan untuk memantau wilayah perairan dan pemetaan wilayah. Selanjutnya akan dipasangi kendali jarak jauh pada kontrol penerbangannya agar bisa diterbangkan tanpa awak.

Selasa  4 Februari 2014 menjadi hari penting yang lain bagi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Setelah berhasil menguasai iptek di bidang satelit mikro dan peroketan, lembaga litbang di bawah Kementerian Ristek ini mulai menapak ke iptek penerbangan tingkat advanced. Hal itu ditandai dengan uji terbang perdana glider performa tinggi Stemme S15 sebagai langkah awal menuju perancangan sistem air-surveilance yang baru bagi Indonesia .

Hari itu, glider ramping bermesin tunggal dengan rentang sayap 18 meter tersebut diterbangkan oleh Capt. Irwan dari Balai Kalibrasi Kementerian Perhubungan mengitari Curug, Banten, disaksikan pimpinan Lapan. Dengan wahana dua awak yang bisa terbang hingga 20  jam ini, Lapan berharap dapat menyusun sistem pemantau khusus untuk misi pertahanan dan pemetaan yang mobile, efektif dan efisien bagi wilayah  luas.

Merujuk evolusi sistem pengamatan udara taktis di berbagai negara maju, penggunaan pesawat terbang Hi-Altitude Long Endurance memang telah semakin populer. Jika dengan satelit misi pemantauan diketahui rentan halangan awan, hal ini bisa direduksi dengan bermanuver di bawah awan. Setelah menguasai performa S15, Pusat Teknologi Penerbangan Lapan rencananya akan mencangkokan perangkat flight control dengan kendali jarak jauh agar bisa pula diterbangkan tanpa awak.

Pilihan atas Stemme S15 dijatuhkan setelah tim teknis mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan kandidat lain seperti Diamond DA42 MPP, Diamond DA40 NG, Diamond HK 36 MPP dan Cessna 172R. S15 adalah varian pesawat glider bermotor rancangan khusus Stemme dirancang untuk misi surveillance atau pemantauan udara. Sayapnya telah diperkuat untuk menenteng perangkat seperti FLIR dan kamera video untuk patroli udara dan monitoring lingkungan.

Mendukung kapal perang
Untuk tahap pertama, sistem pemantauan udara berbasis  S15 ini akan dikerahkan untuk mendukung kapal perang TNI AL dalam operasi pengamanan wilayah perairan. Dengan kecepatan jelajah hanya 220 km/jam, salah satu produk andalan Stemme UMS, Strausberg, Jerman ini, bisa  memantau wilayah sejauh 3.000 km dari ketinggian 400-2.000 meter dengan stabilitas aerodinamik yang amat tinggi.

“Kami sudah berdiskusi dengan pihak TNI AL. Pesawat seperti ini bisa menggantikan fungsi kapal ukuran medium. Dengan demikian mereka cukup fokus ke kapal perang besar sebagai kapal komando dan kapal-kapal kecil sebagai kapal kombatan. Untuk memantau wilayah perairan Indonesia, kami pikir cukup dikerahkan empat pesawat seperti ini. Data pantauan bisa dikirim riil-time ke kapal komando,” ungkap Kepala Pustekbang Dr. Gunawan S. Prabowo kepada Angkasa di Jakarta.

Ditambahkan, pihaknya tengah berusaha menyiapkan sistem air-surveillance dengan mobilitas yang amat tinggi. Untuk keperluan ini, baik sistem kendali jarak jauh maupun wahana telah dirancang bisa dimasukkan ke dalam kontainer khusus sehingga bisa dikirim ke berbagai tempat.

Dari operational requirement yang pernah dipaparkan, Pustekbang juga akan mengaplikasikannya sebagai pesawat riset pemula, wahana untuk  verifikasi dan validasi data citra satelit, pemotretan foto udara, monitoring dan pemetaan daerah banjir, pemantauan titik panas kebakaran hujan, serta  misi riset Lapan lainnya.

Angkasa mencatat, perancangan sistem air-surveillance berbasis S15 ini merupakan proyek ketiga Pustekbang terkait program penguasaan  iptek penerbangan. Sementara sebagian enjinirnya dikerahkan untuk menguasai reverse-engineering S15, tahun ini juga sebagian enjinir lainnya diterjunkan untuk merampungkan rancang bangun pesawat komuter N219. Komuter 19 penumpang yang digarap bersama PT Dirgantara Indonesia ini ditargetkan rampung pada 2015.

Sebelum ini mereka telah merampungkan sejumlah pesawat tanpa awak (UAV) ukuran kecil untuk mengasah kemampuan perancangan sistem kendali jarak jauh untuk kontrol penerbangan. ( Adrianus Darmawan)

Melihat Taruna AAU : Melakukan Terjun Pertama


“Kaki rapat! Kaki rapaaat! Kaki rapaaa…tttt! Konsentrasi, lihat ke bawah. Perhatikan itu nomor 7, kakimu belum  rapaattt. Kendalikan parasut, kaki rapaaat…,” teriak pelatih melalui pengeras suara kepada para Taruna AAU yang tengah berhamburan terjun dari pesawat C-130 Hercules.

                Melaksanakan terjun payung untuk pertama kali dari pesawat, bagi siapapun jelas merupakan pengalaman yang paling mendebarkan. Bagi Taruna Akademi Angkatan Udara (AAU) Tingkat II, kegiatan terjun payung merupakan materi wajib yang harus diikuti. Mereka mengikuti pendidikan Susparadas (Kursus Para Dasar) selama satu bulan di Skadron Pendidikan (Skadik) 204 yang berada di Lanud Sulaiman, Bandung.

                Komandan Skadik 204 Mayor Psk Ahmad Sunawan S. Qodri menjelaskan, Susparadas dilaksanakan selama satu bulan di Lanud Sulaiman dengan jumlah pelajaran mencapai 192 jam pelajaran. Terbagi dalam 50 jam pelajaran teori (ground training) serta 142 jam latihan (drill) teknis. Pendidikan teori dilaksanakan di kelas dengan sedikit praktik. Sementara drill teknis dilakukan di luar kelas atau lapangan. Dalam latihan ini sebelum melaksanakan penerjunan para taruna belajar di simulator kemudi, simulator mock up untuk exit, dan lainnya.

                Praktik terjun payung dari pesawat dilaksanakan pada minggu keempat pendidikan. Para taruna harus melaksanakan tujuh kali penerjunan. Pertama, terjun dari pintu pesawat sebelah kiri. Kedua, terjun dari pintu pesawat sebelah kanan. Ketiga, terjun cepat dari pintu sebelah kiri. Keempat terjun cepat dari pintu sebelah kanan. Kelima, terjun dengan membawa perlengkapan (ransel dan senjata). Keenam, terjun malam. Dan ketujuh, penerjunan dari dua pintu pesawat. “Kiri-kanan, kiri-kanan, dengan interval sekira 3-4 detik,” ujar Qodri menerangkan. Penerjunan dilaksanakan menggunakan parasut statik MC-11C dari pesawat C-130 Hercules dengan ketinggian 1.500 kaki dan kecepatan 120 knot.

Tak terlupakan
Penerjunan pertama bagi semua Taruna AAU selain mendebarkan juga merupakan pengalaan yang tak terlupakan. “Kita misalnya selama ini naik pesawat yang pintunya selalu tertutup. Tapi ketika penerjunan pintu pesawatnya terbuka. Apalagi kalau belum pernah naik pesawat Hercules, sekalinya naik langsung disuruh terjun, dan itu pun saya alami sendiri,” ujar Qodri, alumni AAU 1997 menjabarkan sambil tertawa.

Tidak heran, pada saat dilaksanakan penerjunan Paradas yang pertama, macam-macam ekspresi para taruna pun terlihat. Ada yang diam, pucat, atau komat-kamit. “Di sinilah pelatih berperan untuk membangkitkan semangat dan nyali para mereka. Misalnya dengan membuat yel-yel atau nyanyian agar siswa tidak terlalu ketakutan,” tambahnya.

Malam hari sebelum penerjunan pertama dilaksanakan, para taruna diberi pembekalan akhir dan setelah itu disuruh istirahat pada jam 21.00. Pada jam 03.00 mereka dibangunkan dan kemudian melakukan persiapan. Setelah sholat subuh, sekira jam 05.00 pagi para taruna dibawa menuju ke Lanud Husein Sastranegara di mana pesawat Hercules sudah menunggu. Pesawat terbang dari Lanud Husein dan menerjunkan para taruna di atas landasan rumput Lanud Sulaiman.

Sebelum para taruna melaksanakan penerjunan, beberapa instruktur terjun lebih dahulu. Tujuannya, selain untuk memastikan kondisi cuaca bagus, juga untuk memberikan contoh kepada mereka. Sebagai Komandan Skadik 204, Qodri bahkan selalu bertindak selaku drifter atau penerjun pertama, setelah itu diikuti para instruktur. Dalam waktu 1,5 menit mereka sudah mendarat di lapangan rumput. Setelah semua dirasa oke, barulah giliran para taruna melakukan penerjunan.

Pemilihan siapa taruna pertama yang harus melakukan penerjunan, sepenuhnya berdasarkan penilaian dan pertimbangan para pelatih. Para taruna dinilai selama melakukan drill teknis, demikian juga faktor psikologisnya. “Walaupun, pada faktanya, taruna yang mahir melakukan drill teknis belum jaminan terjunnya paling baik. Mahir di darat, belum tentu juga mahir di udara. Sebaliknya, ada yang saat di darat takut, tapi pas terjun malah bagus,” tambah Qodri. Pada penerjunan berikutnya, para pelatih pun mengacak susunan penerjunan, sehingga taruna yang sudah melakukan penerjuanan pertama, berikutnya diganti dengan yang lain. “Masalahnya ini kan terjun, kalau yang pertama loncat ketakutan, ini akan memengaruhi interval waktu. Sedangkan pesawat terus melaju.”

Qodri memaparkan, kemahiran taruna dinilai dari lima hal. Teknik melipat payung, teknik exit, teknik mengemudikan parasut, teknik mendarat, dan teknik mengepaskan pemakaian payung, ransel, dan senjata. Mengingat panjang landasan rupmput Lanud Sulaiman yang 1.000 meter, satu sorti penerjunan biasanya dilaksanakan tiga atau empat run. Setiap run terdiri dari 12-14 taruna. Setelah itu pesawat berputar dan kemudian menerjunkan lagi run berikutnya. “Pada setiap run, terdapat satu instruktur pokok, biasanya perwira menenah, dan lima instruktur pembantu pelatih,” lanjutnya.

Faktor mental
Lalu bagaimana bila menjelang loncat taruna malah ketakutan? “Tetap diterjunkan, pelatih akan mendorongnya,” terang Qodri. “Ketakutan biasanya muncul karena faktor mental saja. Toh semua pelajaran dan drill teknis sudah diajarkan. Awalnya saja takut, setelah loncat dan parasut mengembang, besoknya dia sudah berani untuk terjun.”
Memang tidak dipungkiri, selama empat detik pertama penerjunan biasanya siswa Susparadas memang “blank”. Namun begitu payung statik yang sudah dirancang mengembang secara otomatis, siswa kemudian langsung sadar dan kemudian mengemudikan payungnya. “Teknik loncat yang kadang para taruna lupa walaupun sudah diajarkan,” kata seorang pelatih. Pada saat loncat dari pintu kiri, maka siswa harus loncat dengan kaki kiri terlebih dahulu. Ini untuk menghindari twist atau putaran tubuh. “Sama seperti kalau kita turun dari bisa yang sedang melaju, walaupun pelan tapi kalau kaki kanan duluan, maka kita akan terguling,” ujarnya.

Pada saat terjun, kaki harus dirapatkan mengingat ketinggian terjun yang rendah dan tumpuan kaki ke tanah yang harus sama. Usai menjejak tanah, siswa harus langsung menggulingkan tubuhnya dengan baik. Ini untuk menghindari tekanan yang keras yang dapat mengakibatkan kaki patah.

Susparadas bagi taruna AAU merupakan kurikulum wajib. Bila gagal, siswa harus mengulang lagi tahun berikutnya. Sebaliknya, mereka yang lulus di akhir pendidikan akan mengikuti upacara wingday dan mendapatkan brevet terjun Para Dasar. Bulan lalu pendidikan Susparadas A-175 dilaksanakan oleh 113 siswa  terdiri dari 97 siswa Taruna AAU dan 16 siswa PSDP Sekbang. Selain Taruna AAU, Taruna PSDP alias siswa penerbang militer jalur cepat ini juga wajib mengikuti Susparadas.

Ada satu yang unik setiap pelaksanaan terjun Susparadas, yaitu ada satu pelatih yang bertugas memberikan instruksi melalui pengeras suara kepada para taruna yang sedang terjun. Dibilang unik karena intonasinya instruksinya terdengar lucu dan kadang seperti reporter sepakbola. Perintahnya tegas namun meliuk-liuk dan tidak menakutkan. “Kaki rapat, kaki rapaaat, kaki rapaaat.., tarik kemudi kanaaan,” ujar Serma Masdukin, sang pelatih yang meberikan instruksi. Semua yang menyaksikan, termasuk beberapa orang tua siswa, kadang berdebar kadang juga tertawa-tawa. Nyatanya, cara ini sudah dilakukan sejak dahulu dan itu menjadi semacam tradisi yang turun-temurun diteruskan. Seru dan menggelitik. (Roni Sontani)

Singapore Airshow 2014: Potensi Pasar Giring Potensi Konflik


Delapan pesawat jet T-50B Golden Eagle dari AU Republik Korea yang tergabung dalam tim aerobatik Black Eagles, menunjukkan kehebatan manuver mereka di langit Changi. Berbagai aksi formasi maupun solo yang mendebarkan ditampilkan. Lagu tradisional Arirang pun ikut mengiringi tarian udara. Penampilan jet supersonik T-50 di Singapore Airshow (SAS) 2014 yang berlangsung dari 11-16 Februari selain menarik mata, juga memiliki arti lebih jauh. Berikut laporan lengkap wartawan Angkasa RB Sugiantoro, A. Darmawan, Dudi Sudibyo, dan Reni Rohmawati langsung dari Changi.

            Setidaknya menunjukkan betapa Korea kini telah menjadi produsen sistem pertahanan yang patut diperhitungkan dunia. Hal ini pun diperkuat oleh enam pesawat turboprop KT-1B WongBee, juga asal Korea, yang dengan mulus dan sempurna ditampilkan oleh tim aerobatik Jupiter (Juru Pendidik Terbang) Aerobatic Team (JAT) TNI AU pada ajang yang sama. Inilah penampilan perdana JAT di SAS. Pada saat hampir bersamaan, di Jakarta pun berlangsung seremoni penyerahan 16 pesawat T-50i dari Kemhan kepada TNI AU. Dengan telah diterimanya pesawat ini oleh Indonesia, maka Korea menjadi negara keenam di dunia yang telah mengekspor jet supersonik.

            Keberhasilan Korea Selatan dalam penguasaan teknologi dan industri pertahanan, tidaklah terlepas dari situasi geopolitik yang dihadapinya. Ancaman dari Korea Utara sangatlah nyata, ditambah lagi dengan relasi kurang kondusif dengan Jepang dan China, baik sebagai dampak kepahitan sejarah masa lalu maupun konflik wilayah perairan dan pulau-pulau karang. Konflik segitiga ini tak terbatas hanya pada soal prestis atau kebanggaan nasional, namun dikarenakan pula oleh keyakinan bahwa dasar laut yang mereka sengketakan itu kaya minyak dan gas alam. Hal ini pun serupa dengan konflik di Laut China Selatan yang melibatkan enam negara sekaligus.

            Sebagaimana halnya Israel yang selalu merasa terancam dalam, sehingga memaksanya menguasai teknologi sistem pertahanan yang maju, maka Korsel pun merasa sebagai keharusan hidup-mati untuk menguasai teknologi. Setelah menguasai dan mewujudkannya sebagai produk, maka kerja selanjutnya selain memanfaatkan untuk kepentingan sendiri, adalah memasarkannya. Ketegangan di beberapa kawasan Asia Pasifik tentu membantu pemasaran. “Setiap kali Korea Utara mengeluarkan ancaman, maka itu membantu penjualan kami,” aku pejabat Raytheon, produsen sistem hanud Patriot dari AS.

            Korsel pun merasakan hal serupa. Dia tidak hanya menjual mobil dan telepon pintar, tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini Seoul tercatat sebagai salah satu pengekspor alat pertahanan yang peningkatannya terpesat di dunia. Salah satu kunci keberhasilannya, karena pemerintah kompak mendukung sepenuhnya. Nilai ekspor pertahanannya tahun lalu mencapai 3,4 miliar dolar, padahal 2006 baru 250 juta dolar. Setelah mengekspor 16 T-50 ke Indonesia, Korsel berhasil menjual 24 jet ke Irak, dan kini pada tahap akhir menjual 12 jet ke Filipina, guna menghadapi sikap agresif China dalam sengketa Kepulauan Spratly. Taiwan pun kabarnya tertarik T-50, untuk menggantikan ke-60 F-5E/F Tiger yang lima tahun lagi masuk pensiun.

            Penampilan T-50 di Singapura, juga tak lepas dari impian terbesarnya, yaitu menjual pesawat ini kepada AS, yang berencana mengganti armada pesawat latih lanjut AU AS yang telah tua. Apabila penjualan ke AS yang akan mencapai lebih dari 300 pesawat terwujud, maka dapat dipastikan jet Korsel ini menjadi best-seller di dunia. Selain KT-1 dan T-50 dengan berbagai variannya, Korsel pun berambisi mengekspor helikopter serba-guna Surion, dengan target hingga tahun 2020 terjual sekitar 300 unit.

            Selain berupaya keras mandiri dalam pengadaan sistem dan alat pertahanan, saat ini Korsel pun terus meningkatkan kekuatannya. Pengadaan pesawat tempur tercanggih Lockheed Martin F-35JSF sebanyak 40 buah sudah diprogramkan walau belum diteken. Seoul memutuskan membeli F-35 karena Jepang pun melengkapi diri dengan pesawat serupa, sementara China terus mengembangkan pesawat tempur berkemampuan siluman. Seoul tetap menjadi sasaran utama Boeing untuk F-15 Silent Eagle, yang diklaim sulit terlacak radar. Sedangkan untuk modernisasi F-16 yang lebih dari 130, Korea telah mengontrak BAE Systems, termasuk pemasangan radar tercanggih AESA (active electronically scanned array).

            Masih dalam upaya kemandirian, Korsel kini memulai lagi program KF-X, pembuatan pesawat jet tempur generasi 4,5 yang dikerjasamakan dengan Indonesia. Program ini sempat terhenti akibat silang pendapat politisi Korsel, karena dari mereka ada yang bersikukuh bahwa dananya lebih baik dipakai untuk pengadaan pesawat yang sudah siap di pasaran daripada membuat sendiri.

Jepang mulai berubah
              Dalam situasi konflik politik dan wilayah perairan dengan China maupun Korea, Jepang pimpinan PM Shinzo Abe sejak akhir 2012 mulai menunjukkan perubahan sikap semakin keras. Untuk anggaran pertahanan 2014, pemerintahnya minta kenaikan tiga persen dari tahun lalu. Ini berbeda dengan pendahulunya yang malah cenderung menguranginya. Memang, sikap baru Jepang ini tidaklah lepas dari agresivitas China, baik dalam peningkatan kekuatan maupun sikapnya dalam sengketa teritori, baik di Laut China Timur maupun Selatan. Seperti pengumuman sepihak China beberapa bulan lalu tentang diberlakukannya Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ), yang juga meliputi gugusan pulau yang saling diklaim oleh kedua pihak.

            Peningkatan anggaran pertahanan oleh Jepang segera diwujudkan dalam Strategi Keamanan Nasional, berupa komitmen untuk pengadaan 28 dari 42 pesawat F-35 yang pembeliannya telah diputuskan. Dari jumlah ini, empat F-35A pertama akan diterima pada 2016 dari Lockheed Martin, sedangkan sisanya dikerjakan di fasilitas Mitsubishi Heavy Industries di Nagoya, dengan rencana pesawat pertama dirampungkan 2017.

            Selain itu Jepang akan membeli 17 tiltrotor MV-22 Osprey dari Bell-Boeing, seperti yang dioperasikan Marinir AS di Okinawa. Pesawat ini diarahkan untuk mendukung pertahanan pulau-pulau terluar. Dengan demikian Jepang akan menjadi negara pertama di luar AS yang mengoperasikan pesawat ini. AS menampilkan sepasang Osprey Marinir AS di Changi, salah satunya untuk demo terbang. Pesawat ini dipromosikan di kawasan Asia Pasifik, mengingat Samudera Pasifik dikelilingi tak kurang dari 42 negara, dan dari jumlah ini sekitar 10 negara memiliki  korps marinir yang tentunya memerlukan sarana angkut dinamis seperti Osprey.

Meski batal memboyong CN-235 versi Patroli Maritim akibat selisih paham penamaan KRI Usman-Harun, PT Dirgantara Indonesia tetap mampu menoreh sukses di ajang Singapore Airshow 2014. Mereka berhasil mengajak Airbus Helicopters membangun kerjasama strategis regional di bidang maintenance, repair and overhaul (MRO). Kerjasama untuk membangun kepuasan operator helikopter buatan AH ini akan melengkapi kebangkitan DI setelah melewati fase restrukturisasi dan penyehatan finansial.

Memorandum of Understanding (MoU) kerjasama ditandatangani Dirut DI Budi Santoso dan Dirut Airbus Helicopters Guillame Faury, 12 Februari di ajang Singapore Airshow 2014. Lewat perjanjian skala regional ini kantor pusat AH di Marignane, Perancis, akan mengolah pembagian kerja yang baru di antara fasilitas MRO di sejumlah perwakilannya di Asia Tenggara manakala DI sudah siap memulai bisnis di bidang yang sama. AH tak mengkhawatirkan persaingan yang tidak sehat mengingat pasar yang amat besar di wilayah ini.

Seperti disampaikan Budi Santoso, kerjasama DI-Airbus Helicopters sebenarnya telah berlangsung lama dan dibangun atas dasar kepercayaan. Untuk itu kedua pihak masih terus berusaha mencari celah bisnis  yang saling menguntungkan. “DI adalah mitra terpenting kami. Lewat kerjasama ini kami berharap dapat mengejar aspek-aspek yang baru,” sambut Guillame Faury.

DI mendapati bidang perawatan dan perbaikan helikopter di dalam negeri sebagai celah bisnis yang amat prospektif, terutama karena populasi helikopter buatan AH di Indonesia yang amat besar. Bagi AH, kerjasama ini dinilai strategis karena akan menyeleraskan proyek-proyek yang ada dengan kapabilitas yang dimiliki AH Malaysia, Singapura dan Indonesia (Cibubur, Jawa Barat). Dalam waktu dekat, ketiga perwakilan tersebut dan DI akan dipanggil duduk bersama melihat peta pasar yang ada. 

Saat ini, populasi helikopter buatan AH di dalam negeri mencapai 500 unit. Dari jumlah tersebut, ragamnya cukup bervariasi mulai dari NAS-330 Puma, NAS-332 Super Puma, NBO-105, EC-725 Cougar, AS-365 Dauphin sampai EC-120 Colibri. Oleh karena semua butuh dukungan teknis berkala untuk menjamin kelayakan terbangnya,  permintaan akan kontrak perawatan serta perbaikan masih cukup besar untuk dikerjakan fasilitas MRO di ketiga perwakilan AH Asia dan DI kelak.

Menanggapi inisiatif strategis ini, pimpinan AH berjanji akan memfasilitasi kebutuhan DI. “Salah satu yang paling kami perlukan adalah EASA Certificate untuk CASR 145. Dengan sertifikat ini, nantinya fasilitas perawatan DI bisa merawat dan memperbaiki helikopter buatan AH dengan approval dari EASA (Badan Kelaikan Udara Eropa). Untuk mendapatkannya memang tidak mudah, karena Indonesia bukan anggota komunitas Eropa. Tetapi dengan perjanjian bisnis yang saling menguntungkan, hal ini bisa dipecahkan,” ungkap Kepala Divisi Pemasaran DI, Arie Wibowo, kepada Angkasa.

Ia mengungkap, tak dimilikinya sertifikat EASA (sejauh ini hanya berbekal sertifikat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara) telah membuat jasa service and support di perusahaannya sulit berkembang. Hal itu bisa dimaklumi karena operator lebih suka “menitipkan” helikopternya di fasilitas dengan sertifikat berstandar internasional. Begitu pun, dirinya tak menampik bahwa sejumlah problem internal telah ikut memperburuk citra fasilitas DI di pasar regional.

“Agar kepercayaan bisa dibangun, kelemahan-kelemahan internal itu harus diperbaiki dulu. Untuk itu dalam setahun kami akan kerja keras membenahi struktur dan kualitas SDM, serta merevitalisasi peralatan agar nanti benar-benar sesuai standar yang ditetapkan EASA. Kami berharap sertifikat EASA bisa diterima pada 2016,” ungkapnya optimis.

Berlari cepat
Angkasa mencatat, kerjasama DI-AH (sebelumnya, Eurocopter) telah berlangsung sejak awal berdirinya DI (sebelumnya, IPTN) pada 1976. Kala itu selain membuat pesawat sayap tetap NC-212 dan CN-235, pabrik pesawat terbang yang terletak di Bandung, Jawa Barat ini, juga membuat NBO-105 rancangan MBB, Jerman (selanjutnya bergabung dengan Eurocopter). Heli lincah ini terbilang laku, terbukti dengan angka penjualan yang mencapai 122 unit. Selain itu, DI juga ikut membuat/merakit NAS-330 (terjual 11), NAS-332 (20) dan AS-365 (2).

Setelah ini, hubungan keduanya masih berlanjut dengan adanya kontrak pembuatan tailbooms heli EC-725 dan EC-225 (Cougar versi sipil), yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan upper & lower fuselage heli yang sama. Untuk kontrak jangka panjang pengerjaan komponen EC-725/225 yang dikabarkan telah dimulai sejak 2008 ini, DI mendapat 43 juta dolar AS. Disamping AH, DI juga merupakan mitra setia Airbus Military (sebelumnya CASA) yang belum lama ganti nama jadi Airbus Defence & Space. Dengan anak perusahaan Airbus ini, DI membuat, merakit dan mengembangkan NC-212 serta CN-235, dan selanjutnya CN-295.

Operator utama NC-212, CN-235 dan CN-295 di dalam negeri adalah TNI AD, AL dan AU. Setelah menyerahkan satu unit CN-235 versi Patroli Maritim, Oktober 2013, tahun ini DI akan menyerahkan lagi kepada TNI AL dua unit lainnya yang telah dipesan. “CN-235 masih menjadi favorit, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Pesawat ini dibeli Korea Selatan, Thailand, Malaysia, Brunei, Uni Emirat Arab, Pakistan, Senegal dan lainnya,” ujar Direktur Komersial dan Restrukturisasi DI, Budiman Saleh, menguti Kompas (15/2/2014).

Atas berbagai kontrak bisnis tersebut, kini kondisi DI memang telah berangsur pulih. Dalam beberapa tahun, perusahaan ini telah menangguk laba. “Jika pada 2013 kami telah memperoleh laba bersih Rp 10,272 miliar, tahun ini ditargetkan mencapai Rp 66,5 miliar,” tambahnya.

2014 akan menjadi tahun menentukan. Pasalnya, selain harus merakit pesawat dan berbagai komponen pesanan pesanan luar negeri, DI harus “berlari cepat” mengerjakan komuter 19 kursi N-219. Pesawat yang utamanya dipesan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri ini ditargetkan selesai pada 2015. Pun di ajang SAS, program pembuatan pesawat ini cukup menyedot perhatian. Tak saja dari calon pembelinya, tetapi juga dari vendor-vendor yang ingin ikut terlibat di dalamnya.

Telah dipastikan, Pratt & Whitney akan menyuplai mesin PT6-42 sementara Garmin akan membuatkan avionik untuk pesawat murah berbobot 15.000 pound ini. Kepada Angkasa, dengan mata berbinar, Manager Pengembangan Teknologi & Produk Baru DI sekaligus Chief Engineer N219, Palmana Banandhi mengungkap, dari titik impas sebanyak 20 unit, pesanan atas pesawat ini sudah melampaui 100 unit.  Tingginya minat customer atas pesawat ini boleh jadi dilatari konsep yang melandasi perancangannya.

Bentuknya sederhana, harganya murah dan dirancang mudah ditangani. DI tak mau merancang yang muluk-muluk karena pesawat ini akan dioperasikan di daerah terpencil. Misinya untuk menghidupkan perekonomian daerah dan menjadi feeder bagi pesawat-pesawat yang lebih besar. “Jika pesawat sekelasnya rata-rata dihargai 7-7,5 juta dolar AS, pesawat ini cukup 5 juta dolar saja,” pungkas Palmana.

Singapore Airshow yang digelar setiap dua tahunan, tiap kali digelar semakin kental menonjolkan kemampuan industri strategis militer negeri yang sedikit lebih luas dari Pulau Batam itu. Sehingga terasa nuansanya semakin kental ke peralatan militer dibanding industri angkutan udara sipil.

            Dalam arena pameran statis SAS, kehadiran pesawat penumpang yang jumlahnya menyusut dibanding sebelumnya, kalah pamor dengan digelarnya pesawat militer milik AU Singapura, terutama sekali ujung tombaknya pesawat tempur supersonik Boeing F-15SG Eagle, lengkap dengan persenjataannya. Sayapnya selain dipersenjatai rudal AIM-9P Sidewinder, rudal andalan F-16 Fighting Falcon TNI AU, juga ditambahi rudal AMRAAM yang lebih ampuh dan bom pintar GBU-10 dan 12 Paveway.  

Tidak hanya satu F-15SG, tapi tiga pesawat dipamerkan pada arena pameran statis, mengundang antrian mengular panjang para pengunjung dapat kesempatan duduk di dalam kokpit. Terlihat warga Singapura sangat bangga memiliki pesawat tempur lini depan angkatan udaranya, satu-satunya negara anggota ASEAN yang mengoperasikan jet tempur ini, yang juga andalan AU AS.

            Tidak saja F-15SG, tapi juga jet tempur F-16 Block 52 yang paling mutakhir dipamerkan, bersanding dengan pesawat tempur Northrop F-5E/F Tiger yang di-retrofit industri pertahanan Singapura sehingga menambah kemampuannya.

            Kemampuan retrofit pesawat militer, merupakan salah satu achievement industri strategis militer Singapura yang telah berhasil dikuasai negeri Lee Kuan Yew, disamping peralatan militer lainnya yang tidak ada hubungan langsung dengan kedirgantaraan. Seperti senjata yang dilengkapi peralatan optik, kendaraan lapis baja, kendaraan serba-guna militer yang dapat digunakan di darat maupun di air.

            Kehadiran peralatan militer semakin mengentalkan bahwa ke depannya SAS akan lebih menonjolkan segala hal yang berkaitan industri pertahanan (untuk membedakannya dengan Dubai Airshow yang telah mencuri posisi Singapura di bidang industri pesawat angkut sipil). Di sisi lain, pencapaian Singapura secara militer menumbuhkan kepercayaan diri dalam mempertahankan negeri kepulauan ini dari ancaman yang (mungkin) akan muncul.

            Mungkin tidak salah bila disebut, Singapura meniru jejak Israel mengingat setelah pisah dari Federasi Malaysia di tahun 1960-an, langsung membuka hubungan diplomatik disusul kerjasama militer dan pertukaran ilmu dengan negara tersebut. Di luar Israel dengan pencapaian industri pertahanan tinggi, tercatat negara kecil Swedia dan Swiss yang sektor industri strategisnya diakui dalam dunia persenjataan.          Saab dari Swedia yang di Indonesia lebih dikenal dengan produk mobilnya, merupakan produsen jet tempur Saab Gripen yang diakui dunia.

Di panggung SAS, diperkenalkan helikopter tanpa awak dan sejumlah pesawat tanpa awak (UAV) buatan tuan rumah Singapura dan Super Heron HF buatan Israel yang dipamerkan di depan Israel Aerospace Industries (IAI) Chalet CD03. HF adalah singkatan heavy fuel yakni bahan bakar Jet A1 (diesel) sebagai sumber bahan propulsinya.

Kalah pamor
            Langkah Singapura ini tampaknya merupakan upaya negara ini merebut kembali posisi peringkat ketiga pameran kedirgantaraan dunia, setelah Paris Airshow di Perancis dan Farnborough Air Show di Inggris yang tahun 2013 lalu bergeser ke Dubai Airshow dengan transaksi 200 miliar dolar AS saat pameran ditutup. Sementara SAS 2014 ditutup dengan transaksi senilai 34 miliar dolar, masih belum berhasil merebut kembali peringkat yang bertahun-tahun pernah disandangnya.

            Pameran tahun ini mungkin belum, tapi kemungkinan dua tahun mendatang akan lain mengingat pasar dunia sudah bergeser ke belahan bumi Asia sebagai pertumbuhan tercepat pasar penerbangan dunia. Airbus memproyeksikan China akan menggantikan AS dalam jumlah pesanan pesawat kurun waktu hingga 2030 bersama negara Asia lainnya termasuk Indonesia dan India yang memiliki potensi pemesanan besar pesawat udara.

            Kehadiran pesawat mid-size widebody Airbus A350XWB, satu-satunya produk terbaru di SAS buatan pabrik Eropa Airbus diharapkan dapat mendongkrak keharuman pameran ini, mengingat inilah untuk pertama kali pesawat badan lebar tersebut dipamerkan kepada publik dunia. Tahun lalu memang pesawat yang dijuluki hush airliner karena mesinnya yang nyaris tidak terdengar saat terbang, hadir di Paris Airshow. Tetapi hanya terbang lintas dan tidak dipamerkan secara statis.

            Meski ada pesaing 787 Dreamliner yang dipinjam Boeing dari Qatar Airways untuk dipamerkan, tidak ayal lagi primadona pameran adalah A350XWB yang terbang anggun mempesona serta mengundang kekaguman luar biasa para peserta dan pengunjung. Meski demikian kehadirannya kurang mampu menggeser kekaguman yang disajikan industri strategis militer tuan rumah Singapura.

            Airbus memproyeksikan kawasan Asia-Pasifik kurun waktu 20 tahun mendatang butuh sekitar 29.200 pesawat penumpang dan kargo senilai 4,4 triliun dolar AS, di antaranya 7.270 pesawat twin aisle badan lebar jenis A330 dan A350XWB, termasuk produk rivalnya Boeing 787 Dreamliner dan varian baru Boeing 777X, selain 1.170 very large aircraft (sejenis jumbo dan superjumbo) dan 20.240 pesawat lorong tunggal (single aisle).

            “Armada pesawat yang dioperasikan maskapai penerbangan Asia-Pasifik saat ini sebanyak 4.960, kurun waktu 20 tahun mendatang akan mengoperasikan 12.130 pesawat,” ungkap John Leahy, Airbus Chief Operating Officer Customers pada pemaparannya hari pertama pameran sebelum pucuk pimpinan Airbus Fabrice Bregier meneken kontrak pesanan pasti dan opsi 90 Airbus A320 senilai 9,1 miliar dolar AS  dengan maskapai berbiaya murah Vietnam VietJet Air. Pesanan pasti tersebut terdiri dari 42 Airbus A320neo, 14 A320ceo, dan tujuh A321ceo.

Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia tak pernah ketinggalan memasarkan produknya di Singapore Airshow. Kali ini kontrak besar yang ditandatangannya adalah dengan Honerywell dan Sriwijaya Air, yang menyepakati kerjasama senilai 2 juta dolar AS per tahun dengan rentang waktu dua tahun.

Sejak 1998, GMF tidak pernah absen membuka stan di ajang pameran kedirgantaraan di Singapura itu. Bahkan beberapa tahun kemudian, pameran sejenis di Dubai pun kerap diikutinya. Pasar Asia bahkan pasar global, menjadi target utama pemasaran fasilitas MRO (Maintenance Repair Overhaul).

Tahun ini di Singapura, GMF  menyepakati kerjasama dengan Sriwijaya Air dan Honeywell International Inc. untuk mendukung perawatan wheel and brake pesawat B737 Next Generation dan B737 Classic milik Sriwijaya Air. Perjanjian ini  ditandatangani EVP Base Operation GMF, Agus Sulistyono dan Direktur Teknik Sriwijaya Air, Ananta Wijaya, serta Brian Davis, VP Airlines Asia Pacific Region Honeywell pada 12 Februari lalu. 

            Kata Agus, model kerjasama ini merupakan terobosan menarik untuk ketiga pihak. Masing-masing pihak memiliki peran berbeda sesuai bisnis intinya. Honeywell sebagai OEM (Original Equipment Manufacturing) berperan memroduksi perlengkapan orisinilnya. Perusahaan dari AS yang menjadi salah satu pemasok utama perlengkapan dan peralatan pesawat komersial ini membuat wheel and brake untukB737-NG dan B737 Classic. Sementara Sriwijaya sebagai operator memiliki hak khusus untuk mendapatkan material dari OEM. GMF sebagai penyedia perawatan pesawat mendapat limpahan kemudahan dari Sriwijaya untuk mendapatkan material tersebut.

             “Material yang kami dapat dari OEM itu untuk mendukung perawatan Sriwijaya Air,” kata Agus, seraya menambahkan bahwa limpahan kemudahan kepada GMF dari Sriwijaya tidak lepas dari kerjasama yang sudah terjalin lama dan menjadi salah satu langganan setia GMF sejak operator ini beroperasi 10 November 2003. Apalagi kali ini Sriwijaya menyerahkan total care armadanya kepada GMF. Tak tanggung-tanggung, Sriwijaya juga menyerahkan perawatan engine CFM56-7 yang pertama kepada GMF.

Mesin juga
GMF memang sudah memiliki kapabilitas dalam perawatan engine/mesin. Kapabilitas itu, antara lain, untuk perawatan CFM56-3, Spey, APU GTCT 85 Series, TSCP 700, dan CFM56-7B, hingga tahap overhaul. Kapabilitas baru GMF dalam melakukan perawatan CFM56-7 sampai overhaul sudah mendapatkan approval dari EASA (European Aviation Safety Agency) dalam audit pada akhir Januari lalu. Untuk memaksimalkan kapabilitasnya ini, GMF berpartner dengan General Electric (GE) dan mendapatkan approval nomor AS9110 dari GE. 

            Untuk aktivitas perawatan APU (Auxiliary Power Unit) baru, APU GTCP-131 9A dan 9B, GMF didukung oleh Honeywell International SARL. Dukungan ini diberikan melalui penandatanganan kerjasama Material Supply and Part Repair Agreemen selama lima tahun, pada hari kedua Singapore Airshow 2014. Honeywell akan memasok kebutuhan material untuk perawatan dan perbaikan jenis APU untuk pesawat B737-800NG Garuda Indonesia dan A320 Citilink.

            Pada waktu yang sama, GMF juga menandatangani kerjasama perawatan APU GTCP 131 9B dengan Aersale. Perjanjian ini ditandatangani oleh Dwyne Adcock, VP Airframe Material Sales Aersale dan Agus itu meraih potensi pendapatan sekitar 275.000 dolar AS dari satu unit APU yang dirawat.

            Menurut Agus, GMF berkomitmen untuk mengembangkan kapabilitas dan kapasitasnya, dengan menguasai perawatan pesawat-pesawat tipe terbaru, terutama B737-NG dan A320, termasuk perawatan engine-nya. Populasi kedua jenis pesawat tersebut, baik di Indonesia maupun di luar negeri, terus bertambah setiap tahun. Sampai saat ini, GMF merupakan fasilitas MRO terbesar di Indonesia dan sudah menguasai sedikitnya 70 persen perawatan pesawat dalam negeri.

Perawatan kabin
Bukan cuma perawatan airframe dan engine pesawat, GMF juga merambah perawatan kabin dan interior. Untuk memperkuat layanan MRO kabin dan interior itu, anak perusahaan Garuda Indonesia ini menggandeng Regent Aerospace Corporation, salah satu perusahaan manufaktur serta MRO kabin dan interior terbesar di dunia. Penandatanganan Master Agreement of Joint Operation Establishment-nya dilakukan oleh CEO GMF AeroAsia Richard Budihadianto dan President of Regent Aerospace Corporation, Reza Soltanian. 

Kerjasama ini ternyata untuk mendukung sang induk perusahaan merealisasikan targetnya menjadi “Airline Skytrax Bintang Lima”. Salah satu syaratnya adalah penampilan, kebersihan, dan fungsionalitas fitur-fitur di dalam kabin pesawat yang dioperasikan oleh sebuah maskapai penerbangan. Regent bersedia memfasilitasi kebutuhan mesin dan tenaga ahli pendamping, sedangkan GMF menyediakan fasilitas dan tenaga kerja untuk layanan MRO.
“Dengan kemampuan ini, peluang pengembangan bisnis perusahaan makin besar. Selain untuk mendukung Garuda Indonesia, layanan ini juga kami pasarkan untuk airlines lain, baik domestik maupun internasional,” kata Richard.

Di ajang Singapore Airshow 2014 itu, GMF memang melakukan banyak aktivitas untuk menjaring peluang bisnisnya agar kian besar. Selain yang disebutkan di atas, beberapa perjanjian dan kerjasama juga dilakukan, seperti dengan Air Asia Indonesia dan JAS Engineering. Dengan JAS Engineering, kerjasama dalam hal line maintenance, sedangkan dengan Air Asia Indonesia untuk perawatan pesawat. “Kami sudah lama menjalin kerjasama dengan GMF dan sudah memperpanjangnya lagi. Di sini hanya mengukuhkan saja,” ujar Soeratman dari Air Asia Indonesia.


T-50i Golden Eagle: “Baby Falcon” Elang Emas Indonesia


Penyerahan 16 unit T-50i Golden Eagle dari Korea Selatan kepada Indonesia di Lanud Halim Perdanakusuma, 13 Februari 2013, menandai resminya Sang Elang Emas bergabung dengan jajaran kekuatan TNI AU. Pesawat yang juga dijuluki “Baby Falcon” ini akan menjadi titik awal kebangkitan Skadron Udara 15 di tahun-tahun mendatang.

                Sehari sebelum penyerahan 16 T-50i, Mekopolhukan Marsekal (Purn) Djoko Suyanto didampingi Komandan Skadron Udara 15 Letkol Pnb Wastum terbang menggunakan T-50i nomor ekor TT-5004 berkelir biru-kuning. Di pesawat yang lain, KSAU Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia juga terbang menggunakan T-50i nomor ekor TT-5012 berkelir hijau toska-abu-abu didampingi Kasiops Skadron Udara 15 Mayor Pnb Hendra Supriyadi. Dari Lanud Halim kedua pesawat terbang dengan tanda panggil Golden Flight menuju ketinggian 15.000-20.000 kaki di atas Pelabuhan Ratu, Jawa Barat selama kurang lebih satu  jam.

                Sebagai mantan penerbang tempur, baik Menkopolhukam (F-5E/F Tiger II) maupun KSAU (A-4 Skyhawk) tentu saja tertantang untuk mencoba mengendalikan sendiri jet latih fly-by-wire buatan Korea Aerospace Industries (KAI) kerja sama dengan Lockheed Martin, AS yang bentuknya mirip F-16 Fighting Falcon ini. Kedua fighter TNI AU tersebut kemudian mencoba kendali sendiri dan melaksanakan beberapa manuver seperi loop, cuban eight, serta barrell roll.

“Seperti Baby Falcon. Bagus, enak,” ujar Menkopolhukam dengan raut wajah berseri dan sedikit berkeringat. Demikian juga halnya dengan KSAU. Terbang dengan tarikan gaya gravitasi yang besar tentu mengasyikkan dan addicted, namun juga badan akan dipaksa menerima tekanan-tekanan dengan bobot berlipat dari bobot tubuh. Beruntunglah karena fisik kedua pejabat dapat dikatakan masih oke. Menkopolhukam dan KSAU juga bukan kali ini saja me-refreh ketahanan tubuh dengan kembali terbang di sela-sela kesibukan keduanya yang sangat tinggi.

Perkuatan TNI
                Seremoni penyerahan 16 T-50i yang dilaksanakan di Lanud Halim Perdanakusuma terbilang cukup meriah. Selain ke-16 pesawat T-50i yang ditampilkan berderet, di lokasi upacara juga dihadirkan pesawat-pesawat baru TNI AU lainnya seperti CN295, EMB-314 Super Tucano, pesawat latih Grob G-120TP-A dan jet tempur Su-30MK2 untuk TNI AU. Sementara untuk TNI AL ditampilkan CN235-220 MPA dan untuk TNI AD helikopter NBell-412EP.

                Prosesi penyerahan dilaksanakan berantai dari Presiden Direktur KAI Ha Sung-yong kepada
Kabaranahan Kemenhan Laksda TNI Rachmad Lubis, lalu kepada Aslog Panglima TNI Marsda TNI Karibiyama, dan terakhir kepada Aslog KSAU Marsda TNI Ida Bagus Anom Manuaba. Penyerahan disaksikan Menhan Purnomo Yusgiantoro, Menkopolhukam Djoko Suyanto, KSAU Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia, KSAD Jenderal TNI Budiman, KSAL Laksamana TNI Marsetio, Duta Besar Korea di Jakarta Kim Young-sun, KSAU Korea Selatan Jenderal Sung Il-hwan, dan pejabat lainya.

Usai prosesi serah terima, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono hadir untuk menyaksikan demo flypass empat T-50i dikawal dua Su-30MK. Setelah itu ditampilkan solo aerobatik Grob G-120TP-A yang memperlihatkan kelincahan dan kecepatan terbangnya sebagai pesawat latih full aerobatic.

Presiden RI kemudian meninjau kokpit T-50i dan mengangkat tangannya. “Untuk Perkuatan TNI,” ujarnya penuh gembira. Setelah itu presiden juga melihat pesawat-pesawat baru lainnya yang dipamerkan.

                Kebahagiaan presiden sangat beralasan karena sesuai pencanangan program perkuatan TNI menuju Minimum Essential Force (MEF), pesawat-pesawat dan alutsista yang dibeli untuk TNI terus berdatangan, membuat TNI tak lagi menjadi yang terlemah di kawasan regional bahkan di tahun 2024 bisa menjadi salah satu kekuatan yang amat diperhitungkan.

                "Pesawat-pesawat ini akan meningkatkan peran TNI dalam mengemban tugas yang lebih besar dalam menghadapi tantangan yang lebih kompleks di masa mendatang,” ujar Purnomo Yusgiantoro. Ia menambahkan bahwa untuk tahun ini masih ada sejumlah pesawat pesanan yang akan datang. Di antaranya adalah 24 unit F-16 setara Block 52, pesawat tempur Super Tucano yang akan lengkap menjadi satu skadron hingga awal semester II tahun 2014, pesawat tanpa awak (UAV) untuk mengisi Skadron UAV di Lanud Supadio, Pontianak, pesawat CN295 sehingga jumlahnya menjadi sembilan, dua CN235, serta satu CASA 212 untuk angkut ringan. Lalu dalam rangka menunggu kegiatan airlift dan Operasi Militer Selain Perang (OSMP), akan datang sembilan pesawat C-130H yang satu di antaranya sudah tiba. Kemudian penambahan pesawat latih Grob G-120TP-A dari 18 unit menjadi 24 unit.

                Untuk pesawat sayap putar, saat ini telah ditambah beberapa jenis heli yakni tiga NAS-332 Super Puma dan kemudian akan datang heli full combat SAR EC-725 Cougar kerjasama dengan Eurocopter sebanyak enam unit. (Roni Sontani)