Minggu, 27 Oktober 2013
'Soeharto yang rekomendasikan Untung masuk Tjakrabirawa'
Nama Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Resimen Tjakrabirawa Letnan
Kolonel Untung Sjamsuri dicatat dengan tinta merah dalam sejarah.
Aksinya menculik tujuh jenderal di malam kelam 1 Oktober 1965 dikutuk.
Akibat perbuatan Untung pula kelak Resimen Tjakrabirawa dibubarkan dan Soekarno dipreteli kekuasaannya oleh Jenderal Soeharto .
Tjakrabirawa adalah pasukan elite pengawal presiden dari empat angkatan. Seleksi masuk ke dalam resimen ini cukup berat. Tapi bukan Resimen yang melakukan seleksi ini, melainkan setiap angkatan.
Angkatan Darat memberikan pasukan dari Batalyon 454 Banteng Raiders, Angkatan Laut dari Korps Komando Operasi, Angkatan Udara memberikan Pasukan Gerak Tjepat dan Kepolisian menyerahkan Resimen Pelopor.
Bagaimana Untung bisa masuk ke Tjakrabirawa?
"Untung itu direkomendasikan Soeharto . Dia dekat dengan Soeharto dan juga Yani (Ahmad Yani)," kata Wakil Komandan Batalyon Tjakrabirawa, Kolonel Maulwi Saelan, saat berbincang dengan merdeka.com, di Jakarta, Jumat (27/9).
Versi Saelan, saat itu Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan dari Angkatan Darat kosong karena ditinggal oleh Letkol Ali Ebram yang dipromosikan ke bagian intelijen. Ali Ebram berasal dari pasukan elite Batalyon 454 Banteng Raiders di Semarang, Jawa Tengah. Maka penggantinya pun berasal dari Banteng Raiders. Saat itu Untung menjadi komandan batalyonnya. Saelan mengingat Untung ke Jakarta akhir tahun 1964 atau awal 1965.
Untung yang saat itu berpangkat Mayor bukan tentara sembarangan. Pria kelahiran Kebumen 3 Juli 1926 itu jago perang dengan banyak penghargaan.
Dalam operasi Mandala di Irian Barat, Untung meraih Bintang Sakti. Anugerah tertinggi untuk anggota militer. Prestasi itu hanya bisa disamai oleh Mayor Benny Moerdani dari Resimen Para Komando Angkatan Darat.
Nah, Soekarno dulu sempat kesengsem dengan Benny Moerdani. Tahun 1964, Benny seorang diri melerai tawuran berdarah antara RPKAD dan Tjakrabirawa dari KKO Angkatan Laut. Kabar soal keberanian Benny, sampai pula ke telinga Soekarno . Dia meminta Benny bergabung menjadi Komandan Tjakrabirawa. Tapi rupanya Benny tak minat.
Benny merasa jadi tentara itu harus bertempur, bukan menjadi pengawal. Maka pada Soekarno , Benny mengaku ingin menjadi komandan brigade. Artinya Benny ingin terus berkarir di pasukan, walau berat Soekarno merelakan Benny.
"Bung Karno memang lebih dulu mengenal Benny sehingga lebih dekat. Yang menikahkan Benny dulu juga Bung Karno," kata Saelan.
Karena Benny menolak, akhirnya Untung yang terpilih. Toh, prestasi Untung pun tak kalah dari Benny.
"Untung tentara sejati. Tubuhnya pendek dan berotot. Dia ikut bertempur bersama Yani melawan Permesta di Sumatera dan di Irian bersama Soeharto ," jelas Saelan.
Menurut Saelan, Untung memang pintar bertempur, sayang dia tak pintar politik. Saelan tak menduga kalau tiba-tiba Untung membawa anak buahnya menculik para jenderal. Untung tak pernah banyak bicara. Saelan mengingat hanya dua kali Untung berbicara dengan Soekarno , posisi Untung memang mengamankan ring luar.
"Saat melapor di awal penugasan dan saat Idul Fitri, itu dikumpulkan semua anggota Tjakrabirawa. Itu saja. Tidak benar kalau ada yang bilang Untung pernah melapor soal dewan jenderal pada Bung Karno," beber Saelan.
Betapa terkejutnya Saelan saat mendengar anggota Tjakrabirawa ikut terlibat penculikan para jenderal. Tapi semuanya sudah terlambat. Untung yang pendiam itu telah melangkah terlalu jauh.
Kedekatan Untung dengan Soeharto juga dituliskan oleh Mantan Wakil Perdana Menteri II Soebandrio. Keduanya sama-sama divonis mati dan ditahan di Rumah Tahanan Cimahi, Bandung. Saat itu Untung yakin vonis mati untuknya cuma sandiwara. Dia juga meyakini akan diselamatkan oleh Soeharto .
"Percayalah Pak Ban. Vonis untuk saya itu mungkin hanya sandiwara," kata Untung.
Tapi pertolongan dari sang sahabat tak kunjung datang. Untung ditembak di sebuah desa di Cimahi, akhir Maret 1966.
Justru Soebandrio yang akhirnya tak jadi divonis karena permintaan Ratu Elizabeth. Dulu Soebandrio sempat jadi Dubes RI di London.
Tjakrabirawa adalah pasukan elite pengawal presiden dari empat angkatan. Seleksi masuk ke dalam resimen ini cukup berat. Tapi bukan Resimen yang melakukan seleksi ini, melainkan setiap angkatan.
Angkatan Darat memberikan pasukan dari Batalyon 454 Banteng Raiders, Angkatan Laut dari Korps Komando Operasi, Angkatan Udara memberikan Pasukan Gerak Tjepat dan Kepolisian menyerahkan Resimen Pelopor.
Bagaimana Untung bisa masuk ke Tjakrabirawa?
"Untung itu direkomendasikan Soeharto . Dia dekat dengan Soeharto dan juga Yani (Ahmad Yani)," kata Wakil Komandan Batalyon Tjakrabirawa, Kolonel Maulwi Saelan, saat berbincang dengan merdeka.com, di Jakarta, Jumat (27/9).
Versi Saelan, saat itu Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan dari Angkatan Darat kosong karena ditinggal oleh Letkol Ali Ebram yang dipromosikan ke bagian intelijen. Ali Ebram berasal dari pasukan elite Batalyon 454 Banteng Raiders di Semarang, Jawa Tengah. Maka penggantinya pun berasal dari Banteng Raiders. Saat itu Untung menjadi komandan batalyonnya. Saelan mengingat Untung ke Jakarta akhir tahun 1964 atau awal 1965.
Untung yang saat itu berpangkat Mayor bukan tentara sembarangan. Pria kelahiran Kebumen 3 Juli 1926 itu jago perang dengan banyak penghargaan.
Dalam operasi Mandala di Irian Barat, Untung meraih Bintang Sakti. Anugerah tertinggi untuk anggota militer. Prestasi itu hanya bisa disamai oleh Mayor Benny Moerdani dari Resimen Para Komando Angkatan Darat.
Nah, Soekarno dulu sempat kesengsem dengan Benny Moerdani. Tahun 1964, Benny seorang diri melerai tawuran berdarah antara RPKAD dan Tjakrabirawa dari KKO Angkatan Laut. Kabar soal keberanian Benny, sampai pula ke telinga Soekarno . Dia meminta Benny bergabung menjadi Komandan Tjakrabirawa. Tapi rupanya Benny tak minat.
Benny merasa jadi tentara itu harus bertempur, bukan menjadi pengawal. Maka pada Soekarno , Benny mengaku ingin menjadi komandan brigade. Artinya Benny ingin terus berkarir di pasukan, walau berat Soekarno merelakan Benny.
"Bung Karno memang lebih dulu mengenal Benny sehingga lebih dekat. Yang menikahkan Benny dulu juga Bung Karno," kata Saelan.
Karena Benny menolak, akhirnya Untung yang terpilih. Toh, prestasi Untung pun tak kalah dari Benny.
"Untung tentara sejati. Tubuhnya pendek dan berotot. Dia ikut bertempur bersama Yani melawan Permesta di Sumatera dan di Irian bersama Soeharto ," jelas Saelan.
Menurut Saelan, Untung memang pintar bertempur, sayang dia tak pintar politik. Saelan tak menduga kalau tiba-tiba Untung membawa anak buahnya menculik para jenderal. Untung tak pernah banyak bicara. Saelan mengingat hanya dua kali Untung berbicara dengan Soekarno , posisi Untung memang mengamankan ring luar.
"Saat melapor di awal penugasan dan saat Idul Fitri, itu dikumpulkan semua anggota Tjakrabirawa. Itu saja. Tidak benar kalau ada yang bilang Untung pernah melapor soal dewan jenderal pada Bung Karno," beber Saelan.
Betapa terkejutnya Saelan saat mendengar anggota Tjakrabirawa ikut terlibat penculikan para jenderal. Tapi semuanya sudah terlambat. Untung yang pendiam itu telah melangkah terlalu jauh.
Kedekatan Untung dengan Soeharto juga dituliskan oleh Mantan Wakil Perdana Menteri II Soebandrio. Keduanya sama-sama divonis mati dan ditahan di Rumah Tahanan Cimahi, Bandung. Saat itu Untung yakin vonis mati untuknya cuma sandiwara. Dia juga meyakini akan diselamatkan oleh Soeharto .
"Percayalah Pak Ban. Vonis untuk saya itu mungkin hanya sandiwara," kata Untung.
Tapi pertolongan dari sang sahabat tak kunjung datang. Untung ditembak di sebuah desa di Cimahi, akhir Maret 1966.
Justru Soebandrio yang akhirnya tak jadi divonis karena permintaan Ratu Elizabeth. Dulu Soebandrio sempat jadi Dubes RI di London.
Pola mirip SBY dan Soeharto memupuk ajudan presiden
Pada masa Presiden Soeharto
, jalur promosi paling efektif untuk puncak karier militer maupun
kepolisian adalah ajudan presiden. Posisi ajudan presiden sangat
prestisius pada era Orde Baru.
Sebut misalnya Try Sutrisno yang menjadi Pangab (1988-1993). Puncak karier Try adalah menjadi wakil presiden. Laju yang sama juga dialami Wiranto, ajudan Pak Harto (1989-1993). Kariernya meroket bermula dari Kasdam Jaya, Pangdam Jaya, Pangkostrad, KSAD, dan lima tahun setelah lepas dari ajudan menjadi Panglima ABRI.
Karier cemerlang lainnya juga dialami ajudan Presiden Soeharto seperti Jenderal Polisi Kunarto dan Jenderal Polisi Dibyo Widodo yang menjadi Kapolri. Mantan ajudan lain seperti Hamami Nata, pernah memimpin Polda Metro Jaya sementara Sugiyono menjabat sebagai wakasad.
Mengapa karier ajudan, terutama pada era Pak Harto begitu mudah meroket? Ada beragam analisis tetapi jawaban paling sederhana adalah, semasa mereka menjadi ajudan, Pak Harto bisa langsung menilai loyalitas dan kemampuan mereka.
Analisa ini dibenarkan oleh TB Hasanuddin , mantan ajudan Presiden BJ Habibie. Predikat karier meroket para ajudan Pak Harto, sebenarnya sangat dipengaruhi oleh faktor Pak Harto.
"Meroket itu tergantung atasannya. Kalau atasannya (presiden) masih menjabat ya tentu karier ajudan itu akan memiliki jabatan top," ujar TB Hasanuddin .
Kedekatan emosional itu ditambah dengan masa jabatan presiden yang cukup lama. Dia mencontohkan Presiden Soeharto yang 30 tahun lebih dan SBY yang 10 tahun memunculkan kesempatan bagi mereka mengkader pemimpin.
TB Hasanuddin lantas mencontohkan nasib ajudan-ajudan Presiden dengan masa jabatan pendek yang tak begitu mengkilap. Termasuk dirinya yang pernah jadi ajudan BJ Habibie, dengan karier yang tak bisa meroket.
"Kan Pak Habibie habis itu turun ya mana bisa saya meroket," ujar militer yang kini aktif sebagai politisi di PDIP itu.
Dalam catatan, jarang juga mantan ajudan Presiden Abdurrahman Wahid atau ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri yang menduduki pucuk pimpinan militer atau polisi.
Mantan ajudan Gus Dur, Marsekal Muda TNI Sukirno misalnya, terakhir adalah Wakasau. Mantan ajudan Gus Dur lainnya Komjen Sutarman, posisi terakhirnya kini adalah Kabareskrim. Mantan ajudan Megawati, Budi Gunawan posisi terakhir adalah Kalemdikpol.
Kini, TB Hasanuddin melihat pola pengkaderan ajudan presiden yang juga dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mantan ajudan SBY tercatat punya karier ke depan yang cemerlang. Sebut saja misalnya Muhammad Munir. Kini jabatannya adalah Pangkostrad dengan pangkat Letjen. Terbuka peluang baginya untuk menduduki posisi tertinggi TNI.
Mantan ajudan SBY lainnya yang punya karier cemerlang adalah Bagus Puruhito (ajudan pada periode 2004-2009). Bagus kini berpangkat marsekal muda. Dia pernah menjadi Danlanud Halim, dan kini menjabat Asisten Operasi Kasau. Nama lain adalah Putut Eko Bayuseno yang kini menjabat Kapolda Metro Jaya dan punya peluang sebagai kepala Polri.
"Tradisi Pak SBY itu menerapkan seperti apa yang menjadi tradisi Pak Harto," kata TB Hasanuddin .
Sebut misalnya Try Sutrisno yang menjadi Pangab (1988-1993). Puncak karier Try adalah menjadi wakil presiden. Laju yang sama juga dialami Wiranto, ajudan Pak Harto (1989-1993). Kariernya meroket bermula dari Kasdam Jaya, Pangdam Jaya, Pangkostrad, KSAD, dan lima tahun setelah lepas dari ajudan menjadi Panglima ABRI.
Karier cemerlang lainnya juga dialami ajudan Presiden Soeharto seperti Jenderal Polisi Kunarto dan Jenderal Polisi Dibyo Widodo yang menjadi Kapolri. Mantan ajudan lain seperti Hamami Nata, pernah memimpin Polda Metro Jaya sementara Sugiyono menjabat sebagai wakasad.
Mengapa karier ajudan, terutama pada era Pak Harto begitu mudah meroket? Ada beragam analisis tetapi jawaban paling sederhana adalah, semasa mereka menjadi ajudan, Pak Harto bisa langsung menilai loyalitas dan kemampuan mereka.
Analisa ini dibenarkan oleh TB Hasanuddin , mantan ajudan Presiden BJ Habibie. Predikat karier meroket para ajudan Pak Harto, sebenarnya sangat dipengaruhi oleh faktor Pak Harto.
"Meroket itu tergantung atasannya. Kalau atasannya (presiden) masih menjabat ya tentu karier ajudan itu akan memiliki jabatan top," ujar TB Hasanuddin .
Kedekatan emosional itu ditambah dengan masa jabatan presiden yang cukup lama. Dia mencontohkan Presiden Soeharto yang 30 tahun lebih dan SBY yang 10 tahun memunculkan kesempatan bagi mereka mengkader pemimpin.
TB Hasanuddin lantas mencontohkan nasib ajudan-ajudan Presiden dengan masa jabatan pendek yang tak begitu mengkilap. Termasuk dirinya yang pernah jadi ajudan BJ Habibie, dengan karier yang tak bisa meroket.
"Kan Pak Habibie habis itu turun ya mana bisa saya meroket," ujar militer yang kini aktif sebagai politisi di PDIP itu.
Dalam catatan, jarang juga mantan ajudan Presiden Abdurrahman Wahid atau ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri yang menduduki pucuk pimpinan militer atau polisi.
Mantan ajudan Gus Dur, Marsekal Muda TNI Sukirno misalnya, terakhir adalah Wakasau. Mantan ajudan Gus Dur lainnya Komjen Sutarman, posisi terakhirnya kini adalah Kabareskrim. Mantan ajudan Megawati, Budi Gunawan posisi terakhir adalah Kalemdikpol.
Kini, TB Hasanuddin melihat pola pengkaderan ajudan presiden yang juga dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mantan ajudan SBY tercatat punya karier ke depan yang cemerlang. Sebut saja misalnya Muhammad Munir. Kini jabatannya adalah Pangkostrad dengan pangkat Letjen. Terbuka peluang baginya untuk menduduki posisi tertinggi TNI.
Mantan ajudan SBY lainnya yang punya karier cemerlang adalah Bagus Puruhito (ajudan pada periode 2004-2009). Bagus kini berpangkat marsekal muda. Dia pernah menjadi Danlanud Halim, dan kini menjabat Asisten Operasi Kasau. Nama lain adalah Putut Eko Bayuseno yang kini menjabat Kapolda Metro Jaya dan punya peluang sebagai kepala Polri.
"Tradisi Pak SBY itu menerapkan seperti apa yang menjadi tradisi Pak Harto," kata TB Hasanuddin .
Gandeng Korea dan Eropa, Pindad buat senjata kaliber besar
Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT Pindad, Wahyu Utomo,
mengatakan selama ini pihaknya baru memproduksi senjata berkaliber kecil
yaitu 12,7 mm. Senjata ini sudah banyak digunakan TNI seperti merek
MKV.
"Jadi pengembangan Pindad di amunisi kaliber besar. Kaliber kecil
sekarang masih 12,7 mm. Nanti ada kaliber 105 mm," ucap Wahyu ketika
ditemui di Monas, Jakarta, Jumat (4/10).
Pembuatan senjata dengan lubang laras mencapai 105 mm ini dilakukan
agar TNI tidak selalu mengimpor senjata dari luar negeri. Wahyu berharap
produksi ini bisa memenuhi kebutuhan senjata di dalam negeri.
"Kita tes kemampuan dalam negeri secara bertahap. Kerjasama dengan
Korea dan Eropa. Di bawah itu sesuai yang dipakai TNI. Dari Pindad
mendukung peran TNI kita bikin kaliber besar ini," tutupnya.
Bahan baku pembuatan senjata masih andalkan impor
Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT Pindad, Wahyu Utomo
mengatakan, material yang produksi Indonesia masih belum secanggih
material impor. Material dalam negeri disebut cepat panas jika dibuat
senjata.
"Kemampuan material laras dan senjata masih impor. Sekarang Krakatau
Steel baru mulai mengembangkan," ucap Wahyu ketika ditemui di Monas,
Jakarta, Jumat (4/10).
Saat ini, Wahyu mengakui, perusahaan dalam negeri masih malas
mengembangkan material ini. Kebutuhan investasi yang besar serta pasar
yang sedikit membuat perusahaan berpikir dua kali untuk investasi.
"Terkait dengan ekonomis. Kalau mau investasi duit harus balik dan
investasi cukup mahal. Sekarang kita impor dari Korea," katanya.
Material yang diimpor ternyata juga bukan hanya material senjata
saja. Material pertahanan di Indonesia rata rata masih di impor. Selain
itu, teleskop untuk senjata juga masih harus impor karena tidak ada yang
mengembangkan di Indonesia.
"Material kapal juga masih impor. Teleskop juga masih minim. Mau
ngembangin skala ekonomis repot. Investasi Rp 100 miliar dan dibeli
berapa sih," tutupnya.
Gandeng Turki, Pindad buat Medium Tank
Perusahaan
pelat merah, PT Pindad menggandeng perusahaan Turki untuk membuat
Medium Tank atau produk di bawah Leopard Heavy Tank. Kerja sama ini
tidak murni untuk bisnis, melainkan kerja sama antar pemerintah.
"Tank itu kita sedang buat medium tank. Ternyata jumlah medium tank
dibutuhkan banyak juga. Kita dari dulu sudah mengembangkan tank dari
supply rantai tank dan roda roda nya," ucap Direktur Perencanaan dan
Pengembangan PT Pindad, Wahyu Utomo ketika ditemui di Monas, Jakarta,
Jumat (4/10).
Namun, ada yang disayangkan dari kerja sama dengan Turki. Marketing
Manajer PT Pindad, Sena Maulana tidak segan menyebut perusahaan Turki
yang bekerja sama dengan Pindad dinilai belum ahli dan belum pernah
membuat medium tank.
"Kita desain sendiri tank nya. Mereka (pemerintah RI) dengan Turki
bekerja sama. Masih terjadi penjajakan. ini tidak memiliki kapabilitas
yang kita harapkan. Kita ingin partner lebih jago dri tadi. Tapi ini
pemerintah ke pemerintah," katanya.
Di samping pengembangan medium tank dengan Turki, BUMN persenjataan
ini juga mengembangkan medium tank sendiri dengan nama SBS. Saat ini
baru mengembangkan prototype nya.
"Daripada proyek dengan Turki masih diam, kita kembangkan sendiri
namanya SBS. SBS sudah jalan sekarang. 2014 target sudah mulai bisa
jalan jauh," tutupnya.
Langganan:
Postingan (Atom)