Rabu, 23 Maret 2016

Timor Leste Bergolak, 1.200 Personel TNI Siaga di Perbatasan

Timor Leste Bergolak, 1.200 Personel TNI Siaga di Perbatasan
Anggota Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) RI-Timor Leste memeriksa koordinat tapal batas negara di daerah perbatasan Pos Nunura di Desa Tohe, Nusa Tenggara Timur, 7 Oktober 2015. ANTARA/Prasetyo Utomo
 
Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyiagakan dua batalion atau sekitar 1.200 personel untuk mengamankan wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste, setelah Dili, Ibu Kota Timor Leste, bergolak karena unjuk rasa besar-besaran dari warga.

"Ada gejolak atau tidak kami tetap siaga untuk mengamankan wilayah perbatasan kedua negara," kata Humas Korem 161 Wira Sakti Kupang Kapten Ida Bagus Diana kepada Tempo, Rabu, 23 Maret 2016.

Pengamanan di perbatasan, menurut dia, dilakukan sesuai standar operasional prosedur (SOP). Ada dua batalion yang siaga di perbatasan, untuk sektor barat dijaga Armed 11 Kostrad, dan sektor Timur Yonif 725 Woroagi. "Pada prinsipnya sesuai dengan SOP, dan tingkatkan kewaspadaan," katanya.

Dua batalion ini, katanya, berjaga di empat kabupaten yang berbatasan dengan Timor Leste, yakni Belu, Malaka, Timor Tengah Utara, dan Kabupaten Kupang.

Dia mengaku tidak peduli dengan unjuk rasa yang terjadi di Kota Dili, karena TNI tetap siaga menjaga wilayah perbatasan kedua negara. "Kami hanya monitor perkembangan di negara tetangga," katanya.
Ribuan massa di Dili, pada 22-23 Maret 2016, turun ke jalan melakukan unjuk rasa menuntut perundingan ulang antara Timor Leste dan Australia terkait dengan batas laut Timor dan pengelolaan bersama sumber daya alam di laut tersebut.
Unjuk rasa ribuan warga Timor Leste, terdiri atas para pegawai negeri sipil (PNS), siswa sekolah menengah atas (SMA), hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM), membuat pemerintah di negara tersebut lumpuh total. 

Indonesia Siap Menjadi Pemain Utama di Laut China Selatan ?

Indonesia mungkin tidak menjadi penggugat ke Kepulauan Spratly yang disengketakan, tapi insiden tersebut adalah ujian nyata pertama dari ambisi Presiden Joko Widodo untuk mengubah negara ini menjadi kekuatan maritim, kebijakan yang tentu berarti menegaskan kedaulatan atas batas laut yang luas.
Meskipun Indonesia sangat mendukung upaya pembuatan Code of Conduct untuk mencegah bahaya konflik terbuka, pendekatan Indonesia sampai dengan saat ini tampak aneh, terkait persaingan negara adidaya di kawasan itu memanas.
Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menutup mata untuk tiga insiden, dua di tahun 2010 dan satu pada tahun 2013, di mana kapal perang China memaksa Kapal Penjaga Perikanan Indonesia melepaskan Kapal penangkap ikan China di perairan Natuna.
Tidak hanya memiliki nine-dash line yang menjadi ambiguitas dan menjengkelkan, Beijing juga menolak untuk menjelaskannya, tapi insiden-insiden yang sebagian besar tidak dipublikasikan pada saat itu, menunjukkan China menggunakan ancaman kekerasan untuk menegakkan batas maritim versi mereka.
Presiden Joko Widodo telah sama-sama tentatif dalam pendekatannya ke Beijing, terutama setelah perusahaan China membiayai dan membangun beberapa usaha infrastruktur berharga, termasuk proyek rel cepat Jakarta-Bandung dan beberapa pembangkit listrik tenaga batu bara yang besar.
Tapi kali ini, Indonesia berhasil menahan delapan awak kapal ikan China dan meluncurkan protes resmi, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dengan penuh semangat memanggil Duta Besar China Xie Feng untuk meminta penjelasan.
Indonesia selalu mengklaim tidak memiliki perselisihan dengan Beijing di Laut Cina Selatan, namun pernyataan Kementerian Luar Negeri China mengklaim pukat itu di “lahan perikanan tradisional China” akan sulit untuk diabaikan.
Meskipun Indonesia telah menenggelamkan 155 kapal nelayan asing sejak tindakan keras terhadap nelayan ilegal mulai berlaku pada awal kepresidenan Widodo di akhir tahun 2014, hanya satu yang asal China -yang telah ditangkap kembali pada tahun 2009.
Tak lama setelah kampanye dimulai, Susi Pudjiastuti menerima surat di rumahnya, dengan stempel Kedutaan Besar China, yang memperingatkan konsekuensi jika menangkap pukat China, seperti yang dilakukan terhadap Thailand, Vietnam dan negara-negara tetangga lainnya. “Saya pikir mereka memiliki pandangan global jangka panjang dan mereka melihat laut Cina di selatan sebagai bagian penting dari pandangan itu,” ujar salah satu mantan diplomat senior Indonesia. “Hukum Laut bukan satu-satunya referensi bagi mereka. Ini sesuatu yang melayani kepentingan mereka. ”
Melihat peristiwa penting yang berlangsung di Laut Cina Selatan dan pekerjaan mereka yang ditunjuk untuk melindungi negara kepulauan yang berbaring di beberapa rute perdagangan yang paling penting di dunia, Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih hanya memainkan peran kecil dalam perencanaan strategis bangsa .
Memang, bahkan Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan lebih sibuk dengan kegiatan hari ke hari domestik daripada datang dengan panduan strategis, menggambarkan seperti wilayah ini terlihat pada dua puluh tahun ke depan dan bagaimana militer harus memposisikan diri.
Sebaliknya, TNI yang memiliki sangat sedikit keterlibatan kekuatan besar di kawasan itu, membuat Kementerian Luar Negeri yang mengambil pimpinan secara default dalam mengejar apa yang disebut kebijakan ‘bebas dan aktif’, yang dibangun untuk meningkatkan peran ASEAN tapi masyarakatnya hampir tidak pernah bersatu.
Dalam White Paper Pertahanan 2014 yang akan dirilis, TNI tidak melihat kemungkinan Indonesia terkena dampak jika ketegangan di Laut Cina Selatan meletus menjadi konflik. Tapi sebagian besar ancaman eksternal dilihat berfokus pada terorisme internasional, kejahatan transnasional dan imigrasi ilegal, yang menjadi masalah prioritas.
Dalam dua tahun terakhir, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo telah membuat isu-isu tersebut menjadi sebuah teori baru dikembangkan dari konspirasi internasional di mana negara-negara asing yang tidak disebutkan namanya yang akan menggunakan proxy domestik untuk melemahkan negara dari dalam dan merampok sumber daya dari situ.
Masih belum jelas apa bukti nyata dia harus mendukung gagasan itu, tetapi berfungsi sebagai pembenaran ideologis untuk upaya militer dalam mendapatkan kembali peran yang lebih menonjol dalam keamanan internal. Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) mencatat dalam sebuah laporan baru-baru ini: “Bagi TNI, nilai penting dari tesis perang proxy adalah, meleburnya ancaman internasional dan domestik dan untuk menghadapi ancaman eksternal, militer harus memperkuat peran keamanan internal.”
Terlepas dari elemen yang dangkal, pejabat di wilayah yang lebih luas mengeluh, Indonesia tidak memiliki kebijakan luar negeri yang koheren. kritikus domestik setuju dan mengatakan masalahnya terletak pada proses pembuatan kebijakan itu sendiri.
Bahkan Indonesia menempatkan langkah ASEAN yang membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN diimplementasikan lebih sebagai ancaman dari pada tantangan, akibat kelemahan logistik dan pendidikan.
Yudhoyono secara terbuka menyambut kebijakan Presiden AS Barack Obama tentang “Pivot to Asia” – dan pelatihan Marinir AS di Australia- karena dia khawatir terobosan serius China ke wilayah akan memaksa ASEAN terpisah.
Tetapi jika itu adalah contoh yang baik dari SBY yang menjadi “presiden kebijakan luar negeri,” maka Indonesia telah gagal membangun peran kepemimpinannya atau dalam memajukan konsep Code of Conduct yang diharapkan membuat Laut Cina Selatan menjadi tempat yang lebih aman.

John McBeth
March 21, 2016
Nationalinterest.org

Indonesia Belum Siap Transfer Teknologi Su-35


Indonesia masih membahas pembelian Su-35 jet tempur dengan Rusia dan tidak mungkin untuk menandatangani perjanjian dalam waktu dekat, ungkap seorang pejabat penting Indonesia, Kepala Pusat Pengadaan Departemen Pertahanan Laksamana Leonardi menjawab pertanyaan dari wartawan Jakarta Post mengenai kesepakatan transfer teknologi Sukhoi.
“Kami masih membahas masalah ini, setidaknya kita harus mendapatkan keterampilan perawatan dari Rusia sehingga kita tidak perlu mengirim mesin ke Rusia untuk perbaikan.”lanjutnya.
Menurutnya dari sudut pandang Indonesia, transfer teknologi cukup lambat karena kondisi yang tidak sehat dari perusahaan lokal.
“Kami memiliki anggaran untuk pengadaan senjata, tapi kami tidak memiliki anggaran untuk menyiapkan infrastruktur di industri pertahanan untuk menangani transfer teknologi. Kesiapan infrastruktur adalah domain dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Kami hanya mendukung mereka, tetapi tidak memiliki wewenang untuk melakukan apa-apa tentang itu,” tambahnya.
Indonesia berencana membeli 10 pesawat tempur Su-35 dari Rusia dan tambahan delapan lagi nantinya untuk melengkapi kekuatan satu skuadron pesawat tempur generasi terbaru untuk menggantikan F-5 yang sudah berumur puluhan tahun.

DefenceWorld

Adu Kuat Indonesia China di Laut Natuna


Tindakan kapal nelayan dan Coast Guard China di Laut Natuna, Kepulauan Riau, menunjukkan negara tersebut memandang Indonesia, hanya dengan sebelah mata. Teriakan dan protes pemerintah Indonesia, tidak ditanggapi dengan serius. Pemerintah China, justru melemparkan sanggahan.
Mungkin seharusnya Indonesia meresponnya dengan lebih serius, agar China pun mendengarkan teguran tersebut.
Alih-alih meminta maaf karena mencuri ikan di wilayah Indonesia, Pemerintah China justru meminta Indonesia melepas para nelayan mereka. Kementerian Luar Negeri China justru menilai nelayan mereka menangkap ikan di tempat biasa.
“Lokasi kejadian itu merupakan tempat yang biasa didatangi para nelayan kami. Itu bukan perairan Indonesia,” ujar Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying di Beijing, Senin (21/3/2016).
Pihak China bersikeras keberadaan kapal “Coast Guard” mereka bertujuan menyelamatkan nelayan yang “diserang” pihak Indonesia. “Kapal nelayan China diserang kapal bersenjata Indonesia. Kapal penjaga pantai ke sana untuk menyelamatkan tanpa memasuki perairan Indonesia,” ujar Hua.
“China juga segera meminta Indonesia untuk membebaskan nelayan-nelayan China itu dan menjamin keselamatan mereka,” ujar Hua.

Militer Angkat Bicara
Perdebatan di antara diplomat kedua negara kini mulai meningkat, yang melibatkan pihak militer Indonesia. Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Ade Supandi mengatakan Kapal Cina KM Kway Fey 10078 sudah jelas berada di teritori Indonesia. Kapal tersebut berada di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia.
“Berdasarkan floating daripada Lanal Ranai, kapal itu berada di wilayah kita, di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Itu harus kita bicarakan nanti,” ujar Laksamana Ade di Lanud Halim Perdananakusumah, Selasa, 22 Maret 2016.
KSAL mengatakan pelanggaran ini telah ditanggapi Indonesia dengan mengirim nota protes ke China. Laksamana Ade Supandi mengatakan TNI Angkatan Laut belum mengambil langkah dengan menambah armada atau mengambil tindakan, karena pelanggaran ini masih diselesaikan dengan diplomasi.
Laksamana Ade Supandi mengatakan TNI AL akan terus memantau perkembangan situasi apakah menjadi meluas atau tidak. Menurut dia, jika dapat diselesaikan dalam kerangka diplomasi maka TNI AL tidak akan turut campur. Laksamana Ade mengatakan belum akan menambah jumlah armada di Laut Natuna, karena pelanggaran yang dilakukan kapal Cina masih merupakan konflik perikanan, bukan konflik yang mengganggu pertahanan negara. “Kita menambah armada sesuai dengan eskalasi, ini masih konflik perikanan,” ujarnya.

Natuna ke Depan
Pihak Indoensia mengatakan laut tersebut merupakan wilayah NKRI. Sementara China bersikukuh wilayah itu bukan laut Indonesia dan menjadi wilayah tangkapan ikan tradisional China. Kita akan lihat ke depan. Akankah China tetap membiarkan kapal kapal nelayannya mencari ikan di tempat itu. Lalu apa kira-kira reaksi dari Indonesia.

Sumber : Tribunnews.com & Tempo.co

Menkopolhukam ingin tingkatkan kekuatan TNI AL di Natuna

Menkopolhukam ingin tingkatkan kekuatan TNI AL di Natuna
Ilustrasi. Presiden Hadiri Rapim TNI Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Kepala Staf Presiden Teten Masduki (dari kiri-kanan), Mentan Amran Sulaiman, Menlu Retno Marsudi, Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, KSAD Jenderal TNI Mulyono, KSAL Laksamana TNI Ade Supandi, KSAU Marsekal TNI Agus Supriatna, Kasum TNI Laksamana Madya Didit Ashaf berfoto bersama pejabat tinggi (pati) TNI usai pembukaan Rapat Pimpinan TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu (16/12/15). Dalam pembukaan rapim tersebut Presiden meminta TNI tidak terlibat dalam politik praktis, serta menyampaikan tantangan menjaga keamanan dari radikalisme dan terorisme, serta kesiapan menuju perdagangan bebas sebagai negara maritim. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
 
Menteri Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pihaknya ingin meningkatkan kekuatan TNI AL di kawasan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.

"Kita memang punya pangkalan militer yang ada di Natuna, ke depan kita akan buat kekuatan-kekuatan pengamanan yang lebih baik lagi," kata Luhut di Gedung Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa.

Presiden Joko Widodo, kata dia, memberikan arahan bahwa Tiongkok adalah sahabat Indonesia sekaligus menekankan pentingnya integritas teritorial Indonesia.

Untuk itu, ia menekankan sikap Indonesia sama seperti yang telah disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, yakni mengedepankan komunikasi dalam mengatasi permasalahan Tiongkok dengan Indonesia yang bermula di perairan Natuna.

"Menlu melakukan komunikasi yang intensif dengan Tiongkok," kata dia.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi telah mengajak Tiongkok untuk menghormati hukum internasional, termasuk kesepakatan dalam konvensi laut internasional, pascainsiden penggagalan penyitaan KM Kway Fey 10078 berbendera Tiongkok di Laut Natuna.

Menurut Menlu, pihaknya telah memanggil Kuasa Usaha Sementara Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta, Sun Weide untuk menyampaikan fakta lapangan mengenai penggagalan penangkapan oleh sejumlah kapal "coast guard" Tiongkok.

Dalam pertemuannya dengan Weide, Menlu mengatakan Indonesia menyampaikan tiga bentuk protes yang pertama masalah pelanggaran hak berdaulat dan yurisdiksi Indonesia di kawasan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Landas Kontinen.

Protes kedua yaitu upaya yang dilakukan oleh kapal "coast guard" Tiongkok untuk mencegah upaya penegakan hukum yang dilakukan otoritas Indonesia di wilayah ZEE dan landas kontinen.

Selanjutnya, protes ketiga yang disampaikan adalah pelanggaran terhadap kedaulatan laut teritorial Indonesia.

Menlu menekankan kepada Weide bahwa Indonesia merupakan negara "Non Claimant State" atau negara yang tidak merasa memiliki dan mengakui sesuatu yang diperebutkan di wilayah Laut Tiongkok Selatan.
 

Selasa, 22 Maret 2016

Panglima TNI Bersyukur Prajuritnya Dapat Penghargaan Tertinggi dari Presiden hingga Akhir Hayat

KOMPAS/HERU SRI KUMORO Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan rasa terima kasih atas penghargaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada 13 anggota TNI yang tewas akibat kecelakaan helikopter di Poso.

Gatot menganggap Presiden memberikan perhatian yang luar biasa kepada para prajurit yang gugur. Bentuk perhatian pertama adalah setelah insiden itu terjadi.

Presiden langsung meminta Gatot pergi memeriksa kondisi korban serta memberikan motivasi kepada anggota TNI yang masih bertugas menjalankan Operasi Tinombala.

"Saya juga diperintahkan oleh Presiden untuk mempersiapkan tempat di taman makam pahlawan bagi korban. Tempat ini merupakan tempat terhormat yang diidam-idamkan setiap prajurit TNI," ujar Gatot saat melayat 13 korban di Hanggar Skuadron Udara 17, Kompleks Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (22/3/2016).

Ketiga, Presiden menandatangani Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2016 tanggal 21 Maret 2016 soal kenaikan pangkat luar biasa satu tingkat lebih tinggi kepada 13 anggota TNI yang tewas.

Keempat, Presiden meminta dirinya untuk memperhatikan nasib anak istri anggota TNI yang ditinggalkan. Gatot memastikan akan melaksanakan perintah itu.

"Keluarga korban akan mendapat santunan dari Asabri dalam jumlah Rp 400 juta per keluarga, Rp 30 juta untuk anak dan tunjangan sekolah anak dijamin oleh TNI sampai Sarjana. Kami juga akan memberikan rumah yang disesuai domisili mereka," ujar Gatot.

Gatot menegaskan, para anggota TNI itu tewas akibat melaksanakan tugas.

"Putri Brigjen Anumerta Saiful Anwar, usia 16 tahun menyampaikan, ayah saya adalah orang taat beragama. Jiwanya hanya untuk kesatuan NKRI. Ini gambaran bahwa prajurit selalu siap melaksanakan tugas demi keutuhan NKRI," ujar Gatot.


Indonesia kontributor terbesar ke-10 Pasukan Perdamaian PBB

Indonesia kontributor terbesar ke-10 Pasukan Perdamaian PBB
Bendera Merah Putih berkibar dalam upacara militer peringatan Kemerdekaan ke-70 Indonesia, di Markas Komando Batalion Indonesia UNAMID, Darfur Barat, Senin (17/8). Komandan Batalion Indonesia UNAMID, Letnan Kolonel Infantri M Herry Subagyo (kanan) menjadi komandan upacara. (Batalion Indonesia UNAMID/Letnan Satu Khusus Eldira Respati)
... wujud pelaksanaan mandat konstitusi (UUD 1945) yang mengamanatkan Indonesia untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia...
Indonesia menjadi kontributor terbesar ke-10 Pasukan Pemeliharaan Perdamaian PBB dari 124 negara penyumbang pasukan, menurut keterangan yang dilansir situs resmi Kementerian Luar Negeri, di Jakarta, Selasa.

Capaian penting Indonesia itu tercatat dalam Daftar Peringkat Negara Kontributor Pasukan ke Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB, yang diterbitkan PBB, Kamis (17/3).
Menurut keterangan Kementerian Luar Negeri, pemerintah Indonesia saat ini menugaskan 2.843 personel TNI dan Kepolisian Indonesia untuk 10 Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB.

Ke-10 misi pemeliharaan perdamaian yang diikuti delegasi Indonesia, yaitu misi UNIFIL (Lebanon), UNAMID (Darfur, Sudan), MINUSCA (Repubik Afrika Tengah), MONUSCO (Republik Demokratik Kongo), MINUSMA (Mali), MINURSO (Sahara Barat), MINUSTAH (Haiti), UNMIL (Liberia), UNMISS (Sudan Selatan), dan UNISFA (Abyei, Sudan).

Kontribusi pasukan Indonesia untuk Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB merupakan wujud pelaksanaan mandat konstitusi (UUD 1945) yang mengamanatkan Indonesia untuk "ikut melaksanakan ketertiban dunia".

Pengiriman pasukan perdamaian PBB juga merupakan instrumen pencapaian politik luar negeri Indonesia, sekaligus sebagai sarana peningkatan kapasitas dan profesionalisme personel TNI dan Kepolisian Indonesia.

Capaian Indonesia itu merupakan bagian dari upaya mewujudkan Visi 4.000 personel pemelihara perdamaian, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2015-2019.

Sejalan dengan visi itu, pemerintah Indonesia akan terus berupaya merealisasikan pengiriman satu batalyon komposit terdiri dari 800 personel TNI, satu pasukan polisi berisi 140 personel Polri, dan 100 individu petugas kepolisian pada 2016.