Mock up pesawat N-245 PTDI di International Maritime & Aerospace (LIMA) exhibition, Malaysia. (credit photo :Ainonline)
Dunia industri penerbangan Indonesia terus bergerak mengejar
kemandirian di bidang pembuatan pesawat. Kendaraan udara ini sangat
dibutuhkan oleh negara kepulauan seperti Indonesia, di mana penduduk
membutuhkan transportasi yang cepat.
Untuk itu PT Dirgantara Indonesia atau PTDI berencana membuat pesawat
baru berkapasitas kurang lebih 50 penumpang. Pesawat N-245 itu akan
dikerjakan PTDI dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau
Lapan, dengan model hampir sama dengan pesawat N-235. Direktur Utama PTDI, Budi Santoso mengatakan, PTDI saat ini mulai
merencanakan proyek pengerjaan pesawat yang dilengkapi teknologi Short
Take-Off and Landing (STOL) atau mampu tinggal landas dan mendarat di
landasan pendek, yakni 800 meter, seperti yang dilansir oleh Viva.co.id , 28/2/2017.
“Hanya 25 persen baru lainnya enggak. Kami akan ambil sayap pesawat
N-235, yang dipakai N-295. Engine pakai N-295 tapi dikurangi. Dari N-235
lebih panjang 1,8 meter. Perubahan penting di bagian belakang pesawat,”
ungkap Budi kepada Viva.co.id di PTDI, Bandung, Jawa Barat, Senin 27
Februari 2017. PTDI tak ingin bersaing dengan perusahaan pesawat raksasa dunia
seperti Airbus dan Boeing. Karenanya yang disasar adalah pasar pesawat
dengan kapasitas 50 penumpang. Rencananya pesawat itu akan diperkenalkan
kepada publik, usai pesawat N-219 terbang perdana pertengahan tahun
2017. Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin mengatakan setelah pengembangan
pesawat N219 yang sudah memasuki tahap akhir, diharapkan dapat terus
berlanjut ke pesawat N245 dan N270.
Jet tempur taktis Hawk 109/Hawk 209 TNI AU sudah lazim dipasangi
rudal udara ke permukaan Raytheon AGM-65 Maverick, dalam sekali terbang
jet tempur single engine besutan British Aeropsace ini dapat membawa dua
unit AGM-65 Maverick. Dan belum lama berselang, Skadron Udara 12 “Black
Panther” Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, pada Senin (20/2/2017) telah
melaksanakan latihan tempur diatas udara wilayah Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD). Lima unit Hawk 109/Hawk 209 dikerahkan dengan
masing-masing mengusung rudal AGM-65 Maverick.
Untuk misi penghancuran, Hawk 109/Hawk 209 di setting untuk
membawa rudal AGM-65G Maverick. Ada label seri “G”menyiratkan bahwa ini
adalah seri keluarga Maverick yang beroperasi dengan sistem pemandu
infra red. AGM-65G sendiri berasal dari pengembangan AGM-65D dan
diluncurkan perdana pada Februari 1986. Dengan hulu ledak seberat 136
kg, AGM-65G memang pas untuk menghajar sasaran dari jarak jauh, termasuk
sasaran favoritnya adalah kapal permukaan. Bobot total AGM-65G ditaksir
mencapai 301,5 kg. Bila Hawk 109/Hawk 209 hanya bisa menggotong dua
unit Maverick, maka F-16 Fighting Falcon bisa membawa empat unit
Maverick.
Resminya AGM-65G mampu melesat dengan kecepatan 1.150 km per jam,
sementara jarak jangkaunya ada di rentang 13 – 27 km (tergantung sudut
ketinggian pelepasan rudal). Karena merupakan alutsita berharga tinggi,
untuk uji cobanya pun harus selektif, Hawk Skadron Udara 1 TNI AU pernah
melaksanakan uji tembak rudal ini pada bulan Juni 2011 di Air Weapon
Range (AWR) Pulung, Ponorogo, Jawa Timur dengan melibatkan tujuh pesawat
Hawk 109/209.
Pakai TGM-65 Maverick?
Dalam misi latihan tempur 20 Februari lalu, lima pesawat jenis Hawk ini take off
dari Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Blang Bintang, Aceh Besar,
Setelah berputar-putar di udara Tanah Rencong sekitar 45 menit, pesawat
ini kembali ke Lanud. Pada sesi pertama, ada tiga pesawat yang terbang
disusul dua pesawat lainnya. Kelima pesawat ini terbang pada ketinggian 6
ribu kaki. Lokasinya 15 mil dari Lanud SIM di sisi barat dan timur.
Namun
melihat dari foto yang dipublikasikan di beberapa media, Nampak rudal
Maverick yang terpasang di Hawk 109/Hawk 209 dilengkapi cincin (ring)
berwarna putih. Jenis Maverick dengan ring putih menandakkan bahwa
rudal tersebut adalah TGM-65, jenis rudal latih yang juga dimiliki TNI
AU dalam paket pembelian Maverick pada dekade 90-an. TGM-65 resminya
adalah Training Groung Missile-65. Ditandai dengan cincin putih yang
berarti dummy dipakai sebagai prasarana latihan penerbang dalam
hal pembidikan di udara. Mempunyai sistem serupa dengan AGM-65, cuma
tidak dilengkapi motor roket, jadi tidak dapat diluncurkan.
Selain TGM-65, TNI AU juga memiliki MLT-65, yakni Munition Load
Training-65. Digunakan para teknisi di darat untuk latihan loading dan
unloading agar terlatih sewaktu memasang Maverick yang asli. MLT-65
mempuyai bentuk, berat, warna sama dengan rudal asli, dan ditandai
cincin biru. Karena mempunyai kemiripan dengan rudal asli, sering
dipakai saat static show. Masih ada lagi MMT-65, yaitu Munition
Maintenance Training. Dipakai teknisi guna mengecek sistem alat bidik
yang ada di pesawat, untuk membedakan dari jenis lain alat peraga ini
bercincin kuning. (Gilang Perdana) Indomil.
Di arsenal jet tempur TNI AU, kodrat Hawk 109 dan Hawk 209 sudah
dipatok sebagai penempur lapis kedua yang punya peran tempur taktis.
Meski dari aspek payload ada perbedaan, tapi keduanya dapat
menggotong jenis senjata yang serupa, bahkan Hawk109/Hawk 209 sama-sama
tidak dilengkapi kanon internal. Namun bila ditelaah lebih dalam, Hawk
209 sanggup terbang lebih lama dan lebih jauh berkat adanya fasilitas air to air refueling, berbeda dengan Hawk 109 yang tandem seat, jet tempur yang dijuluki Lead In Fighter Trainer ini harus pasrah terbang sesuai kapasitas tangki bahan bakar.
Sejak keluarga Hawk 100 mulai dirilis British Aerospace (BAe) pada
awal dekade 90-an, berlanjut ke akhir tahun 2016, tidak satu pun varian
Hawk 100 yang dilengkapi fasilitas refueling probe. Kodrat Hawk 100
(untuk versi TNI AU disebut Hawk 109) hanya dipatok pada jet latih
tempur dengan kemampuan serba terbatas, terlebih dari segi endurance.
Baru kemudian ada gebrakan yang terbilang revolusioner, di pameran
dirgantara Aero India 2017 yang berlangsung 13 – 18 Februari lalu di
Bangalore, BAe Systems dan Hindustan Aeronautics Limited (HAL) resmi
meluncurkan versi terbaru Hawk yang paling mutakhir, diberi label
Advanced Hawk, jet latih tempur dengan kemampan ground attack ini dilengkapi refueling probe.
India yang berstatus rawan pecah konflik dengan Pakistan, memang
berusaha menyiapkan kekuatan udara dengan segala upaya. Selain
bintang-bintang utama seperti Sukhoi Su-30MKI, Mirage 2000, MiG-29,
Specat Jaguar, MiG-21 Bishon, dan Tejas, AU India juga menyiapkan bala
bantuan cadangan, yaitu bilamana diperlukan armada jet latih tempur
diharuskan dapat mengambil peran dalam babak pertempuran. Dan yang
dipersiapkan sebagai penempur cadangan lapis kedua adalah Hawk MK132.
India
sampai saat ini menjadi pengguna terbesar keluarga Hawk 100, setidaknya
AU India mengoperasikan 106 unit Hawk 132 yang disokong mesin
Rolls-Royce Adour Mk 871. Karena India membeli dalam jumlah besar, maka
nilai ToT (Transfer of Technology) yang didapat juga
signifikan, ini terbukti dengan HAL yang merilis versi Hawk i pada awal
tahun ini. Nah, menengok kebisaan Hawk 200 yang dibekali air refueling
probe, menjadikan HAL terobsesi untuk menawarkan versi baru Hawk 100,
dan yang ini disebut Advanced Hawk.
Karena Advanced Hawk tak hanya diproyeksi untuk kebutuhan India, agar
moncer dalam pasar ekspor, sedari awal HAL telah melibatkan BAe Systems
dari Inggris pada rancangan Advanced Hawk. Bukan sekedar pemasanan air
refueling probe pada bagian hidung, sejumlah pemaharuan dilakukan untuk
mengurangi tuntutan pelatihan pada pesawat tempur utama yang memakan
biaya operasional besar.
Meski sosoknya tak berbeda dengan Hawk 109 milik TNI AU, tapi
sejumlah peningkatan telah dilakukan pada Advanced Hawk, diantaranya
pada bagian sayap ekor dibekali defensive aids suite, pada bagian ini
terdapat komponen RWR (Radar Warning Receiver) dan counter measure
dispensing system. Guna membawa jenis senjata yang lebih beragam, pada
struktur sayap telah diberi kekuatan pada combat flap.
Pada bagian kokpit juga di-upgrade dengan keberadaan datalink, sensor
simultan,digital head up display, autopilot, dan ground proximity
warning system. Terkhusus untuk kapasitas beban, Advanced Hawk sudah
dibekali smart weapon enabled, laser designation pod, dan centerline
dual purpose fuel. Di Aero India 2017, beberapa senjata yang dipajang
untuk Advanced Hawk seperti smart bomb Paveway, ruda udara ke permukaan
Brimstone, dan rudal udara ke udara Cobham.
Lain dari itu, Advanced Hawk dilengkapi perangkat elektronik yang
serupa Hawk 109, seperti komponen elektronik pada bagian hidung berupa
sensor penjejak laser (laser range finder) dan perangkat FLIR (Forward
Looking Infra Red). (Haryo Adjie)
Puas dengan performa Howitzer Swa Gerak atau Self Propelled Howitzer TRF-1 CAESAR (Camion Equipe’ d’un Syste’me d’ ARtillerie)
155 mm, TNI AD dipastikan akan menambah satu Batalyon Armed (Artileri
Medan) dengan kekuatan Howitzer CAESAR besutan Nexter, manufaktur
persenjataan asal Perancis. Saat ini setidaknya 36 unit CAESAR 155 mm
telah melengkapi kekuatan dua Yon Armed, yakni Yon Armed 9 di
Purwakarta, Jawa Barat dan Yon Armed 12 di Ngawi, Jawa Timur. Keduanya
adalah Yon Armed dalam jajaran Kostrad. Dan ada satu unit CAESAR untuk
pelatihan di Pusdik Armed.
Bakal bertambahnya satu batalyon CAESAR 155 mm TNI AD diketahui
setelah pihak Nexter Group merilis informasi dalam ajang IDEX 2017 di
Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, disebutkan bahwa Nexter telah menandatangani
kontrak baru dari Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk pengadaan 18
unit Howitzer SPH CAESAR 155 mm. Satu Yon Armed dengan komponen CAESAR
terdiri dari 18 unit ransus (kendaraan khusus) pembawa meriam 155 mm.
Selain sistem artileri, Nexter dikabarkan juga akan menyediakan fire control system
(FINDART) dan simulator CAESAR untuk pelatihan dan lebih dari 50
kendaraan tambahan artileri medan yang akan dirakit di Indonesia oleh
mitra lokal PT Pindad.
Sebagai operator, Yon Armed TNI AD di kawasan Cipatat dan Lumajang
telah melakukan serangkaian uji coba penembakkan Howitzer CAESAR untuk
jarak tembak sasaran 18 km, 20 km, 30 km, sampai 40 km.
CAESAR 155 mm dipasang pada platform truk Renault Defense Sherpa 5
dengan penggerak 6×6. Dengan platform truk, baik meriam, kru, dan
amunisi bisa dibawa dalam satu unit, sehingga bisa digelar lebih cepat.
Truk Sherpa 5 sudah dirancang khusus dengan penguatan chasis, bahkan ada
teknologi yang diterapkan pada ranpur beroda yakni CTIS (Central Tire
Inflation Systems) untuk mengatur tekanan ban dari dalam kabin juga
disematkan, sehingga CAESAR bisa berjalan di beragam medan berat.
Dalam gelar operasinya, CAESAR membawa 6 awak, dimana untuk urusan
kabin sudah dilengkapi perlindungan anti Nubika (nuklir, biologi, dan
kimia). Lapisan body truk ini pun sudah dibuat kebal untuk menahan
proyektil peluru kaliber 7,62 mm dan pecahan mortar kaliber 80 mm.
Jarak
tembak maksimum CAESAR adalah 42.000 meter dan jarak tembak minimum
4.500 meter. Kecepatan tembak meriam ini dapat memuntahkan 6 proyektil
untuk setiap menitnya. Hebatnya sistem pemuatan amunisi sudah
mengaplikasikan jalur otomatis ala revolver, pengisi tinggal menaruk
proyektil ke rak, dan pengisi akan memasukkannya langsung ke dalam kamar
peluru.
Sistem manajemen penembkkan CAESAR sudah tergolong canggih dan
akurat, mengadopsi teknologi FAST buatan Nexter EADS yang dibekali ROB4
muzzle velocity radar systems, SAGEM SIGMA 30 navigation systems, dan
tentunya GPS (Global Positioning Systems). SIGMA 30 merupakan intertial
guidance system pertama di dunia yang langsung ditempelkan ke landasar
meriam, menjadikan akurasi maksimal karena berada dekat dengan laras.
Untuk urusan amunisi, ada jenis LU211HE, LU211M, Ogre, SAMPRASS, BONUS
MK.2 dan SPACIDO.
CAESAR 155 mm secara keseluruhan memiliki bobot 18,5 ton, keunggulan
lain dari sista ini adalah dalam mobilitas. Bila CAESAR jadi dibeli TNI
AD, maka 1 unit CAESAR dapat dibopong oleh pesawat angkut berat C-130H
TNI AU. Sedangkan untuk Airbus A400M dapat membawa 2 unit CAESAR siap tempur. (Gilang Perdana)
Instruktur dari Norinco, manufaktur persenjataan dari Cina, mulai
hari ini melangsungkan program pelatihan pada 16 prajurit pengawak kanon
PSU (Penangkis Serangan Udara) Type 90/35 mm Twin Gun dan operator
radar pengendali tembakan AF902 FCS (Fire ControlSystem). Seperti telah
disebutkan dalam berita terdahulu, satuan Artileri Pertahanan Udara
Korps Marinir TNI AL telah mendapat pengadaan kanon PSU dual laras Type
90/35 mm, yang tak lain adalah lisensi dari kanon Oerlikon GDF buatan
Rheinmetall Air Defence AG (d/h Oerlikon Contraves).
Mengutip siaran pers dari Dispen Korps Marinir, hari ini (28/9/2016),
Komandan Korps Marinir (Dankormar) Mayjen TNI (Mar) R.M. Trusono S.Mn.
yang diwakili Asisten Logistik Komandan Korps Marinir (Aslog Dankormar)
Kolonel Marinir Suherlan S.E. secara resmi membuka Kepelatihan kanon
Type 90/35 mm Twin Gun dan Radar AF 902 FCS di lapangan Trisula Menart-2
Mar Cilandak Jakarta.
Pelatihan yang diikuti 16 prajurit dari Yonarhanud-1 Mar dan
Yonarhanud-2 Mar tersebut merupakan rangkaian berlanjut dari kepelatihan
yang telah dilaksanakan sebelumnya guna memperdalam pengetahuan tentang
teknis pengoperasian kanon Type 90/35 Twin Gun dan Radar AF 902 FCS
serta peralatan pendukungnya agar siap dioperasikan oleh satuan di
lingkungan Korps Marinir. Dalam paket pengadaan alutsista ini, Korps
Marinir diperkuat empat pucuk kanon Type 90/35 mm beserta radar AF902,
kedua sistem senjata terintegrasi ini masuk dalam alokasi belanja di MEF
(Minimum Essential Force) tahap II.
Di Cina, Type 90 sudah dioperasikan secara penuh oleh satuan Arhanud
AD. Kecepatan reaksi menjadi andalan senjata penangkis ini, dalam waktu
hanya 6 detik, kanon mampu bereaksi pada sasaran di udara. Dengan pola
kerja gas operated, kanon 35 mm/90 ini dapat melontarkan 550 proyektil
per menit. Kecepatan luncur proyektilnya mencapai 1.175 meter per detik.
Berapa jarak tembak efektifnya? Disebutkan bisa mencapai 3.200 – 4.000
meter.
Sementara untuk radar AF902 FCS, mobiltasnya mengusung platform towed
(tarik) dan truk, dilengkapi dengan dua perangkat tracking systems,
yaitu target searching radar dan electro-optical passive tracking
director. Khusus untuk electro-optical passive tracking mengadopsi
sistem high-resolution optical/infrared TV untuk menjejak sasaran secara
pasif di kondisi cuaca cerah. Dengan kemampuan melakukan pelacakan
sasaran tanpa memancarkan sinyal radar akan meningkatkan keamanan sistem
hanud dari incaran rudal anti radiasi pesawat tempur lawan.
Sebagai komponen tempur yang sifatnya mobile, AF902 dapat digelar dan
siap menjalankan peran tempur dalam waktu delapan menit, dan jika
diperintahkan dapat meninggalkan posisi tempur untuk bergerak ke posisi
lain dalam waktu kurang dari lima menit.
Kegiatan pelatihan ini akan berlangsung hingga 1 Nopember 2016 dengan
materi meliputi pengenalan, pengoperasian hingga perbaikan ringan
sistem meriam dan radar tersebut. (Haryo Adjie)
Hari rabu lalu (21/9/2016), jumlah F-16 C/D Block52ID yang
didatangkan ke Indonesia telah resmi berjumlah 14 unit, meski satu unit
telah mengalami total lost dalam kecelakaan yang melibatkan
F-16 C Block52ID di Lanud Halim Perdanakusuma pada bulan April 2015.
Sehingga jumlah F-16 C/D yang serviceable faktanya berjumlah 13
unit. Lima unit F-16 C/D yang masuk ke dalam gelombang ketiga
pengiriman telah tiba di Lanud Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur, setelah
melewati penerbangan ferry dari AS lewat Hawaii dan Guam.
Totalnya TNI AU akan menerima 24 unit F-16 C/D, meski produknya
berstatus hibah, namun pemerintah mengucurkan dana tak kurang dari
US$700 juta untuk melakukan upgrade dan refurbish pada ke-24 pesawat
tersebut. Mainframe F-16 C/D yang didatangkan ke Indonesia berasal dari
Block25, namun lewat sejumlah program uprade kemampuannya kini setara
F-16 C/D Block52.
“Kemampuan pesawat yang di-upgradedengan pesawat baru aviability-nya
sama. Hanya kemampuan avioniknya yang berbeda seperti sistem radar dan
sistem senjata,” jelas Komandan Lanud Iswahjudi, Marsekal Pertama
(Marsma) TNI Andyawan MP, dikutip dari Janes.com (23/9/2016).
Lima pesawat tempur F-16 itu merupakan bagian dari 24 pesawat yang
dihibahkan Amerika Serikat kepada pemerintah Indonesia dalam proyek
“Peace Bima Sena II”. Rencananya masih akan ada dua gelombang pengiriman
lagi yang akan dilakukansecara bertahap.
“Saat ini sudah 14 pesaawat yang datang dan masih ada dua gelombang
lagi yang akan tiba. Desember 2017 gelombang yang terakhir, jadi total
24 pesawat,” jelasnya. Ia menyatakan, seharusnya lima pesawat tempur ini
datang pada 18 September 2016 lalu. Namun, karena ada beberapa kendala
teknis, pesawat ini baru bisa tiba pada 21 September.
Kelima pesawat yang tiba pada hari Rabu lalu terdiri dar tiga tipe C
(single seat) dan dua tipe D (tandem seat) itu diterbangkan langsung
dari AS menuju Indonesia oleh pilot Angkatan Udara Amerika
Serikat. Pesawat tipe C bernomor seri TS1632 diterbangkan oleh Mayor
David Tores, TS1635 oleh Kapten Andi Deadeye Branson, dan TS1639
diterbangkan Mayor Rex Yoga Weber. Sementara, dua F-16 tipe D bernomor
seri TS1621 diterbangkan Letkol Jukian Debo Pacheco dan seri TS 1624
diterbangkan Letkol Gregori Ajak Gaff. (don)
Dalam gelar kekuatan setingkat baterai (kompi), alutsista MLRS
(Multiple Launch Rocket System) ASTROS (Artillery Saturation Rocket
System) II Armed TNI AD setidaknya membutuhkan pergerakan 13 kendaraan
khusus (ransus). Lakon utamanya memang kendaraan peluncur AV-LMU
(Universal Multiple Launcher), namun ada beberapa ransus lain yang
berperan vital dalam sistem baterai ASTROS, diantara yang langsung
terkait launcher adalah keberadaan kendaraan pembawa/re-supply amunisi yang disebut AV-RMD.
Saat rangkaian ransus ASTROS II berjalan beriringan, nampak sulit
membedakan antara AV-LMU dan AV-RMD. Antar rangkaian ransus ASTROS,
mengusung platform truk yang sama yakni Tectran VBT-2028 6×6 dengan
mesin diesel Mercedes OM442 delapan silinder berkekuatan 280 hp. Begitu
pun antar ransus ASTROS II juga dipasangi SMB (Senapan Mesin Berat) M2HB
12,7 mm. Perbedaan baru kentara saat ransus AV-LMU menaikan posisi
peluncur untuk moda siap tembak.
Menurut Avibras, pakem satu baterai ASTROS II yang ideal adalah 6
unit AV-LMU yang didukung 6 unit AV-RMD dan satu lAV-VCC yang bisa
ditempatkan di level batalyon. AV-VCC dilengkapi peralatan komunikasi
untuk mengkoordinasikan sampai tiga baterai ASTROS II. Paketnya makin
lengkap lagi jika unit kendali penembakan AV-UCF juga diturunkan.
Dilengkapi radar dan komputer penembakan, AV-UCF berperan sebagai FDC
(Fire Direction Center) bagi unit AV-LMU. Jika mau komplit bisa
diikutkan dua kendaraan recovery/repair untuk memperbaiki
kerusakan. Tiap baterai bisa melontarkan roket yang mencakup 200km2 bila
seluruh roket, termasuk munisi isi ulang.
Nah, khusus AV-RMD sebagai pembawa logsitik amunisi di setting untuk
tiap unitnya dapat memasok untuk kebutuhan dua kali reload. Roket-roket
yang ada dimuat dalam kontainer yang ‘tinggal’ dimuat ke dalam kotak
peluncur di atas sasis ASTROS II lewat dukungan integrated crane.
Sistem pengisian ulang (reloading) munisi Astros ini sangatlah mudah,
untuk satu set munisi yang dibawa oleh satu kendaraan AV-RMD dapat di
reload ke AV-LMU hanya dalam hitungan waktu 8 hingga 12 menit.
Ada 4 macam roket yang dipersiapkan Avibras, yang semua motor
roketnya ditenagai oleh double-base propellant. Kaliber terkecilnya
adalah 127mm SS-30, yang terpasang sebanyak 32 tabung per kotak
peluncur. Roket berhulu-ledak HE (High Explosive) dengan panjang 3,9m
dan berbobot 68kg sebuahnya ini mampu menjangkau sasaran sejauh 30km.
Roket kedua, SS-40, memiliki kapasitas maksimal 16 roket dalam satu
tabung peluncur. Selongsong roketnya memiliki empat sirip (fins) dengan
panjang 4,2m dan berbobot 152kg sebuahnya. Jarak jangkaunya antara 15-35
km. Soal hulu ledak, SS-40 cukup fleksibel. Jika mau HE ada, bila
memilih munisi cluster/ bomblet (tandan) DP (Dual Purpose) anti material
dan personil juga tersedia. Khusus untuk munisi bomblet, dimensinya
adalah 39x13cm, dengan sumbu impak mekanis. Tiap bomblet dilengkapi
pita-parasut yang berfungsi menahan dan menstabilkan arah jatuhnya.
Kategori ketiga, ada SS-60 yang merupakan pengembangan dari SS-40.
Punya sosok lebih besar sepanjang 5,6m dan berbobot 595kg,
konsekuensinya SS-60 bisa menampung 65 bomblet. Jangkauannya antara
20-60km dengan waktu tempuh 117 detik untuk mencapai jarak maksimal 60
km. Dalam satu kendaraan peluncur, dapat memuat hingga 4 roket SS-60.
Roket terakhir, yaitu SS-80, lahir belakangan pada 1995, dengan sosok
yang tak jauh beda dengan SS-60. Daya jangkaunya yang mencapai 90 km
dimungkinkan berkat propelan baru. Selain itu, SS-80 bisa dimuati
senjata kimia mematikan, walaupun jenis roket yang terakhir ini belum
pernah dipergunakan dalam pertempuran aktual. Tak berhenti di 4 kaliber
diatas, Avibras juga mengembangkan SS-150 dengan muatan 4 unit roket
kaliber 300 mm, jangkauan tembak minimumnya 29 km dan maksimum 150 km. (Bayu Pamungkas)