Minggu, 20 Oktober 2013

Merah Putih di Puncak Cartenz



 Kapolda Papua, Irjen Pol Tito Carnavian didampingi istri bersama TNI, masyarakat dan karyawan PT Freeport Indonesia mengibarkan Bendera Merah Putih di Puncak Cartenz, Rabu 14 Agustus.

TIMIKA - Inilah momen langka memperingati detik-detik Proklamasi. Untuk pertama kalinya, Kepolisian Daerah Papua mengibarkan Bendera Merah Putih di Puncak Tertinggi di Indonesia, Puncak Cartenz, Distrik Tembagapura, Mimika, Papua. Puncak ketinggiannya mencapai 4.884 meter di atas permukaan laut.
Upacara bendera dipimpin langsung oleh Kapolda Papua, Irjen Pol Tito Carnavian didampingi Kapolres Mimika, AKBP Jermias Rontini, SIK MSi bersama jajaran TNI dan Polri, PT. Adventure Cartenz, karyawan PT. Freeport Indonesia dan warga Papua, Rabu (14/8).
“Kita bangga Indonesia mempunyai salju seperti ini,” ujar Kapolda Papua  Irjen  Pol Tito Karnavian usai memimpin upacara pengibaran bendera dalam rangka memperingati detik-detik Proklamasi  Kemerdekaan RI  ke-68, 17 Agustus 2013  di Puncak Cartenz.
Menurutnya,  melihat dan menginjakkan kaki di kawasan pegunungan  Puncak Cartenz, yang tertutup salju abadi adalah pengalaman sekali seumur hidup yang tak boleh dilewatkan.  Karena Puncak Cartez  adalah  puncak tertinggi bukan hanya di Indonesia tetapi juga di Asia Tenggara.  
Karena hanya dijumpai di Papua dan tempat yang sangat unik di Indonesia dikatakan Kapolda, Polda Papua melaksanakan peringatan  HUT RI dengan mengibarkan Bendera Merah Putih  bersama TNI  dan  warga masyarakat  serta karyawan  PT Freeport Indonesia, untuk menunjukkan kebersamaan dan tentu menunjukkan juga bahwa Papua merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,  khususnya di tempat yang sangat bersejarah dan sangat langka ini.
Hal ini juga sambung Kapolda membawa satu kebanggaan tersendiri secara pribadi dan umumnya Polda Papua serta masyarakat Papua umumnya. Karena selama bertugas di Papua untuk pertama kali melakukan  pengibaran bendera di Puncak Cartenz.
“Saya pribadi ke depan akan menjadikan ini sebagai kenangan seumur hidup dan pribadi serta kebanggaan Polda Papua,  dan pihak PT. Adventure Cartenz,” jelas Kapolda.  
Dikatakan Kapolda, alasan memilih  Puncak  Cartenz sebagai tempat untuk mengibarkan bendera kebangsaan, karena tempat tersebut  merupakan puncak tertinggi bukan hanya di Papua, Indonesia dan bagian dari NKRI namun juga di tingkat dunia.
Kapolda mengharapkan peringatan tersebut juga dilakukan oleh seluruh masyarakat Papua, bukan hanya yang berada di Puncak Cartenz, namun di seluruh Indonesia dan bertekad bersatu padu menjaga keutuhan NKRI.
Puncak Cartenz yang memiliki ketinggian 4.884 meter di atas permukaan air laut, merupakan puncak tertinggi di kawasan Pasifik, sehingga menjadi salah satu di antara tujuh puncak tertinggi di dunia (seven summits).
Pantauan  Radar Timika,  rombongan Kapolda  Papua  didampingi istri, bersama Kapolres Mimika  tiba di Tembagapura  pada Selasa (13/8). Mengingat kondisi cuaca yang kurang bersahabat, sehingga rombongan tidak bisa melanjutkan kegiatan pengibaran bendera yang di rencanakan pada Selasa sehingga baru dilaksanakan pada Rabu pukul 08.00 WIT.
Rombongan dari Timika menempuh perjalanan sekitar lima jam dari milepost 68 menuju Puncak Cartenz.  Setibanya di kawasan Puncak Cartenz, rombongan hanya bisa melihat salju abadi dari kejauhan.   
Salju abadi berwarna putih bersih di atas bebatuan yang terjal tampak begitu jelas, sedangkan di kaki bukit terlihat beberapa danau. Ada yang berwarna biru dan hijau. Cuaca dingin yang menyelimuti lokasi tersebut mengurungkan niat rombongan yang masih ingin menikmati mentari bersinar.
Yang unik juga, terlihat ketika para masyarakat Papua yang saat itu dengan mengenakan pakaian tradisional menari di tengah cuaca yang dingin.  
Setelah upacara bendera singkat dilakukan, kesempatan tersebut juga dimanfaatkan rombongan untuk mengabadikan momen tersebut denganb kamera digital maupun ponsel masing-masing. Rombongan kemudian kembali ke Tembagapura melalui jalan darat dan kemudian kembali ke Timika.

TNI AU Tempatkan Pesawat Tempur Taktis Super Tucano di Papua

Panglima Komando Operasi TNI Angkatan Udara II (Pangkoopsau II) Marsekal Muda Agus Supriatna, memberikan perhatian khusus kepada Papua yang berada di perbatasan negara. Perhatian tersebut, dengan mendatangkan pesawat tempur taktis ke Papua untuk memperketat penjagaan terhadap pesawat asing yang masuk ke wilayah Papua.

"Kita bersyukur karena pemerintah telah mempercayakan kepada kami, khususnya TNI AU hinga akhirnya bisa membeli pesawat tempur taktis seperti Tucano dari Brazil, yang akan di standby-kan di wilayah Papua," ungkapnya kepada wartawan Kamis (18/10) kemarin.
 

Menurutnya, pesawat tempur yang akan diletakkan di Papua merupakan rencana strategis, mengingat Papua merupakan daerah perbatasan. Dengan adanya pesawat tempur taktis itu, Agus berharap akan bisa memantau keadaan dan situasi di Papua secara keseluruhan. "Itu sangat strategis kalau kita standby-kan di sini nantinya. Namun karena pesawatnya belum lengkap 16 unit, maka memang belum kita gerakkan, namun suatu saat nanti akan kita standby-kan di sini," sambungnya.

Disinggung mengenai pesawat asing yang beberapa kali "mampir" ke wilayah Papua tanpa ijin, Agus membenarkan adanya hal itu. Dan dalam rangka itulah pihaknya akan mendatangkan pesawat tempur taktis tersebut ke Papua. Namun menurut Agus, menyikapi adanya pesawat asing yang masuk ke wilayah RI, pihak TNI AU, khususnya Pangkalan Udara yang ada di Papua, selalu menindak tegas terhadap pesawat asing yang masuk ke wilayah Papua.

"Makanya kita simpan radar di Biak dan di Merauke juga. Radar itu nantinya untuk pengawasan itu, jadi setiap ada pesawat-pesawat yang unschedule (di luar jadwal izin "red) maka kita pasti amankan. Kalau mereka tidak ada ijin, maka kita tidak akan keluarkan pesawat tersebut hingga mereka mengurus perizinannya,"jelasnya.

Bukan hanya itu saja, Marsekal TNI Agus juga mengklaim beberapa kali telah menangkap pesawat yang datang dari Australia maupun PNG ketika berada di Merauke dan beberapa tempat yang ada di Papua. Jika ditemukan benda-benda yang tidak sesuai dengan izin, maka akan disita.

"Jadi kalau ada kamera, video, dan lain sebagainya akan kita ambil. Jangan-jangan mereka ingin mendokumentasikan sesuatu. Pokoknya harus ada izin dahulu. Kalau tidak ada ijin, kita akan rampas, dan mereka harus bertanggungjawab," tegasnya. 

Sabtu, 19 Oktober 2013

Komponen Cadangan Bagian dari Sistem Pertahanan Negara



Banyak orang yang salah persepsi bahwa Komponen Cadangan (Komcad) adalah wajib militer. Meski dilatih secara militer, Komcad bukanlah wajib militer.Tapi, lebih merupakan latihan dasar kemiliteran kepada masyarakat yang terpilih, dengan status tetap warga sipil, untuk selanjutnya diorganisir dalam rangka menjaga kesiap-siagaan bila sewaktu-waktu dibutuhkan bagi kepentingan pertahanan negara Indonesia.

Meski berbeda dengan Korea Selatan, dinegeri ginseng itu seluruh pria diwajibkan secara konstitusi untuk mengikuti wajib militer, umumnya untuk masa dua tahun. Jumlah tentara aktif Korea Selatan menempati urutan keenam terbesar di dunia, dan urutan kedua dalam jumlah Tentara Cadangan, serta sebelas besar dalam urusan anggaran pertahanan. Sedangkan Singapura memberlakukan wajib militer bagi warga dewasanya yang berjumlah sekitar 213.800 orang.Mereka bisa diaktifkan sebagai militer kapan saja, dengan segala fasilitasnya yang memadai. Setiap warga Singapura terdaftar nama dan pangkatnya dan siap berperang, bila negara itu terancam. Total Defense War berlaku di negeri Singa itu.

Bagaimana dengan Indonesia? Negeri tercinta bekas jajahan Belanda ini sedang membahas melalui wakil rakyat di DPR soal RUU Komponen Cadangan yang sudah masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional 2010 silam.RUU itu sempat ditolak Badan Legislasi (Baleg) untuk dibahas DPR, sama seperti RUU Keamanan Nasional, RUU Rahasia Negara, dan RUU Peradilan Militer.Tapi, setelah ada pembicaraan lanjutan,akhirnya RUU tentang Komcad itu diterima DPR untuk dijadikan prolegnas. Meski bukan wajib militer, tapi masih banyak yang menentang RUU Komcad ini.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, mengatakan, pembuatan RUU Komcad tidak ditujukan untuk mewajibkan masyarakat dalam kegiatan bela negara. Namun, untuk membuka kesempatan bagi setiap warga negara yang ingin memiliki keinginan untuk menunaikan haknya untuk berpartisipasi aktif. Karena, menurut UUD 1945,bela negara adalah hak dan kewajiban warga negara. Meski begitu, pemerintah tidak akan mewajibkan warga negara untuk ikut serta.

Kementerian Pertahanan mengungkapkan, saat ini telah terjadi pergeseran persepsi ancaman pertahanan negara sebagai pengaruh dari era globalisasi. Bentuk ancaman negara saat ini tidak lagi hanya didominasi oleh ancaman militer, tapi juga oleh ancaman non militer.Sumber ancaman tidak saja berasal dari luar negeri, tapi juga dari dalam negeri. Aktor ancaman tidak hanya terbatas pada negara, tapi seringkali meliputi organisasi yang independen atau individu. Dengan kata lain, perang jaman sekarang, tidak lagi menggunakan peluru.

Saat ini, perubahan ekskalasi ancaman dan derajat keamanan semakin sulit diprediksi, karena bisa begitu mudah dan cepat berubah dari kondisi aman kepada kondisi darurat, begitu pula sebaliknya.Maka dari itu, RUU Komponen Cadangan harus menjadi prioritas untuk segera diundangkan, karena RUU ini merupakan bagian dari pembangunan sistem pertahanan negara yang bersifat semesta yang harus dipersiapkan sejak dini oleh pemerintah.


Dalam sistem pertahanan yang bersifat kesemestaan, tidak ada satupun lembaga atau komponen bangsa bisa terlepas dari tanggung jawab upaya menyelenggarakan pertahanan negara kecuali dengan Undang - Undang. Kata kunci dalam pengelolaan pertahanan negara menghadapi ancaman dengan kompleksitas yang tinggi adalah sinergitas lintas sektoral yang disiapkan dan dibangun sejak dini.

RUU ini merupakan pondasi atau aturan yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan kesiapsiagaan perang bagi masyarakat sesuai proporsinya, meningkatkan potensi dan kapasitas pertahanan negara, serta menjamin kemampuan perang negara yang mensinergikan kekuatan militer dan nir militer.

Pengelolaan komponen cadangan dapat mengurangi jurang pemisah antara sipil dan militer secara ideologis, dalam konteks membangun kontrol sipil yang efektif terhadap militer. Komponen cadangan juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sarana untuk mendukung proses pembentukan karakter bangsa dalam menghadapi era globalisasi saat ini.Komponen Cadangan merupakan salah satu wadah bagi warga negara yang akan memberikan dharmabaktinya dalam konteks bela negara yang paling keras yang merupakan panggilan sekaligus kehormatan diri sebagai warga negara.

Komponen Cadangan bukan wajib militer yang melatih masyarakat untuk menjadi militer. Tapi lebih merupakan latihan dasar kemiliteran kepada masyarakat yang terpilih, dengan status tetap warga sipil untuk selanjutnya diorganisir dalam rangka menjaga kesiap-siagaan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan bagi kepentingan pertahanan negara.


Seleksi untuk menjadi anggota komponen cadangan mencakup persyaratan umum dan persyaratan kompetensi. Materi pelatihan yang diberikan meliputi peningkatan kesadaran bela negara, latihan dasar kemiliteran, agar memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi dan kemampuan awal bela negara untuk menghadapi berbagai ancaman.

Pendidikan dasar kemiliteran bagi warga negara yang memenuhi persyaratan jangan diartikan sebagai kegiatan militerisme di kalangan masyarakat, namun lebih merupakan salah satu mekanisme untuk membangun dan meningkatkan disiplin, loyalitas, pengabdian, pantang menyerah dan rasa kebersamaan di masyarakat.

Komponen Cadangan adalah sumber daya nasional, serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama. Anggota Komponen Cadangan adalah sumber daya manusia termasuk yang mengawaki sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana, dan prasarana nasional yang disusun dalam satuan Komponen Cadangan.

Komponen Cadangan dibentuk dengan tujuan untuk memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan Tentara Nasional Indonesia sebagai Komponen Utama dalam upaya penyelenggaraan pertahanan negara.Komponen Cadangan merupakan salah satu wadah dan bentuk keikutsertaan warga negara, seluruh sumber daya alam dan sumber daya buatan serta sarana dan prasarana dalam usaha pertahanan negara.

Komponen Cadangan hanya digunakan pada saat latihan dan mobilisasi. Dalam keadaan damai, Komponen Cadangan dibina dan disiapkan sebagai potensi pertahanan.Bentuk Komponen Cadangan, terdiri dari Komponen Cadangan yaitu Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam,Sumber Daya Buatan dan Sarana dan Prasarana Nasional. Komponen cadangan, terdiri dari Komponen Cadangan Matra Darat,Komponen Cadangan Matra Laut, dan Komponen Cadangan Matra Udara.

Komponen Cadangan disusun dalam bentuk satuan tempur yang disesuaikan dengan struktur organisasi angkatan sesuai masing-masing matra.Jumlah atau tingkat kekuatan dan kemampuan Komponen Cadanga ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan kebutuhan pertahanan negara.

Presiden menetapkan kebijakan umum Komponen Cadangan dengan Peraturan Presiden. Kebijakan umum Komponen Cadangan meliputi perencanaan, pembentukan, pembinaan, penganggaran, penggunaan, dan pengakhiran yang diperlukan oleh Komponen Cadangan. Perumusan kebijakan umum dilakukan oleh Menteri. Pelaksanaan kebijakan umum dilakukan oleh Menteri dibantu pemerintah daerah.

Anggota Komponen Cadangan diangkat dari Pegawai Negeri Sipil, pekerja atau buruh yang telah memenuhi persyaratan wajib menjadi Anggota Komponen Cadangan. Mantan prajurit TNI yang telah memenuhi persyaratan dan dipanggil, wajib menjadi Anggota Komponen Cadangan.Untuk menjadi Anggota Komponen Cadangan harus memenuhi persyaratan yakni persyaratan umum, persyaratan kompetensi, dan latihan dasar kemiliteran. Untuk batasan usia, dimulai dari usia 18 tahun keatas, setia kepada NKRI, Pancasila dan UUD 1945.

Calon Anggota Komponen Cadangan yang telah memenuhi persyaratan, kemudian diangkat menjadi anggota Komponen Cadangan, oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk melalui pelantikan dengan mengucapkan sumpah atau janji sesuai agamanya masing-masing. Anggota Komponen Cadangan wajib menjalani masa bakti Komponen Cadangan selama lima tahun, dan setelah masa bakti berakhir secara sukarela dapat diperpanjang paling lama lima tahun pula.

Selama menjalani latihan dasar kemiliteran, anggota Komcad memperoleh hak uang saku, perlengkapan perorangan lapangan, rawatan kesehatan, dan asuransi jiwa, serta selama menjalani dinas aktif, memperoleh hak sebagaimana hak yang diterima oleh anggota TNI.

Sedangkan anggota Komponen Cadangan yang berasal dari unsur Pegawai Negeri Sipil dan pekerja atau buruh, selama menjalani masa bakti atau dalam penugasan sebagai Komponen Cadangan tidak menyebabkan putusnya hubungan kerja dengan instansi atau perusahaan tempatnya bekerja.

Para Pimpinan instansi, pimpinan perusahaan atau pimpinan badan swasta atau pimpinan lembaga pendidikan wajib memberi kesempatan kepada pegawai, pekerja atau buruh atau peserta didik untuk mengikuti dinas atau penugasan sebagai Komponen Cadangan dan wajib untuk tetap memberikan hak-haknya. Selain itu, anggota Komponen Cadangan yang memenuhi persyaratan dapat dianugerahi gelar, tanda jasa, atau tanda kehormatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam keadaan perang anggota Komponen Cadangan setelah dimobilisasi berstatus sebagai kombatan, dan tunduk pada hukum yang berlaku bagi militer. Dalam melaksanakan tugas pertahanan negara mengalami cacat ringan, cacat sedang, cacat berat, gugur, tewas, meninggal dunia atau dinyatakan hilang dalam tugas diberlakukan ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi prajurit TNI. Jadi, intinya komponen cadangan sangat penting untuk sistem pertahanan negara kita. Selain itu, komponen cadangan akan membuat bangsa ini, hidup dengan disiplin dan mampu bersikap tegas.

Wamenhan: Indonesia perlu komponen cadangan



Wakil Menteri Pertahanan Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan Indonesia memerlukan komponen cadangan untuk mengantisipasi ancaman non-militer yang dihadapi bangsa dan negara yang tidak bisa dilawan dengan persenjataan.

"Komponen cadangan sumber daya manusianya adalah warga negara sipil untuk bela negara tapi bukan wajib militer," kata Sjafrie Sjamsoeddin dalam diskusi Yellow Forum for Young Leader (YFYL) bertema "Urgensi Penguatan Sistem Pertahanan Indonesia" di Jakarta, Senin.

Menurut dia, wacana komponen cadangan ini perlu disikapi dengan militansi masyarakat untuk menguatkan nasionalisme.

Ia mencontohkan, bangsa Indonesia saat ini menghadapi ancaman bahaya narkoba serta penetrasi budaya asing yang memberikan dampak negatif.

"Hal ini harus diatasi oleh bangsa Indonesia yang militan. Komponen cadangan ini harus dibaca sebagai kekuatan nasional," katanya.

Ia mencontohkan, Singapura meskipun wilayah geografisnya tidak luas dan jumlah penduduknya tidak banyak, tapi menjadi kuat karena memiliki komponen cadangan yang banyak.

Untuk menjadi komponen cadangan, menurut dia, masyarakat Indonesia yang militan perlu diberikan pendidikan untuk kuatkan ketahanan nasional.

"Sehingga masyarakat yang menjadi komponen cadangan memiliki kemampuan bela negara," katanya.

Sjafrie menjelaskan, Kementerian Pertahanan saat ini sedang menyusun draf Rancangan Undang-Undang tentang Komponen Cadangan,

Hal ini, kata dia, masih menjadi wacana karena terkendala pada anggaran. "Ini jadi tanggung jawab DPR dan pemerintah untuk mengalokasikan anggarannya," katanya.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI Tantowi Yahya mengatakan keberadaan komponen cadangan di Indonesia adalah sebuah keniscayaan.

Menurut dia, dalam situasi alat utama sistem persenjataan (alusista) yang belum kuat serta wilayah geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, maka adanya komponen cadangan sangat dimungkinkan.

Tantowi mencontohkan, di Singapura menjadi kuat karena meskipun prajurit militer hanya sekitar 500.000 orang, tapi komponen cadangannya mencapai 5.000.000 orang.

"Ngapain" Masuk Menwa?

Perdebatan tentang Resimen Mahasiswa (Menwa) dan militerisme itu masalah klasik. Dua kubu berseberangan telah mengunci pendapat masing-masing dan sulit mendiskusikannya di satu meja. 
Kubu antimiliter, yang merindukan kejayaan masyarakat madani, dan kubu yang merasa tak ada persoalan dengan militerisme. Konsekuensi dari perdebatan lama ini membuat pendapat pembaca didominasi anggota dan mantan Menwa. Bagi yang kontra?
”Perdebatan itu sudah selesai, kami anti-militerisme dengan segala bentuknya. Mereka arogan,” begitu salah satu pendapat yang masuk.
”ABCD” alias ABRI Bukan Cepak Doang, itulah cap lama yang tetap membuat orang cekikikan mendengarnya. Ada juga yang memberi predikat paramiliter Indonesia, atau hansip kampus.
Di internet, perdebatan ini tetap jalan. Namun, tampaknya perdebatan yang ada sekadar ”reuni” dari kasus-kasus lama. Tensinya tak seperti masa reformasi dulu jadi adem-adem saja karena Menwa sekarang berbeda strukturnya.
”Di luar penilaian terhadap ungkapan-ungkapan tuntutan pembubaran Menwa itu obyektif atau tidak harus diakui secara jujur bahwa pembinaan terhadap Menwa perlu dikaji ulang,” kata M Parlin Simanjuntak, mantan Yon Mahajaya Jakarta, yang pernah menjadi Sekretaris Jenderal Ikatan Alumni Resimen Mahasiswa Indonesia dan kini Sekretaris Jenderal Korps Menwa.
Apalagi, dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Tahun 2000. Kini, Menwa berada di bawah pembinaan perguruan tinggi sebagai unit kegiatan mahasiswa (UKM), tidak lagi di bawah pembinaan Kementerian Pertahanan.
”Kompas Kampus” mendapatkan sisi lain dari Menwa, yaitu loyalitas dan semangat korps yang tetap menyala walau mereka sudah mantan anggota. Kepala Pusat Studi Ketahanan Nasional Komando Nasional Yudha Luqisanto pun ikut berkontribusi dengan mengirim e-book berformat PDF soal profil Menwa. Sebuah perhatian yang mungkin tak akan didapatkan jika membahas UKM biasa.
Ya, terlepas dari sorotan soal sifat militerisme yang dibenci sebagian orang, Menwa memiliki struktur pendapat yang pasti dan tak akan berubah soal pentingnya pendidikan kedisiplinan dan bela negara. Setelah mereka lulus dan bekerja, banyak yang mengaku sangat terbantu dengan tradisi di Menwa.
”Kedisiplinan, jelas banget. Di kantor, saya agak keras soal disiplin dan selalu tepat waktu,” kata Mawar Sari Suprayogi, mantan Menwa Yon 3 Universitas Katolik Parahyangan.
”Saya juga taat dengan struktur organisasi di tempat kerja. Kalau melihat mereka yang tak mau ngikutin struktur, kesel juga,” kata Mawar.

UKM khusus
Chairul Dani, mantan Menwa YON-14 Universitas Trisakti, menjelaskan, posisi Menwa kini hanya menjadi UKM, setara dengan UKM lainnya. Hanya saja, Menwa punya sedikit embel-embel, yaitu UKM khusus.
”Ada embel-embel ’khusus’ karena setiap anggotanya harus melalui dan lulus pendidikan dasar militer serta tercatat sebagai komponen pasukan cadangan nasional,” katanya.
Chairul membantah anggapan Menwa adalah perpanjangan tangan militer masuk kampus. ”Sepertinya itu sudah tidak relevan lagi, kini sangat sedikit Menwa yang melakukan koordinasi dengan pihak TNI,” katanya.
”Kalaupun ada, hanya sebatas memenuhi rutinitas jalur komando yang telah ada sejak dulu.
Kegiatan Menwa lebih banyak berinteraksi dengan sivitas akademika, seperti pengamanan tes ujian masuk, pengamanan ospek (orientasi studi dan pengenalan kampus), dan sejenisnya,” ujarnya.
Parlin menggarisbawahi, karena statusnya pendidikan, Menwa tak boleh digunakan dalam bentuk operasional. Korps Alumni Menwa-lah yang seharusnya digunakan untuk kepentingan operasional dalam ruang lingkup Rakyat Terlatih.
”Resimen Mahasiswa harus kembali ke khittah-nya, sebagai Resimen Pendidikan untuk menghasilkan kekuatan Cadangan TNI,” kata Parlin.

Kompas.

Sejarah, Belanda Membentuk Pasukan Khusus Di Papua tahun 1961

Untuk memperkuat posisi dan strategi tempurnya di Irian Barat (Papua), militer Belanda membentuk pasukan tempur yang berasal dari penduduk lokal pada 1961. Pasukan yang disebut Papuan Volunteers Corps (PVC) ini sebenarnya pernah dibentuk Belanda pada masa Perang Dunia II, tapi dibubarkan selepas perang usai.

Pembentukannya kembali dimotori oleh pemimpin kabinet Belanda, Jan de Quay, yang sangat mengutamakan keamanan demi menunjang pertumbuhan ekonomi pasca-perang. Bagi Jan de Quay, Belanda perlu menguasai Papua mengingat sumber daya alamnya yang melimpah.

Jadi, PVC dibentuk lebih karena alasan politik ketimbang militer. Ketika dibentuk, PVC awalnya berkekuatan 200 personel, tapi akhirnya meningkat jadi 660 personel.

Namun, Gubernur Belanda untuk Papua, Plateel, lebih menghendaki jika PVC berkekuatan 300 - 450 personel. Pemerintah Belanda akhirnya mengucurkan dana 8,5 juta Gulden untuk membiayai pembentukan PVC dan memerintahkan komando tertinggi AL Belanda di Papua untuk merahasiakan pembentukannya.

Melalui seleksi terhadap ribuan pendaftar, hanya 200 orang yang lulus dan kemudian mendapat pendidikan militer di Arfai Training Camp, 15 kilometer selatan Manokwari. Untuk mengomandani PVC, dipercayakan pada Letkol WA van Heuvel dari AL Belanda. Dengan persenjataan Mauser, Karaben, dan senapan mesin Uzi.

Di bawah komandonya, PCV dibagi menjadi lima peleton berkekuatan 37 pasukan. Setiap peleton, komandan dan wakilnya adalah personel Belanda.

Namun dalam pertempuran hutan, personel PVC-lah yang membuktikan kemampuannya. Personel PVC bahkan tidak suka dengan ransel besar yang disandangnya karena menimbulkan kesulitan saat bertempur di hutan.

Mereka memilih membawa bekal seadanya dan lebih mencari bahan makanan sendiri di hutan. Karena memiliki pengetahuan hutan ini dan akrab dengan penduduk lokal, PVS kemudian jadi ujung tombak marinir Belanda.

Jumlah total pasukan PVC di Papua hingga tahun 1963 mencapai 450 personel. Tapi sayangnya pasukan ini diharuskan bubar seiring tercapainya perundingan damai Indonesia dan Belanda. Sebagian bergabung dengan TNI, sebagian lainnya memilh jadi warga sipil. Ironisnya, veteran perang Belanda yang pernah bertugas di Papua tidak mau mengakui keberadaan PVC itu.
 
 
 

nationalgeographic.

Kalahkan Amerika, Tentara Vietkong Belajar Dari Buku Nasution

Ada hal yang menarik dari sejarah mengenai peperangan Vietnam. Perang yang terjadi selama kurang lebih 8 tahun ini tercatat sebagai kegagalan terbesar Amerika Serikat dalam menaklukkan sebuah negara.
Bayangkan saja, dengan persenjataan yang lengkap dan suplai materi yang berkesinambungan tidak serta merta membuat negara adidaya ini berhasil menghancurkan tentara Vietkong dan North Vietnam Army (NVA). Sebaliknya , justru AS yang harus kembali pulang ke kampungnya dengan kekalahan.

Menurut catatan, setidaknya ada sekitar 58 ribu tentara AS yang dinyatakan tewas dalam peperangan tersebut. 1.000 tentara dinyatakan hilang dan 150 ribu lainnya terluka.

Dalam peperangan yang berlangsung selama tahun 1965 hingga 1973 ini, tentara AS dibuat kerepotan. Tenaga mereka dikuras, mental mereka diperas, dan dana miliaran dolar pun dibuat amblas.

Yang menarik, salah satu kunci keberhasilan tentara Vietkong dan NVA mempecundangi tentara AS adalah dengan meniru praktik gerilya yang dilakukan oleh TNI semasa perang kemerdekaan Indonesia. Bahkan para komandan Vietkong disebut mempelajari taktik gerilya ini lewat buku yang dikarang oleh mendiang pahlawan revolusi, Jenderal Abdul Haris (AH) Nasution.

Buku yang berjudul 'Pokok-pokok Perang Gerilya' ini dibuat oleh Jenderal AH Nasution setelah berhasil mengatasi Agresi Militer Belanda II tahun 1949. Saat itu, AH Nasution dan Jenderal Sudirman melakukan siasat berperang non frontal. Mereka bertahan di hutan dan pegunungan, mengepung wilayah perkotaan yang dikuasai tentara Belanda.

Siasat inilah yang kemudian dijalankan tentara Vietnam selama bertahun-tahun. Mereka berperang dengan kesabaran. Menyerang patroli-patroli tentara AS, menyerang pos-pos militer, hingga menanam ranjau di hutan. Mental tentara AS benar-benar diuji harus berperang bertahun-tahun dalam hutan. Vietkong sukses mengubah hutan Vietnam menjadi neraka hijau.
 Dalam buku tersebut, AH Nasution menjelaskan secara lengkap mengenai strategi perang gerilya, lengkap dengan berbagai tantangannya. Bahkan konon buku ini pada akhirnya ikut dipelajari oleh Amerika Serikat.
Hal itu diamini oleh Mayjen Purnawirawan Tb Hasanuddin yang ditemui media. "Buku itu mengajarkan inti perang gerilya. Intinya bagaimana yang tidak punya kekuatan, senjata dan lemah menghancurkan kekuatan yang kuat dan memiliki persenjataan lengkap," katanya seperti yang dikutip Merdeka.com.

Pada akhirnya AS menyerah. Dari yang awalnya superior menjadi sangat inferior. Puncaknya terjadi pada tanggal 29 Maret 1973, pasukan terakhir Amerika Serikat meninggalkan Vietnam Selatan. Tak lama kemudian Saigon jatuh ke tangan Tentara Utara. 

Forum Viva.