Minggu, 27 Oktober 2013

'Anak muda mungkin bilang Pak Harto lebay di film G 30 S/PKI'

'Anak muda mungkin bilang Pak Harto lebay di film G 30 S/PKI'
Soeharto. rosodaras.wordpress.com

Pengajar Prodi Kajian Budaya dan Media Pascasarjana UGM Yogyakarta Budiawan PhD menilai film "Pengkhianatan G-30-S/PKI" (1984) yang disutradarai Arifin C Noer memang terlalu berlebihan dalam menonjolkan peran Soeharto (almarhum mantan presiden yang akrab disapa Pak Harto).

"Kalau anak muda sekarang mungkin bilang Pak Harto terlalu 'lebay' dalam film itu, karena film yang berdurasi 4 jam 31 menit itu berdimensi tunggal dengan sajian kalah dan menang, sehingga Mbak Nani (Nani Sutojo) menyebut sebagai kenangan tak terucap. Dalam psikologi, kenangan tak terucap itu merupakan trauma," tukas Budiawan dalam bedah memoar bertajuk "Kenangan Tak Terucap: Saya, Ayah, dan Tragedi 1965" karya putri almarhum Mayjen Anumerta Sutojo yang terbunuh dalam Tragedi 1965, Dr Nani Nurrachman Sutojo.

Menurut sejarawan itu, penguasa sering mewujudkan sejarah dalam bentuk monumen, museum, film, buku teks, upacara peringatan, dan bentuk-bentuk yang tidak memberi tempat kepada pengalaman dari korban dan pelaku yang sebenarnya.

"Saya sepakat perlunya rekonsiliasi, tapi rekonsilisasi itu memerlukan upaya mendengar dan mengakomodasi pengakuan dari korban dan pelaku yang sebenarnya, sehingga sejarah tidak dibaca secara politis, melainkan membaca sejarah secara humanis," katanya dikutip antara.

Pandangan yang sama juga dikemukakan pengajar Fakultas Psikologi Ubaya Dr Elly Yuliandari Psi. "Saya kira buku ini wajib dibaca oleh pelajar, mahasiswa, dan bangsa ini, karena Bu Nani menyikapi trauma dengan dua cara yakni memaafkan tanpa melupakan dan menyosialisasikan perlunya rekonsiliasi. Itu luar biasa," paparnya.

Sementara itu, Nani Nurrachman Sutojo menegaskan bahwa tragedi penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan enam jenderal yang dipimpin Komandan Batalyon Cakrabhirawa merupakan fakta sejarah yang bersifat sepihak.

"Kita perlu dan butuh untuk menyajikan kembali masa lalu sebagaimana sejatinya dialami oleh para korban dan pelaku, dan bukan berdasarkan persepsi dan evaluasi sepihak, siapapun pihak tersebut," katanya dalam bedah buku karyanya di Gedung Serbaguna Fakultas Hukum (FH) Universitas Surabaya (Ubaya), Jumat.

Dalam bedah memoar bertajuk "Kenangan Tak Terucap: Saya, Ayah, dan Tragedi 1965" yang juga menampilkan Budiawan PhD (sejarawan, pengajar Prodi Kajian Budaya dan Media Pascasarjana UGM Yogyakarta) dan Dr Elly Yuliandari Psi (pengajar Fakultas Psikologi Ubaya), ia mengatakan penyajian masalah lalu perlu narasi secara intelektual.

"Narasi ulang sejarah sejak Tragedi 1965 hingga kini yang ditulis tidak dengan emosional itu harus merupakan jawaban atas pertanyaan yang hingga kini masih menggema dalam pikiran saya, yakni dalam bentuk apa masa lampau akan kita serahterimakan kepada masa depan?" tuturnya.

Penulis memoar yang juga pengajar Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta itu menunjuk kemampuan pemimpin bangsa ini yang mampu menjadi mediator dalam memfasilitasi penyelesaian konflik yang terjadi pada bangsa lain, bahkan dapat berdamai dengan "tetangga" Timor Leste, tetapi tak kunjung selesai dengan Tragedi 1965.

"Setiap usaha untuk mengkonstruksi kebenaran tunggal mengenai sejarah akan menyebabkan kita terjerembab dalam permainan klaim kekuasaan yang memosisikan sebagai 'pemenang' dan pihak lain sebagai pihak yang 'kalah'. Dikotomi yang justru mengaburkan sejarah itu sendiri," ujarnya.

Dalam bukunya itu, Nani Sutojo bukan hanya menyinggung tentang sejarah masa lalu yang perlu "diluruskan" dengan narasi baru, tetapi juga menawarkan penyembuhan bagi luka dan trauma dalam sejarah bangsa ini dengan "memaafkan tanpa melupakan" sebagai upaya rekonsiliasi, karena manusia tidak bisa hidup tanpa adanya manusia lain.

'Soeharto yang rekomendasikan Untung masuk Tjakrabirawa'

'Soeharto yang rekomendasikan Untung masuk Tjakrabirawa'
Letkol Untung. wikipedia.org

Nama Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Resimen Tjakrabirawa Letnan Kolonel Untung Sjamsuri dicatat dengan tinta merah dalam sejarah. Aksinya menculik tujuh jenderal di malam kelam 1 Oktober 1965 dikutuk. Akibat perbuatan Untung pula kelak Resimen Tjakrabirawa dibubarkan dan Soekarno dipreteli kekuasaannya oleh Jenderal Soeharto .

Tjakrabirawa adalah pasukan elite pengawal presiden dari empat angkatan. Seleksi masuk ke dalam resimen ini cukup berat. Tapi bukan Resimen yang melakukan seleksi ini, melainkan setiap angkatan.

Angkatan Darat memberikan pasukan dari Batalyon 454 Banteng Raiders, Angkatan Laut dari Korps Komando Operasi, Angkatan Udara memberikan Pasukan Gerak Tjepat dan Kepolisian menyerahkan Resimen Pelopor.

Bagaimana Untung bisa masuk ke Tjakrabirawa?

"Untung itu direkomendasikan Soeharto . Dia dekat dengan Soeharto dan juga Yani (Ahmad Yani)," kata Wakil Komandan Batalyon Tjakrabirawa, Kolonel Maulwi Saelan, saat berbincang dengan merdeka.com, di Jakarta, Jumat (27/9).

Versi Saelan, saat itu Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan dari Angkatan Darat kosong karena ditinggal oleh Letkol Ali Ebram yang dipromosikan ke bagian intelijen. Ali Ebram berasal dari pasukan elite Batalyon 454 Banteng Raiders di Semarang, Jawa Tengah. Maka penggantinya pun berasal dari Banteng Raiders. Saat itu Untung menjadi komandan batalyonnya. Saelan mengingat Untung ke Jakarta akhir tahun 1964 atau awal 1965.

Untung yang saat itu berpangkat Mayor bukan tentara sembarangan. Pria kelahiran Kebumen 3 Juli 1926 itu jago perang dengan banyak penghargaan.

Dalam operasi Mandala di Irian Barat, Untung meraih Bintang Sakti. Anugerah tertinggi untuk anggota militer. Prestasi itu hanya bisa disamai oleh Mayor Benny Moerdani dari Resimen Para Komando Angkatan Darat.

Nah, Soekarno dulu sempat kesengsem dengan Benny Moerdani. Tahun 1964, Benny seorang diri melerai tawuran berdarah antara RPKAD dan Tjakrabirawa dari KKO Angkatan Laut. Kabar soal keberanian Benny, sampai pula ke telinga Soekarno . Dia meminta Benny bergabung menjadi Komandan Tjakrabirawa. Tapi rupanya Benny tak minat.

Benny merasa jadi tentara itu harus bertempur, bukan menjadi pengawal. Maka pada Soekarno , Benny mengaku ingin menjadi komandan brigade. Artinya Benny ingin terus berkarir di pasukan, walau berat Soekarno merelakan Benny.

"Bung Karno memang lebih dulu mengenal Benny sehingga lebih dekat. Yang menikahkan Benny dulu juga Bung Karno," kata Saelan.

Karena Benny menolak, akhirnya Untung yang terpilih. Toh, prestasi Untung pun tak kalah dari Benny.

"Untung tentara sejati. Tubuhnya pendek dan berotot. Dia ikut bertempur bersama Yani melawan Permesta di Sumatera dan di Irian bersama Soeharto ," jelas Saelan.

Menurut Saelan, Untung memang pintar bertempur, sayang dia tak pintar politik. Saelan tak menduga kalau tiba-tiba Untung membawa anak buahnya menculik para jenderal. Untung tak pernah banyak bicara. Saelan mengingat hanya dua kali Untung berbicara dengan Soekarno , posisi Untung memang mengamankan ring luar.

"Saat melapor di awal penugasan dan saat Idul Fitri, itu dikumpulkan semua anggota Tjakrabirawa. Itu saja. Tidak benar kalau ada yang bilang Untung pernah melapor soal dewan jenderal pada Bung Karno," beber Saelan.

Betapa terkejutnya Saelan saat mendengar anggota Tjakrabirawa ikut terlibat penculikan para jenderal. Tapi semuanya sudah terlambat. Untung yang pendiam itu telah melangkah terlalu jauh.

Kedekatan Untung dengan Soeharto juga dituliskan oleh Mantan Wakil Perdana Menteri II Soebandrio. Keduanya sama-sama divonis mati dan ditahan di Rumah Tahanan Cimahi, Bandung. Saat itu Untung yakin vonis mati untuknya cuma sandiwara. Dia juga meyakini akan diselamatkan oleh Soeharto .

"Percayalah Pak Ban. Vonis untuk saya itu mungkin hanya sandiwara," kata Untung.

Tapi pertolongan dari sang sahabat tak kunjung datang. Untung ditembak di sebuah desa di Cimahi, akhir Maret 1966.

Justru Soebandrio yang akhirnya tak jadi divonis karena permintaan Ratu Elizabeth. Dulu Soebandrio sempat jadi Dubes RI di London.

Pola mirip SBY dan Soeharto memupuk ajudan presiden

Pola mirip SBY dan Soeharto memupuk ajudan presiden
Soeharto-SBY tanda tangan. ©2013 Merdeka.com

Pada masa Presiden Soeharto , jalur promosi paling efektif untuk puncak karier militer maupun kepolisian adalah ajudan presiden. Posisi ajudan presiden sangat prestisius pada era Orde Baru.

Sebut misalnya Try Sutrisno yang menjadi Pangab (1988-1993). Puncak karier Try adalah menjadi wakil presiden. Laju yang sama juga dialami Wiranto, ajudan Pak Harto (1989-1993). Kariernya meroket bermula dari Kasdam Jaya, Pangdam Jaya, Pangkostrad, KSAD, dan lima tahun setelah lepas dari ajudan menjadi Panglima ABRI.

Karier cemerlang lainnya juga dialami ajudan Presiden Soeharto seperti Jenderal Polisi Kunarto dan Jenderal Polisi Dibyo Widodo yang menjadi Kapolri. Mantan ajudan lain seperti Hamami Nata, pernah memimpin Polda Metro Jaya sementara Sugiyono menjabat sebagai wakasad.

Mengapa karier ajudan, terutama pada era Pak Harto begitu mudah meroket? Ada beragam analisis tetapi jawaban paling sederhana adalah, semasa mereka menjadi ajudan, Pak Harto bisa langsung menilai loyalitas dan kemampuan mereka.

Analisa ini dibenarkan oleh TB Hasanuddin , mantan ajudan Presiden BJ Habibie. Predikat karier meroket para ajudan Pak Harto, sebenarnya sangat dipengaruhi oleh faktor Pak Harto.

"Meroket itu tergantung atasannya. Kalau atasannya (presiden) masih menjabat ya tentu karier ajudan itu akan memiliki jabatan top," ujar TB Hasanuddin .

Kedekatan emosional itu ditambah dengan masa jabatan presiden yang cukup lama. Dia mencontohkan Presiden Soeharto yang 30 tahun lebih dan SBY yang 10 tahun memunculkan kesempatan bagi mereka mengkader pemimpin.

TB Hasanuddin lantas mencontohkan nasib ajudan-ajudan Presiden dengan masa jabatan pendek yang tak begitu mengkilap. Termasuk dirinya yang pernah jadi ajudan BJ Habibie, dengan karier yang tak bisa meroket.

"Kan Pak Habibie habis itu turun ya mana bisa saya meroket," ujar militer yang kini aktif sebagai politisi di PDIP itu.

Dalam catatan, jarang juga mantan ajudan Presiden Abdurrahman Wahid atau ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri yang menduduki pucuk pimpinan militer atau polisi.

Mantan ajudan Gus Dur, Marsekal Muda TNI Sukirno misalnya, terakhir adalah Wakasau. Mantan ajudan Gus Dur lainnya Komjen Sutarman, posisi terakhirnya kini adalah Kabareskrim. Mantan ajudan Megawati, Budi Gunawan posisi terakhir adalah Kalemdikpol.

Kini, TB Hasanuddin melihat pola pengkaderan ajudan presiden yang juga dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mantan ajudan SBY tercatat punya karier ke depan yang cemerlang. Sebut saja misalnya Muhammad Munir. Kini jabatannya adalah Pangkostrad dengan pangkat Letjen. Terbuka peluang baginya untuk menduduki posisi tertinggi TNI.

Mantan ajudan SBY lainnya yang punya karier cemerlang adalah Bagus Puruhito (ajudan pada periode 2004-2009). Bagus kini berpangkat marsekal muda. Dia pernah menjadi Danlanud Halim, dan kini menjabat Asisten Operasi Kasau. Nama lain adalah Putut Eko Bayuseno yang kini menjabat Kapolda Metro Jaya dan punya peluang sebagai kepala Polri.

"Tradisi Pak SBY itu menerapkan seperti apa yang menjadi tradisi Pak Harto," kata TB Hasanuddin .

Gandeng Korea dan Eropa, Pindad buat senjata kaliber besar

Gandeng Korea dan Eropa, Pindad buat senjata kaliber besar
Senjata Pindad. ©2013 Merdeka.com

Perusahaan pelat merah, PT Pindad saat ini sedang mengembangkan senjata kaliber besar di atas 20 mm bersama Eropa dan Korea. Senjata kaliber besar yang sedang dibuat ini mencapai 105 mm.
Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT Pindad, Wahyu Utomo, mengatakan selama ini pihaknya baru memproduksi senjata berkaliber kecil yaitu 12,7 mm. Senjata ini sudah banyak digunakan TNI seperti merek MKV.
"Jadi pengembangan Pindad di amunisi kaliber besar. Kaliber kecil sekarang masih 12,7 mm. Nanti ada kaliber 105 mm," ucap Wahyu ketika ditemui di Monas, Jakarta, Jumat (4/10).
Pembuatan senjata dengan lubang laras mencapai 105 mm ini dilakukan agar TNI tidak selalu mengimpor senjata dari luar negeri. Wahyu berharap produksi ini bisa memenuhi kebutuhan senjata di dalam negeri.
"Kita tes kemampuan dalam negeri secara bertahap. Kerjasama dengan Korea dan Eropa. Di bawah itu sesuai yang dipakai TNI. Dari Pindad mendukung peran TNI kita bikin kaliber besar ini," tutupnya.

Bahan baku pembuatan senjata masih andalkan impor

Bahan baku pembuatan senjata masih andalkan impor
Senjata Pindad. ©2013 Merdeka.com

PT Pindad membuktikan bahwa Indonesia sudah bisa memproduksi atau merakit senjata untuk tentara. Namun ternyata material pembuat senjata, semisal baja, masih harus diimpor dari Korea.
Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT Pindad, Wahyu Utomo mengatakan, material yang produksi Indonesia masih belum secanggih material impor. Material dalam negeri disebut cepat panas jika dibuat senjata.
"Kemampuan material laras dan senjata masih impor. Sekarang Krakatau Steel baru mulai mengembangkan," ucap Wahyu ketika ditemui di Monas, Jakarta, Jumat (4/10).
Saat ini, Wahyu mengakui, perusahaan dalam negeri masih malas mengembangkan material ini. Kebutuhan investasi yang besar serta pasar yang sedikit membuat perusahaan berpikir dua kali untuk investasi.
"Terkait dengan ekonomis. Kalau mau investasi duit harus balik dan investasi cukup mahal. Sekarang kita impor dari Korea," katanya.
Material yang diimpor ternyata juga bukan hanya material senjata saja. Material pertahanan di Indonesia rata rata masih di impor. Selain itu, teleskop untuk senjata juga masih harus impor karena tidak ada yang mengembangkan di Indonesia.
"Material kapal juga masih impor. Teleskop juga masih minim. Mau ngembangin skala ekonomis repot. Investasi Rp 100 miliar dan dibeli berapa sih," tutupnya.

Merdeka. 

Gandeng Turki, Pindad buat Medium Tank

Gandeng Turki, Pindad buat Medium Tank
Gladi Bersih TNI. ©2012 Merdeka.com/imam buhori

Perusahaan pelat merah, PT Pindad menggandeng perusahaan Turki untuk membuat Medium Tank atau produk di bawah Leopard Heavy Tank. Kerja sama ini tidak murni untuk bisnis, melainkan kerja sama antar pemerintah.
"Tank itu kita sedang buat medium tank. Ternyata jumlah medium tank dibutuhkan banyak juga. Kita dari dulu sudah mengembangkan tank dari supply rantai tank dan roda roda nya," ucap Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT Pindad, Wahyu Utomo ketika ditemui di Monas, Jakarta, Jumat (4/10).
Namun, ada yang disayangkan dari kerja sama dengan Turki. Marketing Manajer PT Pindad, Sena Maulana tidak segan menyebut perusahaan Turki yang bekerja sama dengan Pindad dinilai belum ahli dan belum pernah membuat medium tank.
"Kita desain sendiri tank nya. Mereka (pemerintah RI) dengan Turki bekerja sama. Masih terjadi penjajakan. ini tidak memiliki kapabilitas yang kita harapkan. Kita ingin partner lebih jago dri tadi. Tapi ini pemerintah ke pemerintah," katanya.
Di samping pengembangan medium tank dengan Turki, BUMN persenjataan ini juga mengembangkan medium tank sendiri dengan nama SBS. Saat ini baru mengembangkan prototype nya.
"Daripada proyek dengan Turki masih diam, kita kembangkan sendiri namanya SBS. SBS sudah jalan sekarang. 2014 target sudah mulai bisa jalan jauh," tutupnya.

Pasukan elite TNI tidak kalah dengan Navy Seals

Pasukan elite TNI tidak kalah dengan Navy Seals
pasukan elite RI. ©2013 Merdeka.com

Kemampuan pasukan elite TNI mendapat pengakuan dunia. Sesuai namanya, pasukan ini dipilih dari anggota pasukan terbaik. Dilatih keras dan dipersenjatai dengan peralatan terbaik.

Indonesia memiliki pasukan elite di setiap kesatuan, misalnya Angkatan Darat (AD) memiliki Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Angkatan Udara (AU) memiliki Paskhas dan Angkatan Laut (AL) memiliki pasukan katak dan marinir.

Baru-baru ini lembaga analisa peringkat militer globalfirepower.com menaikkan peringkat militer Indonesia. Bila sebelumnya peringkat militer Indonesia di posisi 18, kini naik di posisi 15.

Untuk kemampuan individu personel, militer Indonesia memang tidak kalah dibanding kemampuan militer negeri lain. Buktinya, beberapa prestasi sempat disandang oleh pasukan elite TNI. Contohnya adalah prestasi Kopassus.

Kehebatan yang dimilikinya Kopassus membuatnya disegani militer negara lain. Bahkan, sejumlah negara di dunia meminta Kopassus untuk melatih pasukan militernya, seperti negara-negara di Afrika Utara dan Kamboja.

Bahkan konon, 80 Persen pelatih militer di negara-negara Afrika Utara diketahui menggunakan pelatih militer dari Kopassus. Para perwira komando juga ditugaskan untuk melatih pasukan militer yang dimiliki negara-negara di benua hitam itu.

Soal kemampuan anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menjamin pasukan elite RI tak kalah dengan Navy Seals yang sedang naik daun gara-gara menembak mati Osama bin Laden.

"Pasukan elite kita tidak kalah. Tidak hanya soal kemampuan personel. Soal persenjataan, Kopassus pun sama baiknya dengan pasukan dari luar negeri," kata TB Hasanuddin kepada merdeka.com, Minggu (2/9).

Namun selain kemampuan tempur, Kopassus diminta memperbaiki profesionalisme dan disiplin. TB Hasanuddin berharap kasus Cebongan tak terulang kembali.

Pensiunan jenderal bintang dua ini juga menambahkan tak mudah membina pasukan khusus. Selain latihan terus menerus, mereka juga harus diberi penugasan. Latihan tanpa penugasan akan membuat prajurit jenuh. Tenaga dan kemampuan prajurit harus disalurkan untuk operasi sehingga tak menjadi hal-hal negatif.

"Kenapa tak dilibatkan saja dalam operasi counter teroris. Menurut saya mereka punya kemampuan untuk melakukan operasi penyergapan. Untuk melacak pun mereka punya sandi yudha. Ini bisa digunakan agar prajurit tak hanya jenuh latihan," katanya.

Sementara itu Markas Besar TNI menjelaskan selain kemampuan individu, sebenarnya ada hal lain yang mempengaruhi pamor militer Indonesia. Apa itu?

Menurut Kapuspen TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul , prestasi TNI terakhir ini menonjol dalam bentuk pengabdian kepada negara. Misalnya, tentara sudah tidak berpolitik praktis, TNI netral, TNI beberapa kali bekerja sama dengan negara tetangga, terutama latihan bersama.

"TNI bekerja sama dengan negara tetangga begitu baik, meningkatkan latihan bersama terutama untuk pendidikan penanganan bencana. TNI juga tetap konsisten meningkatkan alutsista," terangnya kepada merdeka.com, Jumat (1/9).

Selain itu, tak kalah penting adalah hubungan baik antara TNI dengan parlemen. Misalnya soal manajemen waktu dan target pengadaan alutsista. Semua program TNI didukung dengan baik oleh parlemen, sehingga pengadaan alutsista bisa dipenuhi sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

Untuk penanganan bencana, walau pasukan elite, pasukan Kopassus, Marinir atau Paskhas jadi yang terdepan. Mereka terjun mulai dari evakuasi korban Merapi, pencarian korban Sukhoi di Gunung Salak, hingga ikut memadamkan kebakaran hutan. Pasukan elite RI pun tak ragu terjun ke Ciliwung membersihkan sungai. Atau membangun WC umum di kelurahan bersama warga.

Ini adalah sebuah nilai plus. Tak semua pasukan elite dunia punya kemampuan ini.