Rabu, 13 April 2016

AN/UPS-3 TDAR: Radar Penjejak Target Untuk Meriam PSU S-60 57mm Retrofit Arhanud TNI AD

IMAG1492

Ditengah ramainya perbincangan tentang rudal hanud (pertahanan udara) dan kanon reaksi cepat PSU (penangkis serangan udara) terbaru TNI AD dan TNI AU. Terbesit pertanyaan, bagaimana dengan kabar si meriam ‘sepuh’ atau akrab dipanggil “Si Mbah” S-60 yang dimiliki Yon Arhanudse (Artileri Pertahanan Udara Sedang) TNI AD? Apakah meriam PSU yang telah mengabdi 56 tahun ini masih dioperasikan? Maklum ditinjau dari aspek coverage, masih banyak obyek vital di Indonesia yang masih lowong dalam pengamanan sista hanud.

Meski meriam S-60 buatan Rusia sudah hadir di Indonesia sejak tahun 1960, merujuk informasi dari situs Pusdikarhanud.mil.id, faktanya meriam ini masih terpelihara dengan baik, bahkan sparepart diproduksi sendiri untuk proses pemeliharaan sehingga seluruh meriam masih berfungsi dengan baik. Dukungan amunisi 57 mm pun telah diproduksi secara mandiri oleh PT Pindad.

Gelar meriam S-60 Arhanudse TNI AD.
Gelar meriam S-60 Arhanudse TNI AD.

Seperti yang telah disinggung dalam bedah meriam S-60 pada artikel terdahulu, kuantitas meriam ini yang cukup banyak hingga ratusan unit, plus kondisi si Mbah yang masih prima, mendorong alutsista ini terus dan masih dipertahankan sampai saat ini. Secara umum, meriam S-60 di Arhanud TNI AD alutdibagi ke dua kelompok, yakni S-60 57 mm Retrofit dan S-60 TAKT (Tanpa Alat Kendali Tembak). Khusus S-60 Retrofit sudah didukung sejumlah modifikasi, sehingga meriam dapat digerakkan secara elektrik dengan cara Local Control yang menggunakan tenaga listrik dari dua buah baterai yang tersedia dan dengan cara Remote Control yang dikendalikan dari FCS (Firing Control Sistem).

tdar1tdar

Lepas dari itu, S-60 Retrofit masih disokong perangkat radar AN/UPS-3 TDAR (Tactical Defence Alert Radar). Antena taktis yang dapat digelar portable ini dapat mendeteksi keberadaan sasaran sejauh 20 Km. Dengan mengusung teknologi 2D (dua dimensi), radar buatan Jerman ini dalam operasinya dapat menjalankan moda beyond line of sight target. Dari aspek ketinggian deteksi, AN/UPS-3 TDAR dapat mengendus sasaran yang berada di ketinggian 3.000 meter.

Dalam teorinya, radar ini ideal mengendus sasaran berupa helikopter dari jarak 8 – 10 Km. Sedangkan sasaran berupa pesawat dengan kecepatan Mach 1.6 dapat dideteksi dari jarak 20 Km. Dari sisi akurasi, TDAR punya kualitas presisi sampai 300 meter. Sistem radar ini dalam gelarannya dapat di remoted dari pos komando. Dalam simulasi, operator radar TDAR menginformasikan dan menyajikan data terkait update sasaran kepada unit operator meriam. Koneksi antara operator radar dan operator meriam dapat dilakukan lewat radio atau kabel. Karena dimensinya yang kompak, radar TDAR dapat ditejunkan dalam operasi Lintas Udara. Dalam gelarannya, radar ini juga bisa ditempatkan di jip taktis. (Gilang Perdana)

Spesifikasi Radar AN/UPS-3 TDAR
– Frekuensi: 1,75 – 1,85 Mhz
– Berkas pancaran: 5,5 (hor) 18
– Sudut elevasi: -3 s/d 10
– Jangkauan max: 20 Km
– Polarisasi: horizontal
– Kecepatan putar: 10 – 15 RPM
– Ketahangan angin: saat operasi (70 Km/jam) dan tidak operasi (100 Km/jam)
– Tenaga: 24 Volt, 1A
– Jumlah awak: 2 orang
– Tahun pembuatan: 1992
– Tahun pengiriman: 1994
 

Camera Pod Vicon 70: Ujung Tombak Operasi Pemotretan Udara Jet Tempur TNI AU

6

Berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand, Indonesia sejak era Orde Baru tidak memiliki jet tempur dengan fitur reconnaissance yang embedded. Jet tempur embedded reconnaissance bisa diartikan sebagai pesawat tempur yang dari pabriknya secara dedicated dilengkapi peralatan intai fotografi udara. Di lingkup ASEAN, identitas jet yang dimaksud adalah RF-5E Tigereye, varian F-5E Tiger II yang konfigurasi pada bagian hidungnya dilengkapi perangkat kamera panoramic.

41

Meski TNI AU hingga kini minus pesawat dengan kemampuan embedded reconnaissance, bukan berarti tidak ada pesawat tempur TNI AU yang mampu melakukan pemotretan terfokus dari udara. Lewat dukungan teknologi camera pod, jet tempur konvensional pun sejak lama mampu menjalankan misi intai strategis terkait pengumulan informasi fotografi ke permukaan. Di luar dugaan, justru bekal camera pod sudah digunakan TNI AU sejak era A-4E Skyhawk, dan uniknya setelah seluruh armada A-4 Skyhawk TNI AU dipensiunkan karena usia uzur, peninggalan camera pod jenis Vicon 70 sampai saat ini masih terus digunakan.

Dikutip dari dokumen Ristek Dislitbangau TNI AU, pasca A-4 Skyhawk pensiun, camera pod Vicon 70 buatan Rockford, Inggris, akan disematkan di jet tempur taktis Hawk 109/209. Camera pod Vicon 70 dipasang pada hard point bagian tengah, tepat dibawah bodi. Sebagai wadah kamera, Vicon 70 telah dikembangkan sejak awal dekade 70-an. Camera pod ini dirancang untuk disematkan pada jet tempur dengan kecepatan subsonic.

3
Keterangan:
a. Kamera Vinten 518
b. Kamera Vinten 518
c. Kamera Vinten 751

25

Dengan desain modular, camera pod Vicon 70 berisi serangkaian kamera yang dapat diganti jenisnya. Standarnya, Vicon 70 dengan bobot 98 kg dilengkapi empat unit kamera. Yaitu sebuah kamera oblik ke depan (Vinten 518), dua buah kamera vertikal (Vinten 518) serta sebuah kamera panoramic (Vinten 751). Vinten 518 dikenal sebagai high performance air reconnaissance camera dengan lensa Zeiss Distagon 50 mm. Sedangkan Vinten 751 menggunakan lensa 76 mm.

Hard point penempatan camera pod di A-4 Skyhawk.
Hard point penempatan camera pod di A-4 Skyhawk.

Loading Camera pod Vicon 70 di Hawk 209.
Instalasi Camera pod Vicon 70 di Hawk 209.

Dengan merubah penempatan camera pod ke pesawat Hawk 109/209, maka dilakukan penyesuaian pada komponen plug power dan plug data. Operasional camera pod dilakukan secara manual oleh pilot lewat saklar on/off di kokpit.

Dalam operasi pemotretan, jet tempur menyapu sasaran menggunakan kamera forward looking. Kamera ini melakukan pemindaian 40 derajat. Lalu kamera pada bagian lain melakukan down track coverage dengan lebar sudut 48,5 derajat. Kecepatan pemotretan bervariasi antara 0,56 hingga 5 frame per detik. Dengan teknik forward motion competation, seluruh film dijamin dari bebas blur yang disebabkan gerakan pesawat saat melakukan pemotretan. (Wahyu Sabono)

RF-5E Tigereye milik AU Malaysia.
RF-5E Tigereye milik AU Malaysia.

Konfigurasi ruang kamera di RF-5E Tigereye.
Konfigurasi ruang kamera di RF-5E Tigereye.

Spesifikasi Camera Pod Vicon 70
– Panjang: 2,3 meter
– Diameter: 350 cm
– Berat: 98 kg
– Jarak suspention lug: 360 cm
 

Kisah Prajurit Kopassus Berhasil Menyusup ke Basis Gerilyawan

Operasi Sandi Yudha. ©2013 Merdeka.com/repro buku Operasi Sandi Yudha
Operasi Sandi Yudha. ©2013 Merdeka.com/repro buku Operasi Sandi Yudha

Operasi pembebasan sandera di Provinsi Basilan memakan korban, 18 tentara Filipina tewas di tangan pemberontak Abu Sayyaf, empat di antaranya digorok. Sedangkan 50 orang lainnya terluka, alhasil 1 Peleton pasukan babak belur dalam penyergapan yang dilakukan 100 militan.

Kekalahan telak yang dialami pasukan Filipina tersebut menjadi pelajaran berharga bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Bahkan, mereka terus mengasah kemampuan agar bisa menghadapi Abu Sayyaf yang dikenal ahli perang gerilya.

Soal perang gerilya, Indonesia cukup kenyang pengalaman dalam menghadapi pertempuran hutan. Bahkan, Jenderal (Purn) AH Nasution disebut-sebut sebagai mastermind perang gerilya.

Salah satu kunci sukses tersebut dilakukan oleh prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Pasukan elite TNI Angkatan Darat ini tak sekadar berhasil menemukan basis persembunyian kelompok militan, tapi juga menyusup sampai jauh ke dalam markas musuh.

Kisah ini ditulis Jenderal (Purn) AM Hendropriyono dalam bukunya ‘Operasi Sandi Yudha, Menumpas Gerakan Klandestin’, yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2013. Ketika itu, pasukan yang dipimpinnya diterjunkan melawan gerombolan Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) sekitar tahun 1968-1974.

Bersama 11 prajurit Halilintar Prayudha Kopasandha (kini Kopassus), ditugaskan untuk meringkus Sekretaris Wilayah III Mempawah Siauw Ah San. Berbeda dengan pasukan reguler, mereka hanya membawa pisau komando serta handy talky (HT), hanya Hendro yang membawa pistol untuk berjaga-jaga.

Pasukan bergerak pada 3 Desember 1973, sekitar pukul 16.00, tim sudah merayap ke sasaran yang jauhnya mencapau 4,5 km melewati hutan rimba. Kecepatan merayap ditentukan. Kode hijau artinya merayap 10 meter per menit, kuning berarti lima meter per menit dan merah berhenti merayap. Di tengah kegelapan malam, anak buah Hendro berhasil melumpuhkan beberapa penjaga secara senyap.

Pukul 22.25 WIB, tim sampai di lokasi yang ditentukan. Kabar mengejutkan terdengar dari HT, di mana Intelijen melaporkan Ah San tak ada di pondok tersebut. Seluruh tim sangat kecewa, mereka pun harus menunggu lagi hingga siang hari.

Baru pukul 14.00 Siat Moy dan perwira intelijen Kodim Mempawah memastikan Ah San ada di pondok. Maka kembali kegembiraan melingkupi seluruh anggota tim. Dengan kecepatan kuning, mereka merayap mendekati sasaran, hingga dari jarak 200 meter terlihat pondok kayu rumah persembunyian Ah San.

Tiba-tiba anjing-anjing penjaga pondok tersebut berloncatan ke arah tim Halilintar sambil mengonggong keras. Hendro segera meneriakkan komando “Serbuuuuu,” katanya sambil lari sekencang-kencangnya ke arah pondok.

“Abdullah alias Pelda Kongsenlani mendahului saya lima detik untuk tiba di sasaran. Dia mendobrak pintu dengan tendangan mae-geri dan langsung masuk. Saya mendobrak jendela dan meloncat masuk,” beber Hendro.

Hendro berteriak pada Ah San. “Menyerahlah Siauw Ah San, kami bukan mau membunuhmu.”

Tapi Ah San enggan menyerah. Dia menyabet perut Kongsenlani dengan bayonet hingga usus prajurit itu terburai. Hendro menyuruh anak buahnya keluar pondok. Dia sendiri bertarung satu lawan satu dengan Ah San.

“Dengan sigap saya lemparkan pisau komando ke tubuh Ah San. Tapi tidak menancap telak, hanya mengena ringan di dada kanannya,” Hendro menggambarkan peristiwa menegangkan itu.

Kini Hendro tanpa senjata harus menghadapi Ah San yang bersenjatakan bayonet. Memang ada senjata yang ditaruh di belakang tubuh Hendro, tapi mengambil senjata dalam keadaan duel seperti ini butuh beberapa detik. Hendro takut Ah San keburu menusuknya.

Hendro lalu melompat dan menendang dada Ah San. Berhasil, tetapi sebelum jatuh Ah San sempat menusuk paha kiri Hendro hingga sampai tulang, darah langsung mengucur. Ah San berusaha menusuk dada kiri Hendro yang kemudian ditangkis dengan tangan. Akibatnya lengannya terluka parah dan jari-jari kanannya nyaris putus.

Celakanya pistol di pinggang belakang Hendro melorot masuk ke dalam celananya. Butuh perjuangan baginya untuk meraih pistol itu dengan jari-jari yang nyaris putus. Akhirnya Hendro berhasil meraihnya. Perwira baret merah ini menembak dua kali. Tapi hanya sekali pistol meletus, satunya lagi macet. Pistol segera jatuh karena Hendro tak mampu lagi memegangnya.

Peluru itu mengenai perut Ah San. Membuatnya limbung, Hendro yang juga kehabisan tenaga membantingnya dengan teknik o-goshi. Kemudian Hendro menjatuhkan tubuhnya keras-keras di atas tubuh Ah San.

Duel maut itu selesai. Ah San tewas, tetapi Hendro pun terluka parah. Beruntung anak buahnya segera datang menyelamatkan Hendro. Rupanya saat diserang tadi Ah San sudah membakar gubuknya sendiri. Tujuannya agar pasukan penyerang sama-sama mati terbakar.
Luka-luka Hendro dan Kongsenlani berhasil disembuhkan. Hendro mendapat Satya Lencana Bhakti, tanda jasa khusus bagi tentara yang terluka dalam pertempuran. 
 
(Merdeka)

Selasa, 12 April 2016

Merespon Memanasnya Laut Cina Selatan, TNI AU Gelar Kanon Oerlikon Skyshield di Natuna

image150

Bakal ada yang berbeda dari Pangkalan Udara (Lanud) Ranai di Pulau Natuna, sebab dalam waktu dekat Lanud kelas B ini akan dilengkapi senjata kanon PSU (Penangkis Serangan Udara) paling mutakhir, Oerlikon Skyshield 35 mm Air Defence System. Karena memang masih terbilang baru, kanon buatan Rheinmetall Defence ini baru sebatas ditempatkan di Lanud Hasanuddin, Lanud Halim Perdanakusuma, dan Lanud Supadio. Yang ketiga lanud diatas masuk kategori Lanud kelas A.
Loading Oerlikon Skyshield TNI AU ke dalam ruang kargo C-130 Hercules TNI AU.
Loading Oerlikon Skyshield TNI AU ke dalam ruang kargo C-130 Hercules TNI AU.

Konfigurasi sistem senjata Skyshield, yang mencakup kanon, Fire Control Unit, genset, dan radar.
Konfigurasi sistem senjata Skyshield, yang mencakup kanon, Fire Control Unit, genset, dan radar.

Naiknya status Lanud Ranai dari kelas C ke kelas B sudah berlangsung sejak awal Januari lalu, naiknya status ini ditandai peningkatan peran lanud, seperti pembangunan fasilitas shelter bagi pesawat tempur yang singgah untuk patroli, dan fasilitas pendukung operasi lainnya. Dari sisi fasilitas keamanan, juga disebutkan akan ditingkatkan kelengkapannya. Namun, menyusul ketegangan di Laut Cina Selatan, khususnya dipicu aksi masuknya Kapal Patroli Penjaga Pantai Cina ke teritorial NKRI, plus klaim sepihak Cina atas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia di Natuna, menjadikan pemerintah harus mempercepat langkah pengamanan obvit (obyek vital) di Natuna, yang notabene garis terdepan RI dalam merespon dampak konflik di Laut Cina Selatan.

Oerlikon Skyshield Paskhas dalam defile HUT TNI ke-69.
Oerlikon Skyshield Paskhas dalam defile HUT TNI ke-69.

Baterai Skyshield juga ditempatkan di Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat.
Baterai Skyshield juga ditempatkan di Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat.

Seperti dikutip dari Janes.com (5/4/2016), dalam pertemuan antara Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan perwakilan Komisi I DPR RI terkait pendanaan alutsista TNI AU, tersebut rencana untuk menggelar 4 unit kanon Oerlikon Skyshield di Natuna. Lebih detailnya, unti kanon tembak reaksi cepat yang dilengkapi radar ini akan ditempatkan di Pulau Natuna Besar, rencana penempatannnya di bagian utara pulan dan sepanjang pantai timur yang menjadi lokasi Lanud Ranai. Selain lanud, obvit lain di pulau tersebut adalah Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Ranai. Bahkan peran Lanal Ranai kedepan akan bertambah strategis, setelah ada renana pembangunan pangkalan kapal selam di Natuna.


Oerlikon Skyshield 35 mm dioperasikan oleh Detasemen Pertahanan Udara (Denhanud) Paskhas TNI AU. Untuk memboyong kanon ini menuju pangkalan aju di Natuna, kanon dapat dibawa lewat udara dengan pesawat angkut C-130 Hercules. Atau jika mau dibawa lengkap dengan platform truk carrier, kanon dapat dibawa melalui jalur laut. Besar kemungkinan, bila Denhanud membawa Oerlikon Skyshield maka rudal MANPADS (Man Portable Air Defence System) QW-3 berikut radar Smart Hunter juga akan dibawa ke wilayah operasi.


Denhanud Paskhas TNI AU juga dilengkapi rudal QW-3. Foto: Tribunnews.com
Denhanud Paskhas TNI AU juga dilengkapi rudal QW-3. Foto: Tribunnews.com


Oerlikon Skyshield dibawa dengan kapal ferry, saat menuju penempatan di Lanud Supadio, Pontianak.
Oerlikon Skyshield dibawa dengan kapal ferry, saat menuju penempatan di Lanud Supadio, Pontianak. Foto: Tribunnews.com

Dirunut dari teknologinya, Rheinmetall Skyshield merupakan sistem yang memiliki kemampuan deteksi dengan sarana radar dan mampu dihubungkan antar unit untuk membentuk satu sistem jaringan pertahanan titik yang mumpuni.

Dalam hal desain, sistem Skyshield mengusung jenis kanon Oerlikon Contraves 35/1000 kaliber 35 mm L79 GDF-007 dengan mekanisme gas serta pendingin berupa air. Kanon ini digadang mampu melibas sasaran berupa helikopter, jet tempur yang terbang rendah, sampai rudal jelajah. Meski kanon Skyshield menggunakan jenis laras tunggal, kanon ini nyatanya dapat melontarkan 1.000 proyektil dalam satu menit. Dalam hal kecepatan tembak, proyektil Skyshield dapat melesat hingga 1.440 meter per detik dengan jangakaun tembak efektif hingga 4 kilometer. (Gilang Perdana)
 

Douglas A-4 Skyhawk: Pesawat Tempur Pertama TNI AU dengan Kemampuan Air Refueling

a4skyhawkic9

Di luar Amerika Serikat, Indonesia adalah negara pengguna pertama pesawat tanker KC-130B Hercules pada awal 1960. Namun faktanya baru dua dekade kemudian, KC-130B Hercules TNI AU menemukan ‘jodoh’, yakni saat TNI AU menerima paket jet tempur taktis A-4 Skyhawk. Dan kemudian resmilah A-4 E/H Skyhawk sebagai pesawat TNI AU pertama yang punya kemampuan air refueling. Meski kini statusnya telah menjadi penghuni museum dan monumen, debut Skyhawk tak akan lekang dalam sejarah perkembangan kekuatan udara nasional.

1797560_860651350618506_8496547128886077744_nJet_Fighter_A-4_Skyhawk_Refueling_Close

Hadir di Indonesia lewat Operasi Alpha yang digelar pada bulan Juni 1979, secara teknis armada Skyhawk yang dibeli Indonesia berasal dari AS, meski barangnya berada di Israel. Inilah yang sampai saat ini kontroversinya masih terus bergulir, mengingat Indonesia dan Israel tidak punya hubungan dagang dan diplomatik. Secara kuantitas unit Skyhawk yang didatangkan ke Indonesia cukup besar, sebagai barang bekas pakai AL AS, secara bertahap, sebanyak 31 unit A-4E (single seater) dan dua unit TA-4H (dual seater) dikirim dari Israel ke Indonesia lewat kapal laut.

indoA-4Hb

Di periode yang sama, TNI AU juga mendapat berkah kedatangan jet tempur F-5 E/F Tiger II buatan Northrop. Bedanya F-5 E/F Tiger II adalah barang gress, didatangkan dengan pesawat angkut berat C-5A Galaxy langsung ke Lanud Iswahjudi. Sudah barang tentu pengadaan F-5 E/F Tiger II dilakukan secara terbuka, beda dengan proses kedatangan paket A-4 Skyhawk dari Israel yang dilakukan secara sangat rahasia. Namun, benang merahnya pengadaan A-4 Skyhawk, F-5 Tiger, dan juga periode yang sama ada pembelian jet latih tempur Hawk MK53, dapat berlangsung sebagai imbas manis penjualan minyak dan non migas RI yang saat itu sedang booming. Sementara disisi lain, AS yang masih diselimuti aroma Perang Dingin dengan Uni Soviet, berusa merangkul mitranya di Asia Tenggara dengan paket penjualan alutista berdiskon jor-joran.

A4SkyhawkTT0436ThunderTeam7

Meski yang didatangkan bukan alutsista berdaya getar tinggi, hadirnya A-4 Skyhawk dalam jumlah besar, plus F-5 E/F Tiger II menjadi buah pemacu semangat bagi awak penerbang dan teknisi TNI AU. Pasca revolusi 1965, kekuatan udara TNI AU melorot drastis, dari yang sempat begitu digdaya dengan keberadaan jet tempur MiG-21 Fishbed, kekuatan interceptornya harus pasrah menerima hibah jet F-86 Avon Sabre dari AU Australia.
2mxl51

Di lingkup operasi TNI AU, A-4 Skyhawk masuk ke dalam gugur pesawat Tempur Taktis (TT), jika disamakan dengan kondisi saat ini, status A-4 Skyhawk sama dengan jet Hawk 109/209. Menyandang gelar battle proven di laga Perang Vietnam, Perang Malvinas, dan Perang Timur Tengah, Skyhawk diciptakan untuk membawa sabreg senjata yang letal. Persisnya A-4 Skyhawk dapat meluncurkan rudal AIM-9 Sidewinder, AGM-45 Shrike, AGM-65 Maverick, AGM-62 Walleye glide bomb, dan AGM-12 Bullpup. Sementara bom yang dapat digotong seperti Rockeye Mk.20 Cluster Bomb Unit, Rockeye Mk.7/APAM-59 Cluster Bomb Unit, Mk.81 (250 lb/113 kg) dan Mk.82 (500 lb/227 kg), dan Mk.76 practice bombs. Namun perlu jadi catatan, A-4 Skyhawk TNI AU sayangnya tidak di setting untuk meluncurkan rudal.

0F3F9B8CE1F7A2F6480C3587729A7C29.jpg31587

Hingga akhir masa baktinya, racikan senjata yang diusung A-4 Skyhawk TNI AU memang amat terbatas, seperti enam bom Mk-82 dan tabung peluncur roket LAU-68B berisi roket 2×7 FFAR 2,75 mm, plus kanon internal 2x Colt Mk 12 kaliber 20 mm dengn 100 peluru per kanon, terkesan hanya dipersiapkan untuk penanggulangan konflik berintesitas rendah. Operasi tempur yang melibatkan peran A-4 Skyhawk TNI AU berlangsung saat Operasi Seroja. Dalam suatu misi di tahun 1987, lima unit A-4 menghantam sebanyak 30 sasaran. Jumlah total bom yang dijatuhkan seberat 7,5 ton dan roket yang diluncurkan sebanyak 70 munisi. Selain menggotong ribuan kilogram bom dan roket, A-4 masih membawa dua tangki cadangan yang masing-masing berisi sekitar 1.200 liter Avtur-50. Dalam pertempuran udara, khususnya untuk kepentingan manuver, tangki cadangan atau drop tanki itu bisa dilepas.

A-4E Skyhawk di Museum Dirgantara Mandalla, Yogyakarta.
A-4E Skyhawk di Museum Dirgantara Mandalla, Yogyakarta.

Tampilan dahboard kokpit A-4 E Skyhawk.
Tampilan dahboard kokpit A-4 E Skyhawk.

Hampir tiga dekade TNI AU mengoperasikan A-4 Skyhawk, dalam rentang yang cukup panjang Dislitbangau telah melakukan serangkaian modifikasi pada pesawat tempur ini. Karena basis acuannya adalah Israel, maka modifikasi Skyhawk TNI AU bisa dibilang identik dengan Israel punya, Modifikasi yang dilaksanakan oleh Israel antara lain menambahkan perangkat pembawa born seperti outer wing rack, sistem pengereman double disc break, memanjangkan tail pipe sehingga bisa mengurangi panas buangan bahan bakar dan sulit dilacak oleh rudal pencari panas, mengganti sistem pengereman pesawat dengan parasut yang lebih handal (drug chute), memasang senjata berkemampuan lebih besar DEFA 552 GUN kaliber 30 mm, mengubah sistem air refueling probe, mengubah chaff dan dispenser roket, dan lainnya. Ketika dikirim ke Indonesia, A-4 yang didatangkan langsung dari Israel umumnya memiliki kualifikasi seperti itu.

Tail pipe extension, diadopsoi dari gaya A-4 Skyhawk Israel.
Tail pipe extension, diadopsoi dari gaya A-4 Skyhawk Israel.

TA-4 H Skyhawk TNIAU.
TA-4 H Skyhawk TNIAU.

Singapura termasuk pengguna Skyhawk yang cukup sukses dengan mengembangkan varian A-4SU Super Skyhawk. Dilakukan penggantian mesin, sistem avionik, dan dapat meluncurkan rudal udara ke udara, dan udara ke permukaan.
Singapura termasuk pengguna Skyhawk yang cukup sukses dengan mengembangkan varian A-4SU Super Skyhawk. Dilakukan penggantian mesin, sistem avionik, dapat meluncurkan rudal udara ke udara, dan udara ke permukaan.

Secara khusus, modifikasi Skyhawk yang dilakukan TNI AU mencakup pemasangan kamera pengintai VICON 70 Camera, radio komunikasi yang frekuensinya standar TNI ARC 182 (VHF-UHV-AM-FM, Doppler antena, TANS Computer, sistem pemandu senjata WDNS (Weapon Delivery Navigation Systems, pembidik senjata Ferranti Gun Sight, dan penambahan persenjataan Front Mounting Gun.

Sesuai programnya saat itu, TNI AU sebenarnya tidak hanya ingin memiliki dua skadron Skyhawk (Skadron 11 dan Skadron 12), tapi berencana menambah 16 unit Skyhawk lagi. Tapi keinginan TNI AU untuk menambah tipe dual seater itu gagal karena Israel tak mau melepasnya. Namun pada tahun 1998 TNI AU berhasil menambah dua Skyhawk tipe TA-4J yang merupakan lungsuran dari AL AS. Dalam cerita lain, TNI AU juga pernah menambah unit F-5 E/F Tiger II bekas pakai AU Yordania, tapi sayangnya pembelian ini terganjal kongres AS yang tidak memberikan lampu hijau. (Bayu Pamungkas)

Spesifikasi A-4 E Skyhawk
– Crew: one (two in OA-4F, TA-4F, TA-4J)
– Length: 12,22 m
– Wingspan: 8,38 m
– Height: 4,57 m
– Empty weight: 4.750 kg
– Loaded weight: 8.318 kg
– Max. takeoff weight: 11.136 kg
– Powerplant: 1 × Pratt & Whitney J52-P8A turbojet
– Maximum speed: 1.083 km/h
– Range: 3.220 km
– Combat radius: 1.158 km
– Service ceiling: 12.880 m
– Rate of climb: 43 m/s
– g-limit: +8/-3 g
 

Senin, 04 April 2016

Ini Dia! Target Drone Canggih Milik TNI AD dan TNI AU

QW-3_2
Target Drone S-70 TNI AU

Peristiwa ditemukannya target drone Meggit BTT-3 Banshee yang hanyut di Selat Philips, Riau pada 31 Maret lalu ibarat membuka mata kita, bahwa dunia drone/UAV (Unmmaned Aerial Vehicle) punya kecabangan dalam pengembangannya, dan target drone bukan sesuatu yang asing di lingkungan TNI. Sejak Arhanud (Artileri Pertahanan Udara) TNI mengenal penggunaan rudal dan kanon SHORAD (Short Range Air Defence), maka adopsi target drone dipastikan menjadi bagian yang melekat dalam silabus latihan tembak secara real and live.

Meski target drone Banshee tak dimiliki TNI, namun gelaran berbagai macam target drone telah hadir dalam beberapa varian. Ada target drone yang masih menyandang status prototipe, ada juga yang sudah real digunakan dalam operasi latihan. Seperti halnya pembagian segmen UAV, target drone dibagi ke dalam light/small target drone dan medium target drone. Sementara dirunut dari cara peluncurannya ke udara, target drone ada yang diterbangkan dari landasan, artinya target drone dilengkapi roda. Tapi tak sedikit target drone yang hadir tanpa roda, khusus yang tanpa roda, maka target drone diluncurkan lewat media peluncur (catapult).

Meski digadang untuk bisa dihancurkan, atau minimal terkenak tembakkan dari sista Arhanud, target drone dilengkapi skema recovery. Jika target drone berhasil lolos dari sergapan rudal atau kanon, selanjutnya target drone masih dapat digunakan lagi. Umumnya skema recovery dilakukan dengan cara pengembangan parasut saat mesin drone mati. Alhasil target drone dapat ‘jatuh’ dengan soft ke permukaan. Selanjut tim pencari di darat/laut tinggal mencari target drone yang telah jatuh tadi, pasalnya target drone sudah dilengkapi pemancar koordinat posisi dan GPS (Global Positiong System).

Dan berikut kami sarikan beberapa target drone yang cukup lekat di lingkup TNI, khususnya di Arhanud TNI AD dan Korps Paskhas TNI AU. Eksistensi target drone di matra masing-masing juga tak lepas dari peran Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang). (Haryo Adjie)

NRIST S-70
Untuk mengukur kinerja rudal MANPADS (Man Portable Air Defence Systems) QW-3, Korps Paskhas TNI AU punya cara jitu, yakni menggunakan target drone jenis S-70. Target drone ini buatan Cina dan diproduksi NRIST (Nanjing Research Institute of Simulation Technology). Dengan kendali remote control, S-70 dapat terbang hingga jangkauan maksimum 30 Km. Berlaku sebagai target drone untuk rudal hanud, S-70 punya kecepatan 300 km per jam.

DSC_2403tni-au-luncurkan-rudal-pengendali-ledakkan-pesawat-drone

S-70 diluncurkan dengan menggunakan daya dorong catapult yang berada pada bagian bawah fuselage. Drone juga dilengkapi dengan GPS sehingga setiap manuver pesawat dapat termonitor pada layar komputer di GCS (Ground Control Station). S-70 baru-baru ini digunakan pada Latihan Jalak Sakti TNI AU 2015 Lapangan AWR Budding, Belitung. Dalam sesi uji tembak rudal QW-3, S-70 terbang di ketinggian 5.000 kaki dan berhasil dihancurkan dengan sekali tembakkan oleh awak QW-3 TNI AU. Namun, sebelum rudal mencapai sasaran target, pesawat drone yang memiliki mesin 350 cc harus tertangkap oleh radar untuk mengkoneksikan agar bidikan rudal tepat sasaran.

Spesifikasi S-70
– Length: 2,55 meter
– Wingspan: 2,7 meter
– Max Take off weight: 60 kg
– Speed: 300 km/hour
– Ceiling: 3.000 meter
– Endurance: 60 menit
– Range: 30 km (remote control)
– Launch: rocket assisted
– Recovery: parachute

Target Drone Dislitbangau
Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Udara (Dislitbangau) bekerja sama dengan PT Aviator mengembangkan prototipe target drone. Kecepatan maksimal target drone 200 km pe jam, sementara kecepatan jelajah 120 jam, dan maksimal endurance 2 jam. Berat kosong drone 60 kg, sementara maksimal berat lepas landas 90 kg (20 kg berat beban dan 10 kg atau 15 liter berat bahan bakar).

dronephoto

Target drone yang masih berstatus experimental ini dilengkapi dengan roda. Artinya target drone diterbangkan lewat landasan, layaknya pesawat konvensional. Meski begitu metode recovery tetap menggunakan parasut.

Target Drone LTD-Elang
Mensiasati mahalnya harga target drone, maka seluruh satuan Arhanud TNI AD telah menggunakan target drone buatan Dalam Negeri. Kelebihan target drone hasil Dislitbangad (Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Darat) yang diberi label LTD (Light Target Drone) ini ialah mampu dilontarkan tanpa roda alias tidak memerlukan landasan pacu.

Target Drone-Elangtarget-drone-2target-drone-1

Spesifikasi LTD-Elang
– Panjang: 2,5 meter
– Rentang sayap: 2,75 meter
– Berat: 10 Kg
– Kapasitas bahan bakar: 1 liter
– Endurance: 45 menit
– Kecepatan maksium: 120 km/jam
– Kecepatan stall: 35 km/jam
 

Minggu, 03 April 2016

Meggit BTT-3 Banshee: Target Drone “Misterius” yang Hanyut ke Perairan Riau

Banshee-recovery-02

Untuk menjajal kemampuan sistem senjata pertahanan udara, keberadaan target drone mutlak diperlukan dalam simulasi latihan tempur unit arhanud. Dan masih diselimuti atmosfir hangatnya gesekan di Laut Cina Selatan, pada Kamis siang lalu (31/3/2016), warga Batam, Kepulauan Riau digemparkan dengan kabar ditemukannya drone bersayap delta yang jatuh di Selat Philps, kawasan perbatasan RI – Singapura.

Drone-Target-Banshee-Milik-Asing-Jatuh-di-Kepulauan-Riau-2-e145945069151614drone-banshee-1

Meski sempat menjadi polemik dan muncul dugaan sedang ada upaya mata-mata negara tetangga, namun setelah ditelaah, bisa dipastikan yang ditemukan di perairan Selat Philips adalah drone jenis Meggit BTT-3 Banshee. Drone besutan Inggris yang kini diproduksi Meggitt Defence Systems, memang dirancang sebagai target drone (drone sasaran tembak) untuk menguji kesiapan rudal hanud (pertahanan udara) dan kanon/meriam PSU (penangkis serangan udara).

banshee-drones
Drone Banshee dengan parasut yang masih melekat.

Bilah propeller.
Bilah propeller.

Meski digadang sebagai sasaran tembak, namun jangan anggap sepele Banshee, layaknya drone yang operasional di unit intai, Meggit BTT-3 Banshee dapat dikendalikan manuvernya dari GCS (Ground Control Station). Tak itu saja, Banshee juga dibekali payload avionic command and control digital, jika diperkukan payload juga dapat dipasangi perangkat kamera ala drone surveillance. Tak heran jika berdasarkan pengakuan warga yang menemukan, drone ini dikabarkan juga dilengkapi kamera.

Dengan kelengkapan fitur diatas, maka operator rudal hanud akan mendapat tantangan keras untuk menghancurkan Banshee yang dikendalikan dari darat. Dikutip dari situs resminya, Meggit BTT-3 Banshee disebut bisa menjalankan moda full autonomous dengan waypoint GPS dan navigasi semi otomatis. Lantas mengapa ditemukan parasut pada sosok drone bersayap warna kuning ini? Meggit BTT-3 Banshee tidak dilengkapi roda pendarat seperti halnya drone UAV Wulung, maka jika misi telah tuntas dan drone bisa selamat dari incaran tembakan PSU, selanjutnya mesin drone dapat ‘dimatikan’ di udara dan parasut akan mengembang agar drone bisa jatuh dengan aman ke permukaan.

Tidak dilengkapi roda, Target drone ini diluncurkan lewat catapult (pelontar).
Tidak dilengkapi roda, Target drone ini diluncurkan lewat catapult (pelontar).

Banshee milik Brunei Darussalam.
Banshee milik Brunei Darussalam.

Drone ini juga dirancang aman saat jatuh di air, materialnya yang kedap dan ringan, menjadikan Banshee dapat mengambang saat mendarat air. Dan inilah yang terjadi dengan drone Banshee yang ditemukan pada Kamis lalu.

Dirunut dari sejarahnya, Meggit BTT-3 Banshee telah dikenal sebagai target drone sejak awal dekade 80-an. Sebelum diproduksi Meggitt Defence Systems, drone ini digarap oleh Target Technology Ltd, perusahaan asal Inggris ini berangkat sebagai pengembang mesin ringan untuk drone. Kemudian pada tahun 1983, perusahaan ini baru resmi mempunyai desain drone sendiri.

Dirancang sebagai target drone yang mumpuni, Banshee dibangun dari material komposit, gabungan dari Kevlar dan glass-reinforced plastic. Struktur rancangan bodinya dilengkapi sirip ekor dan sayap model delta. Tentang dapur pacu, drone Banshee ditenagai mesin propeller 342 cc Normalair-Garrett two-cylinder two-stroke dengan tenaga 26 HP. Soal performa, drone target ini dapat melesatr maksimum hingga 200 km per jam. Sementara endurance di udara ada di rentang 1 jam 15 menit sampai 3 jam, tergantung setting misi. Ketinggian terbang maksimum sampai 7.010 meter.

47IMG-20160331-WA0013

Drone dengan balutan cat warna oranye ini juga dapat ditambahkan perangkat radar, flare/chaff disepense, dan pengecoh sasaran lainnya. Guna benar-benar menciptakan kondiri real pertempuran dalam berbagai medan, Banshee (Banshee 300) dapat di setting untuk bertindak sebagai rudal anti kapal, ini artinya drone dapat mengudara dalam moda sea skimming, terbang rendah daiatas permukaan laut guna mengindari radar. Lebih hebat lagi, Banshee (Banshee 400) juga dapat di setting sebagai drone pengintai, lengkap dengan kamera.

Dalam penugasaan, Banshee sudah banyak melayani uji coba penembakkan dari berbagai senjata. Mulai masuk kedinasan AD Inggris pada pertengahan tahun 1980, Banshee pernah digadang sebagai sasaran rudal Blowpipe dan Javelin. Rudal-rudal lainnya yang pernah memanfaatkan jasa Banshee diantaranya Chaparral, Crotale, Rapier, dan kanon CIWS (Close in Weapon System) Phalanx. Dikutip dari Wikipedia.com, Banshee sampai saat ini telah diproduksi 5.000 unit dan sudah digunakan oleh 40 negara.

euduyklvcixvvh9aqqra

Di lingkup ASEAN, Malaysia dan Brunei Darussalam adalah pengguna Banshee. Brunei misalnya, negara kaya minyak ini sudah menggunakan Banshee sejak 1987 dan menambahnya pada 2010 dengan memesan Banshee 600. Sedangkan Malaysia sendiri sudah menandatangi kontrak senilai 0.6 juta dengan Meggitt Defence Systems pada September 2012, untuk pengadaa Banshee Aerial Target Systems selama lima tahun, lengkap dengan pelatihannya.

Berdasarkan dugaan yang rasional, drone ini mungkin sedang digunakan oleh Malaysia atau Brunei dalam uji tembak rudal, namun drone jatuh ke laut dan hanyut hingga terbawa arus ke perairan Indonesia. Namun Indonesia harus tetap waspada, karena Meggitt ternyata mengembangkan Banshee dengan kemampuan tambahan jika diperlukan, ya termasuk untuk misi intai terbatas. (Gilang Perdana)

Spesifikasi
– Length: 2,84 m
– Wingspan: 2,49 m
– Height: 0,86 m
– Empty weight: 39 kg
– Gross weight: 73 kg
– Powerplant: 1 × Norton P73 Wankel rotary engine
– Maximum speed: 200 km/h
– Endurance: 1 hour 15 minutes
– Service ceiling: 7,010 m