Kamis, 23 Januari 2014

Helikopter Bell 412 EP TNI AD Hilang di Tarakan


Kodam VI Mulawarman Operasikan Helikopter Bell 412 EP (Photo; ARC.web.id)
Helikopter Bell 412 EP  TNI AD (Photo; ARC.web.id)

Helikopter  TNI AD jenis Bell 412 EP  dinyatakan hilang kontak di wilayah Taraka, Kalimantan Timur  sejak Rabu sore 22/1/2014. Helikopter itu mengangkut 10 orang, tujuh diantaranya adalah prajurit Raider 100 Medan. Menurut Kadispen TNI AD, Kolonel Inf Andika Perkasa, Heli berisi 10 orang dengan berat muatan total 642 kg. Helikopter itu tengah membawa para prajurit ke perbatasan Malaysia.
“heli membawa tiga kru dan tujuh anggota Pam perbatasan Kaltim, total load 642 kg,” ujar Kolonel Inf Andika dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/1/2014).
Helikopter itu berangkat dari Tarakan menuju perbatasan Malaysia di Long Bawan, Nunukan, Kalimantan Utara, sekitar pukul 13.14 WITa. Seharusnya heli itu tiba pukul 14.24 WITa.
Berikut identitas kesepuluh orang yang berada dalam heli :
Kru pesawat :
1. Pilot Kapten Cpn Paul Simatupang
2. Copilot Letda Cpn M. Kholiq
3. Serka Kasnianto
Anggota Pengamanan Perbatasan Kaltim :
1. Sertu Eliandy Saragih
2. Kopda Rudianto
3. Kopda Said Kelihu
4. Kopda Heri Purnomo
5. Praka Tri Gunardi
6. Prada Jecky Hartoyo
7. Pratu Feri Kurniawan
Helikopter Bell 412 EP
Helikopter Bell 412 EP

Helikopter Bell 412 milik TNI AD hilang kontak di rute penerbangan Tarakan menuju perbatasan Malaysia di Long Bawan, Nunukan, Kalimantan Utara. Lokasi hilang kontak diperkirakan saat heli berada di kawasan topografi sulit dan berhutan lebat.
“Saya dengar kabar heli TNI AD hilang kontak itu sekitar pukul 17.00 WITa sore tadi. Lokasinya diperkirakan berada di antara Kecamatan Krayan Kabupaten Nunukan dengan Kecamatan Mentarang Kabupaten Malinau,” kata Kepala Badan Perbatasan Kabupaten Nunukan, Samuel ST Padan, ketika dikonfirmasi, Rabu (22/1/2014).
Samuel menjelaskan, antara Krayan dan Mentarang, memiliki medan berat dengan topografi berbukit dan berhutan lebat khas hutan tropis Kalimantan. Jajaran pemerintahan di Kabupaten Nunukan juga tengah berkoordinasi dengan masyarakat Krayan.
“Dari lokasi tujuan antara Long Bawan dan Mentarang, kita sudah coba menghubungi radio SSB ke aparat Desa Binuang tapi belum tersambung. Kita masih coba mengontak. Cuaca sekarang di Krayan, mendung,” ujar Samuel.
“Krayan ini memiliki luas 1.800 kilometer persegi. Sebagian besar masuk dalam wilayah hutan Taman Nasional Kayan Mentarang. Itu hutan perawan,” tutupnya.
Keterangan dihimpun dari sumber yang dapat dipercaya detikcom, Heli itu berjenis Heli Bell 412 EP HA-5166 dengan jumlag penumpang 10 orang yang terdiri dari 3 kru dan 7 prajurit Raider 100 Medan. Helikopter itu berangkat dari Tarakan menuju perbatasan Malaysia di Long Bawan, Nunukan, Kalimantan Utara, sekitar pukul 13.14 WITA. Seharusnya heli itu tiba pukul 14.24 WITA.
Estimasi bahan bakar, seharusnya pesawat itu hanya bertahan 3 jam. Namun sampai dengan sore pihak Bandara Long Bawan dan bandara sekitarnya, tidak ada kontak sama sekali dengan heli tersebut. Kondisi cuaca terkini di kawasan Kalimantan Utara bercuaca buruk disertai angin kencang.
Sampai saat ini pihak TNI sudah melakukan koordinasi dengan jajaran terkait. Pencarian akan terus dilakukan. Heli tersebut terakhir memberi kabar alami cuaca buruk sebelum hilang kontak Rabu siang 22/1/2014. (Detik.com)

Kapal Baru TNI AL Siap Dijemput


Nakhoda Ragam Class TNI AL
Nakhoda Ragam Class TNI AL

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Marsetio, meresmikan Kesatuan Persiapan Pengambilan Kapal (KPPK) TNI Angkatan Laut (AL) di Pusat Latihan Kapal Perang (Puslatkaprang) Kolatarmatim, Ujung, Surabaya- Jawa Timur Senin (20/1/2014).
Menurut Laksamana Marsetio, pengambilan kapal dari proyek pengadaan kapal dalam dan luar negeri, diperlukan penyiapan personel pengawak yang memenuhi standar kemampuan, cakap dan profesional. Penyiapan personel tersebut dilaksanakan melalui program pelatihan di Kolat Koarmada.
Program pelatihan tersebut ditujukan untuk memberikan pembekalan tentang fungsi, peran, prosedur, pengoperasian peralatan, baik secara individu maupun terintegrasi, bagi para calon pengawak sesuai kapalnya. Dengan demikian, para pengawak nantinya mampu mengoperasikan kapalnya sesuai dengan Standard Operating Procedure yang ditetapkan.
Hakekat penyelenggaraan acara ini adalah peresmian Kesatuan Persiapan Pengambilan Kapal (KPPK) TNI Angkatan Laut. Kolatarmatim dan Kolatarmabar menjadi penanggungjawab atas penyiapan satuan tugas calon pengawak, sekaligus menjadi tempat diselenggarakannya KPPK.
Kolatarmatim untuk penyelenggaraan KPPK wilayah Timur bagi kesiapan satuan tugas calon pengawak dari kapal selam diesel engine, perusak kawal rudal, multi role light frigate, kapal cepat rudal 60 meter, kapal patroli cepat dan latih layar.
Sedangkan, Kolatarmabar sebagai tempat untuk penyelenggaraan KPPK wilayah Barat menyiapkan satuan tugas calon pengawak kapal bantu hidro–oceanografi, bantu cair minyak, kapal cepat rudal 40 meter serta calon pengawak kapal angkut tank.
Dalam amanatnya, KSAL mengharapkan pembentukan KKPK TNI AL ini dapat mencapai beberapa sasaran penyiapan pengambilan kapal, seperti koordinasi yang baik antarSatgas pengawak, KPPK dengan kedinasan terkait. Sasaran lainnya adalah menyangkut pemenuhan dukungan administrasi dan logistik personel dan pelatihan para awak.
Nakhoda Ragam Class
Nakhoda Ragam Class

“Selain itu, akan diperolehnya personel cakap dan profesional untuk pengawakan Alutsista baru sesuai operational requirement yang ditentukan,” ujar Laksamana Marsetio, seperti dilansir dalam siaran pers Dinas Penerangan Koarmatim.
Hadir pada acara peresmian tersebut, antara lain Pangarmatim Laksamana Muda TNI Agung Pramono, Pangarmabar Laksamana Muda TNI Arif Rudianto, Pangkolinlamil Laksamana Muda TNI Darojatim, Para Asisten KSAL, dan pejabat Mabesal, Pangkotama TNI Angkatan Laut wilayah Surabaya serta Komandan Satgas KPPK Kolonel Laut (P) I Nyoman Sudihartawan, Komandan KRI Multi Role Light Frigate 1, Kolonel Laut (P) Yayan Sofyan. (Jurnas.com)

TNI dan Lapan Kembangkan Rudal Jarak Jauh

Roket TNI Lapan (photo: Defense Studies)
Roket TNI Lapan (photo: Defense Studies)

TNI Angkatan Darat menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk pengembangan rudal dan pesawat tanpa awak. Penandatangan nota kesepahaman itu dilakukan antara Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Budiman dengan Kepala LAPAN Bambang S Tejasukma di Mabes AD, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Selasa, 21/1/2014.
MoU dibuat terkait perjanjian kerja sama antara Direktorat Topografi Angkatan Darat dengan LAPAN tentang pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kedirgantaraan.
“Beberapa kemampuan LAPAN nanti akan kita manfaatkan untuk kepentingan TNI AD,” ujar Jenderal Budiman.
Hal itu meliputi teknologi penerbangan roket, satelit penginderaan jarak jauh, sains antariksa, sains atmosfir dan teknologi UAV (Unmanned Aerial Vehicle) / pesawat tanpa awak untuk melakukan pengintaian dan mendukung program pembangunan pertahanan negara.
Untuk kerja sama dengan LAPAN ini, TNI AD mengeluarkan anggaran Rp 3,5 miliar.
KSAD menjelaskan teknologi penginderaan jarak jauh yang dimiliki LAPAN dapat membantu TNI dalam kepentingan survei dan mapping, geospacial inteligent, monitoring pengamanan wilayah. “Kami akan melakukan pemantauan melalui satelit untuk menjaga wilayah perbatasan,” ucapnya.
Untuk teknologi roket, LAPAN membantu pengembangan missile jarak jauh.
Jenderal Budiman juga mengatakan keahlian LAPAN juga dapat mendukung TNI dalam tugas operasi seperti SAR, penanggulangan bencana alam, terorisme, dan sebagainya.

Pansus RUU Keantariksaan Kunjungi LAPAN. 18-Feb-2013 (photo: dpr.go.id)
Pansus RUU Keantariksaan Kunjungi LAPAN. 18-Feb-2013 (photo: dpr.go.id)

Menurut Kepala LAPAN, Bambang S Tejasukma, kerja sama dengan TNI AD akan fokus pada pengembangan metoda dan membuat prototipe, yang diproduksi oleh perusahaan yang bergerak di industri pertahanan.
“Lapan tetap bekerja sama dengan industri untuk membangun kompetensi industri tersebut dalam melayani Angkatan Darat,” katanya.
Ia mencontohkan, perusahaan di industri pertahanan yang biasa bekerja sama dengan TNI antara lain PT Pindad dan PT Dirgantara Indonesia.
Selain bekerja sama dengan TNI AD, LAPAN juga telah bekerja sama dengan TNI Angkatan Laut. Bahkan, ke depan LAPAN tengah menyusun kerja sama dengan TNI Angkatan Udara dalam pengembangan teknologi kedirgantaraan. (republika.co.id)

Marinir Unjuk Gigi di Natuna


FINAL PLANNING CONFERENCE MULTILATERAL NAVAL EXERCISE KOMODO 2014 (photo: marinir.mil.id)
FINAL PLANNING CONFERENCE MULTILATERAL NAVAL EXERCISE KOMODO 2014 (photo: marinir.mil.id)

Marinir unjuk gigi di Natuna. Tak tanggung-tanggung dalam latihan Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) 2014, Maret hingga April 2014, Korps Marinir TNI-AL akan menjadi tuan rumah dari pasukan 18 Negara yang berlatih di Laut Natuna, Kepulauan Riau.
18 negara yang terlibat adalah yang tergabung dalam organisasi ADMM (Asean Defense Miniters Meeting) plus, diantaranya Philippina, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja, Amerika Serikat, Australia, China, Russia, Jepang, India, Korea Selatan, dan Selandia Baru.
Mengkordinasikan pasukan dari belasan negara dalam sebuah latihan perang bersama, tentulah bukan perkara mudah. Semua pasukan harus bermanuver berdasarkan skenario yang ditentukan. Belum lagi unsur komunikasi, logistik, persenjataan, serta kendaraan tempur yang dibawa oleh masing-masing negara.
Marinir akan memimpin pasukan dari 18 negara dalam sebuah latihan perang. Jika latihan ini sukses, maka bisa dibilang kemampuan organisasi di tubuh Marinir, patut diacungi jempol. Profesional.
FINAL PLANNING CONFERENCE MULTILATERAL NAVAL EXERCISE KOMODO 2014 (photo: marinir.mil.id)
FINAL PLANNING CONFERENCE MULTILATERAL NAVAL EXERCISE KOMODO 2014 (photo: marinir.mil.id)

Hingga kini mungkin belum ada satuan lain di tubuh TNI yang melakukan latihan perang yang melibatkan perwakilan negara yang begitu banyak. Kurang lebih 18 negara. Blessing in disguise buat marinir adalah, semua negara-negara itu berkepentingan dengan keamanan Laut China Selatan.
Coba kalau latihannya pindah ke Situbondo atau Cilacap, mungkin banyak negara itu, tidak akan ikut serta. Jadi pilihan Marinir mengambil lokasi latihan di Natuna, sebuah terobosan yang brilian. China saja yang menjadi semacam “common enemy” dari negara-negara Asia Tenggara dan Timur dalam kasus Sengketa di Laut China Selatan dan Timur, memilih ikut dalam latihan ini.
Dengan demikian, faktor yang paling sulit adalah menentukan negara mana yang dianggap sebagai musuh bersama. Bisa ditebak musuh yang akan disimulasikan dalam latihan adalah kelompok teroris dari negara antah berantah.
marinir-3
Menjelang latihan bersama MNEK 2014 tersebut TNI Angkatan Laut menyelenggarakan rapat Final Planning Conference (FPC) yang berlangsung selama 2 hari pada tanggal 16-17 Januari 2014 di Swiss-bell hotel Batam. Kegiatan ini dihadiri oleh delegasi Indonesia sebagai tuan rumah dan 18 negara yang tergabung dalam organisasi ADMM (Asean Defense Miniters Meeting) plus, diantaranya Philippina, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja, Amerika Serikat, Australia, China, Russia, Jepang, India, Korea Selatan, dan Selandia Baru.
Rapat FPC dibuka oleh Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Dr. Marsetio  dilanjutkan dengan pembahasan materi diskusi yang dipimpin Komandan Gugus Tempur Laut Koarmabar (Danguspurlabar) Laksamana Pertama TNI Dr. A. Oktavian, sebagai Direktur Latihan.
Rapat dilanjutkan paparan dari masing-masing bidang serta session tanya-jawab. Paparan Encap disampaikan oleh Letda Marinir Suyudi. Usai paparan, masing-masing peserta delegasi negara sahabat menajamkan hasil Mid Planning Conference (MPC) MNEK 2014 yang telah dilaksanakan pada tanggal 13 November 2013 di Jakarta.
FINAL PLANNING CONFERENCE MULTILATERAL NAVAL EXERCISE KOMODO 2014 (photo: marinir.mil.id)
FINAL PLANNING CONFERENCE MULTILATERAL NAVAL EXERCISE KOMODO 2014 (photo: marinir.mil.id)

Tim Encap Korps Marinir yang diketuai oleh Komandan Resimen Bantuan Tempur-2 Marinir (Danmenbanpur-2 Mar) Kolonel Marinir Tri Subandiana sebagai Dansatgas memimpin jalannya diskusi dengan memberikan penjelasan rinci kepada tiap-tiap delegasi negara sahabat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penempatan personel negara peserta di dua kepulauan besar yaitu Anambas dan Natuna, serta asset yang akan digunakan, akomodasi, dukungan logistik dan jenis-jenis proyek yang akan dikerjakan.
Kegiatan rapat ditutup oleh Pangarmabar Laksmana Muda Arief Rudianto dilanjutkan hari kedua survey lapangan. Hadir dalam kegiatan ini Danpasmar-2 Brigjen TNI (Mar) Denny Kurniadi, Danpasmar-1 Brigjen TNI (Mar) Siswoyo Hari Santoso dan Asops Kormar Kolonel Marinir Purwadi. (sumber: marinir.mil.id).

JKGR. 

Sistem Pertahanan Udara Terintegrasi ForceSHIELD


Sistem Pertahanan Udara Terintegrasi ForceSHIELD
Sistem Pertahanan Udara Terintegrasi ForceSHIELD

Kementerian Pertahanan Indonesia telah menandatangani kontrak dengan Thales Inggris untuk pengiriman sistem pertahanan udara terintegrasi, ForceSHIELD buatan Thales. Kontrak senilai lebih dari £ 100 juta (US $ 164 juta) meliputi penyediaan lima baterai pertahanan udara ringan terdiri dari: rudal pertahanan udara jarak pendek STARStreak, serta radar CONTROLMaster 200 & sistem koordinasi senjata.
Beberapa unit dari STARStreak akan bersifat portable, sementara yang lain akan menggunakan sistem senjata bergerak (mobile) RAPIDRanger serta modul Lightweight Multiple Launchers (LML).
“Persenjataan ini sebagai solusi bagi Angkatan Darat Indonesia yang menandai hadirnya pendekatan baru dalam pertahanan udara canggih dari generasi terbaru ‘teknologi sensor efek’,” ujar Victor Chavez , CEO dari Thales Inggris.
RapidRanger (photo: armyrecognition.com)
RapidRanger (photo: armyrecognition.com)

Sistem pertahanan udara terintegrasi ForceSHIELD, mengubah (customising) dan menggabungkan berbagai alutsista yang ada seperti: radar, komunikasi, penyergapan, sistem pengendalian tembakan, peluncur dan serta rudal (VSHORAD) Very Short Range Air Defense. Dengan pendekatan baru yang fleksibel ini Thales dapat memberikan solusi untuk menghadapi meningkatnya cakupan ancaman udara yang bersifat asimetris, maupun ancaman udara yang bersifat konvensional.
ControlMaster200 merupakan sensor utama untuk sistem pertahanan udara ‘ForceShield’. ControlMaster200 adalah radar multi misi taktis 3D jarak menengah yang berbentuk compact/mobile. Radar ini membutuhkan waktu 10 menit untuk aktif dan dapat diangkut melalui jalan darat, kereta api, pesawat taktis atau helikopter.
Control Master 200 (photo: Thales)
Control Master 200 (photo: Thales)

Control Master 200 terdiri dari radar solid-state generasi terbaru, yang mampu mendeteksi dan melacak 200 target secara simultan, hingga ketinggian 25000 meter (82,000 ft), untuk rentang jarak 250 km. Engagement Control System dari alat ini, mampu mengevaluasi ancaman, menyiapkan senjata dan mengkoordinasikan aktivitas tempur -memungkinkan keputusan yang kompleks dan kritis dibuat dalam waktu yang lebih cepat dengan keamanan dan tingkat presisi yang tinggi.
The RAPIDRanger adalah kendaraan ringan peluncur rudal yang unik, sekaligus pengendalian sistem penembakan yang dapat diintegrasikan ke dalam struktur jaringan, sehingga memungkinkan dikoordinasikan dengan berbagai sistem komando dan control sistem lainnya.
Rudal Starstreak (photo: photo: Ken Best, Thales)
Rudal Starstreak (photo: photo: Ken Best, Thales)

Dilengkapi dengan rudal STARStreak kecepatan tinggi, RAPIDRanger memiliki kemampuan untuk menetralisir berbagai ancaman udara, termasuk serangan pesawat ground attack, Serangan Helicopters, Unmanned Aerial Vehicles (UAV) serta rudal jelajah.
Rudal STARStreak beroperasi pada kecepatan lebih dari 3 mach untuk mengalahkan ancaman yang bergerak cepat dan dalam waktu singkat. Tiga rudal STARStreak yang terpasang dalam satu modul, memaksimalkan konfigurasi penyergapan sasaran yang datang. Dengan adanya sorotan laser akurasi tingkat tinggi, memungkinkan Rudal STARStreak mencegat target yang memiliki radiasi/emisi rendah dan kebal terhadap semua tindakan pencegahan/ countermeasures.
Starstreak Portable
Starstreak Portable

Untuk melaksanakan program tersebut, Thales berencana meningkatkan kerjasama industri dengan Indonesia dan telah menandatangani perjanjian dengan perusahaan Indonesia PT LEN. Thales juga mengatakan pihaknya berencana menambah kemitraan dengan industri Indonesia lainnya, pada program masa depan baik di militer maupun sektor sipil.
Tentara Indonesia sudah mengoperasikan sistem pertahanan udara jarak pendek: RBS – 70 Swedia, Grom Polandia dan TD – 2000B Cina -semua sistem rudal VSHORAD, yang diperoleh pada 1990-an, pertengahan dan akhir tahun 2000. Masing-masing sistem ini dilengkapi dengan radar dan sistem kontrol terkait. (thales.com)

Minggu, 19 Januari 2014

Pesawat Casa Diduga Milik TNI Jatuh di Tual

Warga sekitar mendengar suara keras disusul ledakan kuat.

Pesawat Jenis Cassa diduga milik TNI AU jatuh dan meledak di Tual, Maluku, Ahad (19/01/2014).
Pesawat Jenis Cassa diduga milik TNI AU jatuh dan meledak di Tual, Maluku, Ahad (19/01/2014). (VIVAnews/Angkotasan (Ambon)Angkotasan (Ambon))
Pesawat diduga milik TNI jenis Casa dikabarkan jatuh dan meledak di Kota Tual, Provinsi Maluku pada 12.15 WIT, Ahad, 19 Januari 2014. Pesawat nahas itu diduga memuat lima penumpang yang semuanya dikabarkan meninggal dunia.

Seorang saksi mata, Ruslan, menuturkan lokasi jatuhnya pesawat itu di belakang Gereja Kompleks Un, Kota Tual. "Lokasi jatuhnya pesawat di belakang Gereja, Kompleks Un, kota Tual," ujar Ruslan kepada VIVAnews.

Ruslan menceritakan, tiba-tiba terdengar suara keras disusul ledakan kuat yang mengagetkan warga. Warga kemudian berbondong-bondong menuju arah suara itu, dan terlihatlah pesawat nahas itu.

Mereka tidak mengetahui dari mana pesawat tersebut berangkat tapi dari jenis pesawatnya diduga milik TNI AU. 

Meski jatuhnya di dekat pemukiman warga, tidak ada warga yang menjadi korban dari insiden itu. "Tidak ada korban dari masyarakat sipil, tapi bunyi ledakan cukup kuat," katanya.

Belum ada konfirmasi dari otoritas berwenang ihwal insiden itu. Saat ini lokasi itu dipadati warga yang penasaran melihatnya.
 

Australia, Harga Sebuah Kata Maaf

Hubungan bilateral Indonesia- Australia yang merenggang selama tiga bulan terakhir ini semakin terasa panas dengan sikap arogansi negeri eropa yang terdampar di benua selatan itu.  Australia telah melanggar batas perairan Indonesia tanggal 6 Januari 2014 ketika mengusir manusia perahu yang hendak “berkunjung tetap” ke negeri kanguru itu.  Kapal angkatan laut mereka telah masuk sampai 7 mil dari batas garis pantai pulau Rote NTT ketika mendepak pencari suaka sekalian menghina TNI yang dikatakan tak sanggup menjaga wilayahnya sendiri.
Perlakuan Australia yang bergaya cowboy termasuk menyiksa manusia perahu yang memang sudah tersiksa dinegeri asalnya, dinilai sangat keterlaluan.  Dunia yang memberi penilaian itu. PBB bahkan sudah memperingatkan Australia akan konsekuensi hukum internasional atas perlakuan tidak manusiawi dan mengabaikan keselamatan pengungsi politik itu yang hendak mencari kehidupan baru di negeri selatan itu. Australia akhirnya dipermalukan sendiri oleh tindakan semena-mena aparat militernya yang justru menampar wajah diplomatiknya di dunia internasional.
Jangan dikira Indonesia tidak siap
Permintaan maaf tanpa syarat Australia ke Indonesia atas pelanggaran teritori perairan Indonesia tanggal 17 Januari 2014 sejatinya disebabkan oleh ketakutan Australia akan tuntutan hukum internasional yang diajukan Indonesia.  Australia jelas melanggar konvensi hukum laut internasional karena oleh sebuah sebab non navigasi seenaknya saja mengacak-acak teritori perairan Indonesia untuk mengembalikan manusia perahu yang datang dari wilayah Indonesia.  Belum lagi menyiksa beberapa pengungsi yang sudah tersiram gelombang laut dan terombang-ambing.  Jelas-jelas melanggar HAM.
TNI AL sudah mengirimkan sejumlah KRI ke wilayah depan Darwin dan melakukan patroli lebih ketat. Satu fregat telah disiagakan di Kupang.  Lantamal Kupang yang sudah diresmikan beberapa tahun yang lalu selayaknya tersedia minimal 3 Korvet dan 1 Fregat.  Hanya kapal-kapal yang berjenis kelamin seperti ini yang pantas mengawal laut dalam di selatan Indonesia.  Indonesia memiliki puluhan kapal perang striking force mulai dari Ahmad Yani Class, Diponegoro Class, Parchim Class, Fatahillah Class.
Seandainya Tony Abbott Nopember 2013 lalu bisa menurunkan tensi arogansinya dalam etika pergaulan dengan negara kultur timur seperti Indonesia dan minta maaf, rangkaian cerita kalangkabutnya dia menghadapi pengungsi perahu tidak sampai mempermalukan dirinya di mata Internasional.  Untuk urusan sadap menyadap dia gengsi untuk minta maaf padahal jelas nyata.  Tetapi ketika dia terjebak dalam permainan manuver yang sok pamer kekuatan militer lalu seenaknya melanggar wilayah negara lain, muncul ketakutan pada bayangan sendiri lalu minta maaf tanpa syarat kepada Indonesia. 
Coba kalau dulu minta maaf.....
Di satu sisi Australia sangat mahal untuk meminta maaf demi gengsi bertetangga tetapi ketika dunia internasional mulai menuding  dan mencela perilaku aparat militernya, buru-buru minta maaf. Ironinya lagi pada tanggal yang sama 17 Januari 2014 Australia juga membatalkan keikutsertaannya dalam latihan angkatan laut gabungan dengan 17 negara lain yang disebut Naval Exercise Komodo dimana Indonesia menjadi tuan rumah.  Latihan 18 negara itu mengambil area di perairan Natuna dan Laut Cina Selatan yang akan berlangsung Maret sd April tahun ini.
Pelajaran dari semua keangkuhan dan gaya ambigu Australia ini adalah dengan memperkuat terus menerus angkatan laut dan udara RI.  Kita bersetuju dengan adanya penambahan kapal selam Kilo dan pengadaan jet tempur Sukhoi SU35.  Untuk laut selatan memang diperlukan kehadiran KRI berkualifikasi korvet dan fregat untuk mengimbangi arogansi militer negeri bule itu.  Diluar pengadaan kapal PKR 10514 yang sedang dibuat di Belanda dan menunggu kehadiran 3 kapal perang “Bung Tomo Class” yang masih didandani di Inggris, kita masih perlu tambahan kapal fregat.  Untuk menjaga laut dalam dan gaya bertetangga negeri selatan atau jiran yang suka mengklaim kita perlu sedikitnya tambahan 6-8 fregat selain yang disebut diatas.
Kita memang harus berhitung cermat dengan Australia.  Kita tetap menjaga hubungan diplomatik yang saling menghargai.  Namun kalau tetangga tetap bergaya arogan, suka mendikte kita pun perlu tunjukkan nilai kita di depan dia.  Nilai itu adalah tetap menjaga sapa dan santun tapi juga acuh.  Ketika keacuhan itu baru berlangsung 3 bulan, ternyata kawan di sebelah selatan itu kalangkabut juga sebab teman pintu asianya tutup pintu dan hanya membuka jendela. 
Lalu yang jadi sasaran amuknya ya si pengungsi tadi, lalu masuk halaman rumah orang lain untuk memancing kemarahan. Tapi yang punya halaman tak terpancing karena ini bagian dari ritme kecerdasan diplomatik.  Akhirnya dunia yang mencibirnya, PBB mengancamnya, mukanya tertampar, sakitnya tak seberapa tapi malunya ini.  Itulah harga sebuah kata maaf yang tak terucap di awal kisah dan membawa negerinya menjadi terisolasi bersama pengungsi.  Dan kita pun tetap cuek bebek saja, bukankah begitu pak Marty ?