Sabtu, 26 Juli 2014

[Video] F-16 C/D TNI-AU Tiba di Sarang Naga

Setelah lama dinantikan, akhirnya 3 buah pesawat tempur terbaru TNI-AU, yaitu F-16 C/D Blok 25 upgrade (atau dikenal dengan sebutan F-16 Blok 52 ID) akhirnya menjejakan kaki di sarang naga di Lanud Iswahyudi Madiun. 3 buah pesawat ini mendarat tepat pukul 11:25 setelah menempuh penerbangan melelahkan dari Amerika Serikat.
(photo: TNI-AU)

Penerbangan jarak jauh F-16 canggih ini dipimpin oleh Col. Howard Purcell dengan pesawat bernomer ekor TS-1625. Lalu 2 pesawat lainnya diawaki Maj. Collin Coatney dan Letkol. Firman Dwi Cahyono dengan pesawat TS-1620 serta terakhir  Ltc. Erick Housto dan Mayor Anjar Legowo menerbangkan pesawat TS-1623.
Dari sisi avionik, kemampuan F-16 C/D Blok 25 Upgrade itu telah mengalami peningkatan kemampuan signifikan. Dari data yang dimiliki ARC, sejumlah modifikasi itu diantaranya pemasangan Modular Mission Computer, Digital Video Recorder, IDM, dan lainnya. Namun demikian untuk radar tampaknya masih menggunakan standar Blok 25 yaitu APG-68 (V). Itu untuk urusan avionik. Di kokpit sejumlah sentuhan modernisasi juga dilakukan. Diantaranya pemasangan Common Color Multifunction Display, NVIS cockpit dan lainnya. Ditambah pula dengan perangkat bela diri berupa RWR ALR-69, External ECM dan lainnya. Dengan segudang upgrade, kemampuannya diharapkan setara dengan F-16 Blok 52.
Selain itu, sejumlah persenjataan juga diborong, meski dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Beberapa diantaranya adalah AIM-9X, AIM-120 C7 AMRAAM, JDAM Kit, hingga JHMCS (joint helmet mounted cueing system). Namun demikian, khusus pengadaan senjata ini masih menunggu persetujuan Pemerintah Amerika Serikat.


KRI Teluk Bintuni Launching 14 Agustus

Landing Ship Tank KRI Teluk Bintuni
Landing Ship Tank KRI Teluk Bintuni

Pengerjaan kapal perang TNI AL, KRI Teluk Bintuni, terus dikebut dan kapal yang sudah masuk tahapan finishing itu, rencananya, dilaunching 14 Agustus 2014, di Srengsem, Panjang, Lampung.
“Lokasi launching juga di sini. Karena ini kapal perang perang pertama yang dihasilkan di Lampung tentu acara launchingnya akan berbeda,” ujar Kepala Bagian Umum PT Daya Radar Utama Shipyard Engineering (PT DRU) Lampung Yahya. Sebelumnya KSAL Laksamana Marsetio telah datang ke Lampung untuk meninjau langsung pembuatan kapal angkut khusus tank, 3 KRI Teluk Bintuni.
Kapal perang tersebut dibuat di galangan kapal PT Daya Radar Utama Shipyard & Engineering (PT DRU) di Srengsem Panjang Bandar Lampung. Serah terima dengan pihak Angkatan Laut akan dilakukan September 2014.
“Diprogramkan oleh KSAL Laksamana Marsetio untuk diikutsertakan dalam parade Hari Angkatan Bersenjata 5 Oktober 2014 mendatang di Surabaya,” jelas Yahya. Menurut Yahya, Kapal tersebut adalah kapal perang perdana yang dipercayakan oleh Kemenhankam untuk dibuat PT DRU.
“Pertama kali pihak swasta menang tender untuk membuat kapal perang untuk keperluan Angkatan Laut. Biasanya Angkatan Laut mempercayakan kepada PT PAL Surabaya dan PT KOJA Bahari Tanjung Priok,” kata Yahya. KRI Teluk Bintuni adalah kapal khusus pengangkut tank dengan bobot 60 ton.
Kapal ini digunakan untuk mengangkut tank jenis Leopard bermuatan sepuluh tank. Mempunyai landasan khusus untuk pendaratan helikopter. Seperti kapal perang lainnya juga dilengkapi dengan persenjataan standar medan pertempuran.
Pengerjaan KRI Teluk Bintuni (photo: kemhan)
Pengerjaan KRI Teluk Bintuni (photo: kemhan)

KRI Teluk Bintuni akan ditempatkan di jajaran Satuan Kapal Korvet Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar).
“Selain tank, juga mampu mengangkut sekitar 450 orang prajurit dan 1 truk. Panjang 120 meter. Lebarnya 11 meter dengan kecepatan 16.000 knot,” tambah Yahya lagi.
KRI Teluk Bintuni boleh dikatakan sudah memasuki proses finishing. Bentuk kapal terlihat jelas dimana pada bagian perutnya akan menjadi tempat parkir tank yang diangkut.
Karena akan ditempatkan di Koarmabar, maka kapal ini sudah didesain khusus untuk medan lautan khas wilayah Barat yang banyak pulau-pulau kecilnya.
 

TNI-AU terima pesawat F-16 hibah dari AS

TNI-AU terima pesawat F-16 hibah dari AS
Hibah Pesawat F-16 Amerika Pesawat tempur F-16 C/D 52ID mendarat di Pangkalan Udara TNI AU Iswahjudi, Magetan, Jatim, Jumat (25/7). Pemerintah Indonesia mendapat hibah 24 pesawat F-16 C/D 52ID dari Amerika Serikat yang rencananya akan melengkapi Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi dan Skadron Udara 16 Lanud Rusmin Nuryadin Pekanbaru, tiga pesawat F-16 C/D 52ID tersebut tiba pada Jumat (25/7). (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf) ()
 
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara menerima tiga pesawat tempur F-16 C/D 52ID yang merupakan hibah dari Pemerintah Amerika Setikat kepada Pemerintah RI.

Pesawat tersebut tiba di Pangkalan Udara (Lanud) Iswahjudi Magetan yang berada di Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Jumat.

Ketiganya merupakan bagian dari proyek "Peace Bima Sena II" untuk pembangunan kekuatan TNI AU secara bertahap dan berlanjutan sesuai rencana pembangunan kebutuhan pokok minimal TNI.

Kedatangan penerbangan pesawat tersebut disambut oleh Panglima Koopsau II Marsdya TNI Abdul Muis, Komandan Lanud Iswahjudi Marsma TNI Donny Ermawan, Kepala Proyek "Peace Bima Sena II" Kolonel Tek Amrullah Asnawi, dan para pejabat dari jajaran Kemhan, Mabes AU, dan Lanud Iswahjudi.

"Ketiga pesawat F-16 itu merupakan bagian dari 24 pesawat F-16 hibahan dari AS yang akan datang secara bertahap," ujar Panglima Koopsau II Marsdya TNI Abdul Muis kepada wartawan.

Menurut dia, kehadiran tiga unit pesawat dari total pengadaan 24 unit pesawat F-16 C/D-52ID dan ditambah program "upgrade" 10 unit pesawat F-16 A/B-15OCU, diproyeksikan menjadi kekuatan utama Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi Madiun dan Skadron Udara 16 Lanud Rusmin Nuryadin Pekanbaru.

Pemilihan pesawat F-16 sebagai perangkat baru di jajaran TNI AU karena memiliki banyak kelebihan. Di antaranya adalah kelincahan dan kecanggihannya untuk pertempuran udara.

Pesawat tersebut juga telah dilengkapi kemampuan sistem "avionic" yang canggih dan dilengkapi senjata udara modern untuk melengkapi keunggulan daya jangkau operasi. Kecepatannya bisa diandalkan untuk menghadang setiap penerbangan gelap atau menghantam sasaran udara dan darat.

"Pesawat-pesawat ini memang dipilih karena kecanggihannya. Kami juga akan segera membentuk skuadron F-16 dengan hadirnya pesawat-pesawat itu," kata Abdul Muis.

Komandan Lanud Iswahjudi Marsma TNI Donny Ermawan, mengatakan, sesuai rencana, mulai awal Agustus 2014, enam orang instruktur penerbang F-16 A/B-15OCU TNI AU akan melakukan latihan terbang konversi "differential flying training" F-16 C/D-52ID di Skadron Udara 3 Lanud Iswahyudi Magetan.

"Latihannya di bawah supervisi tiga instruktur penerbang dari US Air Force Mobile Training Team," ungkap Marsma TNI Donny Ermawan.

Selain itu, secara bertahap pesawat-pesawat tersebut juga akan menjalani modifikasi. Ia berharap, dengan kedatangan pesawat-pesawat F-16 C/D-52ID tersebut, dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan Republik Indonesia untuk menegakkan kedaulatan serta hukum demi kepentingan nasional.



Rabu, 23 Juli 2014

LRAC 89 TNI AD: Roket Anti Tank Penghancur Perkubuan Lawan

lrac-89-f1
Masih ada yang tersisa dari pembahasan seputar senjata anti tank perorangan (man portable) yang dimiliki TNI AD. Setelah di artikel terdahulu kami ulas Armbrust dan C90-CR yang berbasis roket, kemudian dilanjutkan NLAW (Next Generation Light Anti Tank Weapon) yang berbasis rudal, kini giliran sosok senjata anti tank buatan Perancis yang sudah lumayan lama dipakai satuan infanteri TNI AD, yaitu LRAC 89.
LRAC (Lance Roquette Antichar/Peluncur Roket Anti Tank) menjadi bagian dari arsenal senjata anti tank perorangan yang melengkapi TNI. Tidak ada informasi persis sejak kapan LRAC yang berkaliber 89 mm ini resmi digunakan satuan infanteri TNI AD. Tapi dari penulusuran lewat foto, nampaknya LRAC 89 sudah mulai digunakan sejak awal tahun 80-an, saat Kopassus (Komando Pasukan Khusus) masih menyandang nama Kopasandha (Komando Pasukan Sandi Yudha). Meski sama-sama senjata anti tank berbasis roket, LRAC 89 berbeda dengan Armbrust dan C90-CR. Armbrust dan C90-CR desainnya lebih ringkas dan lebih ringan, tapi kedua senjata itu sifat pengoperasiannya hanya sekali pakai (disposable), peluncur menjadi satu paket dengan proyektil dan tidak bisa diisi ulang.
Bila dibandingkan dari segi fungsionalitas, LRAC 89 lebih mirip senjata anti tank lain yang juga berbasis roket, seperti Carl Gustav dan RPG. Ketiga senjata ini punya kesamaan dengan peluncur yang dapat digunakan berkali-kali. Sudah barang tentu, penggunaan laras yang berkali-kali membawa konsekuensi pada bobot yang besar dan ukuran laras yang lebih panjang. Seperti halnya, senjata anti tank yang disebutkan diatas, fungsi LRAC 89 juga tak melulu untuk menggasak tank dan ranpur, pasalnya senjata hasil rancangan Luchaire Defense SA ini juga diproyeksikan untuk melumat basis perkubuan musuh. Ini artinya LRAC bisa menjadi momok yang menakutkan bagi infanteri lawan. Untuk misi anti personel, LRAC bisa menggunakan proyetil yang berisi 1.600 bola dengan efek HE, ribuan bola-bola penghantar maut ini punya radius mematikan hingga 20 meter. Selain ampuh untuk membubarkan konsentrasi infanteri lawan, bola-bola tadi dapat menembus baja dengan ketebalan 100 mm.
Prajurit Kopassus nampak menenteng LRAC 89.
Prajurit Kopassus nampak menenteng LRAC 89.
Old-Kopassandha-Soldiers-Holding-LRAC-89
LRAC 89 juga digunakan oleh satuan Kostrad TNI AD.
LRAC 89 juga digunakan oleh satuan Kostrad TNI AD.
Loading amunisi (proyektil).
Loading container proyektil.

Dirunut dari sejarahnya, LRAC 89 atau kerap disebut LRAC F1 mulai dikembangkan pada tahun 70-an. Desainnya dikembangkan oleh Luchaire Defense SA dan diproduksi massal oleh Manufacture Nationale of arms untuk kebutuhan AD Perancis, menggantikan peran M20A1 super Bazooka . Selain digunakan oleh militer Perancis, LRAC juga di ekspor, untuk misi jualan ke luar negeri dipasrahkan pada Hotchkiss-Brandt.
Meski punya panjang hingga 1,6 meter, namun LRAC dirancang ringan untuk dibawa-bawa. Material yang digunakan terdiri dari serat kaca, keramik komposit dan plastik, menjadikan bobot LRAC lebih ringan 2 kg dibandingkan M20A1. Lalu bagaimana dengan daya gebuk LRAC 89? Jarak tembak maksimum senjata ini mencapai 2.300 meter, tapi jangkauan maksimum ini dapat dicapai dengan syarat sudut tembak 45 derajat. Sementara untuk jarak tembak efektif ke target statis 300 – 500 meter, khusus target bergerak efektif hingga 300 meter. Kecepatan luncur proyektil mencapai 295 meter per detik. Hitungannya, untuk menghajar target sejauh 330 meter dibutuhkan waktu 1,25 detik dan target sejauh 360 meter hanya butuh waktu 1,36 detik. Dalam hitungan satu menit, secara teori dapat ditembakkan 3 – 4 proyektil.
lrac_f1
Pengoperasian LRAC 89 oleh personel TNI AD. Sumber: majalah Defender.
Pengoperasian LRAC 89 oleh personel TNI AD. Sumber: majalah Defender.
Aksi penembakkan LRAC 89 oleh prajurit TNI AD.
Aksi pemasangan container dan penembakkan LRAC 89 oleh prajurit TNI AD.
Proyektil dan cartridge.
Proyektil dan container.

Dalam operasionalnya, LRAC ditangani oleh dua personel, yakni seorang juru tembak dan loader amunisi. Secara keseluruhan bobot LRAC 89 hanya 5 kg, termasuk dengan perangkat bidik. Tipe pembidik digunakan jenis APX M290, bisa juga ditambahkan kemampuan night vision.
Bicara tentang proyektil, bobotnya 2,2 kg sudah termasuk hulu ledak HEAT (high exposive anti tank). Untuk urusan daya hancur, hulu ledak dirancang mampu menembus baja setebal 400 mm pada sudut tembak ideal. Atau beton setebal 1 meter pun dapat terkoyak oleh kedahsyatan senjata ini. Sementara untuk target anti personel, seperti disebutkan diatas, ada 1.600 bola-bola kecil dengan radius maut 20 meter.
Susunan bagian dalam proyektil.
Susunan bagian dalam proyektil.
Aksi pasukan Perancis dengan LRAC 89.
Aksi pasukan Perancis dengan LRAC 89.



Soal penugasan dalam operasi tempur, dipastikan LRAC sudah banyak malang melintas, maklum Perancis termasuk negara yang ‘rajin’ mengirim kekuatan militer dalam kancah pergolakan di belahan dunia. Selain digunakan militer Perancis dalam misi di Afrika, diketahui LRAC dipakai pasukan Perancis dalam misi militer di Lebanon antara tahun 1982 – 1983. Bagaimana dengan di Indonesia? Sayangnya tidak ada keterangan detail, tapi ditangan unit Kopassus dan Kostrad mestinya LRAC sudah kenyang dalam penugasan. Meski dapat digunakan berulang-ulang, usia laras ada batasnya, maksimum laras hanya bisa digunakan untuk 100 kali penembakkan. (Haryo Adjie)

Spesifikasi LRAC 89
Fungsi : Anti tank
Manufaktur : Luchaire Defense SA
Kaliber : 89 mm
Berat total : 5 kg
Berat proyektil : 2 kg
Jarak tembak max : 2.300 meter
Jarak tembak efektif : 300 – 500 meter
Kecepatan tembak : 3 – 4 proyetil per menit
Kecepatan luncur proyektil : 295 meter per detik

Flight F-16 C/D TNI AU Tiba di Guam Menuju Tanah Air

Akhirnya tiga pesawat F-16 C/D 52ID TNI AU dengan call sign "Viper Flight," dari  Eielson AFB (Air Force Base) Alaska berhasil mendarat dengan selamat di Andersen AFB Guam. Pesawat tinggal landas dari Eielson AFB pada tanggal 22/7 pukul 11.14 waktu Alaska (tgl.22/7 pukul 02.00 WIB) dan mendarat di Guam pada pukul 15.00 waktu Guam (tgl 23 pukul 12.00 WIB). Pesawat leader adalah sebuah F-16 C dengan nomer TS 1625 yang diterbangkan Col. Howard  Purcel,  pesawat kedua adalah sebah pesawat F-16 D dengan nomer TS 1620 yang diawaki Maj Collin Coatney / Ltk.Firman Dwi Cahyono dan pesawat terakhir juga sebuah F-16 D dengan nomer TS 1623 yang diawaki Ltc. Erick Houston/ May.Anjar Legowo.
Viper Flight telah menempuh perjalanan dari Eielson AFB Alaska meneuju Andersen AFB Guam  selama 9 jam 46 menit dengan dikawal pesawat tanker KC-10 dari Travis AFB. Semula flight terbang pada ketinggian 25.000 kaki dengan kecepatan 0.75 MN (Mach Number) atau sekitar 450 KTAS (Knots True Air Speed) melewati Samudra Pasifik yang luas. Namun penerbangan terpaksa naik keketinggian 27.000 kaki untuk menghindari awan dan turbulensi. Selanjutnya pada dua jam terakhir kecepatan terpaksa ditambah agar tiba sesuai rencana. Selama perjalanan telah dilaksanakan 9 kali air to air refueling. Saat mendarat dalam kondisi hujan ringan (light rain) namun setelah landing menjadi cukup lebat (shower rain).
Setelah sebelumnya tertahan selama 5 hari di Eielson karena kerusakan pada pesawat tanker maka besok tanggal 23 Juli akan dilaksanakan penerbangan leg terakhir dari Guam langsung menuju Lanud Iswahyudi Madiun dengan rencana waktu tempuh 5 jam 16 menit. Ketiga pesawat direncanakan  akan mendarat pada pukul 11.16 di Lanud Iswahjudi Madiun pada tanggal 24 Juli 2014, dan akan diterima oleh Kepala Staf Angkatan Udara dan pejabat teras TNI AU dan Kemhan untuk selanjutnya akan langsung diparkir di hangar Skadron Udara 3 “The Dragon Nest” untuk inspeksi.
Setelah libur Idul Fitri maka  enam instruktur penerbang F-16 akan mulai melanjutkan latihan terbang konversi F-16 C/D nya di Lanud Iswahyudi Madiun mulai bulan Agustus 2014 dibawah supervisi empat instruktur penerbang  dari US Air Force Mobile Training Team. Rencananya pesawat-pesawat ini akan menjalani modifikasi pemasangan peralatan drag chute karena konfigurasi awal pesawat F16C/D-52ID tidak dilengkapi dengan drag chute (rem payung) yang dilakukan tehnisi TNI AU dibantu personil Lockheed Martin pada kuartal pertama 2015.
Seluruh pesawat sebelumnya menjalani upgrading dan refurbished rangka “airframe” serta modernisasi sistem “avionic” dan persenjataan di Ogden Air Logistics Center Hill AFB, Utah.    Rangka pesawat diperkuat, cockpit diperbarui, jaringan kabel dan elektronik baru dipasang, semua system lama di rekondisi atau diganti menjadi baru dan mission computer canggih baru sebagai otak pesawat  ditambahkan agar lahir kembali dengan kemampuan jauh lebih hebat dan ampuh.
Modernisasi dan upgrade avionic dan engine pesawat dilaksanakan untuk  meningkatkan kemampuan menjadi setara dengan F-16 block 50/ 52, khususnya dengan pemasangan “otak dan syaraf”  pesawat yaitu  Mission Computer MMC- 7000A versi M-5 yang juga dipakai Block 52+, demikian pula radar AN/APG-68 (V) ditingkatkan kemampuan sesuai system baru yang dipasang. Juga Improved Modem Data Link 16 untuk komunikasi data canggih,  Embedded GPS/ INS (EGI) block-52  yang menggabungkan fungsi  GPS dan INS dan berguna untuk penembakan JDAM (Bomb GPS),  Electronic Warfare Management System AN/ALQ-213,  Radar Warning Receiver ALR-69 Class IV serta Countermeasures Dispenser Set ALE-47 untuk melepaskan  Chaffs/ Flares anti radar/anti rudal.   
Untuk seluruh mesin pesawat  tipe   F100-PW-220/E  telah menjalani  upgrade menjadi baru kembali, khususnya dengan pemasangan system DEEC (Digital Electronic Engine Computer) baru dan Augmentor Engine baru yang usia pakainnya dua kali lebih lama.
Dalam urusan pertempuran udara  pesawat ini cukup handal karena disamping lincah  F-16 C/D 52ID TNI AU juga juga dilengkapi rudal jarak pendek AIM-9 Sidewinder L/M/X dan IRIS-T  (NATO) serta rudal jarak sedang AIM-120 AMRAAM-C .  Untuk menyerang sasaran permukaan dilengkapi kanon 20 mm, bomb standar MK 81/ 82/ 83/ 84, Laser Guided Bomb Paveway, JDAM (GPS Bomb), Bom anti runway Durandal, rudal AGM-65 Maverick K2, rudal AGM-84 Harpoon (anti kapal), rudal AGM-88 HARM (anti radar),  Improved Data Modem Link 16, Head Up Display layar lebar terbaru yang kompatibel dengan Helmet Mounted Cueing System dan Night Vision Google. Pesawat juga dilengkapi navigation dan targeting pod canggih seperti Sniper/ Litening untuk operasi tempur malam hari serta mampu melaksanakan missi Supression Of Enemy Air Defence (SEAD) untuk menetralisir pertahanan udara musuh.
TNI Angkatan Udara merencanakan armada baru F-16 C/D 52ID ini akan melengkapi Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi Madiun dan Skadron Udara 16 Lanud Rusmin Nuryadin Pekanbaru. Dilengkapi kemampuan sistem avionic canggih dan senjata udara modern serta keunggulan daya jangkau operasi membuat  pesawat ini sanggup untuk menghadang setiap penerbangan gelap atau menghantam sasaran,  baik di luar atau dalam wilayah kedaulatan kita, pada saat siang atau malam hari. Pengalaman dan pemahaman dari aplikasi penggunaan tehnologi perang udara modern yang didapat dalam pengoperasian F-16 CD 52ID niscaya akan membantu kita untuk memperbaiki perencanaan, pengadaan, pelatihan serta doktrin dan taktik perang udara TNI AU. 
Diharapkan pada saat pesawat tempur masa depan IFX sudah siap dioperasikan maka berbagai prosedur, taktik, pengalaman dan ilmu pengetahuan yang didapat dari pengoperasian pesawat F-16 C/D 52ID bisa  kita terapkan untuk menyamai dan bahkan mengungguli kekuatan udara calon lawan dan pesaing negara kita.  Pesawat-pesawat canggih ini akan  menambah kekuatan tempur  TNI Angkatan Udara sebagai tulang punggung Air Power (Kekuatan Dirgantara) Negara kita demi  menjaga Keamanan Nasional Indonesia.

Senin, 21 Juli 2014

KRI Leuser 924: Ocean Going Tug Boat, Kapal Tunda Terbesar di Asia Tenggara

Untuk mendukung misi bantuan, TNI AL memerlukan keberadaan kapal-kapal bantu khusus. Lewat Satuan Kapal Bantu (Satban), gugus tugas kapal dengan nomer lambung berawalan angka 9xx inilah terdiri berbagai jenis kapal, seperti kapal minyak (tanker), kapal transport, kapal logistik, kapal survei, kapal layar latih, kapal tunda (tug ship), kapal bengkel (service ship), dan sebagainya.
Bila di artikel terdahulu telah dikupas mengenai Satuan Survei hidro oseanografi (Satsurveihidros), kini giliran anggota Satban lain yang coba kita telusuri eksistensinya, yakni unit kapal tunda. Bagi TNI AL yang sedari dahulu mengoperasikan beragam tipe kapal, mulai dari tonase ringan hingga sedang, tentu membutuhkan peran kapal tunda sebagai elemen pendukung. Semisal ada kondisi yang mengharuskan evakuasi pada kapal yang mengalami kecelakaan, atau menarik kapal yang ‘mogok’ di tengah laut, hingga memadamkan kebakaran di lautan, maka keberadaan kapal tunda menjadi mutlak. Sementara merujuk ke definisinya, Kapal tunda (tugboat) adalah kapal yang manuver/pergerakan utamanya digunakan untuk menarik atau mendorong kapal lainnya di pelabuhan, laut lepas atau melalui sungai atau terusan. Kapal tunda digunakan pula untuk menarik tongkang, kapal rusak, dan peralatan lainnya. Kapal tunda biasanya memiliki tenaga besar dan manuver yang tinggi, namun tergantung dari unit penggeraknya.
Ada dua jenis kapal tunda di lingkungan TNI AL, pertama jenis kapal tunda yang beroperasi di lautan dangkal, dan kedua jenis kapal tunda yang mampu beroperasi di lautan lepas, alias mengarungi level samudera. Jenis yang terakhir ini disebut sebagai ocean going tug boat. Menandai fungsinya, seluruh kapal tunda dalam armada TNI AL ditandai dengan nama-nama gunung. Untuk kapal tunda di perairan dangkal, TNI AL punya dua unit kapal, yaitu TD Galunggung dan TD Anjasmoro. Karena tidak dipersenjatai, Galunggung dan Anjasmoro yang dibuat oleh galangan PT PAL tidak diberi identitas KRI, melainkan TD. TD Galunggung dan TD Anjasmoro punya kekuatan 2.400 HP.
TD Galunggung
TD Galunggung
nwsC038122CE3F6C7D486D878D252743DFC
TD Galunggung dan TD Anjasmoro punya kemampuan khas yakni mampu bermanuver pada satu titik poros. Hanya memerlukan 8 detik untuk berbalik baik maju ataupun mudur dengan kekuatan penuh dan tanpa mengurangi kekuatan kapal ini. Kemampuan kapal tunda ini dapat menarik beban hingga 30, 20 ton dan bisa mendorong Kapal Selam tanpa harus berpindah posisi dan menyentuhnya. Bahkan ketika bermanuver posisi kemiringan kapal tunda ini sangat rendah, serta vibrasinya pun sangat rendah dan terasa nyaman.

Spesifikasi TG Galunggung
Ukuran Utama Kapal Tunda 2400 HP
Awak : 10 orang
Panjang Keseluruhan (LOA): 29 meter
Panjang Garis Air: 26,50 meter
Lebar: 9.00m
Tinggi Sampai Geladak Utama: 4,5 meter
Sarat Air Desain : 3,5 meter
Tinggi Ruang Akomodasi : 2,5 meter
Kecepatan : kondisi muatan 50% – 12 knot dan kecepatan menunda – 5 knot

Ocean Going Tug Boat
Jenik kapal tunda inilah yang menjadi andalan utama TNI AL. Ada dua unit ocean going tug boat di armada TNI AL, yakni KRI Soputan 923 dan KRI Leuser 924. Dari segi desain, rancangan kapal ini terbilang unik, dimana sisi haluan nampak padat dan sisi buritan yang lowong dengan geladak yang terlihat lapang. Meski KRI Soputan dan KRI Leuser ada di kelas yang sama, tapi galangan yang memproduksinya berbeda.
KRI Soputan 923
KRI Soputan 923
KRI Soputan 923
KRI Soputan 923
Dilengkapi crane, KRI Soputan membawa kembali torpedo SUT yang ditembakkan dari kapal selam dalam misi latihan.
Dilengkapi crane, KRI Soputan membawa kembali torpedo SUT yang ditembakkan dari kapal selam dalam misi latihan.
14 torpedo kri nanggala tepat mengenai sasaran.1
torpedo-kri-cakra-401
KRI Soputan 923 dibangun pada tahun 1995 oleh galangan Dae Sun di Pusan, Korea Selatan. Bobot mati kapal ini adalah 983 ton dan berat tonase kotor 1.279 ton. Sementara KRI Leuser 924 sudah dibuat di Indonesia, dibangun oleh PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari di Jakarta. KRI Leuser 924 diluncurkan pada 22 Agustus 2002, bersamaan dengan penyerahan KRI Cucut 866 yang sebelumnya adalah kapal milik AL Singapura.
KRI Soputan dan KRI Leuser punya panjang 71,5 meter serta lebar 9 meter dan memiliki bobot 2.300 ton, serta berkemampuan ‘renang’ hingga 15,2 knots. Karena dimensinya yang besar, kapal ini punya peran lain untuk angkut pasukan sejumlah 120 personel. KRI Leuser 924 memulai pengabdiannya berada di jajaran Koarmabar sebagai kapal bantu tunda samudera. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Kasal Nomor Skep/641/III/2004 tanggal 10 maret 2004 tentang alih bina KRI Leuser-924 dari Koarmabar ke Dishidros, maka KRI Leuser-924 resmi sebagai KRI jenis BHO multiguna dijajaran Satsurveihidros. Selanjutnya KRI Leuser-924 dilengkapi dengan peralatan survei berkemampuan ocean going survey. Pengabdian KRI Leuser-924sebagai kapal survei telah dimulai sejak dioperasikan oleh Dishidros seperti survei base point, survei ALKI (alur laut kepulauan Indonesia), survei untuk kepentingan peningkatan fasilitas labuh pangkalan TNI Angkatan Laut dan lain-lain.
Awak KRI Leuser 924
Awak KRI Leuser 924

Dalam beberapa literatur, KRI Soputan dan KRI Leuser hingga kini menyandang sebagai kapal tunda terbesar yang ada di Asia Tenggara. Sementara dengan bekal identitas KRI, baik KRI Soputan dan KRI Leuser dibekali persenjataan ringan. Pada haluan terdapat kanon Bofors 40 mm, dan dua pucuk kanon lawas Oerlikon 20 mm pada kiri – kanan anjungan bagian belakang. Misi dukungan lain dari kapal tunda diantaranya untuk SAR, seperti KRI Leuser berperan aktif dalam misi pencarian sinyal emergency locator beacon (Elba) yang diduga berasal dari pesawat Adam Air yang jatuh di selat Makassar pada Januari 2007. (Imam)

Spesifikasi KRI Leuser 924
Buatan : PT. Dok dan Perkapalan DKB.
Panjang maks : 71,50 meter.
Lebar maks : 13 meter.
Draft : 5,50 meter.
Bobot : 2.300 ton (muatan penuh).
Kecepatan ekomonis : 12 knot.
Kecepatan jelajah : 14,20 knot.
Kecepatan maks : 15,20 knot.
Persenjataan : 2 pucuk meriam kal 20 mm. 1 pucuk meriam kal 40 mm.

Pengibaran Sang Merah Putih Untuk Pertamakalinya di Tanah Papua



Soekarno menyerukan Trikora di Alun-alun utara Yogyakarta 19 Desember 1961

Di alun-alun utara Yogyakarta 19 Desember 1961 Presiden Soekarno berteriak marah dengan menggelorakan Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda.
"Karena Belanda masih tetap mau melanjutkan kolonialisme di tanah air kita Irian Barat, dengan memecah belah bangsa dan tanah air Indonesia, maka kami yang perintahkan kepada rakyat Indonesia, juga yang berada di daerah irian Barat, untuk melaksanakan TRI Komando Rakyat sebagai berikut:
1. Gagalkan pembentukan "Negara Papua" bikinan Belanda kolonial.
2. Kibarkan sang merah putih di Irian Barat tanah air Indonesia
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa."
Langkah selanjutnya, pada 11 Januari 1962 Soekarno menunjuk Brigjen Soeharto sebagai Panglima Mandala. Pangkat Soeharto dinaikkan jadi Mayor Jenderal.
Dimulailah operasi untuk merebut Irian Barat melalui operasi militer. Salah satu operasi infiltrasi adalah Operasi Serigala yang diterjunkan di Terminabuan.  Operasi ini merupakan operasi gabungan dan Pasukan Gerak Tjepat (PGT) sebagai tulang punggungnya.  Pasukan inilah yang berhasil mengibarkan bendera merah putih untuk pertamakalinya di Papua pada tanggal 21 Mei 1962.

Perjuangan PGT di pedalaman Papua
Pasukan diterbangkan menggunakan pesawat  C-130 Hercules yang diterbangkan oleh Mayor Udara T. Zainal Abidin tanggal 19 Mei 1962 menuju Teminanbuan di bawah pimpinan Letnan Muda Udara (LMU) I Suhadi. Ada 81 orang Pasukan gabungan diterbangkan  dari Laha, pukul 01.00 dini hari, termasuk 54 anggota PGT. Misi dibagi menjadi  tiga  peleton, yaitu Komandan Batalion (Dan Ton) I LMU I Suhadi merangkap Dan Tim, Dan Ton II Sersan Muda Udara (SMU) Ngarbingan dan Dan Ton III Sersan Udara (SU) I Mengko. Penerjunan dilaksanakan tepat pukul 02:30 di atas tangsi Belanda. Sebagian besar pasukan di antaranya Prajurit Udara (PU) I Lili Sumarli dan PU I Gunarso terkejut karena mendarat di atap seng yang ternyata asrama tentara Belanda. Kontak tembak terjadi, dan pasukan Belanda mengundurkan diri ke Kota Teminanbuan. Dalam kontak senjata tersebut gugur Kopral Udara (KU) II Alex Sangido dan KU II Wangko serta seorang tertangkap yaitu KU II Liud. Menjelang siang, pasukan yang dipimpin SMU Ngarbingan bergeser ke hutan untuk bergabung dengan induk pasukan yang posisinya juga tercerai-berai. Sore hari pasukan yang terkumpul ada sekitar 30 orang, di antaranya PU I Gunarso, PU I Sunarto, PU I Misno, PU I Kosim dan beberapa pasukan dari peleton LMU I Suhadi.

Pasukan PGT siap diterjunkan di Papua
Pada 21 Mei 1962 pasukan PGT AU pimpinan LMU I Suhadi berjumlah sekitar 40 orang berkumpul di Kampung Wersar.  Atas inisiatif SU I Mengko di tempat inilah bendera Merah Putih dikibarkan. Sersan Udara Mengko memerintahkan anggotanya berkumpul di kampung Wersar. Dia memerintahkan anak buahnya menebang pohon setinggi empat meter.  Mengko kemudian membuka ranselnya dan mengeluarkan bendera merah putih. Di tengah pertempuran dan belantara Irian Barat itulah merah putih berkibar pertama kalinya. Pukul 10:00, SU I Mengko dengan dibantu beberapa orang lainnya mengibarkan sang Merah Putih. Setelah bendera mengangkasa pasukan bergerak menuju ketinggian untuk menghindari serangan Belanda. Selang beberapa lama ternyata insting prajurit tersebut menjadi kenyataan, pesawat Neptune dan Firefly Belanda membombardir daerah tersebut. Namun berkat kesigapan anggota pasukan dapat menghindar sambil terus melakukan perlawanan,yang mengakibatkan pasukan terpecah menjadi beberapa kelompok kecil.  Beberapa anggota tertangkap diantaranaya PU I Kardi, KU II Ngatijan, KU II Hadi Suprapto, KU II Radar dan KU II Basri, sedangkan PU II Sugondo berhasil meloloskan diri.
Saat pengunduran diri tersebut pasukan terus mendapat serangan Belanda yang mengakibatkan LMU I Suhadi dan SU I Sukardji dan PU I Lili Sumarli, KU I Samingan gugur (24 Mei 1962). Kelompok SU I Mengko beserta anggotanya pada 26 Mei 1962 mengalami kontak senjata dengan pasukan Belanda dan mengakibatkan empat prajurit PGT AU gugur. Setelah mengembara beberapa hari, akhirnya kelompok SU I Mengko bertemu dengan sisa pasukan kelompok PU I Roedjito.

Tugu penerjunan di Teminambuan (Wersar)
Pada 14 Juni 1962 pasukan tersebut mendapat serangan dari Belanda yang pada akhirnya SU I Mengko dan beberapa anggota tertawan oleh Belanda.  Namun tiga orang yaitu PU I Roedjito, PU I Istat dan PU I Gunarso dapat meloloskan diri. Pada 22 Juni 1962 mereka mendapat serangan yang menyebabkan mereka tertawan dan dimasukkan ke kamp tahanan Belanda.   Mereka akhirnya dibebaskan pada September 1962 melalui perjanjian Indonesia dengan Belanda.
Kejadian tersebut menjadi catatan sejarah bagi bangsa Indonesia karena untuk pertama kalinya sang saka  Merah Putih berkibar di bumi Papua yang saat itu masih dalam cengkeraman kolonial Belanda.  TNI Angkatan Udara dalam hal ini prajurit PGT (sekarang Paskas) telah mengukir namanya dengan perjuangan heroiknya dalam menegakkan kemerdekaan serta kedaulatan NKRI.

TNI AU