Jumat, 11 Oktober 2013

Sikap Bela Negara di Generasi Muda, Mulai Meluntur

Jakarta : Negara telah mengamanahkan kewajiban warga negara untuk membela negara. Amanah tersebut tertuang dalam  Pasal 27 ayat 3 UUD 1945. Di pasal itu disebutkan “setiap warganegara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara".
Namun kewajiban bela negara sudah mulai meluntur, khususnya dikalangan anak-anak muda. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pertahanan  Mayjen TNI  Hartind Asrin  mengatakan kesadaran bela negara dikalangan generasi mulai meluntur.
 “Memang terjadi penurunan atau degradasi terhadap bela negara dari generasi muda kita sekarang. Sudah mulai meluntur,” ujar Mayjen TNI  Hartind Asrin, dalam perbincangan bersama Pro3 RRI, Rabu (4/9/2013).
Menurutnya, tantangan untuk anak muda sekarang ini adalah kurang pahamnya akan sejarah bangsa Indonesia. Tonggak sejarah anak muda dimulai tahun 1908 dengan pergerakan anak muda Budi Oetomo yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Perjuangan untuk menghadapi penjajahan Belanda dan Jepang.
Oleh sebab itu, kata Hartind, Kementerian Pertahanan akan terus melakukan sosialisasi pentingya sikap bela negara sebab tugas berat era saat ini adalah bukan mengangkat senjata melainkan serangan non militer seperti serangan bandar narkoba.
Sosialiasi tersebut diantaranya melalui outbond.
“Kita akan terus mensosialisasikan ke daerah tentang bela negara misalnya dalam bentuk outbond, pentingnya meyakini dan memahami ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila,” ujar Mayjen TNI Artin Asrin yang juga merupakan  Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen Hartind Asrin.
RRI 

Warisan Habibie dan Peningkatan Kapabilitas Industri Pertahanan Nasional

Kisah bermula dari dipanggil pulangnya BJ Habibie(selanjutnya disingkat BJH) ke tanah air pertengahan dekade 70-an. Beliau yang saat itu sudah menjabat sebagai Vice President perusahaan pesawat terbang Jerman, MBB, mendapat misi dari pak Harto untuk membangun kemandirian Iptek.

Ide awal dari BJH adalah bagaimana  membangun Iptek bangsa tanpa harus memperlebar celah ketertinggalan Iptek dari negara maju, bahkan untuk semakin memperkecil celah tersebut. Karena jikalau dimulai dengan cara yang konvensional, memulai dengan R&D, maka  kita akan makin jauh tertinggal dengan negara-negara maju yang puluhan tahun lebih dulu R&D di berbagai bidang. Disamping itu, menurut istilah yang digunakan BJH, kemungkinan besar hasil yang kita dapat hanyalah "penemuan kembali roda" yang sudah ditemukan oleh negara-2 maju tersebut puluhan tahun sebelumnya. Disisi lain, beliau juga harus mempertimbangkan aspek kemampuan ekonomi bangsa.

Apapun jalan/cara yg akan dipilih sudah pasti memerlukan biaya ekonomi dan investasi yang besar. Singkatnya beliau mencoba mencari jalan tengah agar biaya dan investasi yang besar itu efektif memberikan penguasaan dan pendalaman Iptek yang dapat bersaing secara internasional dan terwujud dalam masa yang relatif singkat . Akhirnya beliau menimbang cara "radikal" (atau "progresif revolusioner" istilah PKI dulu) yang terbaik adalah dengan "4 tahapan transformasi industri".

Ini adalah jalan pintas paling tepat sesuai situasi dan kondisi bangsa. Jenis teknologi/industri yang dipilih pun harus sesuai dengan permasalahan pembangunan bangsa(problem oriented) dan mampu mengatasi problem-problem tersebut. Uraian berikut disadur dari makalah pidatonya di Bonn, Jerman, tahun 1983 berjudul : "Beberapa Pemikiran tentang Strategi Transformasi Industri Suatu Negara Sedang Berkembang".

Contoh identifikasi problem pembangunan oleh BJH adalah: Indonesia sebagai negara kepulauan. Karenanya industri transportasi darat, laut, udara adalah strategis untuk mengatasi problem mobilitas penduduk dan barang(karena itu PTDI,PT PAL, dan PT INKA termasuk dalam industri strategis).

Kemudian industri telekomunikasi dan elektronika (sekarang ditambah informasi/IT) juga mutlak ada sebagai pemersatu dan sarana komunikasi bangsa(karenanya didirikan PT LEN/INTI).

Kemudian setelah mengkaji problem-problem pembangunan yang lainnya, ditentukanlah jenis-jenis industri strategis yang dianggap sebagai solusi mengatasi problem-problem pembangunan tersebut. Jadi lengkapnya bidang-2 industri yang dianggap strategis saat itu adalah:


  • Industri transportasi laut, udara,dan darat
  • Industri energi
  • Industri enjinering/rekayasa dan desain
  • Industri mesin dan peralatan pertanian
  • Industri pertahanan
  • Industri pekerjaan umum/teknik sipil

Kesemuanya oleh pemerintah di wujudkan dalam beberapa BUMNIS. Dikemudian hari, industri-industri yang termasuk dalam BUMNIS ini digabung dalam satu holding company bernama PT Bahana Prakarya Industri Strategis (PT BPIS) sebagai upaya optimasi aspek bisnis. Tujuan lainnya agar jika masing-masing industri strategis ini sudah punya produk unggulan, maka dapat menjadi partner sejajar dengan konglomerasi-2 perusahaan multinasional (Semacam GE, Siemens, Mitsubishi, dll) yang mencari pasar di Indonesia. Diluar industri-industri strategis, juga dibentuk suatu kawasan otoritas khusus untuk industri manufaktur maju yang akan menyaingi Singapura, yaitu Batam.

Kemudian semua industri-industri strategis tersebut di tetapkan sebagai wahana-wahana transformasi industri untuk penguasaan Iptek dalam 4 tahapan yang sistematis :

  1. Lisensi & progressive manufacturing, Sasarannya pengenalan dan penguasaan teknologi produksi/manufacturing yang maju untuk  satu produk unggulan yang sudah ada di pasaran,Contoh: C-212
  2. Technology integration, Dengan penguasaan teknik produksi yg maju, mencoba mengintegrasikan komponen-komponen teknologi yang sudah ada menjadi produk baru,Contoh: CN-235
  3. Desain& rancang bangun produk baru unggulan, setelah penguasaan integrasi teknologi, mencoba membangun produk yang sama sekali baru secara mandiri,Contoh:N-250.
  4. R&D, setelah mampu membuat satu produk baru, maka melalui litbang di harapkan dapat diciptakan penyempurnaan,inovasi, modifikasi,atau produk yg lebih maju utk meraih dan mempertahankan keunggulan produk di pasaran internasional,contoh N-2130(pada gambar bawah, masih masuk tahap-3 akhir)
 

4 Tahapan Transformasi PTDI
4 Tahapan Transformasi Industri PTDI
(Gambar: http://www.indonesian-aerospace.com/book/c2.htm )


Menyiapkan Infrastruktur R&D


Tidak cukup hanya mendesain strategi transformasi industri untuk percepatan penguasaan Iptek industri, BJH juga mempersiapkan infrastruktur Iptek yang lengkap dan kokoh untuk R&D  pengembangan sains dan teknologi yang lebih umum dan luas dari cakupan industri-industri strategis diatas. Uraian berikut saya sadur dari buku "Iptek Nasional Pasca Habibie" (DR. Nur Mahmudi Ismail, DR. Mulyanto, 2004).

Infrastruktur iptek  tersebut terdiri dari Humanware (SDM iptek),  Orgaware (lembaga-lembaga iptek), Technoware ( Laboratorium-2 dan peralatan iptek ) , Infoware ( Pusat dokumentasi dan jaringan informasi iptek), Cultureware ( Skema program penelitian RUK, RUT, RUSNAS,dll).

Garis besarnya sebagai berikut:
  • Humanware/SDM Iptek : Pemberian beasiswa besar-besaran ke luar negeri pada para pelajar dan mahasiswa berprestasi untuk kemudian    mengabdi pada LPND-LPND dan industri-2 strategis pemerintah. Juga tersedia beasiswa  S2 dan S3 luarnegeri ataupun studi paska doktoral.
  • Orgaware/Lembaga2 Iptek: LIPI bertugas merumuskan dan mengkoordinasikan pembangunan Sains, sedang BPPT dengan fungsi yang sama di bidang Teknologi. BATAN, LAPAN, Bakosurtanal,dll Lembaga Penelitian Non-Departemen (LPND) juga termasuk didalamnya.
  • Technoware : Pemerintah membangun PUSPITEK sebagai pusat laboratorium-2 R&D dari semua divisi-2 yang ada dalam LIPI,BPPT,BATAN,dll. direncanakan juga tadinya akan dibangun technopark didekat PUSPIPTEK-Serpong.
  • Infoware : Membangun pusat dokumentasi R&D Iptek, jaringan info Iptek dan peneliti. utk hal ini di PUSPIPTEK didirikan Pusdok LIPI.
  • Cultureware : Untuk membangun budaya riset yang unggul, maka di perlukan skema-2 kerjasama penelitian dari LPND,  Litbang Industri, Perguruan-2 Tinggi. Sebab itu didirikan Dewan Riset Nasional(DRN) yang melakukan lembaga kordinasi dan evaluasi riset berupa Kebijakan Satu Pintu(KSP) dalam rangka penajaman,efisiensi,koordinasi dan pencegahan duplikasi tema riset serta penggalangan kemitraan riset dari seluruh lembaga riset pemerintah, litbang industri, dan perguruan tinggi. Beberapa skema riset yang kita kenal seperti Riset Unggulan Terpadu(RUT),Riset Unggulan Terpadu Internasional(RUTI), Riset Unggulan Kemitraan(RUK),Riset Unggulan Nasional(RUSNAS),dll.

Disadari bahwa pembangunan SDM Iptek tidak hanya dihasilkan dengan mendidik SDM tersebut dari S1,S2, sampai S3. Tetapi juga melalui pelibatan SDM tersebut dalam proyek nyata (project oriented) atau penggodokan dalam industri. Maka para periset itupun selain melakukan riset di institusinya, juga terkadang dilibatkan dalam proyek-2 yang ada di industri-2 strategis. Jadi memulai tahapan R&D (dari 4 tahapan transformasi industri) tidak harus menunggu sampai tahap ke 3 selesai. Dapat berjalan paralel dari tahap pertama sekalipun,sehingga budaya riset yang unggul diharapkan sudah matang dan mapan saat tahap ke 4 dimulai. Keunggulan lainnya, menghemat waktu alih teknologi jika dibandingkan cara konvensional yang memulai dengan R&D dulu.

Untuk memayungi kegiatan Iptek secara hukum pun telah disahkan UU Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan,dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi(SISNASP3IPTEK). Bahkan sejak 1993 pengembangan Iptek berhasil masuk dalam bidang sendiri di GBHN(Sekarang ini kata-2 Iptek sudah dihapuskan lagi dari GBHN).

BJH juga mendorong terbentuknya Akedemi Ilmu Pengetahuan Indonesia(AIPI) yaitu academy of science-nya Indonesia. Anggotanya terdiri dari ilmuwan-2 pakar terkemuka Indonesia. Harapannya ikut membantu merumuskan dan memantau arah pengembangan ilmu pengetahuan Indonesia. Meskipun akhirnya lembaga ini kurang terdengar gaung dan perannya.


Metoda Lain Transformasi Industri: Studi Kasus Texmaco


Diluar itu, BJH juga merangkul industri swasta nasional yang juga melakukan pendalaman penguasaan Iptek dengan cara yang mereka terapkan sendiri. Contohnya adalah Grup Texmaco, milik pengusaha keturunan India, Marimutu Sinivasan. Texmaco dengan strategi pendalaman industri yang lebih dikenal dengan "pohon industri"  dengan penguasaan teknologi makin lama makin dalam dan bergerak dari hilir ke hulu.

Yang awalnya sebagai industri tekstil,Texmaco mulai membangun industri logam, untuk membuat spare part dari mesin-2 tekstil mereka yang rusak, dalam rangka substitusi impor. Sampai akhirnya Texmaco berani membuat mesin tekstil itu sendiri. Bahkan terus bergerak ke hulu dengan memproduksi mesin-2 yang digunakan dalam pembuatan mesin tekstil itu sendiri, semisal mesin CNC.

Keberhasilan Texmaco membuat mereka percaya diri untuk terjun ke dalam industri otomotif dan heavy machinery dengan mendirikan Texmaco Perkasa Engineering. Texmaco memboyong  peralatan pabrik dari satu negara Eropa Timur(saya lupa nama negaranya) untuk merintis produk otomotif seperti truk merk Perkasa, traktor untuk pertanian, dll. Tak lupa mereka mendirikan industri spare part dan pengecoran logam pula untuk mendukung industri otomotif dan alat beratnya itu, termasuk nantinya engine otomotif dan sistem transmisi/gearbox. Memang teknologi pabriknya teknologi lama, tapi tak membuat produknya ketinggalan jaman. Karena pada akhirnya Texmaco juga akan berniat merintis pembuatan peralatan pabrik otomotif tersebut untuk memodernisasi fasilitas produksinya. Seperti yang pernah di lakukannya pada industri textil Texmaco. Tidak lupa untuk mensuplai pekerja-2 berkeahlian industri,Texmaco mendirikan STT Texmaco. Atas dasar ini semua, BJH memasukkan Texmaco sebagai salah satu industri strategis dari kalangan swasta nasional.

Ini mirip seperti seorang rekan milis ARC yang menyebutkan, Cina memboyong perusahaan mobil Jerman Zundapp ke Cina. Dan lagi, strategi pendalaman industri model Texmaco ini adalah yang lazim diterapkan oleh perusahaan-perusahaan India di negara asalnya.

Hal-2 diatas semua di rintis bertahap dan jelas tapi pasti  oleh BJH selama rentang 30 tahun. Jadi masa itu kita bukan hanya punya program pengembangan Iptek yang jelas arahnya  dan sistematis target dan waktu yang ingin dicapai. Tapi juga telah terbentuk Infrastruktur Iptek yang lengkap dan kokoh. Tinggal dioptimalkan fungsi dan koordinasi yang ada dalam struktur Iptek nasional tersebut.


Nasib Iptek Paska BJH


Setelah terjadinya krismon tahun 1997 dan lengsernya BJH dari dunia politik (dengan ditolaknya LPJ presiden Habibie oleh MPR), maka yang terjadi adalah de-habibienisasi besar-2 an oleh tangan-2 IMF maupun lawan-2 politiknya. Hingga hari ini kita tidak melihat program iptek nasional yang jelas dari pemerintah. Yang ada pelan-2 infrastruktur Iptek yang sudah terbangun kuat mulai melemah. SDM Iptek banyak yang cabut ke luar negeri(baca: brain drain untuk dimanfaatkan negara-2 luar), tak ada lagi program beasiswa pelajar dan mahasiswa untuk regenerasi SDM Iptek,Fasilitas riset dan PUSPIPTEK tidak di up-grade, industri-2 strategis di restrukturisasi IMF(termasuk Texmaco), Kawasan otoritas Batam dihilangkan, BPIS dibubarkan, bidang Iptek dihapus dari GBHN, Menristek suatu waktu pernah dijabat oleh "pengamat politik partisan" yang tak ada latar belakang Iptek sama sekali.

Diakui ada kelemahan-2 dalam 20 tahun lebih masa pengabdian BJH di bidang Iptek. Seperti IPTN yang jadi primadona industri strategis, sehingga industri-2 strategis lainnya tertinggal, bahkan ada yang seperti belum terbina. Seperti industri mesin dan peralatan pertanian. Padahal Indonesia adalah kaya akan komoditas, baik pangan, energi maupun bahan tambang. Kalau ini juga dibina dengan baik, maka Indonesia akan lebih makmur karena berhasil memberikan nilai tambah pada produk-2 ekspor komoditasnya. Kita akan mampu ekspor makanan olahan bukan hanya produk mentah pertanian. Kita juga akan mampu ekspor bermacam logam-jadi, tidak hanya ekspor bijih besi,bijih aluminium, bijih tembaga,dll.

Mungkin karena dana yang dianggarkan terbatas maka BJH memilih satu industri strategis untuk membuktikan pada pak Harto dan rakyat Indonesia bahwa strateginya berhasil. Padahal seharusnya semua industri strategis harus jadi pilot project pengembangan industri-2 swasta sejenis di dalam negeri.

Kekurangan lain yang terlihat adalah remunerasi yang diberikan pada SDM Iptek nasional dirasa masih kurang. Dana riset dan SDM Iptek pun masih sangat kecil dari dulu sampai sekarang. Apabila dibandingkan dengan negara-2 tetangga, mereka bisa menganggarkan riset 1-2 % dari GDP. sedang kita kira-2 0,3% saja dari GDP.

Namun seharusnya kekurangan-2 tersebut tidak menjadikan pemerintahan-2 paska BJH menyia-nyiakan atau malah membumi-hanguskan apa-2 yang telah beliau bangun dan rintis dalam 2 dekade. Karena konsep beliau bukanlah konsep yang gagal, malah terbukti berhasil mencapai level teknologi yang diinginkan dalam waktu relatif singkat. Tapi seharusnya memperbaiki dan menyempurnakan apa-2 yang kurang atau belum ada dalam masa 20 tahun lebih tersebut. Apa yang telah diinvestasikan negara dalam industri-2 strategis tidaklah akan sia-2 jika usaha pengembangan dilanjutkan lagi saat ini. Faktanya utang yang dipunyai PTDI masa restrukturisasi IMF dulu tak lebih dari 1% dari dana bail-out BLBI yang ratusan trilyun rupiah. Dana hutang yang harus ditanggung rakyat oleh pengusaha-2 hitam perbankan  untuk kepentingan pribadi.Apalagi jika dibanding dana-2 yang dikorup tikus-2 koruptor jika digabungkan.

Alih Teknologi dalam Pengadaan Alustsista


Warisan yang ditinggalkan BJH sungguh suatu aset yang sangat berharga sebagai modal pembangunan Iptek ke depannya. Jika negara-2 jiran ingin mengejar kita ,itu tak akan mudah dilakukan hanya dengan menyiapkan SDM-SDM iptek  dalam jumlah besar. Butuh infrastruktur Iptek yang lengkap dan kuat seperti yang sudah kita punya dan juga Strategi penguasaan Iptek yang jelas dan sistematis. Sedang kita sudah punya semua itu, tinggal melanjutkan saja dan akselerasi mengingat ekonomi makro kita makin baik dan stabilitas politik yang kian mapan.


N2130
N-2130
Dalam konteks Industri pertahanan, hal itu bisa dilanjutkan dengan cetak biru rencana pertahanan yang jelas secara jangka panjang, kemudian disinkronkan dengan kemampuan industri strategis nasional untuk menggapai level teknologi yang lebih tinggi. Salah satunya dengan cara Transfer of Technology (ToT)  dalam pembuatan alutsista berteknologi tinggi dan unggul. Hingga suatu saat kita bisa mandiri dengan mengandalkan industri pertahanan dalam negeri dan mempertahankan keunggulan teknologi yang kita kuasai untuk dapat bersaing dengan teknologi-2 alutsista luar negeri. Efek deteren yang didapat akan berlipat ganda ketimbang hanya sebagai pembeli dan pemakai alutsista teknologi canggih paling mutakhir sekalipun.

Itu sebabnya saya pribadi selalu mendukung bila ada pembelian alutsista dengan skema ToT, karena melihat keseriusan pemerintah mengembangkan teknologi sendiri belum terlihat seperti saat sebelum Krismon 1997. Jadi proyek ToT alutsista adalah satu jalan yang lebih realistis untuk sekarang ini.  Sedikit kurang canggih dari yang dipunyai negara tetangga tidak apa-2 (tapi tetap ada efek deteren), asalkan kita tak hanya  mampu membeli tapi mampu membuatnya lagi. Intinya level penguasaan teknologi selalu bertambah.

Namun sekali lagi juga diperlukan kesungguhan pemerintah membentuk postur pertahanan  yang disegani. Jika Presiden SBY sudah menyatakan anggaran pertahanan akan dinaikkan jadi 1,5 % dari GDP, seharusnya kita dapat memesan alusista yang belum bisa di buat di dalam negeri dalam jumlah yang signifikan. Karena seperti pernah seorang rekan milis ARC ungkapkan, ada semacam rule of thumb dalam pembelian alutsita. Kalau dibawah selusin ya beli di luar, tapi mungkin gak dikasih ToT. Kalau beli puluhan ya bisa lisensi. Kalau beli ratusan baru akan ekonomis untuk  buat sendiri atau kerjasama.

Civis Pacem Parabellum: Kemandirian Teknologi, Aspek Penting Ketahanan Nasional


Kesimpulannya sekarang tergantung pemerintahan yang berkuasa, apakah mau berpihak pada penguasaan Iptek dan inovasi? karena suatu penemuan teknologi,walaupun sederhana nampaknya, bisa jadi faktor yang menentukan kemenangan manakala satu negara berperang dengan negara lain.


Contoh sejarah, saat pasukan Normandy di abad pertengahan mengalahkan tentara Anglo-Saxon di pertempuran Hastings. Anglo-Saxon yang mengandalkan pasukan infantri berat( heavy armoured) tidak menyangka pasukan kavaleri  Normandy yang biasanya tak banyak berkutik menghadapi infantri berat kali ini justru  yang memporakporandakan barisan infantri berat tersebut. Kuncinya ada pada penemuan sanggurdi (pijakan kaki) yang dipasang pada pelana kuda. Sebelum ditemukannya sanggurdi, bertempur dari atas kuda adalah hal yang sulit karena tak ada kontrol keseimbangan. Jadi mudah dijatuhkan oleh pasukan infantri biasa sekalipun. Namun kali ini dengan sanggurdi, pasukan kavaleri Normandy dapat bermanuver dan bertempur dengan stabil dan prima. Sehingga dengan mudah menghancurkan barisan infantri lawan.

Contoh lain adalah datangnya bangsa Eropa menjajah Nusantara. Kerajaan Nusantara yang masih bertempur menggunakan senjata tajam, sangat mudah ditaklukan oleh tentara Eropa yang sudah familiar dengan mesiu dan artileri, sekalipun mereka berjumlah lebih sedikit.

Sekarang, bagaimana bisa kita merasa aman  beli alutsista mutakhir yang gelombang frekuensi operasinya sudah diketahui negara pembuat. Ataupun  teknologinya terkomputerisasi sedemikian canggih namun membuat kita bergantung pada pemeliharaannya. Dan mungkin juga ada"patch file" yang ditanam dalam softwarenya yang setiap saat bisa diaktifkan produsen senjata untuk melumpuhkan sistem tersebut. Ingat kasus Irak di perang teluk pertama, denah dan rancangan kompleks bunker-2 Irak dibongkar oleh sang desainer sendiri yang orang Jerman. Memungkinkan AS merintis pengembangan "bunker buster" dan melumpuhkan sistem pertahanan bawah tanah Irak.

Jadi jangan pernah meremehkan penguasaan teknologi, sekalipun negara kita nanti sudah kaya dan mampu beli banyak alutsista canggih macam manapun. Kalau bermimpi saja kita tidak berani bagaimana mau memulainya. So "Never give up the dreams" kata Honda.
ARC. 

Rabu, 02 Oktober 2013

Kurang sarana, anggota Polri tak minat jadi intel


Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Edi Saputra Hasibuan mengatakan, saat ini, ada masalah khusus yang terjadi di internal Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Mabes Polri.

Masalah tersebut terdapat di sistem rekrutmen anggota intelijen Mabes Polri. "Tidak banyak anggota Polri yang mau menjadi intel, itu juga jadi masalah. Karena saat ini, SDM di bidang intelijen, itu terbatas," kata Edi di Kantor Kompolnas, Jalan Tirtayasa, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2013).

Menurut beberapa catatan yang dimiliki oleh Kompolnas, banyak anggota Polri yang telah selesai mengikuti Akademi Kepolisian (Akpol), ketika ditawarkan untuk menjadi intelijen langsung menolak.

"Tentunya ini akan menjadi perhatian juga, kami harus gugah mereka biar ada anggota Polri menjadi anggota intel," tegas Edi.

Selain itu, menurut Edi, alasan banyaknya anggota Polri yang tidak ingin menjadi seorang intel, karena sarana dan prasarana untuk seorang intel tidakl memadai.

"Sarana dan prasarana yang tidak mendukung. Selain itu, kalau intel tidak kelihatan kerjanya, tidak seperti reserse yang kerjanya kelihatan," ujar Edi.

Saat dikonfirmasi, apakah alasan lain anggota Polri tidak banyak yang ingin menjadi intel karena tidak banyak menghasilkan uang, Edi pun membenarkan. "Mungkin bisa ditafsirkan seperti itu. Tapi memang itulah yang menjadi kendala," papar Edi.

Untuk itu, menurut Edi, Kompolnas akan terus membantu Baintelkam untuk memperkaya SDM Intel Mabes Polri.

70.000 Ton Uranium Indonesia Jadi Incaran Negara Penjajah

Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) memperkirakan terdapat cadangan 70 ribu ton Uranium dan 117 ribu Thorium yang tersebar di sejumlah lokasi di Indonesia, yang bisa bermanfaat sebagai energi alternatif di masa depan.

"Untuk Uranium potensinya dari berbagai kategori, ada yang dengan kategori terukur, tereka, teridentifikasi dan kategori hipotesis, sedangkan Thorium baru kategori hipotesis belum sampai terukur," kata Direktur Pusat Pengembangan Geologi Nuklir Batan Agus Sumaryanto di sela peluncuran Peta Radiasi dan Radioaktivitas Lingkungan di Jakarta, Senin (20/5/2013).

Sebagian besar cadangan Uranium kebanyakan berada di Kalimantan Barat, dan sebagian lagi ada di Papua, Bangka Belitung dan Sulawesi Barat, sedangkan Thorium kebanyakan di Babel dan sebagian di Kalbar.

Kajian terakhir dilakukan di Mamuju, Sulbar, di mana deteksi pendahuluan menyebut kadar Uranium di lokasi tersebut berkisar antara 100-1.500 ppm (part per milion) dan Thorium antara 400-1.800 ppm.

Ia mengatakan, pihaknya telah menyusun Peta Radiasi dan Radioaktivitas Lingkungan sebagai data dasar, sehingga kalau ada kenaikan radiasi yang disebabkan faktor bukan alami misalnya radiasi hasil lepasan industri atau kecelakaan nuklir, bisa diketahui dengan cepat.

Pakar ekonomi dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan, Syarkawi Rauf mengatakan, kandungan tambang uranium di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, kini menjadi incaran beberapa negara asing.

"Potensi tambang uranium di Mamuju merupakan yang terbaik di Indonesia. Sehingga pemanfaatannya harus hati-hati dan dikelola untuk kemakmuran rakyat, bukan menguntungkan pihak asing," kata Syarkawi Rauf ketika dihubungi di Makassar, Senin (13/5).

Menurutnya, pemanfaatan uranium bukan hanya untuk menghasilkan tenaga nuklir untuk kepentingan pertahanan, tapi juga untuk dikelola sebagai bagian pengembangan ekonomi.

"Misalnya, sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dalam mendukung ketersediaan listrik di provinsi hasil pemekaran Sulsel ini," katanya.

Dia mengatakan, sadar atau tidak, kandungan uranium di Sulbar telah diketahui banyak negara-negara besar, termasuk Amerika Serikat (AS), Rusia, China, dan banyak negara besar lainnya. Karenanya, tambah Syarkawi, pemerintah RI tidak boleh gegabah jika memiliki rencana mengelola sumber energi tersebut.

Kalau untuk kepentingan ekonomi domestik dan memenuhi kebutuhan ketersediaan pasokan listrik, kata Syarkawi, maka reaktor nuklir untuk pembangkit listrik bisa didirikan di Sulbar.

"Kalau kita bisa memanfaatkan uraium sebagai sumber energi listrik, daerah ini akan maju dan tidak akan pernah kekurangan listrik. Hanya saja kita belum punya teknologi untuk memanfaatkan uranium," kata Syarkawi.

Syarkawi yang juga anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pusat ini mengatakan kebutuhan akan energi sampai saat ini mengalami peningkatan yang sangat pesat.

"Peningkatan kebutuhan akan energi merupakan sebuah bentuk penyesuaian dengan kemajuan zaman. Satu sumber energi yang posisinya sangat vital bagi masyarakat adalah energi listrik," katanya.

Dia menjelaskan, listrik bisa dihasilkan dengan mendirikan PLTN. Jenis pembangkit listrik seperti itu menggunakan proses pembelahan inti atom uranium yang akan menghasilkan energi nuklir yang sangat besar.

"Itu sebabnya, Iran sangat ngotot mengembangkan dan mengelola sendiri nuklirnya. Karena listrik yang dihasilkan sangat besar dan mampu memenuhi kebutuhan negaranya," kata Syarkawi.

Sikap Iran untuk tidak menyerahkan pengelolaan uraniumnya kepada negara asing, kata dia, patut dijadikan contoh sehingga pemerintah RI harus berhati-hati.

Kedatangan utusan Pemerintah Amerika Serikat (AS) ke Sulbar, ungkap Syarkawi, harus benar-benar dimanfaatkan untuk membangun kerjasama yang saling menguntungkan.

"Mereka boleh bawa bantuan masuk, tapi tidak berarti boleh mengambil apa saja yang mereka mau. Kalau memang ada kerjasama maka harus saling menguntungkan. AS bisa masuk dalam bantuan teknologi dan dana. Kerjasamanya harus berbentuk 'mutual partnership'," ujar Syarkawi.
TGR. 

Bung Karno Orang Sipil, Tapi Paham Bagaimana Visi Besar Dijalankan

 

Strategi Iran berbeda dengan Korea Utara dan Kuba-- sebagai salah satu matarantai "Axis of Evil" dalam sebutan Paman Sam.
Korea Utama mengisolasi rakyatnya sambil memperkuat basis militer, khususnya teknologi nuklir dan rudal antar benua. Inipun dipakai 'bargaining' tarik ulur mendapatkan bantuan logistik dari luar negeri, sekaligus alat gertak negara tetangga. Ilmuwannya bermadzhab Russia atau Tiongkok.

Kuba dibawah Fidel Castro memilih meningkatkan sumberdaya manusia, khususnya dalam melahirkan "dokter rakyat", yang bisa diperbantukan di negara tetangga. Program model puskesmas di pelosok juga digalakkan. Ilmuwan dan dokternya lulusan Eropa. Teknisi militernya belajar ke Russia. Meski jaraknya 'selemparan batu' dari AS, Kuba relatif stabil dan mandiri. Jaringan sesama negara "Kiri" bersama Venezuela, Argentina, Brasil, Uruguay, Cile, Nikaragua, Bolivia, dan Ekuador, di Amerika Selatan juga terjaga.

Bagaimana dengan Iran? Berhenti saja ngomongin Syiah! Sekarang kita ngaji geopolitik sejenak!

Iran ini persis Jerman yang dikerdilkan Sekutu melalui Traktat Versailles pasca Perang Dunia II. Traktat yang membonsai angkatan perang Jerman di laut, udara, dan darat. Toh, pemimpin Jerman, khususnya sejak dipegang Hitler, diam-diam membangun kekuatan militer. Perwira yang disekolahkan di luar negeri diminta pulang, begitu pula para ilmuwan, teknisi dan teknolog. Hasilnya: dengan cepat Jerman bangkit melahirkan alutsista paling yahud di zamannya: Pesawat pemburu Messerschmit Me-109 di udara, tank PanzerKampfwagen (PzKpfw) V Tiger di darat, dan yang paling legendaris armada kapal selam U-Boat yang sempat bikin Winston Churchill frustrasi! Hasilnya bisa dilihat dalam PD II, baik di front Eropa maupun koloni Afrika, dimana Jerman sempat menjadi jagoan tunggal sebelum dikeroyok Sukutu ramai-ramai.

Nah, Iran juga nggak jauh beda. Pasca revolusi dan perang Iran-Irak kemudian dijepit embargo, di era Rafsanjani, Khatami, dan Ahmadinejad, upgrade alutsista dan alih teknologi militer berjalan stabil dan terus meningkat. Khususnya pada pengembangan rudal jelajah, kapal selam, kapal rudal cepat, pesawat nirawak hingga drone! Di antara kuncinya: mau memanfaatkan talenta dan sumberdaya manusianya sekaligus pasokan teknologi dari Pakistan, Russia dan Korea Utara.

Ini negara tertutup tapi terbuka. Dikatakan tertutup karena AS dan sekutunya tetap mengembargo Iran, dibilang terbuka karena memberi ruang kerjasama dengan negara non-Sekutu AS. Lebih terbuka lagi manakala melihat bahwa Presiden Iran yang baru, Hassan Rohani, dan wakilnya yang anggun dan cerdas, Elham Aminzadeh, sama-sama alumni Universitas Glasgow, Skotlandia. Rohani, yang menyertai Khomaini di pengasingan di Perancis itu, bahkan seorang poliglot yang pernah menjadi juru runding nuklir.

Mekanisme memanfaatkan alumni Barat untuk melawan Barat juga dipakai Jepang beberapa saat setelah era Restorasi Meiji. Faktanya, Jepang menghancurkan armada laut Rusia pada 1905. Beberapa tahun berikutnya, anak-anak cerdas dari Jepang dikirim "kulakan ilmu" di Barat. Proses Amati, Tiru, Modifikasi (ATM) ini yang dipakai Jepang membangun teknologi dan armada militernya. Faktanya, beberapa perwira militer Jepang yang terlibat dalam penyerbuan di Pearl Harbor adalah alumni Barat. Bahkan, Laksamana Isoroku Yamamoto, panglima tertinggi militer Jepang, adalah lulusan Amerika!

Di Indonesia, Bung Karno sebenarnya melakukan langkah serupa. Era 1960-an Indonesia merupakan salah satu kekuatan militer yang disegani di Asia Pasifik. Beberapa perwira disekolahkan ke AS, Australia dan Uni Sovyet. Pulang diminta mengabdi.
Bung Karno orang sipil, tapi paham bagaimana visi besar dijalankan. Bung Karno orang teknik, insinyur, tapi paham jika bangsa Indonesia anakcucu pelaut jempolan. Untuk itu, Bung Karno bangga menyebut Indonesia sebagai bangsa maritim, sebagai pelanjut kebesaran armada laut Sriwijaya, Singhasari, Majapahit, dan Demak! Makanya, Bung Karno memanjakan angkatan laut dengan kapal selam tercanggih di eranya, dengan beberapa skuadron pesawat Hercules, Antonov, MiG, dan tank yang juga upgrade di era itu.

Kekuatan militer Indonesia justru amburadul saat dipimpin militer, Jenderal Soeharto. Di buku sekolah, ditanamkan jika bangsa kita adalah bangsa agraris, bukan maritim. Hilanglah kecintaan kita terhadap samudera yang kekayaannya justru dikeruk bangsa asing.
Sebagai bangsa agraris, pertanian Indonesia justru porakporanda akibat revolusi hijau yang dicangkokkan Barat. Benih padi unggulan yang diwariskan turun temurun mulai punah, sistem tanam padi melalui local wisdom tak lagi diingat, pupuk organik yang aman malah diganti pupuk kimia (yang diwajibkan oleh pemerintah melalui KUD). Efeknya, meskipun mencapai swasembada pangan tahun 1985 dan Pak Harto mendapatkan penghargaan dari FAO, tapi kondisi tanah teracuni dan mengakibatkan serbuan hama tiada henti. Belum lagi adanya kartel gabah dan mafia impor beras yang membuat banyak petani meraung sedih.

Kekuatan militer semakin lemah karena sejak awal Orde Baru ada Dwifungsi ABRI (hal ini yang sejatinya ditentang Jenderal Soedirman akhir 1940-an saat melihat campur tangan sipil di militer, begitu pula sebaliknya, sungguhpun saat itu belum ada istilah Dwifungsi yang dicetuskan Jenderal AH Nasution pasca G-30s/PKI).

Di era Pak Harto pula terjadi intrik di tubuh militer antara jenderal tempur dan jenderal salon (hanya duduk manis di balik meja), antara kubu jenderal merah putih dengan jenderal hijau di era 1990-an, dan kecemburuan AL dan AU terhadap AD. Maklum, Pak Harto orang AD. Di internal AD juga ada kecemburuan terhadap Kodam Brawijaya dan Kodam Diponegoro. Kodam Brawijaya dianakemaskan karena membantu Pak Harto menyingkirkan PKI, Kodam Diponegoro istimewa karena Pak Harto lama berkarier di sini. Lazimnya, Pangab/Panglima ABRI di zaman itu diambil dari kodam ini, jarang yang dari Siliwangi, Cenderawasih, atau Bukit Barisan. Lagipula, Kostrad lebih dielus-elus karena Pak Harto juga mantan Pangkostrad!

Di era Gus Dur, dimulailah pemisahan TNI/Polri. TNI bagian pertahanan, Polri di bagian keamaanan. Gus Dur orang sipil yang ingin mengembalikan TNI ke barak. Selain itu di zaman GD mulai ada rotasi Panglima TNI secara bergilir dari tiga angkatan. GD juga membentuk kementerian kelautan setelah membubarkan Kementerian Penerangan. Menteri kelautan ini menjadi salah satu aspek perhatian GD agar kita, bangsa Indonesia mencintai samudera, sebagaimana Nuswantara zaman lampau.

Aaaah, kejayaan bangsa ini di era lampau dan ketidakberdayaan kita di dalam berbagai bidang, saat ini, sedikit mengingatkan kita pada tangis pilu Pramoedya Ananta Toer dalam novel karyanya: "Arus Balik!"
TGR. 

Rusia Tawarkan Rudal S-300 Tuk Rontokkan Pesawat Australia


Rusia Tawarkan Rudal S 300Mungkin kita sudah mendengar bagaimana F-18 US dengan seenaknya melintasi wilayah udara Indonesia. Begitu pula dengan pesawat negara lain, seperti Australia dan Malaysia.

Bahkan 2 jet tempur F-16 RI yang datang menghalau, justru di-”lock” oleh F-18 US di perairan Bawean dan disuruh menjauh.
f 18 super hornet gHAHj 691 300x199 Rusia Tawarkan Rudal S 300
TNI-AU telah menjalankan tugasnya dengan mengirim F-16 dan mengidentifikasi pesawat asing yang dianggap menerobos.
Tapi bagaimana dengan peran Arhanud ?.
Tentu Arhanud tidak bisa berbuat apa-apa karena sistem pertahanan mereka tidak bisa menjangkau F-18 US. Kalau demikian, satuan mana yang bertanggung jawab menjaga wilayah udara Bawean ?. Padahal tugas Arhanud adalah pertahanan udara medan operasi serta pertahanan udara nasional.
zur 23mm 300x190 Rusia Tawarkan Rudal S 300
Dari kasus tersebut, terlihat jelas ada “black hole” dalam sistem pertahanan udara Indonesia.
Kondisi ini membuat kewibawaan Indonesia berkurang, khususnya terhadap negara-negara tetangga. Mereka mengetahui Arhanud Indonesia hanya bisa bertahan total sambil menunggu diserang.
Itu baru ancaman penyusupan (intruder). Bagaimana pula dengan peran Arhanud untuk melindungi gerakan satuan lain seperti, Batalyon Tank Leopard 2A6,Heli Serbu MI-35, MLRS, Skuadron UAV dan lain sebagainya.
Teknologi senjata pesawat telah berkembang dengan pesat. Musuh tidak perlu lagi menghampiri sasaran untuk melakukan penghancuran. Apakah kondisi ini harus dihadapi satuan darat Indonesia, dengan mencoba melindungi diri sendiri mengandalkan rudal panggul jarak pendek/manpads ?.
Radar-radar Rusia Tawarkan Rudal S 300
Diskursus dan pengkajian mendalam tentang pertahanan udara nasional telah dilakukan secara mendalam. Arhanud juga telah mengusulkan dilengkapinya peralatan mereka dengan rudal anti-udara jarak menengah.
Apakah kekosongan pertahanan udara itu akan tetap dibiarkan ?. Akankah pesawat pesawat asing dengan seenaknya melintasi wilayah RI ?.
Beberapa tahun terakhir, Indonesia terus membeli peralatan tempur yang canggih dan tentunya mahal. Antara lain: Jet tempur Sukhoi, Helicopter Serbu MI-35, Korvet Sigma, Meriam 155mm Caesar, UAV Heron, Tank tempur Utama Leopard 2A6, dan sebagainya.
Armada perang yang canggih dan mahal itu membutuhkan “Umbrella”, agar bisa berfungsi dengan maksimal.
Pengadaan rudal jarak menengah tampaknya harus menjadi keniscayaan bagi modernisasi alutsista TNI. Namun, apakah rudal tersebut akan dibeli ?
Jika tidak salah rudal jarak menengah telah masuk ke dalam daftar belanja alut sista TNI tahun 2011. Namun rudal yang dipilih, belum jelas.
Rudal Anti-Udara S 300 Rusia
Kandidatnya bisa saja S-300P (SA-10 Grumble). Saat ini Rusia benar-benar mengandalkan rudal S-300P untuk melindungi ibukota negara mereka, Moscow. bahkan ada sekitar 80 baterai S-300 di sekitar Moscow, untuk melindungi penduduk dan aset-aset berharga di kota itu.
Teater S-300 yang digelar Rusia, membuat banyak negara yang juga menggunakan rudal ini, termasuk: China, Vietnam, Korea Utara, Suriah, Iran, serta negara-negara Amerika Latin dan Eks-Uni Soviet.
Negara terakhir yang tertarik dengan S-300 adalah Turki yang nota-bene anggota NATO.
S 300 surface to air missile Rusia Tawarkan Rudal S 300
Uji Tembak S-300 Iran
S-300P mempunyai jarak tembak di atas 150 km dengan kecepatan 4 Mach. Rudal pintar ini mampu menyergap benda yang terbang rendah maupun tinggi (25M- 25KM). Rudal anti serangan udara ini mampu mendeteksi, menyergap dan menghancurkan: Pesawat, Helikopter, Drone, Roket Balistik, serta Peluru Kendali. Varian yang populer saat ini adalah: S-300PMU-1, S-300PMU-2 Favorit (SA-20).
China yang menggunakan SAM S-300 sejak tahun 1990-an, berhasil mengeluarkan varian nyadengan nama HQ-12 atau FT-2000. Namun HQ-12 lebih didisain untuk menghancurkan Intelligence Surveillance dan Reconnaissance seperti: E-3 AWACS, E-8 JSTARS dan E-2C Hawkeye. China mengkombinasikan S-300P dan HQ-12, untuk pertahanan udara mereka.
Jika tidak berhasil mendapatkan S-300P Rusia, tampaknya Indonesia akan melirik HQ-16 atau KY-80. Aparat TNI dari Kosek Hanudnas Tiga Medan, telah melihat uji tembak HQ-16 di Gurun Gobi China, akhir tahun 2011.
Radar HQ-16 mampu menjejak sasaran sejauh 150 km dan melakukan pencegatan hingga 50 km. Rudal ini diklaim China bisa menembak pesawat tempur, rudal terbang tinggi dan rendah, hingga Drone/UAV. HQ-16 China Rusia Tawarkan Rudal S 300
HQ-16 China
Untuk urusan kehandalan rudal, mungkin China bisa membusungkan dada. jangankan pesawat atau misil, Satelit yang berada di ruang angkasa saja, pernah ditembak jatuh oleh China, untuk menunjukkan kemampuan rudal mereka. So…mau pilih yang mana ?
TGR. 

Pengetahuan Umum Terkait Teroris Masih Remang-Remang

 
Berbeda dengan pada saat menghadapi sisa-sisa G 30 S/PKI setelah PKI dibubarkan pada tahun 1966, dimana jelas ditingkat Pusat dikejar semua tokoh yang tergolong anggota Polit Biro CCPKI, aggota CC PKI, CDB PKI, CS dan unsur-unsurnya dibawah yang bekerja atas dasar Strategi Desentralisasi Mutlak dan Centralisasi Insidentil, yang intinya secara otonom semua unsur PKI dimanapun harus melakukan perlawanan sendiri-sendiri tanpa menunggu komando dari Pusat, kini dalam menghadapi aksi-aksi teror pengetahuan umum kita agak remang-remang. 

Demikian dikemukakan Soedibyo seraya menambahkan, saat ini masyarakat banyak mempertanyakan siapakah sebenarnya pelaku terorisme dewasa ini, bagaimana strategi mereka dan nota bene bagaimana situasi mereka dewasa ini. 
“Kita secara tiba-tiba berulang kali dikagetkan oleh terjadinya penggerebegan dan penangkapan atas mereka yang disangka unsur teroris, namun gambaran tentang struktur organisasi, kekuatan dan penyebaran mereka tidak jelas,” tambah mantan Kepala Bakin ini.
Menurut purnawirawan Jenderal berbintang tiga ini, memang terdapat dilema, pada satu sisi dengan alasan kerahasiaan operasional berbagai informasi tentang aktivitas terorisme dewasa ini tidak mungkin di ekspose.
“Tetapi untuk mempolisikan masyarakat, atau menjadikan masyarakat ikut aktif membantu Polisi dalam berbagai tugas keamanan termasuk menghadapi ancaman teroris, maka dengan pengetahuan yang nihil, jelas mustahil  program mempolisikan masyarakat dapat berjalan,” urainya.
Oleh sebab itu, saran Soedibyo, BNPT sebagai Kopkamtib mini, ada baiknya memikirkan  cara bagaimana tanpa mengeksopose berbagai  rahasia dari kegiatan operasional yang sedang dilakukan, ada informasi terbatas siapa sebenarnya pelaku terorisme di Indonesia dewasa ini, bagaimana struktur organisasi, kekuatan,  strategi, tujuan dan kegiatannya.
“BNPT dan Densus 88 kemungkinan selain kemampuan operasionalnya di lapangan juga perlu didukung tim penyelidik dan tim analis yang kuat, sehingga kekuatan kelompok teroris dapat dipantau kekuatan, kemampuan, pimpinan, lokasi,  dislokasi dan gerakannya,”jelasnya.
Soedibyo memperkirakan oknum-oknum terduga teroris seperti Imam Syafei semacam ini diperkirakan sulit dimanfaatkan pengembangan perkaranya, selama tidak diketahui  peta dasar situasi organisasi, lokasi penyebaran dan tokoh-tokohnya,” urainya.
TGR.